You are on page 1of 19

Ambang Batas Dengar Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan pemeriksaan audiometri.

Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan intensitas (pada axis vertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya diwajibkan memeriksa nilai ambang pendengaran untuk frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000 Hz. Bila sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi maka dilakukan pengukuran pada frekuensi 8000 Hz karena ini merupakan frekuensi kritis yang menunjukkan adanya kemungkinan hubungan gangguan pendengaran dengan pekerjaan; tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali membedakan apakah gangguan pendengaran yang terjadi akibat kebisingan atau karena sebab yang lain. Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat menentukan derajat sebenarnya dari gangguan pendengaran yang terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat pergeseran ambang pendengaran sementara setelah pajanan terhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah menderita gangguan

pendengaran permanen. Prosedur pemeriksaan lain untuk menilai gangguan pendengaran adalah speech audiometry, pengukuran impedance, tes rekruitmen, bahkan perlu juga dilakukan pemeriksaan gangguan pendengaran fungsional bila dicurigai adanya faktor psikogenik. Untuk itu pemeriksaan gangguan pendengaran pada pekerja perlu dilakukan dengan cara seksama dan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam memberikan kompoensasi Menurut ISO derajat gangguan pendengaran (tuli) digolongkan sebagai berikut. Jika peningkatan ambang dengar antara 0-<25 dB, normal Jika peningkatan ambang dengar antara 26-40 dB, tuli ringan Jika peningkatan ambang dengar antara 41-60 dB, tuli sedang Jika peningkatan ambang dengar antara 61-90 dB, tuli berat Jika peningkatan ambang dengar > 90 dB, Tuli sangat berat

Audiometri

Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah (Panduan Praktikum, 2010): A) Audiometri Nada Murni Suatu sistem uji pendengaran dengan mempergunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada mumi dari berbagai frekuensi 250 - 500 - 1000 - 2000 - 4000 - 8000 Hz dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB) Apabila yang dipakai dasar audiogram nada murni, derajat ketulian ditentukan oleh angka rata-rata intensitas pada frekuensifrekuensi 500, 1000 dan 2000 Hz yang juga disebut speech frequency. Konversasi biasa besarnya kurang lebih 50 db. Derajat ketulian berdasar audiogram nada murni adalah sebagai berikut : Normal antara 0 s/d 20 db. Tull ringan antara 21 s/d 40 db. Tull sedang antara 41 s/d 60 db. Tull berat antara 61 s/d 80 db. Tull amat berat bila lebih dari 80 db. B) Audiometri Tutur Audiometri tutur adalah sistem uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikalibrasi, untuk mengukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada mumi, hanya disini sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat di tuturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikrofon yang dihubungkan dengan audiometer tutur, kemudian disalurkan melalui telpon kepala ke telinga yang diperiksa pendengaran nya; atau kata-kata direkam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan di salurkan melalui audiometer tutur. Dari audiogram tutur dapat diketahui 2 dimensi kemampuan pendengaran yaitu : a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar atau NPT (Nilai Persepsi Tutur).

b. Kemampuan maksimal pendengaran untuk men diskriminasikan setiap satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur (NDT)

1. Tes Rinne Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran tulang. Juga pada tuli sensorneural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang. Di lain pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada hantaran udara. Berdasarkan hasil pengamatan di temukan bahwa setelah dengungan tidak bisa lagi di dengar pada Processus Mastoideus, OP masih dapat mendengar dengungan ketika garpu tala di letakkan di depan telinga. Hal itu berarti OP termasuk kedalam Rinne +. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa pendengaran OP normal, karena mendengar getarran di udara setelah hantaran tulang selesai Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne : a) Normal : tes rinne positif b) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama) c) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan : Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala. Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mulamula timbul

2. Tes Weber Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan. Telinga normal hantaran tulang kiri dan kanan akan sama. Garpu tala yang di getarkan kemudian di tempelkan pada dahi OP akan terdengar mendengung. Dengungan garpu tala tersebut dapat sama kuat di kedua sisi telinga, dikatakan ada laterisasi, sedangkan dengungan yang terdengar hanya pada salah satu sisi telinga, dikatakan laterisasi ke arah telinga yang terdengar lebih keras (laterisasi kanan atau kiri). Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa OP cenderung mendengar dengungan di telinga sebelah kiri (laterisasi kiri). Keadaan tersebut dikarenakan adanya lateralisasi telinga kiri pada probandus sehingga probandus diduga mengalami

tuli konduksi sebelah kiri. Hal ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan alasan antara lain: 1. Telinga kiri tuli konduktif, kanan normal 2. Telinga kiri tuli konduktif, kanan tuli sensory neural 3. Telinga kiri normal, kanan tuli sensory neural 4. Kedua telinga tuli konduktif, kiri lebih berat 5. Kedua telinga tuli sensory neural, kanan lebih berat Selain itu, terjadinya laterisasi kiri dapat disebabkan peletakkan garpu tala yang cenderung ke arah kiri karena bunyi akan terdengar lebih keras di sisi yang paling dekat dengan sumber bunyi. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa OP tuli hantaran (satu Telinga) karena bunyi lebih keras di telinga yang sakit akibat efek masking oleh bunyi lingkungan tak ada. Akan tetapi, test weber tidak dapat berdiri sendiri oleh karena tidak dapat menegakkan diagnosa secara pasti jadi belum dapat dipastikan bahwa OP memang tuli hantaran.

3. Tes Schwabach Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan hantaran tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal. Ada 2 kemungkinan pemeriksa masih mendengar dikatakan schwabach memendek atau pemeriksa sudah tidak mendengar lagi. Bila pemeriksa tidak mendengar harus dilakukan cross yaitu garpu tala mula-mula diletakkan pada planum mastoideum pemeriksa kemudian bila sudah tidak mendengar lagi garpu tala segera dipindahkan ke planum mastoideum penderita dan ditanyakan apakah penderita mendengar dengungan. Bila penderita tidak mendengar lagi dikatakan schwabach normal dan bila masih mendengar dikatakan schwabach memanjang Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa tes pada OP termasuk schwabach normal karena pemeriksa tidak mendengar dengungan dari garpu tala yang sudah di dengarkan pada OP dan setelah dilakukan Cross juga OP tidak bisa mendengarkan dengungan dari garpu tala yang telah didengarkan oleh pemeriksa. Evaluasi dari test schwabach: a. Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli sensory neural b. Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif

c. Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidak mendengar dengungan. Karena telinga pemeriksa normal berarti telinga penderita normal juga Hasil positif yang didapatkan dapat disebabkan karena gelombang gelombang dalam endolymphe probandus berkerja dengan normal sehingga gelombang gelombang tersebut dapat menimbulkan getaran getaran yang datang melalui udara dan tengkorak. Gelombang-gelombang dalam

endolymphe dapat ditimbulkan oleh : Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporal

4. Tes Bing Tes Bing digunakan untuk mangetahui adanya tuli konduktif dan tuli saraf. Caranya adalah dengan menggetarkan garpu tala di tangan dan tangkai garpu tala diletakkan pada prosesus mastoideus OP. Jika suara garputala kedengaran bertambah keras berarti percobaan Bing positif dan jika keras suara garputala tidak mengalami perubahan berarti percobaan Bing indifferent. Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa ketika telinga kanan di tutup maka dengungan terdengar lebih keras di telinga kiri (laterisasi kiri). Hal ini menunjukkan bahwa telinga kiri OP normal (Bing positif). Keadaan ini disebabkan karena tidak adanya gangguan pada orgonon corti; saraf (nervus vestibulocohlearis atau N VIII yang berfungsi untuk mengatur pendengaran) sehingga probandus dinyatakan negative terhadap tuli persepsi.

Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurology sangat besar manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibandingkan dengan pemeriksaan audiologi konvensional. Penggunaannya yang mudah, tidak invasive, dan dapat dilakukan pada pasien koma sekalipun; menyebabkan pemeriksaan BERA ini dapat digunakan secara luas.1

BRAIN Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ pendengaran mulai dari perifer sampai batang otak.2

Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensionil.1

Berbeda dengan audiometry, alat ini bisa digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-kooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang mengalami koma maupun stroke,tidak membutuhkan jawaban atau respons dari pasien seperti pada audiometry karena pasien harus memencet tombol jika mendengar stimulus suara. Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara khusus.2

B.E.R.A (BRAINSTEM EVOKE RESPONSE AUDIOMETRI)

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click). Pertama kali diuraikan oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971, BERA merupakan aplikasi yang paling umum digunakan untuk menilai respon yang dibangkitkan oleh rangsangan suara. Administrasi dan pelaksanaan tes ini biasanya oleh para ahli audiologi. Artikel ini memberikan gambaran dari tes tersebut dan penggunaannya yang paling umum. Untuk tujuan kejelasan dan untuk mempersingkat tinjauan, beberapa teknik BERA khusus dan berbagai hal lainnya yang berkaitan dengan teknik telah dihilangkan.3

Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain bayi baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada anak yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu sebabnya karena anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena adanya gangguan di telinga.2

BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan pendengaran apakah di cochlea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping, sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.2

BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara singkat atau nada khusus yang ditransmisikan dari transduser akustik dengan menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga. Pencatatan rata-rata grafiknya diambil berdasarkan panjang

gelombang/amplitudo (microvoltage) dalam waktu (millisecond), mirip dengan EEG. Puncak dari gelombang yang timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi (70-90 dB tingkat pendengaran normal/normal hearing level [nHL]).3

Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan sensitivitas pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi pendengaran formal, dan hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil audiometri yang biasa digunakan, jika tersedia.3

FISIOLOGI

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) biasanya menggunakan rangsangan suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar cochlea. Sinyalnya berjalan melalui jalur pendengaran/auditori pathway dari kompleks inti cochlear, proksimal ke colliculus inferior. Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial aksi yang benar. Gelombang selanjutnya

mungkin menggambarkan aktivitas postsinaptik pada pusat auditori batang otak utama that secara bersamaan menimbulkan bentuk gelombang puncak dan palung. Puncak positif dari bentuk gelombang menunjukkan aktivitas aferen kombinasi (dan kemungkinan juga eferen) dari jalur axonal pada batang otak auditory.3 Di Ameriksa Serikat, bentuk gelombang biasanya di plot dengan elektroda pada vertex dengan amplifier tegangan input positif., sehingga menimbulkan gelombang puncak pada I, III, dan V. Di negara-negara lainnya, gelombangnya di plot dengan tegangan negatif.3

Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I, III, dan V.1

Gambar yang menunjukkan penempatan BERA electrodes

Komponen Bentuk Gelombang Gelombang I: Respon gelombang BERA I merupakan gambaran yang luas dari potensial aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus cranialis (CN) VIII. Respo tersebut dipercaya berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf CN VIII (neuron urutan pertama) saat meninggalkan cochlea dan masuk ke canalis auditori internal.

Gelombang II: gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat memasuki batang otak. Gelombang III: gelombang BERA III muncul dari aktivitas aktivitias saraf urutan kedua arises from (diluar CN VIII) di dalam atau di dekat nukleus cochlearis. Literatur menyatakan bahwa gelombang III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons auditori. Nukleus cochlearis mengandung hampir 100,000 neuron, kebanykan dipersarafi oleh sembilan serabut saraf. Gelombang IV: gelombang BERA IV, yang sering memiliki puncak yang sama dengan gelombang V, diperkirakan muncul dari neuron urutan ketiga pontine yang kebanyakan terletak pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk terbentuknya gelombang IV dapat datang dari nukleus cochlearis dan nukleus dari lemniskus lateral. Gelombang V: pembentukan gelombang V kemungkinan merupakan dari aktivitas dari struktur auditori anatomik multipel. Gelombang BERA V merupakan komponen yang paling sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun terdapat beberapa database mengenai hal yang tepat dalam pembentukan gelombang V, gelombang V dipercaya berasal dari sekitar colliculus inferior. Aktivitas neuron urutan kedua mungkin secara sekunder mempengaruhi beberapa hal dalam pembentukan gelombang V. Colliculus inferior merupakan sebuah struktur yang komplex, dengan lebih dari 99% akson dari regio auditori batang otak bawah melewati lemniskus lateral ke colliculus inferior. Gelombang VI dan VII: Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus (medial geniculate body), tetapi tempat pembentukan sebenarnya masih diragukan.3

APLIKASI

Identifikasi Patologi Retrocochlear Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) dipertimbangkan sebagai alat screening yang efektif dalam mengevaluasi audiometry kecurigaan patologi retrocochlear seperti acoustic neuroma atau vestibular schwannoma. Meskipun demikian, gambaran BERA yang abnormal yang menyarankan adanya patologi retrocochlear memiliki indikasi untuk perlu dilakukannya pemeriksaan MRI pada cerebellopontine.3

Symptom Pada Patologi Nervus Delapan Gejala klinis dapat meliputi yang dibawah ini, tapi tidak terbatas hanya pada gejala-gejala tersebut saja:

Kehilangan pendengaran sensorineural asimetris atau unileteral Kehilangan pendengaran frekuensi tinggi asimetris Tinnitus unilateral Tingkat mengenali kata-kata yang buruk secara unilateral atau bilateral yang dibandingkan dengan derajat kehilangan pendengaran sensorineural Merasakan adanya distorsi suara saat pendengaran perifer normal.3

Evaluasi Respon Pendengaran/Auditori Batang Otak Dalam hal patologi retrocochlear, banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA, termasuk derajat kehilangan pendengaran sensorineural, kehilangan pendengaran asymmetris, batasan pengujian, dan faktor-faktor pasien lainnya. Pengaruh ini dapat terjadi saat melakukan pemeriksaan maupun saat menganalisa hasil pemeriksaan BERA.3 Penemuan yang menandakan adanya patologi retrocochlear pathology dapat meliputi satu atau lebih dari tanda berikut ini:

Perbedaan latensi gelombang V interaural absolut (IT5) memanjang Interval antar puncak gelombang I-V interaural - memanajang Latensi absolut dari gelombang V memanjang dibandingkan dengan data normatif Latensi absolut dan latensi interval antar puncak gelombang I-III, I-V, III-V memanjang dibandingkan dengan data normatif Tidak adanya respon auditori batang otak pada telinga yang dilakukan pemeriksaan.3

Secara umum, pemeriksaan BERA menujukkan sensitivitas lebih dari 90% dan spesifisitas mendekati 70-90%.3 Sensitivitas untuk tumor kecil tidak sebesar nilai tersebut diatas. Karena alasan tersebut, pasien-pasien yang asimptomatik dengan hasil pemeriksaan BERA normal sebaiknya menjalani audiogram dalam 6 bulan untuk memonitor perubahan yang terjadi

terhadap sensitivitas pendengaran atau tinnitus. Pemeriksaan BERA dapat diulangi jika terdapat indikasi. Sebagai alternatif lain, MRI yang diperkuat dengan gadolinium, dimana telah menjadi patokan standard, dapat digunakan untuk mengidentifikasi vestibular schwannoma yang sangat kecil (3-mm).3 Sensitivitas BERA sensitivity dalam mendiagnosa tumor CN VIII dengan ukuran berdasarkan pada beberapa studi berikut ini:

Pada studi tahun 1994 yang dilakukan oleh Dornhoffer, Helms, dan Hoehmann, sensitivitasnya adalah 93% untuk tumor yang berukuran lebih kecil dari 1 cm.

Pada tahun 1997, Zappia, O'Connor, Wiet, dan Dinces melaporkan sensitivitas sebesar 89% untuk tumor yang lebih kecil dari 1 cm, 98% untuk tumor ukuran sedang 1.1-2 cm, dan 100% untuk tumor yang berukuran lebih dari 2 cm. sensitivitas keseluruhannya adalah sebesar 95%.

Pada studi tahun 1995, Chandrasekhar, Brackmann, dan Devgan melaporkan sensitivitas sebesar 83.1% untuk tumor yang lebih kecil dari 1 cm dan sensitivitas sebesar 100% untuk tumor yang berukuran lebih dari 3 cm. Sensitivitas keseluruhannya adalah sebesar 92%.

Pada tahun 1995, Gordon dan Cohen melaporkan sensitivitas sebagai berikut: 69% untuk tumor yang berukuran kurang dari 9 mm, 89% untuk tumor berukuran 1-1.5 cm, 86% untuk tumor berukuran 1.6-2 cm, dan 100% untuk tumor yang berkuran lebih dari 2 cm.

Pada tahun 2001 dilaporkan oleh Schmidt, Sataloff, Newman, Spiegel, dan Myers, sensitivitas sebesar 58% untuk tumor berukuran kurang dari 1 cm, 94% untuk tumor berukuran 1.1-1.5 cm, dan 100% untku tumor yang berukuran lebih dari 1.5 cm. Sensitivitas keseluruhannya adalah 90%.

Pada sebuah studi prospective besar yang membandingkan BERA dengan MRI yang diperkuat dengan bahan kontras (patokan standard) pada 312 pasien dengan kehilangan pendengaran sensorineural asymmetris, Cueva menemukan bahwa BERA menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas sebesar 71% dan 74%, in dalam menemukan penyebab lesi untuk kehilangan pendengaran oral dan pendengaran asimetris (termasuk vestibular schwannoma, tetapi tidak terbatas pada itu saja). Hasil pemeriksaan BERA memiliki nilai prediktif positif hanya sebesar 23%, sedangkan nilai prediktif negatif adalah sebesar 96%. Tujuh dari 31 kasus-kasus positif memiliki lesi lain yang tidak dapat diidentifikasi oleh BERA sebagai penyebab dari kehilangan pendengaran.3

Meskipun pengukuran BERA tradisional BERA menurun sensitivitasnya karena faktor unkuran tumor, studi yang sebelumnya dilakukan telah menunjukkan bahwa dengan menggunakan pita BERA baru yang mengukur amplitudo, tumor yang sangat kecil dapat dideteksi dengan lebih akurat. Teknik baru ini, dikombinasikan dengan audiometri BERA tadisional, mungkin segera akan dapat memungkinkan untuk mendeteksi tumor yang sangat kecil dengan tingkat akurasi mendekati 100% dengan menggunakan audiometri BERA.3

Aplikasi lainnya dari BERA. Aplikasi lain dari BERA terus dikembangkan. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan menunjukkan bahwa meskipun latensi gelombang BERA keseluruhan masih dalam batas normal pada pasien dengan tinnitus, pasien-pasien tersebut memiliki latensi yang lebih panjang dari pada pasien-pasien kontrol tanpa tinnitus. Hal tersebut menunjukkan bahwa BERA dapat berguna dalam memonitor dan memahami tinnitus. BERA juga telah digunakan untuk mengetahui prognostik pasien-pasien koma. Penelitian menemukan bahwa pasienpasien dengan GCS (Glasgow coma scale) 3 dan yang memiliki hasil pemeriksaan BERA secara signifikan abnormal memiliki kemungkinan yang lebih besar terhadap kematian dari pada yang memiliki hasil pemeriksaan BERA normal.3

SCREENING PENDENGARAN PADA BAYI YANG BARU LAHIR

Teknologi Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) telah digunakan untuk menguji bayi yang baru lahir sejak 15 tahun yang lalu. Sedikitnya 1 dari setiap 1000 anak lahir tuli. Banyak lainnya yang lahir dengan derajat penurunan pendengaran yang tidak

terlalu parah, sedangkan lainnya dapat mengalami kehilangan pendengaran selama masa kanak-kanak awal.3 Gangguan pendengaran dapat terjadi karena faktor bawaan (sejak lahir) atau didapat (gangguan pendengaran yang terjadi setelah lahir). Gangguan pendengaran bawaan merupakan salah satu kelainan bawaan yang angka kejadiannya cukup tinggi di antara kelainan bawaan lainnya, yaitu sekitar 1 - 3 per 1.000 kelahiran. Angka ini meningkat pada kelompok bayi yang mempunyai risiko, diperkirakan 80 - 90% bayi dengan gangguan pendengaran menetap mempunyai kelainan dari sejak usia neonatal (0-28 hari). Oleh karena itu, sebuah komite yang menangani masalah pendengaran pada bayi, The Joint Committee on Infant Hearing (JCIH) di Amerika dan American Academy of Pediatric merekomendasikan agar fungsi pendengaran dan ketulian pada setiap bayi sudah dapat dipastikan saat usia 3 bulan, dan bayi yang tuli mendapat penanganan yang sesuai mulai usia 6 bulan, sehingga diharapkan pada usia 3 tahun mereka mempunyai pola bicara yang tidak jauh berbeda dengan anak- anak yang pendengarannya normal.4 Berdasarakan sejarah, hanya bayi yang memiliki 1 atau lebih kriteria resiko tinggi yang di uji. Screening pendengaran universal telah direkomendasikan karena sekitar 50% dari bayi yang kemudian teridentifikasi mengalami kehilangan pendengaran karena tidak dilakukan pengujian, berhubung pengujian hanya dilakukan pada kelompok yang beresiko tinggi saja. Sebelumnya, rumah sakit di Amerika Serikat telah mengimplikasikan program screening pendengaran pada bayi yang baru lahir. Program teresbut dapat dijalankan karena adanya kombinasi dari kemajuan teknologi dalam metode pengujian BERA dan oto acoustic emissions (OAE) dan ketersediaan peralatannya, dimana dapat memberikan evaluasi yang akurat dan dengan biaya yang efektif, pada bayi-bayi yang baru lahir.3 OAE dan BERA merupakan pemeriksaan yang efekitf, tidak invasif, tidak menyakitkan, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta dapat dilakukan pada bayi berusia mulai 24 jam, sehingga dapat dilakukan di rumah sakit sebelum bayi pulang. Bila dilakukan secara bersama, kedua pemeriksaan ini akan memberikan informasi yang saling melengkapi tentang pendengaran. Hasil yang baik dari pemeriksaan tersebut harus diulang pada usia 1 - 3 bulan bila bayi mempunyai faktor risiko untuk gangguan pendengaran. Dan selama itu juga orang tua harus mencatat setiap gangguan kesehatan yang mungkin menyebabkan ketulian seperti campak, gondongan (parotitis), kejang demam,

epilepsi, trauma kepala, keluar cairan dari telinga, pilek yang sering berulang serta penggunaan obat-obatan.4 Beberapa uji coba klinis telah menunjukkan pengujian automated auditory brainstem response (AABR) (misalnya, Algo-1 Plus) sebagai alat screening yang efektif dalam mengevaluasi pendengaran pada bayi yang baru lahir, dengan sensitivitas sebesar 100% dan spesifisitas sebesar 96-98%.3 Saat digunakan sebagai ambang untuk menyaring pendengaran normal, setiap telinga dapat dievaluasi secara terpisah, dengan intensitas rangsangan yang diberikan sebesar 35-40 dB nHL. BERA yang dirangsang oleh suara kllik sangat berhubungan dengan sensitivitas pendengaran dalam kisaran frekuensi dari 1000-4000 Hz. Tes AABRs untuk melihat ada atau tidaknya gelombang V pada tingkat rangsangan yang ringan. Tidak dibutuhkan interpretasi oleh operator. AABR dapat digunakan dalam kamar perawatan/bangsal dan selama terapi oksigen tanpa gangguan dari suara lingkungan.3 The 2000 Joint Committee on Infant Hearing telah merekomendasikan bahwa bayi yang memiliki paling kurang 1 dari indikator resiko berikut ini untuk terjadinya kehilangan pendengaran progresif atau yang onset tertunda yang meskipun telah melewati screening pendengaran, sebaiknya mendapat monitor audiologik setiap 6 bulan sampai usia 3 tahun:

Adanya kekhawatiran keluarga atau pihak yang merawat mengenai pendengaran, berbicara, bahasa, dan/atau kelambatan berkembang

Riwayat keluarga adanya kehilangan pendengaran permanen pada masa kanak-kanak Adanya Stigmata atau penemuan lainnya yang berkaitan dengan sindom yang dikenal meliputi kehilangan pendengaran konduktif atau sensorineural atau disfungsi tuba eustachius

Infeksi post natal yang berkaitan dengan kehilangan pendengaran sensorineural, termasuk meningitis bakterial

Infeksi dalam uterus seperti cytomegalovirus, herpes, rubella, syphilis, dan toxoplasmosis Indikator neonatal, khususnya hyperbilirubinemia pada kadar serum yang membutuhkan transfusi penggantian, hipertensi pulmonal persisten pada bayi yang berubungan dengan ventilasi mekanik, kondisi-kondisi yang membutuhkan penggunaan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO), displasia bronchopulmonal, infeksi cytomegalovirus, dan anatomi craniofacial (Lieu dan Champion baru-baru ini telah mengkonfirmasi hasil-hasil ini.)

Sindroma

yang

berkaitan

dengan

kehilangan

pendengaran

progresif,

seperti

neurofibromatosis, osteopetrosis, dan Usher syndrome

Kelainan neurodegenerative, seperti Hunter syndrome, atau neuropati motorik sensorik, seperti Friedreich ataxia dan Charcot-Marie-Tooth syndrome

Trauma kepala Otitis media dengan efusi, berulang atau persisten selama paling kurang 3 bulan Penggunaan obat-obatan ototoksik (aminoglycosida).3,5

ABRs dapat digunakan untuk mendeteksi neuropati auditori atau kelainan konduksi saraf pada bayi baru lahir. Karena ABRs menggambarkan fungsi saraf pendengaran dan batang otak, bayi-bayi yang baru lahir tersebut dapat memiliki hasil screening BERA yang abnormal walaupun pendengaran perifer normal.3 Bayi-bayi yang tidak lulus screening pendengaran belum tentu memiliki masalah pendengaran. Jika dicurigai adanya masalah pendengaran karena hasil pemeriksaan BERA abnormal, maka dijadwalkan pemeriksaan follow up ambang diagnostik BERA untuk mengetahui status frekuensi pendengaran spesifik. Penilaian frekuensi pendengaran spesifik dapat diperoleh dengan menggunakan stimulasi nada cepat, seperti nada/suara keras.3

BERA DALAM PEMBEDAHAN

Monitoring Intraoperative Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA), sering digunakan secara intraoperatif dengan electrocochleography, dapat memberikan identifikasi awal dari perubahan pada status neurofisiologi dari sistem saraf pusat. Informasi tersebut berguna untuk mencegah disfungsi neurotologik dan terjadinya kehilangan pendengaran postoperatif. Untuk banyak pasien dengan tumor pada CN VIII atau pada daerah cerebellopontine, pendengaran dapat menurun atau hilang sama sekali postoperatif, meskipun jika nervus auditori masih baik secara anatomis.3 Evaluasi ABR

Gelombang I, yang ditimbulkan oleh ujung cochlear CN VIII, memberikan informasi yang berharga mengenai aliran darah ke cochlea. Karena iskemia merupakan penyebab kehilangan pendengaran yang berkaitan dengan pembedahan, gelombang I di monitor secara seksama untuk melihat adanya perubahan pada latensi atau penurunan amplitudo.3 Interval puncak gelombang I-II dan I-III dapat memberikan informasi distal dan proksimal selama pembedahan CN VIII. Gelombang V dan latensi interval puncak gelombang I-V dimonitor untuk melihat adanya perubahan pada latensi dan amplitudo. Latensi gelombang I-V memberikan informasi mengenai integritas CN VIII terhadap batang otak auditori.3 Batasan Perubahan gelombang V yang terjadi intraoperatif belum tentu menunjukkan adanya perubahan dalam status pendengaran. Perubahan pada latensi dapat disebabkan oleh tidak sinkronnya neuron atau faktor-faktor luar lainnya. Dan juga, keterlambatan waktu potensial terjadi antara kemunculan aktual dari perburukan dan saat muncul perubahan pada gelombang V. Pasien-pasien dengan kehilangan pendengaran sensorineural yang telah ada sebelumnya kemungkinan akan memiliki morfologi bentuk gelombang yang buruk dan tidak ada respon gelombang I.3

Penggunaan BERA Intraoperatif Memonitor fungsi cochlear langsung pada kondisi pendengaran

Reseksi tumor daerah Cerebellopontine (pembedahan acoustic neuroma) Dekompresi Vascular pada neuralgia trigeminal Seksi nervus Vestibular untuk meredakan vertigo Eksplorasi nervus facialis untuk dekompresi nervus facialis Dekompresi Endolymphatic sac pada Mnire disease.3

Memonitor integritas batang otak

Reseksi tumor batang otak

Kliping aneurisma batang otak atau reseksi malformasi arteri vena.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty AS, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher Ed. 5, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 2003
2. Henny, BERA, dikutip dari situs: http://hennykartika.wordpress.com, 2008 3. Bhattacharyya, Neil, Auditory Brainstem Response Audiometry, dikutp dari situs: http://emedicine.medscape.com, 2008

4. Dr. Wijana, Sp.THT, Apakah Bayiku Tuli?, dikutip dari situs: http://pr.qiandra.net.id, 2007
5. Dr. T. Balasubramanian M.S. http://www.drtbalu.co.in/bera.html, 2007 D.L.O, BERA, dikutip dari situs:

You might also like