You are on page 1of 32

1

ALUR PENGADILAN AGAMA ALUR PERADILAN ANAK ALUR PERADILAN PIDANA TAHAP-TAHAP ACARA PERADILAN PERDATA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Nurjaya Prasastra 01110143

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JANABADRA YOGYAKARTA 2005

12 May 2003, 10:59:45 WIB

ALUR PENGADILAN AGAMA


Peradilan agama adalah peradilan yang khusus mengadili perkara-perkara perdata dimana para pihaknya beragama Islam (muslim). Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undangundang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA), peradilan agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Perkara-perkara yang diputus oleh peradilan agama antara lain perceraian, perwalian, pewarisan, wakaf, dll. Pengadilan agama berkedudukan di kotamadya atau ibu kota kabupaten, dan derah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten. Sedangkan pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibukota propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi (Pasal 4 UUPA). Pembinaan teknis peradilan agama dilakukan oleh Mahkamah Agung, sedangkan pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan pengadilan dilakukan oleh Menteri Agama (Pasal 5 ayat (1) dan (2) UUPA). Susunan pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris. Untuk pengadilan agama ditambah dengan Juru Sita (Pasal 9 UUPA). Pimpinan pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua (Pasal 10 UUPA). Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkaraperkara perdata di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, wakaf dan shadaqah (Pasal 49 UUPA) Jika terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam perkara-perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dulu oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum (Pasal 50 UUPA). Pengadilan tinggi agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama dalam tingkat banding, dan mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan agama di daerah hukumnya (Pasal 51 UUPA). Hukum acara yang berlaku dalam peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku dalam peradilan umum, kecuali yang telah diatur khusus dalam UUPA (Pasal 54 UUPA). Pemeriksaan perkara di peradilan agama dimulai sesudah diajukannya permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang berperkara telah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku (Pasal 55 UUPA).

Penetapan dan putusan peradilan agama hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam siding yang terbuka untuk umum. Pemeriksaan Sengketa Perkawinan Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian terbagi dua, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Yang dimaksud cerai talak adalah perceraian yang terjadi karena talak suami kepada istrinya. Sedangkan yang dimaksud gugat cerai adalah permohonan perceraian yang diajukan oleh pihak istri melalui gugatan. Tahapan-Tahapan Cerai Talak Di Pengadilan Agama Menurut Pasal 66 UUPA Adalah Sebagai Berikut : Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya (disebut Pemohon) mengajukan permohonan kepada pengadilan agama untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Permohonan tersebut diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon (istri), kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon. Jika termohon tinggal diluar negeri, permohonan diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon. Jika pemohon dan termohon tinggal diluar negeri, permohonan diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada pengadilan agama Jakarta Pusat. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersamasama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan. Permohonan cerai talak harus memuat nama, umur, tempat kediaman pemohon dan termohon, serta alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak. Permohonan tersebut diperiksa dalam siding tertutup oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan di kepaniteraan (Pasal 68 UUPA). Pengadilan menetapkan mengabulkan permohonan cerai jika Majelis Hakim berkesimpulan bahwa kedua belah pihak (suami istri) tidak dapat didamaikan lagi dan alasan perceraian telah cukup (Pasal 70 ayat (1) UUPA). Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh termohon (istri) terhadap penetapan tersebut adalah mengajukan banding (Pasal 70 ayat (2) UUPA). Jika tidak ada banding dari pihak termohon (istri) atau penetapan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pengadilan akan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak (Pasal 70 ayat (3) UUPA). Ikrar talak dilakukan oleh pemohon (suami) atau wakilnya yang telah diberi kuasa khusus berdasarkan akta otentik, dan dihadiri/disaksikan oleh pihak termohon (istri) atau kuasanya (Pasal 70 ayat (4) UUPA). Jika termohon (istri) tidak hadir pada ikrar talak tersebut, padahal ia telah dipanggil secara sah dan patut, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya pihak termohon (istri) atau kuasanya (Pasal 70 ayat 5). Jika dalam waktu 6 (enam) bulan suami

tidak datang untuk mengucapkan ikrar talak, tidak datang menghadap sendiri atau mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah dan patut, maka penetapan atas dikabulkannya permohonan cerai menjadi gugur, dan permohonan perceraian tidak dapat diajukan lagi dengan alasan yang sama (Pasal 70 ayat (6) UUPA). Perkawinan menjadi putus melalui penetapan terhitung sejak diucapkannya ikrar talak dan penetapan tersebut tidak dapat dimintakan banding atau kasasi (Pasal 71 ayat (2) UUPA). Tahapan-Tahapan Cerai Gugat Menurut UUPA Adalah Sebagai Berikut : Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat (istri), kecuali jika penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat (suami) (Pasal 73 ayat (1) UUPA). Jika penggugat berkediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat (Pasal 73 ayat (2). Jika keduanya berkediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada pengadilan agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3). Jika gugatan perceraian adalah karena salah satu pihak mendapat pidana penjara, maka untuk dapat memperoleh putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang berwenang yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 74). Jika alasan perceraian adalah karena syiqaq (perselisihan tajam dan terus menerus antara suami dan istri, maka putusan perceraian didapatkan dengan terlebih dahulu mendengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri (Pasal 76 ayat (1). Gugatan perceraian gugur jika suami atau istri meninggal sebelum ada putusan pengadilan (Pasal 79). Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di kepaniteraan (Pasal 80 ayat (1) dan (2). Putusan pengadilan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan perceraian dianggap terjadi dengan segala akibat hukumnya sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 81 ayat (1) dan (2). Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, suami istri harus datang secara pribadi, kecuali jika salah satu pihak berkediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Jika kedua pihak berkediaman di luar negeri, maka pada sidang pertama penggugat harus menghadap secara pribadi. Pada saat tersebut hakim juga harus berusaha mendamaikan kedua pihak, dan selama

perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan (Pasal 82). Jika perdamaian tercapai, maka tidak dapat diajukan lagi gugatan perceraian yang baru dengan alasan yang ada dan telah diketahui penggugat sebelum perdamaian tercapai (Pasal 83). Gugatan penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (1). Jika pihak ketiga menuntut, maka pengadilan agama menunda lebih dulu perkara harta bersama sampai ada putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (2). Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat atau pemohon, dan biaya perkara penetapan atau putusan pengadilan yang bukan penetapan atau putusan akhir diperhitungkan dalam penetapan atau putusan akhir (Pasal 89 ayat (1) dan (2). Biaya-biaya tersebut meliputi biaya kepaniteraan dan biaya materai yang diperlukan untuk biaya itu; biaya para saksi, saksi ahli, penerjemah dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan, biaya untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan lain yang diperlukan oleh pengadilan dalam perkara, biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah pengadilan (Pasal 90 ayat (1)). HAKIM 1. Hak Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan bahwa tergugat mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami, maka Hakim dapat memerintahkan tergugat untuk memeriksakan diri kepada dokter (ps. 75)

Mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk
menjadi hakim, setelah keterangan mereka sebagai saksi didengar dalam sidang gugatan perceraian dengan alasan syiqaq (Pasal 76 ayat (2). Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami-istri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah (ps. 77). Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, Pengadilan dapat : a. menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami; b. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;

c. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami-istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri (ps. 78). Apabila permohonan atau gugatan perceraian diajukan atas alasan salah satu pihak melakukan zina, sedangkan pemohon atau penggugat tidak dapat melengkapi bukti-bukti dan termohon atau tergugat menyanggah alasan tersebut, dan Hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tiada pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh baik dari pemohon atau penggugat maupun dari termohon atau tergugat, maka Hakim karena jabatannya dpt menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah (ps.87ayat 1). Baik termohon maupun tergugat diberi kesempatan untuk meneguhkan sanggahannya dengan cara yang sama ( Pasal 87 ayat (2). Jika sumpah yang dimaksud tersebut dilakukan oleh suami, maka penyelesaiannya dilaksanakan dengan cara lain, sedangkan jika sumpah yang dimaksud dilakukan oleh istri, maka penyelesaiannya dilaksanakan dengan hukum acara yang berlaku 2. Kewajiban Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman (ps. 11 ayat 1). Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim sebagai pegawai negeri yang dilakukan oleh Mentri Agama tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara (ps. 12 ayat 2). Pembinaan teknis peradilan yang dilakukan oleh MA dan pembinaan dan organisasi, administrasi, dan keuangan, Pengadilan yang dilakukan Mentri Agama tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara (ps. 5 ayat 3). Kecuali ditentukan lain oleh UU, Hakim tidak boleh merangkap menjadi: a. pelaksana putusan pengadilan b. wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya c. pengusaha (ps. 17 ayat 1) Hakim tidak boleh merangkap menjadi penasehat hukum (ps. 17 ayat 2)

Pengawasan yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan terhadap pelaksanaan tugas hakim tidak boleh
mengurangi kebebasan Hakim dalam pemeriksaan dan dan memutus perkara (ps. 53 ayat 4). Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutusnya (ps. 56 ayat 1) Pengadilan menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (ps. 58 ayat 1) Rapat permusyawaratan Hakim bersifat rahasia (ps. 60 ayat 3).

Segala penetapan dan putusan Pengadilan, selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili (ps. 62 ayat 1) Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-oarang yang dekat dengan suami-istri (ps. 76 ayat 1). Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak (ps. 82 ayat 1). Jumlah biaya perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 90 harus dimuat dalam amar penetapan atau putusan pengadilan (ps. 91 ayat 1). Jumlah biaya yang dibebankan oleh Pengadilan kepada salah satu pihak berperkara untuk dibayarkan kepada pihak lawannya dalam perkara itu, harus dicantumkan juga dalam amar penetapan atau putusan Pengadilan (ps. 91 ayat 2). PENGGUGAT 1. Hak Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila undang-undnag menentukan lain (ps. 61) Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat (ps. 73 ayat 1) Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami-istri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah (ps. 77). Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami-istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (ps. 86 ayat 1) 2. Kewajiban Dalam sidang perdamaian tersebut, suami-istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu (ps. 82 ayat (2) Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi (ps. 82 ayat (3).

Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat atau pemohon (ps. 89 ayat (1). TERGUGAT 1. Hak Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila undang-undnag menentukan lain (ps. 61) Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami-istri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah (ps. 77). Pihak termphon atau tergugat diberi kesempatan pula untuk meneguhkan sanggahannya dengan cara yang sama (ps. 87 ayat 2) 2. Kewajiban Dalam sidang perdamaian tersebut, suami-istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu (ps. 82 ayat 2). Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi (ps. 82 ayat 3). PANITERA Panitera berkewajiban untuk :

Mencatat segala hal ikhwal yang terjadi dalam sidang ikrar talak (Pasal 71 ayat (1) UUPA)
Mengirimkan satu helai salinan putusan pengadilan (penetapan) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap selambat-lambatnya tiga puluh hari , tanpa bermaterai kepada pegawai pencatat nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman Penggugat dan Tergugat, untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan (Pasal 84 ayat (1) UUPA). Jika perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan wilayah pegawai pencatat nikah tempat perkawinan dilangsungkan, maka satu helai putusan tersebut yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tanpa bermaterai dikirimkan pula kepada pegawai pencatat nikah di tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh pegawai pencatat nikah tersebut dicatat pada bagian pinggir daftar catatan perkawinan (Pasal 84 ayat (2) UUPA). Jika perkawinan dilangsungkan diluar negeri, satu helai putusan tersebut disampaikan pula kepada pegawai pencatat nikah di tempat didaftarkannya perkawinan mereka di Indonesia (Pasal 84 ayat (3) UUPA).

Memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai kepada para pihak selambat-lambatnya tujuh hari terhitung setelah putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan kepada para pihak (Pasal 84 ayat (4) UUPA).

25 Apr 2003, 10:48:38 WIB

ALUR PERADILAN ANAK


Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak yang telah berlaku di Indonesia merupakan implementasi dari Konvensi Hak Anak. Dalam Konvensi Hak Anak tersebut dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan, mencakup perlindungan dari segala eksploitasi, perlakuan kejam dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dikeluarkanlah Undang-Undang yentang Peradilan Anak. Pengertian: ( Yang dimaksud dengan anak dalam perkara Anak Nakal adalah orang yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. (pasal 1 butir 1 UU No 3 tahun 1997) ( Anak Nakal adalah: a. b. anak yang melakukan tindak pidana, atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan Tahapan beracara dalam pengadilan anak pada dasarnya sama dengan peradilan umum, yaitu peradilan pidana. Namun mengingat bahwa subjeknya adalah anak yang berbeda dengan subjek peradilan umum lain, maka terdapat beberapa perbedaan dan perlakuan khusus yang dibuat untuk kepentingan anak. Perbedaan dan perlakuan khusus tersebut antara lain adalah: Dalam hal pemeriksaan:

10

Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur yang telah ditentukan dalam batas umur Anak Nakal, dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)tahun, tetap diajukan ke Sidang Anak. (pasal 4 UU No 3 tahun 1997)

Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik. (pasal 4 ayat 1 UU No 3 tahun 1997)

Apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak yang dimaksud dalam ayat 1 masih dapat dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan kembali amak tersebut kepada orangtua, wali, atau orangtua asuhnya. (pasal 4 ayat 2 UU No 3 tahun 1997)

Apabila menurut hasil pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak dapat lagi dibina oleh orangtua, wali, atau orangtua asuhnya, Penyidik menyerahkan anak tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan. (pasal 4 ayat 3 UU No 3 tahun 1997)

Dalam hal pemeriksaan di persidangan:

Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa diajukan ke Sidang Anak, sedangkan orang dewasa diajukan ke sidang bagi orang dewasa. (pasal 7 ayat 1 UU No 3 tahun 1997)

Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diajukan ke Sidang Anak, sedangkan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diajukan ke Mahkamah Militer. (pasal 7 ayat 2 UU No 3 tahun 1997)

( ( ( (

Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas lainnya dalam Sidang Anak tidak memakai toga atau pakaian dinas. (pasal 6 UU No 3 tahun 1997) Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup. (pasal 8 ayat 1 UU No 3 tahun 1997) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, pemeriksaan perkara anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan dalam sidang terbuka. (pasal 8 ayat 2 UU No 3 tahun 1997) Dalam hal sidang dilakukan dalam keadaan tertutup, maka yang dapat hadir dalam persidangan tersebut adalah orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan. (pasal 8 ayat 3 UU No 3 Tahun 1997)

( ( (

Namun selain mereka yang disebutkan di atas, orang-orang tertentu atas izin hakim atau majelis hakim dapat menghadiri persidangan tertutup. (pasal 8 ayat 4 UU No 3 Tahun 1997) Putusan pengadilan atas perkara anak yang dilakukan dalam persidangan tertutup, diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum. (pasal 8 ayat 6 UU No 3 Tahun 1997) Apabila ketentuan dalam pasal 8 dan pasal 6 UU No 3 Tahun 1997 ridak dilaksanakan, maka putusan hakim dapat dinyatakan batal demi hukum. (pasal 153 ayat 4 KUHAP)

11

25 Apr 2003, 10:44:42 WIB

ALUR PERADILAN PIDANA


Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang tasnya diambil secara paksa oleh seorang remaja. Deskripsi di atas merupakan suatu peristiwa hukum. Namun untuk menentukan apakah peristiwa hukum itu merupakan suatu tindak pidana atau bukan haruslah diadakan suatu penyelidikan. Jalur untuk mengetahui adanya suatu tindak pidana adalah melalui: ( Pengaduan, yaitu pemberitahuan diserta I permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan (pasal 1 butir 25 KUHAP) ( Laporan, yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang kartena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 butir 24 KUHAP) ( Tertangkap tangan, yaitu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.

12

Menurut pasal 1 butir 5 KUHAP, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh dalam Undang-Undang. Adapun pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan menurut pasal 4 KUHAP adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan penyelidikan, penyelidik memiliki kewajiban dan kewenangan. Penyelidik karena kewajibannya memiliki kewenangan antara lain sebagai berikut: 1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; (Pasal 5 KUHAP) 2. Mencari keterangan dan barang bukti;(Pasal 5 KUHAP) 3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; (Pasal 5 KUHAP) 4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab. (Pasal 5 KUHAP) 5. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: a. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan; b. pemeriksaan dan penyitaan surat; c. mengambil sidik jari dan memotret seorang; d. membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik. (Pasal 5 KUHAP) 6. Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut diatas. (Pasal 5 KUHAP) 7. Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan. (Pasal 16 ayat (1) KUHAP) Apabila setelah melalui tahap penyelidikan dapat ditentukan bahwa suatu peristiwa merupakan suatu peristiwa pidana, maka dilanjutkan dengan tahap penyidikan. Menurut pasal 1 butir 2 KUHAP serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Pihak yang berwenang melakukan penyidikan menurut pasal 6 KUHAP adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Penyidik karena kewajibannya memiliki kewenangan sebagai berikut: 1. Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;(Pasal KUHAP) 2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; (Pasal 7 KUHAP) 3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; (Pasal 7 KUHAP)

13

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; (Pasal 7 jo pasal 131 KUHAP) 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; (Pasal 7 jo pasal 132 ayat 2,3,4,5 KUHAP) 6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang; (Pasal 7 KUHAP) 7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; (Pasal 7 KUHAP) 8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; (Pasal 7 jo pasal 132 ayat 1 jo pasal 133 ayat 1 KUHAP) 9. Mengadakan penghentian penyidikan; (Pasal 7 KUHAP) 10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 11. Dalam melakukan tugasnya penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. (Pasal 7 ayat (3) KUHAP) 12. Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan.(Pasal 8 ayat 1 KUHAP) 13. Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. (Pasal 8 ayat 2 KUHAP) 14. Penyerahan berkas perkara dilakukan: a. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara; b. dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. (Pasal 8 ayat 3 KUHAP) 15. Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang : a. pemeriksaan tersangka; b. penangkapan; c. penahanan; d. penggeledahan; e. pemasukan rumah; f. penyitaan benda; g. pemeriksaan surat; h. pemeriksaan saksi; i. j. l. pemeriksaan di tempat kejadian; pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan; (Pasal 75 KUHAP)

k. pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. 16. Melakukan penyidikan tambahan, jika penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum. (Pasal 110 ayat (2) KUHAP) 17. Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan. (Pasal 31 ayat 1 KUHAP)

14

18. Karena jabatannya hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang sudah ditentukan. (Pasal 31 ayat (2) KUHAP) 19. Melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum, jika penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi. (Pasal 110 ayat (3) KUHAP) 20. Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum. (Pasal 114 KUHAP) Ketika melaksanakan penyelidikan dan penyidikan, para aparat penegak hukum melakukan suatu upaya paksa, yaitu serangkaian tindakan untuk kepentingan penyidikan yang terdiri dari penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan dan pemeriksaan surat. Penangkapan. Menurut pasal 1 butir 20 KUHAP, penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang Penahanan. Menurut pasal 1 butir 21 KUHAP, penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Penyitaan. Menurut pasal 1 butir 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkain tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,berwujud dan atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Penggeledahan rumah. Menurut pasal 1 butir 17 KUHAP, penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Penggeledahan badan. Menurut pasal 1 butir 18 KUHAP, penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita. Para penyidik kemudian menuangkan hasil penyidikan tersebut kedalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). BAP ini kemudian diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum untuk dipelajari dan diteliti kelengkapannya sebagai dasar untuk membuat surat dakwaan. Menurut pasal 38 KUHAP, penuntut umum mengembalikan BAP tersebut kepada penyidik apabila penuntut umum menilai bahwa BAP tersebut belum lengkap . Pengembalian tersebut disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi oleh penyidik dalam waktu 14 hari setelah penerimaan berkas.

15

Apabila penuntut umum menilai bahwa BAP tersebut telah lengkap, maka penuntut umum kemudian akan membuat surat dakwaan dan dilanjutkan ke tahap penuntutan. Pasal 1 butir 7 KUHAP menyatakan bahwa penuntutan adalah melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus hakim di sidang pengadilan. Dalam KUHAP, diatur tentang wewenang penuntut umum dalam hal: 1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu; (Pasal 14 jo pasal 138 ayat 1 KUHAP) 2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik; (Pasal 14 jo pasal 138 ayat 2 KUHAP) 3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; (Pasal 14 KUHAP) 4. Membuat surat dakwaan; (Pasal 14 jo pasal 140 ayat 1 KUHAP) 5. Melimpahkan perkara ke pengadilan;(Pasal 14 jo pasal 139 jo pasal 143 ayat 1 KUHAP) 6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan; (Pasal 146 KUHAP) 7. Melakukan penuntutan; (Pasal 137 KUHAP) 8. Menutup perkara demi kepentingan hukum; (Pasal 14 KUHAP) 9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini; (Pasal 14 KUHAP) 10. Melaksanakan penetapan hakim. (Pasal 14 KUHAP)

11. Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penuntut umum dapat mengadakan penangguhan
penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan. (Pasal 31 ayat 1 KUHAP) 12. Karena jabatannya hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang sudah ditentukan. (Pasal 31 ayat (2) KUHAP) Setelah penuntutan, dilanjutkan ke tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Tahap ini dimulai dengan pembukaan sidang pengadilan, dimana hakim memanggil terdakwa dan memeriksa identitas terdakwa dengan teliti. Adapun proses jalannya persidangan dalam hukum acara pidana secara keseluruhan dapat dilihat pada bagan dibawah ini: PROSES JALANNYA PERSIDANGAN Sidang I No 1 Tahapan Persidangan Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum

16

3 4 5 6 7 8 9 10 11

Terdakwa Hadir di persidangan Jika tidak hadir Hakim menanyakan alasan ketidak hadiran terdakwa Hakim menanyakan apakah terdakwa telah dipanggil secara sah. Apabila tidak sah, diadakan pemanggilan ulang (selama 3x) Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah ia didampingi oleh PH Bagi tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana mati/lebih 15 thn/lebih 5 thn wajib didampingi PH (Ps. 56 KUHAP) Apabila didampingi PH, Hakim menanyakan surat kuasa dan surat izin beracara Hakim menanyakan identitas terdakwa Hakim mengingatkan terdakwa untuk memper-hatikan apa yang terjadi selama persidangan Hakim mempersilahkan JPU untuk membacakan surat dakwaannya Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah terdakwa mengerti isi dan maksud surat dakwaan Hakim menjelaskan isi dan maksud surat dakawaan secara sederhana jika terdakwa tidak mengerti Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa/PH apakah ia keberatan dengan surat dakwaan tersebut Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda Sidang II Eksepsi (Jika ada)

No. 1 2 3 4 5

6 7

Tahapan Persidangan Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum Terdakwa hadir di ruang sidang Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa/PH apakah sudah siap dengan eksepsinya Hakim Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada Terdakwa/PH membacakan eksepsinya Hakim ketua menanyakan kesiapan JPU untuk memberikan tanggapan terhadap eksepsi terdakwa. Apabila JPU akan menanggapi eksepsi maka sidang ditunda untuk pembacaan tanggapan JPU (lanjut ke form 3 dan form 4) Apabila JPU tidak akan menanggapi eksepsi maka sidang ditunda untuk pembacaan putusan sela (lanjut ke form 5) Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda Hakim Ketua menyatakan Putusan akan diberikan bersamaan dengan Putusan mengenai perkara pokoknya Sidang III Tanggapan JPU

No. 1 2 3 4 5

Tahapan Persidangan Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum Terdakwa hadir di ruang sidang Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada JPU apakah sudah siap dengan tanggapan-nya Hakim Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada JPU untuk membacakan tanggapannya Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa/PH apakah akan menanggapi tanggapan JPU

17

Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda Sidang IV Tanggapan atas Tanggapan JPU

No. 1 2 3 4 5

Tahapan Persidangan Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum Terdakwa hadir di ruang sidang Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada Terdakwa/PH apakah sudah siap dengan tanggapan atas tanggapan JPU Hakim Ketua Majelis memberikan kesempatan kepada Terdakwa/PH untuk membacakan tanggapan atas tanggapan JPU Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda

Sidang V Putusan Sela No. 1 2 3 Tahapan Persidangan Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum Terdakwa hadir di ruang sidang Hakim Ketua Majelis membacakan putusan sela Isi Putusan Sela: Majelis menerima eksepsi yang diajukan oleh Terdakwa *Jika ya, sidang dilanjutkan pada tahap selanjutnya *Jika tidak, sidang dinyatakan ditutup. Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada JPU apakah sudah siap dengan pembuktian Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda Sidang VI : Pembuktian (Pemeriksaan saksi/saksi ahli) Tahapan Persidangan Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum Hakim memeriksa apakah sudah tidak ada saksi-saksi yang akan memberikan keterangannya yang masih di ruang sidang Hakim mempersilahkan saksi yang masih ada di ruang sidang untuk keluar Pemeriksaan Saksi Hakim Ketua Majelis memerintahkan kepada JPU/PH untuk menghadirkan saksi/saksi ahli ke ruang sidang, terdakwa menempati tempatnya disamping PH. Hakim menanyakan kesehatan saksi/saksi ahli Hakim menanyakan identitas saksi/saksi ahli Hakim menanyakan apakah saksi mempunyai hubungan sedarah atau semenda atau hubungan pekerjaan dengan terdakwa Jika Ya (diperdalam dengan dialog) Saksi/saksi ahli disumpah Majelis Hakim mengajukan pertanyaan kepada saksi/saksi ahli Diperjelas dengan dialog JPU mengajukan pertanyaan kepada saksi/saksi ahli

4 5 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

18

11 12 13 14 15

16 17 18 19 20 21

Diperjelas dengan dialog PH mengajukan pertanyaan kepada saksi/saksi ahli Diperjelas dengan dialog Setiap saksi selesai memberikan keterangannya, Hakim menanyakan kepada terdakwa benar/tidaknya keterangan saksi tersebut Apakah saksi/saksi ahli menarik kembali keterangan dalam BAP penyidik Pemeriksaan Barang Bukti JPU mperlihatkan barang bukti di persidangan Hakim menanyakan kepada terdakwa dan saksi-saksi mengenai barang bukti tersebut Hakim meminta kepada JPU, PH, terdakwa, saksi untuk maju ke muka sidang dan memperlihatkan barang bukti tersebut Pemeriksaan Terdakwa Hakim mengajukan pertanyaan kepada terdakwa Hakim mempersilahkan JPU untuk mengajukan pertanyaan JPU mengajukan pertanyaan kepada terdakwaDiperjelas dengan dialog JPU mengajukan pertanyaan kepada terdakwa Diperjelas dengan dialog PH mengajukan pertanyaan kepada terdakwaDiperjelas dengan dialog Sidang ditunda Urutan bertanya pada tahap pemeriksaan saksi/saksi ahli (Saksi a charge): Hakim Ketua. Hakim Anggota, JPU lalu PH.

( (

Urutan bertanya pada tahap pemeriksaan saksi/saksi ahli (saksi a de charge): Hakim Ketua, Hakim anggota, PH, lalu JPU.

Saksi a charge: saksi yang memberatkan terdakwa saksi dari JPU. Saksi a de charge: saksi yang meringankan terdakwa saksi dari PH. Sidang VII : Pembacaan Tuntutan (Requisitoir) No. 1 2 3 4 5 Tahapan Persidangan Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum Terdakwa berada di ruang sidang JPU membacakan tuntutannya *diperjelas dalam keterangan, tuntutan JPU tahun Hakim menanyakan kepada PH apakah akan mengajukan pembelaan Sidang ditunda Sidang VIII : Pembacaan Pembelaan (Pledooi) No. 1 2 3 4 5 Tahapan Persidangan Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum Hakim mempersilahkan PH membacakan pembelaannya PH membacakan pembelaannya Hakim menanyakan kepada JPU apakah akan mengajukan Replik Sidang ditunda

19

Sidang IX : Pembacaan Replik (Tanggapan dari JPU atas Pledooi PH) No. 1 2 3 4 5 Tahapan Persidangan Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum Terdakwa hadir dalam persidangan Hakim mempersilahkan JPU membacakan Repliknya Hakim menanyakan kepada PH apakah akan mengajukan Duplik Sidang ditunda Sidang IX : Pembacaan Duplik (Tanggapan dari PH atas Replik dari JPU) No. 1 2 3 4 No. 1 2 3 4 Tahapan Persidangan Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum Terdakwa hadir di dalam persidangan Hakim mempersilahkan PH membacakan Dupliknya Sidang ditunda untuk pembacaan Putusan Sidang IX : Pembacaan Putusan Tahapan Persidangan Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan tertutup untuk umum Terdakwa hadir di persidangan Hakim Ketua menanyakan kesehatan terdakwa dan menanyakan apakah siap untuk mengikuti persidangan untuk pembacaan Putusan Terdakwa Hadir dalam persidangan Jika Tidak hadir Hakim menanyakan alasan ketidakhadiran terdakwa Jika alasan memungkinkan Hakim Ketua menunda sidang Pembacaan Putusan Putusan dibacakan dengan: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Putusan memuat identitas terdakwa Putusan memuat isi surat dakwaan Putusan memuat pertimbangan hukum Putusan pidana (Vonis Hakim) *Dalam table keterangan dilengkapi dengan : Vonis : .tahun Putusan memuat hari dan tanggal diadakannya rapat musyawarah Majelis Hakim menanyakan apakah terdakwa mengerti isi Putusan tersebut Jika tidak mengerti Hakim Ketua menerangkan secara singkat Hakim menanyakan apakah para pihak akan mengajukan upaya hukum Setelah terdakwa menerima vonis atau putusan hakim, ia masih memiliki upaya hukum. Terdapat dua upaya macam hukum yang dapat ditempuh oleh terdakwa, yaitu: 1. Upaya Hukum Biasa Upaya hukum ini terdiri atas tiga upaya, yaitu:

6 7

20

a. banding, yaitu upaya hukum yang dapat diajukan baik oleh terdakwa maupun Penuntut Umum
apabila merasa tidak puas terhadap putusan pengadilan tingkat I. Permohonan banding ini diajukan ke pengadilan tinggi dalam jangka waktu tujuh hari setelah putusan dibacakan apabila terdakwa hadir, ataupun tujuh hari setelah putusan diberitahukan secara resmi kepada terdakwa apabila terdakwa tidak hadir (pasal 233 KUHAP)

b. Kasasi, upaya hukum yang diajukan terdakwa maupun Penuntut Umum apabila tidak puas
terhadap putusan pengadilan pada Tingkat II, melalui pengadilan tingkat pertama (PN) yang mengadili perkara tersebut. Permohonan kasasi diajukan dalam jangka waktu 14 hari setalah putusan dibacakan apabila terdakwa hadir, atau 14 hari setelah putusan diberitahukan secara resmi kepada terdakwa apabila terdakwa tidak hadir (pasal 245 KUHAP). Pihak yang mengajukan kasasi wajib menyerahkan Memori Kasasi dalam jangka waktu 14 hari setalah permohonan kasasi diiterima oleh Mahkamah Agung (pasal 248 KUHAP). Apabila jangka waktu tersebut tidak dipenuhi, maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi tersebut gugur. c. Perlawanan (verzet) Perlawanan ini diajukan oleh terdakwa dan terbagi atas dua macam, yaitu: 1. Perlawanan terhadap putusan hakim yang bersifat penetapan, maka perlawanan tersebut diajukan ke Pengadilan Tinggi (pasal 156 KUHAP) 2. Perlawanan terhadap putusan verstek. Perlawanan ini diajukan terdakwa apabila pada sidang pertama hakim menjatuhkan putusan tanpa kehadiran terdakwa. Perlawanan ini diajukan oleh terdakwa ke Pengadilan negeri yang mengadili perkara tersebut (pasal 214 KUHAP). 2. Upaya Hukum Luar Biasa Upaya hukum ini dilakukan terhadap suatu putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum luar biasa ini terbagi atas dua macam, yaitu: a. Peninjauan Kembali (PK) Upaya hukum ini hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli waris dari terpidana. Selain itu, PK ini hanya dapat dilaksanakan terhadap putusan hakim yang bersifat menghukum. Menurut pasal 263 ayat 2 KUHAP, alasan untuk mengajukan PK adalah 1. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari seghala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. 2. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.

21

3. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata b. Kasasi Demi Kepentingan Hukum (KDKH) Upaya hukum ini hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung. Tujuan dari upaya hukum ini adalah hanya untuk memperbaiki redaksional tertentu dari putusan dan pertimbangan hukum yang tidak tepat, agar tidak terdapat kasalahan penahanan dikemudian hari. Isi putusan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan.

25 Apr 2003, 10:41:29 WIB

TAHAP-TAHAP ACARA PERADILAN PERDATA


Proses beracara dalam Pengadilan Perdata diatur dalam HIR dan UU No 14 tahun 1970, yang mencakup:

TAHAPAN-TAHAPAN DALAM PERADILAN PERDATA TAHAP ADMINISTRATIF a. Penggugat Memasukkan Surat Gugatan Ke Pengadilan Negeri Yang Berwenang
Menurut Pasal 118 HIR, ditentukan bahwa kewenangan Pengadilan Negeri yang berhak untuk memeriksa perkara adalah: (1) Pengadilan Negeri dimana terletak tempat diam (domisili) Tergugat. (2) Apabila Tergugat lebih dari seorang, maka tuntutan dimasukkan ke dalam Pengadilan Negeri di tempat diam (domisili) salah seorang dari Tergugat tersebut. Atau apabila terdapat hubungan yang berhutang dan penjamin, maka tuntutan disampaikan kepada Pengadilan Negeri tempat domisili sang berhutang atau salah seorang yang berhutang itu. (3) Apabila Tergugat tidak diketahui tempat domisilinya atau Tergugat tidak dikenal, maka tuntutan dimasukkan kepada Pengadilan Negeri tempat domisili sang Penggugat atau salah seorang Penggugat. Atau apabila tuntutan tersebut mengenai barang tetap, maka tuntutan dimasukkan ke dalam Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya barang tersebut terletak. (4) Tuntutan juga dapat dimasukkan ke Pengadilan Negeri yang telah disepakati oleh pihak Penggugat

22

b. c. d.

Penggugat Membayar Biaya Perkara, Penggugat Mendapatkan Bukti Pembayaran Perkara, Penggugat Menerima Nomor Perkara (Roll).

Hak dan Kewajiban Tergugat/Penggugat: (


Dalam hal pemahaman bahasa: Pasal 120: Bilamana Penggugat buta huruf, maka surat gugatnya yang dapat dimasukannya dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan itu. Pasal 131: (1) Jika kedua belah pihak menghadap, akan tetapi tidak dapat diperdamaikan (hal ini mesti disebutkan dalam pemberitahuan pemeriksaan), maka surat yang dimasukkan oleh pihak-pihak dibacakan, dan jika salah satu pihak tidak paham bahasa yang dipakai dalam surat itu diterjemahkan oleh juru bahasa yang ditunjuk oleh ketua dalam bahasa dari kedua belah pihak. (2) Sesudah itu maka penggugat dan tergugat didengar kalau perlu memakai seorang juru bahasa. (3) Jika juru bahasa itu bukan berasal dari juru bahasa pengadilan negeri yang sudah disumpah, maka harus disumpah terlebih dahulu di hadapan ketua. Ayat ketiga dari pasal 154 berlaku bagi juru bahasa.

Dalam hal gugatan balik:

Pasal 132 a : (1) Tergugat berhak dalam tiap-tiap perkara memasukkan gugatan melawan/gugat balik,kecuali: 1. kalau penggugat memajukan gugatan karena suatu sifat, sedang gugatan melawan itu akan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya;

2. kalau pengadilan negeri yang memeriksa surat gugat penggugat tidak berhak memeriksa
gugatan melawan itu berhubung dengan pokok perselisihan dalam perkara perselisihan tentang menjalankan keputusan. (2) Jikalau dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimajukan gugat melawan, maka dalam bandingan tidak dapat memajukan gugatan itu.

Dalam hal kewenangan Pengadilan:

Pasal 134: Jika perselisihan itu suatu perkara yang tidak masuk kekuasaan pengadilan negeri maka pada setiap waktu dalam pemeriksaan perkara itu dapat diminta supaya hakim menyatakan dirinya tidak berkuasa dan hakimpun wajib mengakuinya karena jabatannya.

Dalam hal pembuktian:

Pasal 137: Pihak-pihak dapat menuntut melihat surat-surat keterangan lawannya dan sebaliknya surat mana diserahkan kepada hakim untuk keperluan itu.

Dalam hal berperkara tanpa biaya:

23

Pasal 237: Orang-orang yang demikian, yang sebagai Penggugat, atau sebagai tergugat hendak berperkara akan tetapi tidak mampu membayar biaya perkara, dapat diberikan izin untuk berperkara dengan tak berbiaya. Pasal 238: (1) Apabila penggugat menghendaki izin itu, maka ia memajukan permintaan untuk itu pada waktu memasukkan surat gugatan atau pada waktu ia memajukan gugatannya dengan lisan, sebagaimana diatur dalam Pasal 118 dan 120. (2) Apabila izin dikehendaki oleh tergugat, maka izin itu diminta pada waktu itu memasukkan jawabnya yang dimaksudkan pada Pasal 121. (3) Permintaan dalam kedua hal itu harus disertai dengan surat keterangan tidak mampu, yang diberikan oleh Kepala polisi pada tempat tinggal si pemohon yang berisi keterangan yang menyatakan bahwa benar orang tersebut tidak mampu.

e.

Penentuan Hari Sidang:

Pasal 122: Ketika menentukan hari persidangan maka ketua menimbang jauh letaknya tempat diam atau tempat tinggal kedua belah pihak daripada tempat pengadilan negeri bersidang, dan dalam surat perintah sedemikian, maka waktu antara memanggil kedua belah pihak dan hari persidangan ditetapkan, kecuali dalam hal yang perlu sekali, tidak boleh kurang dari tiga hari pekerjaan.

Kemungkinan- kemungkinan yang dapat terjadi pada sidang pertama: 1. Penggugat hadir, tergugat tidak hadir
Pasal 125 (1) : jikalau si Tergugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap Pengadilan Negeri pada hari yang telah ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya, maka tuntutan itu diterima dengan keputusan tak hadir, kecuali jika tuntutan itu melawan hak atau tidak beralasan. 2. Penggugat tidak hadir, Tergugat hadir Pasal 124: jikalau si Penggugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap Pengadilan Negeri pada hari yang telah ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya, maka tuntutannya dipandang gugur dan si penggugat dihukum membayar biaya perkara; akan tetapi si penggugat berhak, sesudah membayar biaya tersebut, memasukkan tuntutannya sekali lagi. 3. Kedua belah pihak tidak hadir

24

Ada anggapan bahwa demi kewibawaan badan peradilan serta agar jangan sampai ada perkara yang berlarut-larut dan tidak berketentuan, maka dalam hal ini gugatan perlu dicoret dari daftar dan dianggap tidak pernah ada. 4. Kedua belah pihak hadir. Apabila kedua belah pihak hadir, maka sidang pertama dapat dimulai dengan sebelumnya hakim menganjurkan mengenai adanya perdamaian di antara kedua belah pihak tersebut.

Hak dan Kewajiban Hakim :


Hak ( Dalam hal pemberian nasehat Pasal 119: Ketua Pengadilan Negeri berkuasa memberi nasehat dan pertolongan kepada Penggugat atau wakilnya tentang hal memasukkan surat gugatnya. Pasal 132: Ketua berhak, pada waktu memeriksa, memberi penerangan kepada kedua belah pihak dan akan menunjukan supaya hukum dan keterangan yang mereka dapat dipergunakan jika ia menganggap perlu supaya perkara berjalan dengan baik dan teratur. ( Dalam hal kewenangan hakim: Pasal 159 ayat (4): Hakim berwenang untuk menolak permohonan penundaan sidang dari para pihak, kalau ia beranggapan bahwa hal tersebut tidak diperlukan. Pasal 175: Diserahkan kepada timbangan dan hati-hatinya hakim untuk menentukan harga suatu pengakuan dengan lisan, yang diperbuat di luar hukum. Pasal 180 (1). Ketua PN dapat memerintahkan supaya suatu keputusan dijalankan terlebih dahulu walaupun ada perlawanan atau bandingnya, apabila ada surat yang sah, suatu tulisan yang menurut aturan yang berlaku yang dapat diterima sebagai bukti atau jika ada hukuman lebih dahulu dengan keputusan yang sudah mendapat kekuasaan yang pasti, demikian juga dikabulkan tuntutan dahulu, terlebih lagi di dalam perselisihan tersebut terdapat hak kepemilikan. (2). Akan tetapi dalam hal menjalankan terlebih dahulu ini, tidak dapat menyebabkan sesorang dapat ditahan. Kewajiban

Dalam hal pembuktian:

Pasal 172: Dalam hal menimbang harga kesaksian, hakim harus menumpahkan perhatian sepenuhnya tentang permufakatan dari saksi-saksi; cocoknya kesaksian yang diketahui dari tempat lain tentang perkara yang diperselsiihkan; tentang sebab-sebab yang mungkin ada pada saksi itu untuk menerangkan duduk perkara dengan cara begini atau begitu; tentang perkelakuan adat dan kedudukan saksi, dan pada umumnya segala hal yang dapat menyebabkan saksi-saksi itu dapat dipercaya benar atau tidak.

25

Pasal 176: Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya, dan hakim tidak bebas untuk menerima sebagian dan menolak sebagian lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang berutang itu dengan masksud akan melepaskan dirinya, menyebutkan perkara yang terbukti dengan kenyataan yang dusta.

Dalam hal menjatuhkan putusan:

Pasal 178 (1). Hakim karena jabatannya, pada waktu bermusyawarah wajib mencukupkan segala alasan hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. (2). Hakim wajib mengadili atas seluruh bagian gugatan. (3). Ia tidak diijinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari yang digugat. ( Dalam hal pemeriksaan perkara di muka pengadilan: Pasal 372: (1). Ketua-ketua majelis pengadilan diwajibkan memimpin pemeriksaan dalam persidangan dan pemusyawaratan. (2). Dipikulkan juga pada mereka kewajiban untuk memelihara ketertiban baik dalam persidangan; segala sesuatu yang diperintahkan untuk keperluan itu, harus dilakukan dengan segera dan seksama. UU No. 14 Tahun 1970 Tugas Hakim: Pasal 2 ayat (1): Tugas pokok daripada hakim adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Pasal 5 ayat (2): Dalam perkara perdata hakim harus membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Pasal 14 ayat (1): Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan ia wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Upaya Hukum:
Sifat dan berlakunya upaya hukum berbeda tergantung apakah merupakan upaya hukum biasa atau upaya hukum luar biasa.

1. Upaya Hukum Biasa:


Upaya hukum ini pada azasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh UU. Upaya hukum ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Upaya hukum biasa ini terbagi dalam:

26

a. Perlawanan; yaitu upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat.
Pada dasarnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang dikalahkan. Bagi penggugat yang dengan putusan verstek dikalahkan tersedia upaya hukum banding.

b. Banding; yaitu pengajuan perkara kepada pengadilan yang lebih tinggi untuk dimintakan
pemeriksaan ulangan.

c. Prorogasi; yaitu mengajukan suatu sengketa berdasarkan suatu persetujuan kedua belah pihak
kepada hakim yang sesungguhnya tidak wenang memeriksa sengketa tersebut, yaitu kepada hakim dalam tingkat peradilan yang lebih tinggi.

d. Kasasi; yaitu tindakan MA untuk menegakkan dan membetulkan hukum, jika hukum
ditentang oleh putusan-putusan hakim pada tingkatan tertinggi. Alasan-alasan hukum yang dipergunakan dalam permohonan kasasi adalah: [1]. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang, [2]. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, [3]. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

2. Upaya Hukum Luar Biasa


a. Peninjauan Kembali; yaitu peninjauan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dengan syarat terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan oleh UU. b. Derdenverzet atau Perlawanan Pihak Ketiga; yaitu perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga terhadap putusan yang merugikan pihaknya. Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan cara biasa. Apabila perlawanannya itu dikabulkan, maka putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga.

22 Apr 2003, 15:41:33 WIB

PERADILAN TATA USAHA NEGARA


HUKUM ACARA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA A. PERBEDAAN DENGAN HUKUM ACARA PERDATA Hukum acara pengadilan tata usaha Negara merupakan hukum acara yang secara bersama-sama diatur dengan hukum materiilnya didalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1986.

27

Ada beberapa ciri khusus yang membedakan antara Pengadilan Tata Usaha Negara dengan Pengadilan lainnya, yaitu: 1. 2. Peranan hakim yang aktif karena ia dibebani tugas untuk mencari kebenaran materiil Adanya ketidak seimbangan antara kedudukan Penggugat dan Tergugat (Pejabat Tata Usaha Negara). Dengan mengingat hal ini maka perlu diatur adanya kompensasi, karena diasumsikan bahwa kedudukan Penggugat (orang atau badan hokum perdata), adalah dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan Tergugat selaku pemegang kekuasaan publik. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sistem pembuktian yang mengarah kepada pembuktian bebas. Gugatan di Pengadilan tidak mutlak bersifat menunda pelaksanaan Keputusan tata Usaha Negara yang digugat. Putusan hakim tidak boleh melebihi tuntutan Penggugat, tetapi dimungkinkan membawa Penggugat ke dalam keadaan yang lebih buruk sepanjang hal ini diatur dalam Undang-undang. Putusan hakim tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa, tetapi juga berlaku bagi pihak-pihak yang terkait. Para pihak yang terlibat dalam sengketa harus didengar penjelasannya sebelum hakim membuat putusannya. Dalam mengajukan gugatan harus ada kepentingan dari sang Penggugat.Kebenaran yang dicapai adalah kebenaran materiil enggan tujuan menyelaraskan, menyerasikan, menyeimbangkan kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. B. PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA Sengketa Tata Usaha Negara dikenal dengan dua macam cara antara lain: I. Melalui Upaya Administrasi (vide pasal 48 jo pasal 51 ayat 3 UU no. 5 tahun 1986) Upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau badan hokum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan tata Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi atau pemerintah sendiri. Bentuk upaya administrasi:

1. 2.

Banding Administratif, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan Keputusan yang bersangkutan. Keberatan, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan itu.

II. Melalui Gugatan (vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53 UU no. 5 tahun 1986)

28

Apabila di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui Upaya Administrasi, maka seseorang atau Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 pihak, yaitu: ( Pihak penggugat, yaitu seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat atau di daerah. ( Pihak Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. HAK PENGGUGAT:

1. Mengajukan gugatan tertulis kepada PTUN terhadap suatu Keputusan Tata Usahan Negara.
(pasal 53) 2. Didampingi oleh seorang atau beberapa orang kuasa (pasal 57) 3. Mengajukan kepada Ketua Pengadilan untuk bersengketa cuma-cuma (pasal 60) 4. Mendapat panggilan secara sah (pasal 65). 5. Mengajukan permohonan agar pelaksanaan keputusan TUN itu ditunda selama pemeriksaan sengketa TUN sedang berjalan, sampai ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 67). 6. Mengubah alasan yang mendasari gugatannya hanya sampai dengan replik asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat (pasal 75 ayat 1) 7. Mencabut jawaban sebelum tergugat memberikan jawaban (pasal 76 ayat 1) 8. Mempelajari berkas perkara dan surat-surat resmi lainnya yang bersangkutan di kepaniteraan dan membuat kutipan seperlunya (pasal 81) 9. Membuat atau menyuruh membuat salinan atau petikan segala surat pemeriksaan perkaranya, dengan biaya sendiri setelah memperoleh izin Ketua Pengadilan yang bersangkutan (pasal 82) 10. Mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan pada saat pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan (pasal 97 ayat 1) 11. Mencantumkan dalam gugatannya permohonan kepada Pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat dalam hal terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya (pasal 98 ayat 1) 12. Mencantumkan dalam gugatannya permohonan ganti rugi (pasal 120) 13. Mencantumkan dalam gugatannya permohonan rehabilitasi (pasal 121) 14. Mengajukan permohonan pemeriksaan banding secara tertulis kepada Pengadilan Tinggi TUN dalam tenggang waktu empat belas hari setelah putusan Pengadilan TUN diberitahukannya secara sah (pasal 122)

29

15. Menyerahkan memori banding dan atau kontra memori banding serta surat keterangan bukti kepada Panitera Pengadilan TUN dengan ketentuan bahwa salinan memori banding dan atau kontra memori banding diberikan kepada pihak lainnya dengan perantara Panitera Pengadilan (pasal 126 ayat 3) 16. Mengajukan permohonan pemeriksaan kasasi secara tertulis kepada MA atas suatu putusan tingkat terakhir Pengadilan (pasal 131) 17. Mengajukan permohonan pemeriksaan peninjauan kembali kepada MA atas suatu putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 132) KEWAJIBAN PENGGUGAT: Membayar uang muka biaya perkara (pasal 59) HAK TERGUGAT: 1. Didampingi oleh seorang atau beberapa orang kuasa (pasal 57) 2. Mendapat panggilan secara sah (pasal 65) 3. Mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat (pasal 75 ayat 2) 4. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan, pencabutan gugatan oleh penggugat akan dikabulkan olen pengadilan hanya apabila disetujui tergugat (pasal 76 ayat 2) 5. Mempelajari berkas perkara dan surat-surat resmi lainnya yang bersangkutan di kepaniteraan dan membuat kutipan seperlunya (pasal 81) 6. Mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan pada saat pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan (pasal 97 ayat 1) 7. Bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut (pasal 97 ayat 2) 8. Mengajukan permohonan pemeriksaan banding secara tertulis kepada Pengadilan Tinggi TUN dalam tenggang waktu empat belas hari setelah putusan Pengadilan TUN diberitahukannya secara sah (pasal 122) 9. Menyerahkan memori banding dan atau kontra memori banding serta surat keterangan bukti kepada Panitera Pengadilan TUN dengan ketentuan bahwa salinan memori banding dan atau kontra memori banding diberikan kepada pihak lainnya dengan perantara Panitera Pengadilan (pasal 126 ayat 3) 10. Mengajukan permohonan pemeriksaan kasasi secara tertulis kepada MA atas suatu putusan tingkat terakhir Pengadilan (pasal 131) 11. Mengajukan permohonan pemeriksaan peninjauan kembali kepada MA atas suatu putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 132)

30

KEWAJIBAN TERGUGAT: 1. Dalam hal gugatan dikabulkan, badan/pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan TUN wajib (pasal 97 ayat 9): a. Mencabut Keputusan TUN yang bersangkutan; atau b. Mencabut Keputusan TUN yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan TUN yang baru; c. Menerbitkan Keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3 2. Apabila tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna melaksanakan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap disebabkan oleh berubahnya keadaan yang terjadi setelah putusan Pengadilan dijatuhkan dan atau memperoleh kekuatan hukum tetap, ia wajib memberitahukannya kepada Ketua Pengadilan dan penggugat (pasal 117 ayat 1) 3. Memberikan ganti rugi dalam hal gugatan penggugat atas permohonan ganti rugi dikabulkan oleh Pengadilan (pasal 120) 4. Memberikan rehabilitasi dalam hal gugatan penggugat atas permohonan rehabilitasi dikabulkan oleh Pengadilan (pasal 121)

Prosedur Penerimaan Perkara Gugatan Di PTUN:


Tahap I : Penelitian Administrasi Tahap II : (a). Proses Dismissal (b). Menolak/mengabulkan Permohonan Usaha Negara (c). Menolak/mengabulkan permohonan pemeriksaan cuma-Cuma (d). Menolak/mengabulkan pemeriksaan Acara cepat (e). Menetapkan perkara diperiksa dengan acara biasa Tahap III: Pemeriksaan Persiapan Tahap IV: Sidang terbuka untuk umum PEMANGGILAN PIHAK-PIHAK: Pada Pengadilan Tata Usaha Negara, pemanggilan pihak-pihak yang bersengketa dilakukan secara administrative yaitu dengan surat tercatat yang dikirim oleh panitera pengadilan. Pemanggilan tersebut mempunyai aturan sebagai berikut: Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirim dengan surat tercatat.(pasal 65 UU No 5 tahun 1986) Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari 6 hari kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara (pasal 64 UU No 5 tahun 1986) Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata

31

KEWAJIBAN HAKIM: 1. Mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas (pasal 63) 2. Menjaga supaya tata tertib dalam persidangan tetap ditaati setiap orang dan perintahnya dilaksanakan dengan baik (pasal 68). 3. Mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah, atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan salah seorang hakim anggota atau panitera (pasal 78 ayat 1) 4. Mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah, atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau penasehat hukum (pasal 78 ayat 2) 5. Mengundurkan diri apabila ia berkepentingan langsung atau tidak langsung atas suatu sengketa (pasal 79 ayat 1) 6. Menanyakan identitas saksi-saksi (pasal 87 ayat 2) 7. Membacakan Putusan Pengadilan dalam sidang terbuka untuk umum (pasal 108 ayat 1) PIHAK KETIGA: 1. Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai: pihak yang membela haknya; atau peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa (pasal 83) 2. Apabila pihak ketiga yang belum pernah ikut serta atau diikut sertakan selama waktu pemeriksaan sengketa yang bersangkutan, pihak ketiga tersebut berhak mengajukan gugatan perlawanan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan tersebut kepada Pengadilan yang mengadili sengketa tersebut pada tingkat pertama (pasal 118 ayat 1)

PERMOHONAN BANDING

Pemohon/ Kuasanya dalam tenggang waktu 14 hari setelah Putusan diberitahukan secara sah
Panitera mencatat dalam Daftar Perkara (Register Banding) Dalam waktu 7 hari diberitahukan kepada pihak-pihak terbanding Paling lambat 30 hari sesudah permohonan Banding dicatat, Panitera memberitahukan kepada pihak-pihak mempelajari berkas dalam tenggang waktu 30 hari setelah menerima pemberitahuan banding Berkas dikirim ke PT.TUN selambat-lambatnya 60 hari sesudah pernyataan Banding

32

PERMOHONAN KASASI Pemohon/ Kuasanya dalam tenggang waktu 14 hari setelah Putusan diberitahukan secara sah Panitera mencatat dalam Daftar Perkara (Register Kasasi) Dalam waktu 7 hari diberitahukan kepada pihak-pihak lawannya Memori kasasi dalam waktu 14 hari sesudah pernyataan kasasi harus sudah diterima di Kepaniteraan PTUN Dalam waktu 30 hari sesudah sejak permohonan kasasi diajukan berkas kasasi berupa bundle A & B dikirim ke MA Kontra memori kasasi selambat-lambatnya 14 hari sesudah disampaikan memori kasasi harus sudah diterima di Kepaniteraan PTUN untuk disampaikan pada pihak lawannya. Kontra memori kasasi selambat-lambatnya 14 hari sesudah disampaikan memori kasasi harus sudah diterima di Kepaniteraan PTUN untuk disampaikan pada pihak lawannya.

You might also like