You are on page 1of 5

Identifikasi Personal Secara umum terdapat sembilan metode identifikasi untuk mengidentifikasi individu pada kasus-kasus forensik, yaitu

metode visual, pakaian, perhiasan, dokumen, medis, odontologi forensik, serologi, daktiloskopi (sidik jari), dan eksklusi. Seluruh metode forensik tersebut dilakukan oleh berbagai pakar dari berbagai disiplin ilmu-ilmu forensik di bawah koordinasi pihak kepolisian dimana peran dokter adalah dalam identifikasi medis, serologi, dan odontologi. Salah satu jenis pemeriksaan serologi (serologi forensik) adalah identifikasi golongan darah korban dan pelaku yang dapat dideteksi melalui suatu trace evidence seperti bercak darah/darah kering pada kasus perlukaan, semen pada kasus pemerkosaan, atau air liur/saliva pada kasus gigitan. Pada identifikasi melalui saliva ini haruslah dibuat sediaan ulas dari air liur yang masih basah maupun sudah kering yang terdapat di sekitar gigitan pada korban atau bekas gigitan (bite mark) yang dapat menampakkan pola gigitan permukaan bukalis yang berasal dari tersangka pelaku. Selanjutnya sediaan ulas tersebut harus dikirim ke laboratorium serologis, apabila saliva berasal dari individu sekretor, maka golongan darahnya dapat diketahui. Identifikasi ini disebut sebagai pelacakan dari jejak air liur atau Salivary Trace Evidence. Pendeteksian Golongan Darah ABO Pendeteksian golongan darah adalah salah satu metode identifikasi material biologi dalam penyelidikan forensik dan telah digunakan secara luas pada berbagai laboratorium forensik. Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Di antara bermacam-macam sistem golongan darah yang dikenal, sistem ABO adalah yang terpenting dan digunakan secara luas. Pembagian sistem ABO yang ditemukan oleh Landsteiner pada tahun 1901, didasarkan atas ada tidaknya substansi antigen yaitu antigen A dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia antigen B yang terdapat pada permukaan sel darah merah manusia, sehingga golongan darah manusia terbagi ke dalam 4 golongan yang terdiri atas A, B, AB, dan O. Antigen golongan darah ABO terdapat pada permukaan membran eritrosit dan merupakan bagian dari sistem imunologi. Antigen-antigen ini mungkin berupa protein, karbohidrat, glikoprotein atau glikolipid, tergantung pada sistem golongan darah. Friedenreich dan Hartmann menyimpulkan bahwa terdapat dua bentuk antigen yang berbeda,

yaitu : (a) antigen larut air (water soluble form) yang tidak ditemukan pada sel darah merah dan serum, tapi terdapat pada sebagian besar cairan tubuh dan organ dari golongan sekretor, serta (b) antigen larut alkohol (alcohol soluble form) yang terdapat pada seluruh jaringan tubuh kecuali otak dan di sel darah merah, tapi tidak terdapat pada hasil sekresi. Antigen sistem ABO ini diturunkan secara genetik di bawah pengaruh empat lokus, yaitu lokus ABO, lokus gen H, gen Se, dan gen Le. Sistem ABO ini dikendalikan oleh 3 jenis gen, yaitu A, B, dan O yang masing-masing dapat menempati lokus ABO. Gen A dan B bersifat kodominan sedangkan gen O bersifat resesif atau amorf yang tidak menghasilkan antigen. Tiap orang tua akan menurunkan satu gen ABO pada anaknya, sehingga seorang anak mempunyai sepasang gen (genotip) yang dapat dinyatakan sebagai genotip AA, BB, AB, AO, BO, atau OO. Namun pada penentuan golongan darah, kita tidak mendeteksi gen, melainkan hanya antigen yang dihasilkannya, sehingga kita tidak dapat membedakan antara genotip AA dari AO dan BB dari BO. Sistem ABO juga dikendalikan oleh 2 gen lain, yaitu H dan h, yang akan menempati lokus gen H.7 Lokus gen H ini akan mengkode sintesis core pentasakarida (bahan baku untuk sintesis gen A dan B) sehingga gen H akan membentuk antigen H sedangkan gen h bersifat resesif atau amorf. Hampir semua orang mewarisi dua gen H sedangkan gen h sangat jarang ditemukan. Nantinya kedua antigen A dan B akan menggunakan antigen H ini sebagai substrat. Gen H terdapat pada semua sel golongan darah A, B, AB, dan O. Jadi secara umum substansi H terdapat pada keempat golongan darah tersebut. Lokus gen Se menentukan apakah seseorang mensekresi antigen A, B, atau H ke dalam serum dan cairan tubuh lainnya seperti saliva, urin, dan semen. Hanya sel yang mempunyai gen Se yang dapat mensekresi antigen ABH. Sedangkan lokus gen Le (Lewis) berfungsi sebagai prekursor gen H. Substansi antigen A, B, dan H berhubungan satu dengan lainnya melalui mekanisme berikut : a. Jika individu diwarisi gen H, gen tersebut akan mengkode enzim transferase yang akan merubah substansi prekursor menjadi substansi antigen H yang mengandung Lfukose sebagai epitop terminalnya sehingga substansi ini dapat dikenal oleh antibodi. Substansi antigen H ini adalah substansi yang mula-mula disintesis selama proses sintesis molekul-molekul golongan darah. b. Jika individu hanya diwarisi gen O, gen tersebut tidak mengkode produk apapun sehingga antigen satu-satunya pada kelompok golongan darah O adalah antigen H. c. Jika individu diwarisi gen A, gen tersebut akan mengkode enzim transferase A yang berfungsi mengubah sebagian substansi H menjadi glikoprotein lain dengan cara menambah suatu ujung N-asetil-galaktosamin yang merupakan determinan antigenik

dari golongan darah A. Sehingga kelompok golongan darah A akan memiliki antigen H dan A. Gen A pada golongan darah, biasanya berupa gen A 1 atau A2. Gen A1 adalah konverter antigen H yang lebih baik, maka sel darah merah yang merupakan gen A 2 biasanya memiliki lebih banyak antigen H daripada individu dengan gen A1. d. Jika individu diwarisi gen B, gen tersebut akan mengkode enzim transferase B yang berfungsi mengubah sebagian substansi H menjadi glikoprotein lain dengan menambah ujung terminal D-galaktosa yang merupakan determinan antigenik dari golongan darah B. Sehingga kelompok golongan darah B akan memiliki antigen H dan B. e. Jika individu diwarisi kedua gen A and B, kedua gen tersebut akan beraksi sehingga kelompok golongan darah AB memiliki antigen A, B, dan H. Pendeteksian Golongan Darah ABO Melalui Saliva 1. Golongan Sekretor dan Non-sekretor Individu yang termasuk golongan sekretor adalah individu yang memiliki gen SeSe atau Sese, dimana mereka dapat mensekresikan antigen golongan darahnya pada sekresi dan cairan tubuhnya selain pada sel darah merah. Individu sekretor mensekresikan substansi antigen yang identik secara imunologik dengan substansi pada eritrositnya. Sedangkan golongan non sekretor yang memiliki genotip sese, hanya mensekresikan sedikit sekali atau tidak sama sekali antigen golongan darahnya ke cairan tubuhnya sehingga cairan tubuhnya tidak mengandung antigen tersebut. Hal ini diketahui dari penelitian Yamakami pada tahun 1926 yang menemukan adanya antigen A dan B pada saliva, lalu pada tahun 1930, Lehrs dan Putkonen menyatakan bahwa karakter tersebut bersifat dimorphic dengan ditemukannya golongan nonsekretor yang tak memiliki antigen pada salivanya, selain golongan sekretor. Beberapa ahli kemudian menemukan bahwa substansi antigen golongan darah tersebut tidak hanya terdapat pada sel darah merah, tapi tersebar secara meluas pada seluruh tubuh manusia, baik pada jaringan lunak maupun keras. Selain itu substansi A, B, dan H juga terdapat sebagai mukopolisakarida dalam sekresi kelenjar seperti saliva, keringat, dan cairan lambung. Pada akhirnya diketahui bahwa sekresi mukopolisakarida ini dikontrol oleh gen Se dan se, dimana Se dominan terhadap se. Pada individu sekretor, penentuan golongan darah selain dapat dilakukan menggunakan sampel darahnya, juga dapat dilakukan menggunakan sampel cairan tubuh seperti saliva, dimana antigen pada

cairan tubuhnya biasanya terdapat dalam bentuk larut (soluble form glycoprotein). Sedangkan pada individu non-sekretor, penentuan golongan darahnya hanya dapat dilakukan dengan prosedur konvensional menggunakan sel darah merahnya. 2. Penentuan Status Sekretor Untuk mengetahui apakah seseorang itu bersifat sekretor atau nonsekretor dapat ditentukan dengan tes penentuan status sekretor ( secretory test). Pada tes ini prinsip yang digunakan adalah Aglutinasi-inhibisi, yang prosesnya terdiri dari 2 tahap, yaitu: a. Penetralan antibodi Pada tahap ini saliva dicampur dengan antiserum komersial (Anti-A atau AntiB) yang telah dilarutkan dengan aquades sehingga titer antibodinya akan mendekati level antigen di dalam saliva, kemudian biarkan untuk beberapa waktu agar keduanya bereaksi. Jika subyeknya sekretor maka antigen golongan darah yang larut dalam saliva akan bereaksi dengan dan menetralkan antibodi dalam antiserum. b. Aglutinasi-inhibisi Pada tahap selanjutnya ditambahkan sel darah merah sesuai dengan golongan darah yang akan dites ke dalam campuran tersebut. Jika subyeknya sekretor, maka tidak terjadi aglutinasi sebab tidak ada lagi antibodi yang tersisa untuk menggumpalkan sel darah merah, karena sebelumnya telah bereaksi dengan antigen golongan darah di dalam saliva. Reaksi yang menunjukkan aglutinasi negatif ini diinterpretasikan status sekretornya positif. Namun jika subyeknya nonsekretor, maka tidak ada antigen golongan darah di dalam saliva sehingga antibodi di dalam antiserum tidak akan dinetralkan dan akan bebas bereaksi dengan sel darah merah yang ditambahkan. Reaksi aglutinasi positif menunjukkan hasil tes status sekretor yang negatif. 3. Metode Pendeteksian Golongan Darah Menggunakan Saliva Pendeteksian golongan darah melalui material selain darah dapat dilakukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan metode absorpsi-inhibisi (untuk cairan tubuh, misal : saliva, semen, dan sebagainya), absorpsi-elusi (untuk bahan padat, misal : tulang, rambut, gigi, dan sebagainya), dan absorpsi campuran (untuk bahan padat). Pendeteksian golongan darah dengan cara aglutinasi langsung tidak mungkin dilakukan untuk deteksi antigen dalam cairan tubuh seperti pada saliva. Hal ini

dikarenakan antigen/substansi golongan darah dalam cairan tubuh terdapat dalam bentuk yang larut (soluble form). Metode yang digunakan untuk pemeriksaan golongan darah melalui saliva adalah metode absorpsi-inhibisi, yaitu bila terdapat suatu bahan yang mengandung antigen yang sesuai dengan antiserum yang ditambahkan maka akan terjadi proses absorpsi yang spesifik. Proses absorpsi ini akan mengakibatkan titer antiserum berkurang (inhibisi). Sehingga jika kemudian ditambahkan sel darah merah yang sesuai kepada antiserum yang telah terikat dengan antigen dalam bahan, maka tidak akan ditemukan aglutinasi karena antiserum telah berikatan dengan antigen dalam bahan sehingga tidak dapat lagi berikatan dengan antigen pada dinding sel darah merah. Inhibisi aktifitas antiserum ini ditentukan dengan membandingkannya dengan titer antiserum mula-mula. Pemeriksaan golongan darah mempunyai berbagai manfaat dan mempersingkat waktu dalam identifikasi. Golongan darah penting untuk diketahui dalam hal kepentingan transfusi, donor yang tepat serta identifikasi pada kasus kedokteran forensik seperti identifikasi pada beberapa kasus kriminal

You might also like