You are on page 1of 35

13

berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU no.4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman). Selain dari pengertian rumah tinggal dan lingkungannya ternyata di suatu permukiman terdapat perbedaan yang mencolok dari rumah tinggal itu sendiri, yaitu ada rumah yang layak huni dan rumah tidak layak huni. Untuk lebih mengetahui tentang rumah layak huni dan tidak layak huni, maka akan dijelaskan sebagai berikut:

2.1.1 Pengertian Rumah Layak Huni Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota menyatakan bahwa: Rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. 1. Kriteria rumah layak huni meliputi : a) Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan meliputi: 1. struktur bawah/pondasi; 2. struktur tengah/kolom dan balak (Beam). 3. struktur atas. b) Menjamin kesehatan meliputi pencahayaan, penghawaan dan sanitasi. c) Memenuhi kecukupan luas minimum 7,2 m/orang sampai dengan 12 m/orang.

14

2. Kriteria rumah

layak

huni

sebagaimana

dimaksud

angka 1 tidak

menghilangkan penggunaan teknologi dan bahan bangunan daerah setempat sesuai kearifan lokal daerah untuk menggunakan teknologi dan bahan bangunan dalam membangun rumah layak huni. Contoh persyaratan keselamatan bangunan sebagaimana dimaksud pada kriteria rumah layak huni huruf a), dapat dilihat pada Gambar 2.1 1. Ketentuan Struktur Bawah (Pondasi) a. Pondasi harus ditempatkan pada tanah yang mantap, yaitu ditempatkan pada tanah keras, dasar pondasi diletakkan lebih dalam dari 45 cm dibawah permukaan tanah. b. Seluruh badan pondasi harus tertanam dalam tanah c. Pondasi harus dihubungkan dengan balok pondasi atau sloof, baik pada pondasi setempat maupun pondasi menerus. d. Balok pondasi harus diangkerkan pada pondasinya, dengan jarak angker setiap 1,50 meter dengan baja tulangan diameter 12 mm e. Pondasi tidak boleh diletakkan terlalu dekat dengan dinding tebing, untuk mencegah longsor, tebing diberi dinding penahan yang terbuat dari pasangan atau turap bambu maupun kayu. f. Jenis Pondasi: 1. Pondasi Menerus. 2. Pondasi Setempat.

15

Gambar 2.1: Persyaratan Keselamatan Bangunan Sumber: Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Gambar 2.2 Pondasi Menerus

Gambar 2.3 Pondasi Setempat

Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

16

g. Ketentuan-ketentuan Dasar : Pondasi Batu Kali Menerus 1. Pondasi harus ditempatkan pada tanah yang mantap 2. Pondasi harus diikat secara kaku dengan Sloof dengan angker. 2. Struktur Tengah a. Ketentuan : 1) Bangunan harus menggunakan kolom sebagai rangka pemikul, dapat terbuat dari kayu, beton bertulang, atau baja. 2) Kolom harus diangker pada balok pondasi atau ikatannya diteruskan pada pondasinya 3) Pada bagian akhir atau setiap kolom harus diikat dan disatukan dengan balok keliling/ring balok dari kayu, beton bertulang atau baja 4) Rangka bangunan (kolom, ring balok, dan sloof) harus memiliki hubungan yang kuat dan kokoh, dapat dilihat pada Gambar 2.4 5) Kolom/tiang kayu harus dilengkapi dengan balok pengkaku untuk menahan gaya lateral gempa, dapat dilihat pada Gambar 2.5 6) Pada rumah panggung antara tiang kayu harus diberi ikatan diagonal.

17

Gambar 2.4 Rangka Bangunan Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Gambar 2.5 Balok Pengkaku Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

3. Struktur Atas Ketentuan struktur atas: 1. Rangka kuda-kuda harus kuat menahan beban atap

18

2. Rangka kuda-kuda harus diangker pada kedudukannya (pada kolom atau ring balok). 3. Pada arah memanjang atap harus diperkuat dengan menambah ikatan angin diantara rangka kuda-kuda.

Gambar 2.6 Rangka Kuda-kuda Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

b) Menjamin Kesehatan: 1. Kecukupan pencahayaan rumah layak huni minimal 50% dari dinding yang berhadapan dengan ruang terbuka untuk ruang tamu dan minimal 10% dari dinding yang berhadapan dengan ruang terbuka untuk ruang tidur; 2. Kecukupan penghawaan rumah layak huni minimal 10 % dari luas lantai. 3. Penyediaan sanitasi minimal 1 kamar mandi dan jamban didalam atau luar bangunan rumah dan dilengkapi bangunan bawah septiktank atau dengan sanitasi komunal.

19

c) Memenuhi kecukupan luas minimum adalah luas minimal rumah layak huni antara 7,2 m2/orang sampai dengan 12 m2/orang dengan fungsi utama sebagai hunian yang terdiri dari ruang serbaguna/ruang tidur dan dilengkapi dengan kamar mandi. Teknologi dan bahan bangunan rumah layak huni yang sesuai dengan kearifan lokal disesuaikan dengan adat dan budaya daerah setempat. Berikut ini merupakan contoh rumah sangat sederhana dan rumah sederhana yang layak huni :

Gambar 2.7 Rumah Layak Huni Type 36 Rumah Sederhana

20

Gambar 2.8 Type 29 Rumah Sangat Sederhana serta Pembagian Ruangannya

2.1.2 Pengertian Rumah Tinggal Tidak Layak Huni Rumah tidak layak huni adalah suatu hunian atau tempat tinggal yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Persyaratan tersebut terdiri dari 9 kriteria khusus. Rumah tidak layak huni selalu berkaitan dengan aspek kemiskinan karena keterjangkauan daya beli masyarakatnya terhadap rumah.

21

Adapun 9 kriteria khusus yang dikatakan sebagai rumah tidak layak huni, yaitu: 1. Luas lantai per kapita kota kurang dari empat meter persegi (4 m), desa kurang dari 10 m. 2. Sumber air tidak sehat, akses memperoleh air bersih terbatas. 3. Tidak ada akses MCK. 4. Bahan bangunan tidak permanen atau atap/dinding dari bambu, papan, rumbia. 5. Tidak memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara. 6. Tidak memiliki pembagian ruangan. 7. Lantai dari papan bahan tidak permanen ataupun lantai dari tanah. 8. Letak rumah tidak teratur dan berdempetan. 9. Kondisi rusak. Ditambah lagi dengan, saluran pembuangan air yang tidak memenuhi standar, jalan setapak menuju rumah pun tidak teratur5.

http://ichwanmuis.com/ artikel rumah tidak layak huni/ Tugas Sistem usaha kesejahteraan sosial (STKS Bandung) by Ichwan muis, 2010

22

2.2 Klasifikasi Rumah Tinggal Rumah tinggal dapat diklasifikasikan kedalam beberapa faktor yaitu: 2.2.1 Rumah yang diklasifikasikan berdasarkan jenisnya dan besaran kavling. 1) Rumah sederhana adalah rumah yang tidak bersusun dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70m yang dibangun di atas tanah dengan luas kavling 54-200m, dan biaya pembangunan per m tidak melebihi dari harga satuan per m tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas C yang berlaku. 2) Rumah menengah adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas kavling 200-600 m, dan biaya pembangunan per m tidak melebihi dari harga satuan per m tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas C sampai A yang berlaku. 3) Rumah Mewah adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas kavling 600-2000 m dan biaya pembangunan per m tidak melebihi dari harga satuan per m tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas A yang berlaku6.

http://www.google.co.id/pengertian rumah sederhana/real estate dan real property/ Universitas Kristen Petra, 2010

23

2.2.2 Klasifikasi rumah berdasarkan luasan bangunan rumah. 1) Rumah dengan type luasan bangunan antara 21-36 m banyak dijumpai untuk kelas rumah sangat sederhana 2) Rumah dengan type lauasan bangunan antara 36 45 m banyak dijumpai untuk kelas rumah sederhana. 3) Rumah dengan type lauasan bangunan antara 45- 100 m banyak dijumpai untuk kelas rumah menengah. 4) Rumah dengan type lauasan bangunan antara > 100 m banyak dijumpai untuk kelas rumah mewah.

2.3 Fungsi Rumah Rumah mempunyai beberapa fungsi yaitu: 1) Tempat beristirahat. 2) Tempat membesarkan anak. 3) Tempat bernaung. 4) Tempat belajar. 5) Tempat berusaha. 2.4 Fungsi Perumahan 1. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. (UU No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman).

24

2. Pemakaian atau penggunaan perumahan adalah sah apabila ada persetujuan pemilik dengan mengutamakan fungsi perumahan bagi kesejahteraan masyarakat. (Pasal 7 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1964 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 6 Tahun 1962 Tentang PokokPokok Perumahan).

2.5 Persyaratan Perencanaan Pembangunan Perumahan Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan adapaun persyaratan dasar perumahan harus memenuhi: 1. Persyaratan tata guna lahan perencanaan perumahan harus mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat 2. Persyaratan administratif persyaratan yang berkaitan dengan pemberian izin usaha, izin lokasi dan izin mendirikan bangunan serta pemberian hak atas tanah 3. Persyaratan teknis persyaratan yang dimana dalam proses pembangunan perumahan harus memiliki kenyamanan, keamanan, dan kesalamatan bangunan hunian, serta lingkungan perumahan yang dilaksanakan

oleh kelompok tenaga ahli yang dapat menjamin kelayakan teknis, dan keberadaannya diakui kelengkapan utilitas. 4. Persyaratan lokasi persyaratan yang dimana pembangunan perumahannya harus memilih lokasi yang strategis misalnya pembangunan perumahan oleh peraturan yang berlaku serta memiliki

25

tidak berada di dalam kawasan hutan lindung, pabrik, bandara dan dibawah jaringan listrik. 5. Persyaratan Fisik Ketentuan dasar fisik lingkungan perumahan harus memenuhi faktor-faktor berikut ini: Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali dengan rekayasa/ penyelesaian teknis. Kemiringan lahan tidak melebihi 15% dengan ketentuan tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi datar landai dengan kemiringan 0-8%; dan diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%.

2.6 Kriteria Perencanaan Perumahan Perencanaan Perumahan harus harus memiliki kriteria berbagai berikut: 1. Kriteria kenyamanan yaitu berupa kemudahan pencapaian,dan kemudahan berkegiatan. 2. Kriteria keamanan yaitu perecanaan perumahan jauh dari radius jaringan listrik tegangan tinggi 3. Kriteria keserasian dan keteraturan yaitu perencanaan harus diimbangi dengan penghijauan serta pola pengaturan bangunan. 4. Kriteria kesehatan mempertimbangkan bahwa lokasi perencanaan bukan daerah yang mempuyai pencemaran udara diambang batas. 5. Kriteria keterjangkauan jarak mempertimbangkan kemampuan mayarakat menempuh jarak perumahan

26

6. Kriteria fleksiblitas yaitu kriteria yang mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan fisik atau pemekaran lingkungan perumahan7.

2.7 Pola Permukiman Pada Kawasan Perairan Sungai Pola permukiman di lingkungan perairan darat yang terpenting di Indonesia berada di tepi dan atau di atas perairan sungai. Sebagian permukiman ini

sekaligus berada dalam lingkungan rawa dan perairan laut. Kondisi lingkungan perairan demikian mendorong pemukimnya membangun rumah panggung, bukan untuk menghindari pasang laut, melainkan menghindari luapan air sungai di musim hujan. Jenis permukiman ini dapat ditemukan di palung sungai besar di dataran rendah pantai timur Sumatera, di bagian barat, selatan dan tenggara Kalimantan, serta di bagian selatan Irian Jaya. Pusat permukimannya dapat berada di darat tepi, di perairan tepi, dan di atas perairan sungai. banyak ditemukan di Sumatera. ditemukan di Kalimantan. Sedangkan sketsa mengenai letak pokok bangunan pada kawasan perairan sungai dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Tipe A, B,C, dan D

Keempat tipe ini ditambah dengan tipe E

SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Perumahan Lingkungan di Perkotaan

27

Gambar 2.18 Sketsa letak pokok bangunan pada kawasan perairan sungai Sumber : Dirjen Kebudayan,Proyek Pengkajian & Pembinaan Nilai-Nilai Budaya , 1995

Penjelasan gambar diatas, secara arsitektural bangunan pada permukiman di daerah perairan dibedakan atas : Gambar Type 1. Type A Penjelasan Bangunan diatas tanah dan sedikit jauh dari garis sepadan sungai akan tetapi pencapaian air sungai untuk keperluan sehari-hari masih dapat dijangkau Bangunan diatas tanah dan sedikit dekat dari garis sepadan sungai, dan pencapaian air sungai bisa dicapai Bangunan dekat dengan garis sepadan sungai sehingga sebagian dari badan bangunan terletak di daratan dan sebagian lagi diatas air sungai,dan bentuk dibuat sedikit panggung Bangunan panggung di atas air Bangunan rakit di atas air (pernah ada dan saat ini sudah jarang dijumpai)

1. Type B

2. Type C

3. Type D 4. Type E

28

2.8 Pengertian Rumah Terjangkau atau Kepemilikan Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota yang terdiri dari: a. Pengertian untuk rumah yang dapat dijangkau atau dimilki rata-rata seluruh lapisan masyarakat rendah adalah sebagai berikut: 1. Rumah terjangkau adalah rumah dengan harga jual atau harga sewa yang mampu dimiliki atau disewa oleh seluruh lapisan masyakarat; 2. Median multiple adalah perbandingan antara median harga rumah dengan median penghasilan rumah tangga dalam setahun; 3. Indeks keterjangkauan adalah gambaran pemerintah daerah tentang kemampuan masyarakat diwilayahnya secara umum untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak huni dan terjangkau. Definisi Operasional Cakupan ketersediaan rumah layak huni yang terjangkau adalah cakupan ketersediaan rumah layak huni dengan harga yang terjangkau baik untuk dimiliki maupun disewa oleh seluruh lapisan masyakarat. a. Kriteria 1. Harga rumah dikatagorikan terjangkau apabila mempunyai median multiple sebesar 3 atau kurang

29

Tabel Indeks Keterjangkauan

Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 22/Permen/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota

Contoh Perhitungan indeks keterjangkauan Menghitung indeks keterjangkauan Median harga rumah layak huni di Provinsi A adalah Rp 30 juta(baik yang dilakukan dengan cara dibeli, dibangun, atau diperbaiki). Median penghasilan rumah tangga per tahun di Provinsi A adalah Rp 9 juta. Dari data tersebut maka indeks keterjangkauan harga rumah di Provinsi A adalah Rp 30 juta/ Rp 9 juta = 3.33 atau masuk katagori kurang terjangkau. 2. Median harga rumah berdasarkan harga rumah layak huni untuk MBR sesuai peraturan perundang-undangan; 3. Median penghasilan rumah tangga berdasarkan penghasilan rumah tangga yang masuk dalam katagori masyarakat berpenghasilan rendah.

2.13 Definisi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Menurut Lewis (1984 dalam Suparlan) masyarakat berpenghasilan rendah adalah kelompok masyarakat yang mengalami tekanan ekonomi, sosial, budaya dan politik yang cukup lama dan dapat menimbulkan budaya miskin.

30

Sedangkan menurut Asian Development Bank (ADB) masyarakat berpenghasilan rendah adalah masyarakat yang tidak memiliki akses dalam menentukan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka; secara sosial mereka

tersingkir dari institusi masyarakat, rendahnya kualitas hidup, buruknya etos kerja dan pola pikir mereka serta lemahnya akses mereka terhadap aset

lingkungan seperti air bersih dan listrik. Sedangkan menurut Permenpera No.5/PERMEN/M/2007 masyarakat berpenghasilan rendah adalah masyarakat dengan penghasilan dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah per bulan. Sedangkan difinisi lainnya adalah akibat maupun dampak dari lemahnya tingkat perekonomian mereka. Dengan demikian karena lemahnya tingkat perekonomian mereka yang menyebabkan lemahnya akses mereka dalam menentukan hidup mereka sendiri dan mereka selalu mengalami tekanan ekonomi, sosial, budaya dan politik dan dapat menimbulkan budaya miskin serta menyebabkan buruknya etos kerja dan pola pikir mereka, maka dalam hal ini masyarakat berpenghasilan rendah perlu mendapatkan bantuan dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Terutama dalam memenuhi kebutuhan akan papan (perumahan).

2.9 Tinjauan Tentang Pengadaan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah ( MBR ) Perumahan memiliki arti sebagai sarana fisik dan sosial dari lembaga sosial paling dasar yang bernama keluarga. Karena itu, perumahan adalah kunci bagi kesehatan ekonomi dan sosial suatu bangsa. Setelah pondasi rumah tangganya

31

nyaman, maka masing-masing keluarga atau individu dapat menyumbangkan peranannya kepada negara dan bangsa. Beberapa dampak perumahan pada individu diantaranya (Komarudin, 1996): 1. Lingkungan yang buruk berdampak pada kriminalitas, pengangguran, putus sekolah, kehamilan diluar nikah dan berbagai penyimpangan sosial lainnya. 2. Kesehatan individu lebih baik dengan perumahan yang lebih baik. 3. Manfaat kepastian dalam pemilikan rumah adalah keuntungan buat anak belajar dan menjadi solusi bagi masalah anak didalam keluarga, 4. Pemilikan rumah dan kepastian tinggal adalah modal bagi membangun sistem sosial dan ekonomi yang lebih luas. Program koordinasi dengan para pihak (masyarakat konsumen,

pengembang, bank dan pemerintah daerah) harus terus dilakukan demi untuk mendapatkan keterjangkauan dalam perumahan. Dalam hal ini adalah mencari solusi bagi pendanaan pembangunan rumah serta pencarian tanah. Sehingga, satu dan lainnya tidak dapat dinomorduakan dalam penanganan masalah perumahan. Keterjangkauan (affordable) rumah sulit diwujudkan dikarenakan oleh beberapa hal yakni: supply rumah yang terbatas, income yang rendah, biaya penyediaan rumah tinggi, kurangnya infrastruktur, banyak orang menginginkan tempat tinggal meskipun pendapatannya kecil. Kondisi seperti yang disebut diatas menyebabkan sulitnya untuk menciptakan effective demand [Herry Suhermanto, 2006]. Sebagai acuan dalam upaya menciptakan keterjangkauan rumah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya: cukup pendapatan, pemberian

32

subsidi pemerintah (misalnya subsidi bunga dan uang muka) sehingga pengembang masih bisa mendapatkan keuntungan dalam penyediaan rumah untuk golongan penghasilan rendah, cukup tersedianya infrastruktur, pemberian fasilitas bagi para pengembang seperti penyediaan infrastruktur dan meringankan biaya IMB (Izin Mendirikan Bangunan), pembebasan tanah yang dibebankan pada pemerintah baik daerah maupun pusat dan efisiensi pembuatan rumah. Gambar 2.19 dibawah ini mengilustrasikan ketidakterjangkauan terhadap rumah yang layak bagi MBR sebagai berikut:

NOT AFFORDABLE THD RUMAH YANG LAYAK

BIAYA PERUMAHAN YANG TINGGI

DAYA BELI YANG TERBATAS

BIAYA TANAH

STANDARD YG BERLEBIHAN

PENGHASILAN RENDAH

AKSES THP KREDIT YG TERBATAS

HARGA MATERIAL TDK TERSEDIA BIAYA BUNGA

Gambar 2.19 Diagram ketidakterjangkauan terhadap rumah yang layak Sumber: Harun, Ismet Belgawan (2006)

Sebagai respon terhadap masalah ketidakterjangkauan terhadap rumah yang layak, maka pola penghunian rumah dapat berupa formal dan informal. Secara ringkas, respon terhadap masalah ketidakterjangkauan terhadap rumah yang layak dapat dilihat seperti gambar 2.20 diagram berikut dibawah ini:

33

Res pon Terhadap Problem Perumahan MBR

Pas ar Formal

Pas ar Infromal (Self-help)

Perumahan Pekerja

Pas ar Perumahan

Perumahan Sos ial

Jarah (Squaters )
M embangun dgn M aterial Bekas

Slum Sewa

Sharing Kamar

Dikerjakan Sendiri Pemb. Inkremental & Gradual

Gambar 2.20 Diagram respon terhadap problem perumahan MBR Sumber: Harun, 2006

2.10 Peran Pemerintah dalam Pengadaan Perumahan Kota bagi MBR Pada dasarnya peran pemerintah dalam pengadaan perumahan dapat dibagi kedalam dua hal yaitu: Pertama, sebagai pembuat kebijaksanaan dan program pengadaan perumahan secara nasional dan Kedua, peran pemerintah dalam pelaksanaan pengadaan perumahan bagi MBR. Dalam hal ini terdapat dua peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah, yaitu sebagai enabler atau sebagai provider. Pada saat pemerintah berperan sebagai penghasil rumah (provider), pemerintah merupakan penanggung jawab dan pengambil keputusan. Mulai dari tahap penyusunan organisasi pelaksanaan, pengadaan dana, pengadaan lahan, pembuatan rencana tapak, pematangan lahan, pembuatan rancangan bangunan, pengurusan perizinan, hingga pelaksanaan pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan fisik rumah, pemerintah dapat melakukannya sendiri atau minta bantuan pada pihak kedua. Pihak tersebut antara lain perencana, manajemen

34

konstruksi, kontraktor atau berbagai ahli yang lain. Hasil akhirnya adalah produk jadi (finished product) yang berupa rumah untuk dijual atau disewakan kepada masyarakat. Dalam sistem ini pihak masyarakat tidak terlibat sama sekali dalam proses pengadaan perumahan tersebut, sehingga kemungkinan timbulnya ketidaksesuaian antara rumah yang dihasilkan dengan penghuninya cukup besar. Secara diagramatis pelaksanaan pengadaan perumahan oleh pemerintah dapat dilihat pada gambar 2.21 dibawah ini sebagai berikut:

Kebijaksanaan oleh Pemerintah - Kebijaksanaan dan perencanaan - Peraturan dan per UU - Kelembagaan - Program Pelaksanaan Pembangunan oleh Pemerintah - Organisasi - Pendanaan - Kapling dan Prasarana - Pembanguanan Rumah

Perumahan

Penggunaan oleh Masyarakat

Gambar 2.21 Diagram alir pelaksanaan pengadaan perumahan oleh pemerintah Sumber: Panudju, 1999

Pada saat pemerintah bertindak sebagai fasilitator (enabler) untuk membantu atau memberdayakan masyarakat MBR dalam pengadaan perumahan, tugas pemerintah adalah menciptakan iklim yang kondusif dan memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat tersebut untuk dapat berperan serta dalam pengadaan perumahannya.

35

Dalam pengadaan perumahan dengan peran serta masyarakat, sebagian besar tanggung jawab dan pengambilan keputusan dalam pembentukan organisasi pelaksanaan, pengadaan dana, pengadaan lahan, pembuatan rencana tapak, pematangan lahan, pembuatan rancangan bangunan, pengurusan perizinan, hingga pelaksanaan pembangunan berada ditangan masyarakat itu sendiri. Sedangkan pihak pemerintah berperan dalam pemberian berbagai bantuan yang diperlukan oleh masyarakat (Bambang Panudju, 1999). Gambar 2.22 dibawah ini menjelaskan penyediaan perumahan di Indonesia secara umum:
Penyediaan perumahan

Rumah/Perumahan tidak bersusun

Rumah/Perumahan bersusun

Oleh pengembang (publik/swasta)

Oleh Kelompok/paguyubaban

Oleh Individu

Oleh pengembang (publik/swasta)

Gambar 2.22 Diagram penyediaan perumahan di Indonesia secara umum Sumber: Panudju, 1999

Pelaksanaan setiap tahap kegiatan pengadaan rumah dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri atau dengan bantuan dari pihak-pihak lain. Dengan demikian dalam sistem ini masyarakat terlibat sejak awal dalam proses pengadaan perumahannya. Dalam sistem ini pembangunan dilaksanakan secara bertahap, sehingga rumah yang dihasilkan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan

36

mereka. Secara diagramatis sistem pengadaan perumahan dengan peran serta masyarakat tersebut seperti pada gambar 2.23 dibawah ini sebagai berikut:

Kebijaksanaan oleh Pemerintah - Kebijaksanaan dan perencanaan - Peraturan dan per UU - Kelembagaan - Program Pemerintah Pelaksanaan Pembangunan oleh Masyarakat - Organisasi - Pendanaan - Kapling dan Prasarana - Pembanguanan Rumah Pihak lain yang membatu

Perumahan

Pengguna

Gambar 2.23 Diagram alir pengadaan perumahan dengan peran serta masyarakat Sumber: Panudju, 1999

2.11 Upaya Penanganan Masalah Rumah Tidak Layak Huni dan Kepemilikan rumah Belajar dari pengalaman pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat miskin sebelumnya, berbagai upaya diupayakan dilakukan oleh pemerintah. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden RI No 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dimana diungkapkan bahwa dalam pemenuhan hak masyarakat miskin atas perumahan yang layak dan sehat dilakukan dengan: 1. Mengembangkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan perumahan 2. Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin perlindungan hak masyarakat miskin atas perumahan.

37

3. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pembangunan rumah yang layak dan sehat. 4. Meningkatkan keterjangkauan (affordability) masyarakat miskin terhadap perumahan yang layak dan sehat, dan 5. Meningkatkan ketersediaan rumah yang layak dan sehat bagi masyarakat miskin dan golongan rentan. Di sisi lain upaya pemerintah dalam penanganan masalah rumah tidak layak huni dan kepemilikan rumah bagi masayarakat berpenghasilan rendah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut: 2.11.1 Pengadaan Perumahan Sederhana Oleh Perumnas Salah satu yang telah dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan dibentuknya Perum Perumnas pada tahun 1974. Dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan secara Nasional. Dengan adanya Perum Perumnas ini maka pengadaan perumahan di Indonesia dilakukan secara masal. Diseluruh propinsi di Indonesia dilaksanakan pembangunan perumahan secara besar-

besaran. Penyediaan perumahan oleh Perum Perumnas ini terutama diarahkan untuk mengisi kebutuhan Perumahan golongan menengah kebawah. Sehingga dalam pembangunannya banyak dibangun unit-unit tipe kecil terutama tipe 21, tipe 27 dan tipe 36. Tipe kecil ini diperuntukan bagi keluarga muda dan masyarakat. Berpenghasilan rendah sehingga untuk memenuhi keterjangkauan harga maka di sediakan tipe RSS (Rumah Sangat Sederhana) dan RSH (Rumah

38

Sederhana Sehat). Ditambah lagi dengan bantuan kepemilikan; menggunakan sistem Kredit yang difasilitasi oleh Bank BTN8. 2.11.2 Program KPR Sejahtera FLPP (Fasiltasi Likuidasi Pembiayaan Perumahan) bagi MBR Impian masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah tampaknya akan bisa segera terwujud setelah keluarnya Program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang prorakyat.
Program KPR Sejahtera FLPP yang dilaksanakan mulai awal Maret 2012 dan didukung oleh proteksi kredit macet. Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) telah menentukan target rumah KPR setiap tahun antara 130 ribu hingga 250 ribu unit di seluruh Indonesia. Program KPR Sejahtera FLPP ini diyakini akan mencegah rakyat menjadi tunawisma. Fakta menunjukkan, penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat menjadi kebutuhan tak terhindarkan. Di sisi lain, kepemilikan rumah sulit direalisasikan karena harga cenderung naik seiring dengan meningkatnya harga bahan bangunan dan barang kebutuhan hidup lainnya. Salah satu cara tepat dalam memiliki rumah adalah melalui mekanisme KPR perbankan atau lembaga pembiayaan dengan cara mengangsur pinjaman untuk jangka waktu tertentu. Maka, Kemenpera kemudian mencanangkan program rumah sejahtera dengan pembiayaan FLPP.Pemerintah telah berupaya memperkecil kesenjangan keterjangkauan bagi Masyarakat Berpengasilan Menengah (MBM) dan Masyarakat

Tesis:Nanang Pujo Rahajo tentang DINAMIKA PEMENUHAN KEBUTUHAN PERUMAHAN MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH (Studi kasus: Penghuni Rumah Tipe Kecil Griya Pagutan Indah, Mataram ), Universitas Diponegoro Semarang, 2010

39

Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam mengangsur cicilan KPR-nya kepada bank melalui program bantuan pembiayaan perumahan dalam bentuk subsidi perumahan. Kriteria MBR yang menjadi target penyaluran KPR Sejahtera FLPP tercantum pada Peraturan Menteri Perumahan Rakyat RI No.05 tahun 2012 tanggal 8 Februari 20129. 2.11.3 Pemberian Bantuan Dukungan Kredit Pembiayaan Mikro untuk Perumahan

Menurut

Peraturan

Menteri

Negara

Perumahan

Rakyat

Nomor:

26/Permen/M/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor: 07/Permen/M/2006 Tentang Dukungan Penjaminan

Kredit/Pembiayaan Untuk Pembangunan/Perbaikan Perumahan Swadaya Melalui Kredit/Pembiayaan Mikro. Adapun isi peraturan ini adalah tentang: a. Kredit/Pembiayaan Mikro Pembangunan/Perbaikan Perumahan Swadaya, selanjutnya disebut KPRS Mikro, adalah kredit/pembiayaan yang diterbitkan oleh Lembaga Penerbit Kredit/Pembiayaan kepada anggota kelompok masyarakat atau individu yang bertujuan untuk membangun atau memperbaiki rumah yang telah dimiliki b. Kredit/Pembiayaan Mikro Pembangunan/Perbaikan Perumahan Swadaya Bersubsidi, selanjutnya yang disebut KPRS Mikro oleh Bersubsidi, Lembaga adalah Penerbit

kredit/pembiayaan

diterbitkan

Kredit/Pembiayaan kepada anggota kelompok masyarakat berpenghasilan rendah atau individu yang bertujuan untuk membangun atau memperbaiki rumah yang telah dimiliki, dengan ketentuan kelompok sasaran. Kelompok sasaran MBR yang dimaksud diatas sebagai berikut:
9

http//:antaranews.com/FLPP membuat rakyat terlarang menjadi tunawisma 19 maret 2012

40

Bagi kelompok sasaran yang memanfaatkan skim KPRS Mikro Bersubsidi, batasan penghasilan diatur sebagai berikut: Tabel Kelompok Sasaran MBR Berdasarkan Tingkat Penghasilan

Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 26/Permen/M/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor: 07/Permen/M/2006 Tentang Dukungan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Untuk Pembangunan/Perbaikan Perumahan Swadaya Melalui Kredit/Pembiayaan Mikro.

Bagi kelompok sasaran yang memanfaatkan skim KPRS Bersubsidi, batasan penghasilan diatur sebagai berikut: 1) Untuk Kota Besar dan Metropolitan Tabel Kelompok Sasaran MBR Berdasarkan Tingkat Penghasilan

Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 26/Permen/M/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor: 07/Permen/M/2006 Tentang Dukungan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Untuk Pembangunan/Perbaikan Perumahan Swadaya Melalui Kredit/Pembiayaan Mikro.

2) Untuk Kota lainnya

41

Tabel Kelompok Sasaran Berdasarkan Tingkat Penghasilan dapat dilihat dibawah ini.

Sumber: Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor:


26/Permen/M/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor: 07/Permen/M/2006 Tentang Dukungan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Untuk Pembangunan/Perbaikan Perumahan Swadaya Melalui Kredit/Pembiayaan Mikro.

4.11.4 Pemberian Bantuan Stimulan Untuk MBR Mengenai Perbaikan Rumah Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Menjelaskan bahwa bantuan stimulan adalah fasilitasi pemerintah berupa sejumlah dana yang diberikan kepada MBR penerima manfaat bantuan stimulan untuk membantu pelaksanaan pembangunan perumahan swadaya. a. Tujuan dan Lingkup (1) Tujuan bantuan stimulan perumahan swadaya adalah untuk

memberdayakan MBR agar mampu membangun atau meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman. (2) Lingkup bantuan stimulan perumahan swadaya adalah bantuan stimulan untuk:

42

a. PB b. PK, dan c. pembangunan PSU. b. Kriteria Penerima Bantuan: (1) Penerima bantuan stimulan perumahan swadaya harus memenuhi kriteria: a. warga negara Indonesia. b. MBR dengan penghasilan tetap atau tidak tetap. c. sudah berkeluarga. d. memiliki atau menguasai tanah. e. belum memiliki rumah atau memiliki rumah tetapi tidak layak huni; f. menghuni rumah yang akan diperbaiki. g. belum pernah mendapat bantuan stimulan perumahan dari Kementerian Perumahan Rakyat. h. didahulukan yang telah memiliki rencana membangun atau meningkatkan kualitas rumah yang dibuktikan dengan: 1. memiliki tabungan bahan bangunan. 2. telah mulai membangun rumah sebelum mendapatkan bantuan stimulant. 3. memiliki aset lain yang dapat dijadikan dana tambahan bantuan stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah. 4. memiliki tabungan uang yang dapat dijadikan dana tambahan bantuan stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah, dan/atau

43

5. telah diberdayakan dengan sistem pemberdayaan perumahan swadaya. i. bersungguh-sungguh mengikuti program bantuan stimulan dan

pemberdayaan perumahan swadaya; dan j. didahulukan yang sudah diberdayakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

4.11.5 Pemberian Fasilitasi Pra Sertifikasi dan Paskah Sertifikasi Hak Atas Tanah untuk MBR Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 05 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Fasilitas Pra dan Paska Sertipikasi Hak Atas Tanah Untuk Memberdayakan Masyarakat Berpeghasilan Rendah Pra sertipikasi adalah kegiatan identifikasi dan inventarisasi data administrasi yang diperlukan untuk permohonan sertipikasi hak atas tanah. Paska nsertipikasi adalah kegiatan mengakses sumber-sumber pembiayaan dalam rangka pembangunan atau perbaikan rumah swadaya. 1. Tujuan a. Tujuan fasilitasi pra sertipikasi hak atas tanah adalah memberi kemudahan kepada MBR dalam rangka permohonan sertipikat hak atas tanah. b. Tujuan fasilitasi paska sertipikasi hak atas tanah adalah memberi kemudahan kepada MBR mengakses sumber pembiayaan dalam rangka penyediaan sebagian biaya membangun atau memperbaiki rumah.

44

4.11.6 Program Bedah Rumah Program bedah rumah dilakukan pemerintah agar dapat memperlambat arus kemiskinan di bidang perumahan , serta memperbaiki kondisi rumah masyarakat yang kurang mampu ataupun MBR untuk memperbaiki rumahnya agar rumah tersebut dapat layak dihuni untuk masyarakat tersebut. Kriteria Sasaran dan Prosedur Pengusulan Bedah Rumah (RSRTLH). a. Kriteria Sasaran Sasaran Penerima Bantuan Bedah Rumah adalah rumah tidak layak huni. b. Masyarakat miskin dengan kriteria : 1) Diutamakan ukuran rumah tidak lebih dari 3 x 7 m2 2) Rumah tidak permanen 3) Dinding rumah umumnya terbuat dari bambu/papan/bahan yang mudah rusak. 4) Lantai tanah. 5) Tidak memiliki fasilitas mandi,cuci, kakus (MCK) 6) Diutamakan atap yang terbuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk10. Untuk lebih sederhana tentang pengadaan program bedah rumah dapat dilihat pada bagan berikut:

10

http://www.google.co.id/prosedur bedah rumah/2012

45

Organisasi Kemasyarakatan dari bebarapa RW/RT (BKM) dari setiap kecamatan melakukan rapat sosialisasi untuk pemberdayaan warga disetiap RW Program bedah rumah Identifikasi masalah disetiap RW: mis keberadaaan rumah tidak layak huni ataupun lainya di setiap lingkungan.

Walikota / bupati menindak lanjuti

Mengajukan usulan ke Dinas Sosial sebelumnya ada penilaian

Pemecahan masalahnya/alternative solusi seperti maslah rumah tinggal layak huni

Camat

Pengajuan penanganan masalah dan diketahui oleh kelurahan

Gambar 2.24: pengadaan usulan bedah rumah

2.12 Menghitung Rencana Anggaran Biaya Pembangunan. Rencana anggaran biaya merupakan perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan proyek pembangunan. Perhitungan rencana anggaran biaya secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut : RAB = ( Volume x Harga Satuan Pekerjaan ) Adapun tahapan dari penyusunan Rencana Anggaran Biaya 1. Menghitung Volume pekerjaan dari gambar bestek (gambar rencana) pada perhitungan volume pekerjaan, diperlukan rumus-rumus matematika dasar yang berhubungan dengan bentuk bangunan. Contoh adalah sebagai berikut

46

a. Trapesium Volume = b. Persegi panjang Volume = Panjang x Lebar x tinggi 2. Mempersiapkan daftar harga satuan pekerjaan 3. Mengalikan volume setiap item pekerjaan dengan harga satuan pekerjaan 4. Hitung Jumlah Total pekerjan Sub total = Jumlah nilai masing-masing pekerjaan 5. Menghitung biaya semua sub total Dalam penyusunan rencana anggaran biaya diperlukan jumlah volume per satuan pekerjaan dan analisa harga satuan pekerjaan berdasarkan gambar bestek serta syarat-syarat analisa pembangunan kontruksi yang berlaku. Anggaran biaya pada bangunan yang sama akan berbeda-beda di masing-masing daerah, hal ini disebabkan perbedaan harga satuan bahan dan upah tenaga kerja. Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap penyusunan anggaran biaya suatu bangunan yaitu faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis antara lain berupa ketentuan-ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pembangunan serta gambar-gambar kontruksi bangunan. Sedangkan faktor non teknis berupa hargaharga bahan bangunan dan upah tenaga kerja. Dalam melakukan anggaran biaya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu anggaran biaya kasar (taksiran) dan anggaran biaya teliti. Penyusunan anggaran biaya dapat di kaitkan dengan

47

peraturan dan keputusan pemerintah berlaku sebagai parameter pembanding dalam perencanaan hunian11.

11

http://www.Google.co.id/findadessi.blogspot, 2011/11/pengertian rencana anggaran biaya rab

You might also like