You are on page 1of 9

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Minyak bumi merupakan bagian dari kehidupan yang sulit untuk dipisahkan. Minyak bumi merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan sebagai sumber energi. Berbagai manfaat banyak diperoleh dari minyak bumi tapi disamping itu minyak bumi banyak pula memberikan efek yang buruk diantaranya pencemaran lingkungan, baik itu tanah, air dan udara. Minyak bumi yang merusak atau bisa juga disebut limbah minyak bersumber dari hasil eksplorasi produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan, pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut. Limbah minyak bersifat mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif. Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3), karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya (Ginting, 2007). Pencemaran tanah oleh minyak bumi banyak dijumpai pada areal pertambangan, yang diakibatkan oleh proses pengilangan minyak bumi dan sisa-sisa limbah eksplorasi hasil pengilangan. Limbah minyak bumi dapat menimbulkan bau, secara fisik mempunyai tekstur liat, saling merekat dan merubah warna pada tanah. Tanah yang tercemar minyak bumi berangsur-angsur akan kehilangan unsur-unsur hara sehingga merusak tanah. Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Remediasi adalah proses perbaikan dan pemulihan kualitas lahan yang tercemar. Secara umum, proses remediasi telah diatur, terutama remediasi tanah yang diatur melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 128 Tahun 2003. Remediasi yang dilakukan difokuskan pada metode biologis, yang disebut Bioremediasi. Bioremediasi merupakan suatu aplikasi biologi untuk mengolah tanah,lumpur dan air tanah yang terkontaminasi bahanbahan kimia berbahaya (Cookson, 1995). Metode biologi yang dimaksud adalah menggunakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi kontaminan dan zat pencemar, terutama minyak bumi. Mikroorganisme yang dimanfaatkan adalah jenis Bakteri (Pseudomonas sp., Rhodococcus sp., Bacillus sp. dsb), Fungi (Aspergillus niger, Neurospora crassca, dsb), Cyanobacteria dan Alga ( Nostoc sp., Chlorella Sorokiana, dsb).

Dalam proses Bioremediasi dalam tanah, ditambahkan bulking agent yang bertujuan untuk mengatur porositas, kelembaban, dan sebagai sumber nutrisi. Bioremediasi menjadi efektif jika mikroorganisme harus kontak secara enzimatis pada polutan dan merubahnya menjadi bahan yang didak berbahaya. Efektifitas bioremediasi tercapai jika kondisi lingkungan mendukung pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Beberapa teknik bioremediasi untuk mengolah tanah yang tercemar dapat dilakukan baik secara in-situ maupun ex-situ, salah satunya adalah teknik land farming. Teknik land farming merupakan teknik bioremediasi yang dilakukan pada permukaan tanah dan prosesnya memerlukan kondisi aerob dan dapat dilakukan secara in-situ maupun ex-situ

B. Tujuan Mengetahui teknik bioremediasi tanah tercemar limbah minyak, menganalisis kandungan hidrokarbon, dan menganalisis jumlah bakteri perombak minyak.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi menghasilkan produk yang berupa minyak dan gas bumi juga menghasilkan limbah. Semakin meningkatnya kegiatan eksplorasi minyak bumi dan gas bumi maka dampak yang akan ditimbulkan dari usaha ini harus dikelola secara komprehensif, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan akibat kegiatan tersebut terhadap lingkungan dapat diminimalisasi serendah mungkin. Pada umumnya limbah yang dihasilkan oleh kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi terdiri dari limbah cair maupun limbah padat. Limbah cair merupakan hasil pemisahan crude oil dan air. Crude oil ditampung di dalam tanki, sedangkan air yang telah dipisahkan dari minyak mentah melalui oil catcther dialirkan ke pit-pit atau kolam penampungan tanpa mengalami pengolahan lebih lanjut dan langsung dibuang ke lingkungan (perairan). Sedangkan limbah padat merupakan crude oil yang telah tercampur dengan pengotor selama proses pengumpulan dan pengangkutan dari berbagai lokasi ekplorasi. Limbah padat umumnya dikumpul dalam bak penampungan yang apabila tidak mengalami pengolahan secara bijak dapat mengakibatkan pencemaran. Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah minyak bumi kemungkinan akan selalu terjadi selama kegiatan eksplorasi, oleh karena itu diusahakan penanggulangannya. Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengolah limbah tersebut, meliputi penanganan dengan cara fisika, kimia, dan biologi (Suprihanto, N. 2005).

Berdasarkan hasil analisis laboratorium, limbah cair Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi yang diambil dari kegiatan eksplorasi minyak bumi di berbagai wilayah indonesia mengandung senyawa antara lain hidrokarbon, fenol, ammonia, sulfida yang masih berada di atas baku mutu limbah (BML). Bioremediasi adalah penggunaan agen biologis (tanaman, mikroba) untuk melenyapkan polutan. Bioremediasi merupakan salah satu teknologi inovatif yang efektif dalam mendegradasi komponen organik dan anorganik yang mencemari lingkungan. Bioremediasi secara luas diaplikasikan pada tanah, sludge, pengolahan air, air tanah dan air permukaan yang tercemar bahan kimia (Mangkoedihardjo, 2002). Regulasi pengolahan limbah minyak bumi terdapat pada Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No: 128 Tahun 2003 tentang tata cara dan persyaratan teknis pengolahan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis. Pengolahan limbah minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menggunakan metoda biologis sebagai salah satu alternatif teknologi pengolahan yang meliputi : a. landfarming; b. biopile; c. composting ; Tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis dalam Lampiran II Keputusan ini mencakup: a. persyaratan teknis pengelolaan; b. analisis terhadap proses pengolahan; c. kriteria hasil akhir pengolahan; d. penanganan hasil olahan; e. pemantauan dan pengawasan terhadap hasil olahan. Semua pengolahan limbah secara biologi memerlukan mengedepankan kajian skala laboratorium (un front laboratory testing) sebagai bagian pendekatan untuk suksesnya bioremediasi. Bioremediasi skala laboratorium umumnya meliputi studi awal mengenai limbah cair kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, pengambilan sampel awal untuk mengetahui karakteristik limbah, isolasi, seleksi dan karakterisasi isolat mikroba yang berpotensi dalam mendegradasi limbah minyak dan gas bumi. Menguji kemampuan isolat bakteri yang didapat dalam mendegradasi komponen limbah cair dan optimalisasi aktivitas mikroba indigen serta membuat permodelan scale up skala laboratorium. Bioremediasi skala

laboratorium sebagai dasar aplikasi pengolahan limbah skala lapangan, termasuk didalamnya estimasi biaya dan performa dari bioremediasi yang akan dilakukan (Anonim, 2008). Remediasi fisik kimia adalah efektif untuk tujuan jangka pendek/segera yaitu melokalisasi dan mengambil semaksimal mungkin tumpahan minyak dari laut. Remediasi fisik yang telah dipraktekkan secara umum adalah: 1) Booming and skimming. Booms digunakan untuk melokalisasi dan mengendalikan pergerakan minyak. Skimmer digunakan untuk mengambil minyak. 2) Wiping dengan absorben. Bahan hidrofobik digunakan untuk menyeka minyak dari permukaan air. 3) Mekanis. Peralatan mekanis digunakan untuk mengumpulkan dan pembuangan sediment tercemar minyak. Ini terutama dilakukan di daerah pantai. 4) Pencucian. Pencucian menggunakan air dingin bertekanan rendah sampai air panas bertekanan tinggi. 5) Relokasi sediment dan tilling. Pemindahan sediment tercemar minyak ke tempat lain atau pencampuran dengan sediment lain. Cara ini analog dengan pengenceran pencemar. 6) Pembakaran setempat. Pembakaran tempat tercemar minyak biasanya dilakukan bersamaan dengan substrat mudah terbakar (tumbuhan kering, sampah kering). Ini terutama untuk kawasan pesisir (Mangkoedihardjo, 2002). Remediasi kimia yang telah dipraktekkan secara umum adalah: 1) Dispersants. Kandungan surfaktan digunakan untuk mendispersi minyak menjadi butiran dalam air. Butiran minyak mempunyai total luas permukaan butiran luas sehingga mempercepat proses lanjutan. Cara ini dipakai secara rutin di banyak Negara, terutama jika menghadapi kendala remediasi fisik 2) Demulsifiers. Bahan ini digunakan untuk memutus emulsi minyak-air guna mempercepat disperse alamiah. 3) Solidifiers. Bahan ini digunakan untuk meningkatkan polimerisasi minyak sehingga minyak menjadi stabil, meminimalkan penyebaran, dan meningkatkan efektivitas remediasi fisik. 4) Surface film chemicals. Bahan pembentuk film (Film-forming agents) digunakan untuk mencegah minyak tertarik ke substrat laut lepas, dan untuk meningkatkan pembuangan minyak terikat pada permukaan alat pencuci bertekanan. Remediasi fisik kimia bersifat remediasi jangka pendek dan tidak tuntas (perpindahan massa antar media lingkungan), hanya sekitar 10 15 % pencemar dapat dipindahkan dari media laut (Ginting, 2007). Untuk penuntasan remediasi diperlukan penghilangan dari media secara biologis (bioremediasi). Bioremediasi digunakan saat peristiwa tumpahan minyak Exxon Valdez yang mencemari laut tahun 1989. Bioremediasi didefinisikan sebagai teknologi yang menggunakan mikroba untuk mengolah pencemar melalui mekanisme biodegradasi alamiah (intrinsic

bioremediation) atau meningkatkan mekanisme biodegradasi alamiah dengan menambahkan mikroba, nutrien, donor electron dan/atau akseptor elektron (enhanced bioremediation) (Anonim, 2001). Nutrien terpenting adalah N dan P. Donor electron adalah methanol atau asam laktat untuk proses anaerobic. Akseptor electron adalah oksigen, atau untuk anaerobic adalah besi (3) dan nitrat (Imaduddin, 2011). Perubahan fisik saat minyak terekspose ke lingkungan laut akan menentukan proses bioremediasi, yang terutama adalah: 1) Evaporasi. Proses ini terutama untuk minyak volatile seperti benzene and smaller n-alkanes. Evaporasi menghasilkan luas permukaan minyak dan menguntungkan bagi mikroba untuk menghilangkan senyawa toksik tersebut. 2) Pelarutan. Proses ini tidak signifikan dari sudut perpindahan massa tetapi penting dalam proses biodegradasi. Mikroba berada dalam air lebih mudah kontak dengan minyak terlarut. 3) Dispersi. Formasi emulsi minyak-air memperluas permukaan butir minyak sehingga memudahkan mikroba untuk memproses minyak. Formasi emulsi ini merupakan proses penting dalam penghilangan hidrokarbon oleh bacteria dan fungi (Singer and Finnerty, 1984). Tetapi emulsi minyak-air dengan penambahan dispersan tidak efektif untuk proses biodegradasi minyak, karena adanya tambahan zat organic dispersan. 4) Emulsifikasi. Emulsifikasi pembentukan chocolate mousse akan mengurangi luas permukaan minyak sehingga menurunkan proses biodegradasi. Butir tar sebagai agregat besar akan menghambat akses mikroba (Anonim, 2008). Keefektifan bioremediasi ditentukan oleh kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan ini digunakan untuk pengambilan keputusan tempat bioremediasi, baik di tempat (in-situ) atau di luar tempat (ex-situ). Kondisi lingkungan yang terutama adalah: 1) Temperatur. Pada temperature rendah maka viskositas minyak meningkat dan volatilitas senyawa toksik menurun sehingga akan menghambat proses bioremediasi. Hidrokarbon rantai pendek alkanes lebih mudah larut pada temperature rendah. Pada temperature tinggi, aromatic lebih mudah larut Secara umum laju biodegradasi umumnya meningkat dengan peningkatan temperature sampai batas tertentu. Laju tinggi biodegradasi minyak di laut dapat dicapai pada temperature 15 - 20C 2) Oksigen. Ketersediaan oksigen adalah penting dalam proses biodegradasi hidrokarbon jenuh dan aromatic. Tetapi metabolisme hidrokarbon secara anaerobic dapat berhasil baik untuk hidrokarbon aromatic (BTEX) PAHs dan alkanes dapat didegradasi dalam kondisi anaerobic 3) Nutrients. Saat minyak tumpah ke laut, suplai karbon ke dalam air laut meningkat. Pada saat itu air laut terdapat ketimpangan komposisi nutrient

(C meningkat tajam sehingga C/N/P menjadi membesar melebihi komposisi normal bagi kebutuhan mikroba). Untuk memanfaatkan mikroba maka diperlukan penambahan nutrient N dan P pada tingkat proporsi C/N/P sebelum tertumpah minyak. Secara teoretis 150 mg nitrogen dan 30 mg phosphor diperlukan mikroba untuk konversi 1 g hidrokarbon menjadi sel baru (Vik EA, et al, 2001) pH dan salinitas. Kebanyakan bacteria heterotrof dan fungi menyukai pH netral dan fungi masih toleran terhadap pH rendah. Berbagai studi menghasilkan fakta bahwa biodegradasi minyak akan lebih cepat dengan peningkatan pH dan kecepatan optimum pada pH alkalin. Perubahan salinitas dapat mempengaruhi biodegradasi melalui perubahan populasi mikroba dan laju metabolisme hidrokarbon akan menurun 3.3 to 28.4% dengan peningkatan salinitas (Anonim., 2001) Salah satu proses pemulihan lingkungan tercemar dengan menggunakan tumbuhan telah dikenal luas, yaitu fitoremediasi (phytoremediation). Fitoremediasi dapat dilakukan di wilayah pesisir, terutama kejadian pencemaran minyak atau pembuangan residu minyak berada di lahan basah pesisir. Proses fitoremediasi secara umum dibedakan berdasarkan mekanisme fungsi dan struktur tumbuhan secara umum membuat klasifikasi proses sebagai berikut: 1) Fitostabilisasi (phytostabilization). Akar tumbuhan melakukan imobilisasi polutan dengan cara mengakumulasi, mengadsorpsi pada permukaan akar dan mengendapkan presipitat polutan dalam zone akar. Proses ini secara tipikal digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik yang terkandung minyak yaitu sulfur, nitrogen, dan beberapa logam berat (sekitar 2 - 50 % kandungan minyak (Suprihanto, 2005). 2) Fitoekstraksi / fitoakumulasi (phytoextraction / phytoaccumulation). Akar tumbuhan menyerap polutan dan selanjutnya ditranslokasi ke dalam organ tumbuhan. Proses ini adalah cocok digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik seperti pada proses fitostabilisasi. 3) Rizofiltrasi (rhizofiltration). Akar tumbuhan mengadsorpsi atau presipitasi pada zone akar atau mengabsorpsi larutan polutan sekitar akar ke dalam akar. Proses ini digunakan untuk bahan larutan yang mengandung bahan organic maupun anorganik (Mangkoedihardjo, 2002). 4) Fitodegradasi / fitotransformasi (phytodegradation / phytotransformation). Organ tumbuhan menguraikan polutan yang diserap melalui proses metabolisme tumbuhan atau secara enzimatik. 5) Rizodegradasi (rhizodegradation / enhanced rhizosphere biodegradation / phytostimulation / plant-assisted bioremediation / degradation). Polutan diuraikan oleh mikroba dalam tanah, yang diperkuat/sinergis oleh ragi, fungi, dan zat-zat keluaran akar tumbuhan (eksudat) yaitu gula,

alcohol, asam. Eksudat itu merupakan makanan mikroba yang menguraikan polutan maupun biota tanah lainnya. Proses ini adalah tepat untuk dekontaminasi zat organic. 6) Fitovolatilisasi (Phytovolatilization). Penyerapan polutan oleh tumbuhan dan dikeluarkan dalam bentuk uap cair ke atmosfer. Kontaminan bisa mengalami transformasi sebelum lepas ke atmosfer. Kontaminan zat-zat organic adalah tepat menggunakan proses ini (Setiawan, 2011).

III. METODOLOGI Praktikum acara II yang berjudul Bioremediasi Tanah Tercemar Limbah Minyak Bumi dilaksanakan pada tanggal 24 April 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Timur Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan adalah lumpur minyak, tanah regosol, tanah grumusol, tanah latosol, pupuk urea dan SP. Pertama-tama tanah ditimbang sebanyak 5kg dan lumpur minyak sebanyak 1 kg. Kemudian dicampur hingga homogen lalu ditambahkan sampai kapasitas lapang. Lalu dibuat perlakuan 1 (control) lalu perlakuan 2 (dipupuk dengan urea). Lalu diinkubasikan selama 3 minggu pada suhu kamar. Untuk analisis kandungan hidrokarbon, pertama-tama sampel tanah sebanyak 2 g ditimbang. Lalu 2 gr NaSO4 anhidrat ditambahkan. Kemudian dimasukkan kedalam labu ekstraktor soxhiet. Lalu air pengingin dialirkan melalui kondensor. Tabung ektraksi dipsang pada alat destilasi soxhiet. Pelarut dieter-eter sebanyak 40 ml dimasukkan kedalam ekstraktor. Lalu diekstrak kira-kira 2 jam. Kemudian timbang hidrokarbon yang terekstrak. Untuk analisis jumlah bakteri perombak minyak, pertama-tama 11 gr contoh tanah ditimbang lalu dimasukkan kedalam 99ml aquades steril dan digojog dengan vortex. Lalu 1 ml suspense diambil dan dimasukkan dalam 9 ml aquades steril dan gojog dengan vortex. Lalu 1 ml pengenceran 10-4 10
-8

dan diinokulasikan secara aseptis kedalam 3 ml medium

minimal bushnel-hass, kemudian dinkubasikan dalam suhu kamar selama 3 minggu. Lalu dipilih 3 seri pengenceran yang menunjukkan gradasi tabung positif, lalu dicocokkan dengan table MPN untuk menentukan jumlah bakteri dalam tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Bioremediasi Limbah Minyak Bumi. [Laporan Praktikum]. Bandung: Uneversitas Padjajaran. Anonim. 2001. United States Environmental Protection Agency (2001). Use of Bioremediation at Superfund Sites. U.S. Environmental Protection Agency. Cincinnati, OH 45268. Ginting, Pedana, Ir. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Jakarta: MS.CV YRAMA WIDYA. Imaduddin, M. Fathul, 2011. Penentuan Konsentrasi Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) di bawah 1% Pada Tanah yang Tercemar Menggunakan Metode Gravimetri. [Laporan Praktikum]. Bogor: Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Mangkoedihardjo, Sarwoko. 2002. Waterhyacinth leaves indicate wastewater quality. J. Biosains, 7 (1): 10-13. Setiawan, Budi Indra. 2011. Teknik Remediasi Tanah dan Air Tanah. Bogor: Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Suprihanto Notodarmojo. 2005. Pencemaran tanah dan air tanah. Bandung : Penerbit ITB Vik EA, Bardos P, Brogan J, Edwards D, Gondi F, Henrysson T, Jensen BK, Jorge C, Marrioti C, Nathanail P, and Papassiopi N. (2001). Towards a framework for selecting remediation technologies for contaminated sites. Land Cont & Reclam, 9, 1: 119-127.

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI TANAH ACARA II BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BUMI

Disusun Oleh Ngurah Kamandanu (11537)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TANAH PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

You might also like