You are on page 1of 6

PENDAHULUAN Traumatik injuri pada rongga mulut dan sekitarnya merupakan kasus yang banyak terjadi di kalangan anak

dan remaja, sehingga mernbutuhkan perhatian baik dan teliti mengenai perawatan dari dokter gigi. Cedera traumatik pada anak dikatakan hampir 30 persen anak pernah mengalami trauma pada gigi dan wajah pada saat bermain, berolah raga atau aktivitas lainnya. Trauma yang melibatkan gigi depan tetap atas sering terjadi pada usia 8 sampai 12 tahun. Penyebab trauma pada gigi permanen antara lain jatuh dari sepeda, berkelahi, kecelakaan lalu lintas dan olahraga. Gigi yang mengalami trauma harus diperiksa apakah gigi tersebut mengalami fraktur, kegoyangan, perubahan posisi, cedera pada ligamen periodontal dan tulang alveolar, serta trauma pada jaringan pulpa. Periksa pula adanya kemungkinan keterlibatan gigi yang berada di rahang lawannya. Keparahan trauma pada gigi geligi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yang salah satu diantaranya adalah lepasnya seluruh bagian gigi dari soket atau yang biasa kita sebut dengan avulsi. Untuk menanganinya, dokter gigi perlu melakukan suatu tindakan untuk mengembalikan gigi ke dalam soketnya semula, tindakan ini disebut replantasi gigi. Golden periode untuk melakukan replantasi gigi adalah 2 jam setelah gigi tersebut terlepas. Apabila gigi direplantasi lebih dari 2 jam, kemungkinan gigi akan menjadi non vital sehingga gigi tersebut perlu dilakukan perawatan endodontik setelah difiksasi. Bila gigi avulsi tidak segera dirawat, secara signifikan dapat menimbulkan dampak negatif bagi anak, yaitu gangguan fungsi, estetis, dan psikologi. Keberhasi1an perawatan dari gigi yang avulsi tergantung dari berapa lama terjadinya, tempat kejadian, tindakan apa yang dilakukan pertama kali ketika terjadinya gigi avulsi dan bagaimana cara penanganan gigi avulsi tersebut. Prognosis dari trauma yang meliputi gigi dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu tingkat kerusakan atau luas dari kerusakan yang dialami, apakah kerusakan yang dialami meliputi jaringan lain di sekitar gigi, seperti jaringan lunak maupun jaringan keras seperti tulang rahang, kualitas dan kesegeraan dari perawatan yang dilakukan setelah terjadi trauma serta evaluasi dari penatalaksanaan selama masa penyembuhan. TELAAH PUSTAKA 1. Definisi Ellis dan Davey (1970) mengkategorikan cedera traumatik gigi depan ke dalam 9 klasifikasi. Kelas 1 sampai 8 merupakan bentuk trauma untuk gigi depan tetap,sedangkan kelas 9 khusus untuk gigi depan sulung. Avulsi didefinisikan sebagai keluarnya seluruh gigi dari soket akibat trauma. Secara klinik dan foto ronsen, gigi tidak ada di dalam soket (Dalimunte,2003). Tulang alveolar, sementum, ligament periodontal, gingiva, dan pulpa akan mengalami kerusakan pada saat gigi secara total keluar dari soketnya (Jacobsen, 2003). Tercabutnya gigi dari soketnya akibat trauma menyebabkan terputusnya ligament-ligamen periodontal dan suplai darah ke jaringan pulpa. Sebagai akibatnya pulpa gigi mengalami nekrosis dan periodonsium rusak parah (Ram D, 2004). Kehilangan gigi tersebut signifikan dan dapat menimbulkan dampak negatif. Selain mengalami gangguan fungsi dan estetis, psikologis juga dapat terganggu karena akan merasa tidak percaya diri akibat hilangnya gigi (Dalimunte,2003). 1. Penyebab Gigi Avulsi Avulsi pada gigi permanen biasanya terjadi pada anak lelaki usia 7-10 tahun. Penyebab yang khas biasanya karena kecelakaan bersepeda, bermain skateboard dan olahraga-olahraga lain. Pada usia 710 tahun, akar pada gigi permanen belum sepenuhnya matur, struktur jaringan periodontal masih longgar dan hubungan akar dengan tulang alveolar masih lemah, serta tulang alveolar relatif lunak. Berbeda dengan orang dewasa yang memiliki akar yang sudah matur, jaringan periodontal yang kuat, serta tulang alveolar yang kuat sehingga lebih cenderung mengalami fraktur gigi daripada avulse (King dan Henretig, 2008). Gutmann dan Gutmann (1995) memaparkan penyebab gigi avulse adalah: (1) Kecelakaan lalu lintas; (2) Perkelahian; (3) Jatuh; (4) Kecelakaan olahraga; (5) Kerusakan jaringan periodontal; dan (6) Penyakit sistemik, seperti diabetes melitus 1. Perawatan Gawat Darurat Gigi Avulsi

Perawatan yang disarankan untuk gigi avulsi menurut Weine (2004) dibagi menjadi tiga tahap, yaitu perawatan darurat pada daerah yang terkena trauma, perawat darurat di tempat praktek dokter gigi, dan penyelesaian perawatan endodontic. 1. Tindakan darurat di tempat kejadian Kerusakan yang terjadi pada attachment apparatus akibat trauma tidak dapat dicegah, tetapi dapat diminimalisasi. Tindakan utama yang dilakukan dimaksudkan untuk meminimalkan nekrosis yang terjadi di ligamentum periodontal, sementara gigi lepas dari rongga mulut. (Trope, 2002). Gigi yang mengalami avulsi harus cepat dikembalikan pada soketnya atau yang sering disebut dengan istilah replantasi. Faktor yang paling penting untuk memastikan keberhasilan dari replantasi adalah kecepatan gigi tersebut dikembalikan ke dalam soketnya. Sangat penting untuk mencegah agar gigi yang avulsi tidak kering. Kondisi gigi yang kering akan menyebabkan hilangnya metabolisme fisiologis normal dan morfologi sel-sel ligamentum periodontal. Oleh karena itu waktu yang diperlukan untuk mengembalikan gigi pada soketnya tidak boleh lebih dari 15-20 menit. Apabila dalam jangka waktu tersebut gigi tidak dapat dikembalikan pada soketnya, maka gigi harus cepat disimpan dalam media yang sesuai sampai pasien bisa ke klinik gigi untuk replantasi. (Trope, 2002). Perawatan gawat darurat pada daerah yang terkena trauma ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Hasil yang bagus diperoleh bila gigi di replantasi segera setelah terjadi avulsi. Gigi yang mengalami avulsi harus cepat dikembalikan pada soketnya atau yang sering disebut dengan istilah replantasi. Faktor yang paling penting untuk memastikan keberhasilan dari replantasi adalah kecepatan gigi tersebut dikembalikan ke dalam soketnya. Sangat penting untuk mencegah agar gigi yang avulsi tidak kering. Kondisi gigi yang kering akan menyebabkan hilangnya metabolisme fisiologis normal dan morfologi sel-sel ligamentum periodontal. Oleh karena itu waktu yang diperlukan untuk mengembalikan gigi pada soketnya tidak boleh lebih dari 15-20 menit. (Trope, 2002). Orang tua, guru, atau orang dewasa lain yang bertanggungjawab sebaiknya secepat mungkin menempatkan kembali gigi yang mengalami avulsi ke soketnya. Pengembalian ini sangat membantu proses penyembuhan pasien. Apabila seseorang menelpon anda dan mengatakan bahwa ada seseorang yang giginya luksasi, cobalah meminta orang dewasa di sana untuk mengembalikan gigi ke soketnya. Bahkan bila gigi tersebut sudah terkontaminasi, karena tercampur lumpur atau terkena kotoran hewan, cobalah meminta orang dewasa untuk mengembalikan gigi tersebut ke soket, tanpa disterilisasi terlebih dahulu, tidak boleh dibersihkan dengan sabun atau detergen. Gigi harus dibersihkan di bawah air yang mengalir sehingga kotoran hilang, tetapi tidak boleh ada jaringan gigi yang hilang (Weine, 2004). 2. Setelah dibersihkan, jika dibutuhkan, gigi dengan lembut dan cepat dikembalikan ke dalam soketnya dengan memegang hanya pada bagian mahkotanya saja. Dokter gigi harus segera dihubungi dan pasien harus datang ke tempat praktek dokter gigi secepat mungkin. Handuk kecil atau sesuatu yang lembut bisa diletakkan pada bagian oklusal atau incisal gigi yang telah di replantasi dan ditahan supaya gigi tetap pada soketnya selama perjalanan menuju tempat praktek dokter gigi (Weine, 2004). 3. Apabila tidak memungkinkan untuk melakukan replantasi, sebaiknya gigi diletakkan pada suatu media untuk menyimpan gigi atau transport medium dan di bawa ke tempat praktek dokter gigi. Media yang bisa digunakan adalah Hanks Balanced Salt Solution(HBSS), Via span, saliva, susu, dan air. 1. HBSS merupakan media yang paling sering digunakan. 85,3% gigi yang avulse berhasil dilakukan replantasi dengan menyimpan gigi pada media tersebut. HBSS terdiri dari sodium klorid, glukosa, potassium klorida, sodium bikarbonat, sodium fosfat, kalsium klorid, magnesium klorid, dan magnesium sulfat. HBSS mampu menjaga dan mempertahankan sel-sel jaringan perodiontal yang menempel pada gigi. 2. Via span digunakan karena mampu menjaga vitalitas fibroblas.

3. Saliva digunakan sebagai media, sebab saliva merupakan cairan yang kerap berkontak dengan gigi dan bagian dari rongga mulut. Gigi yang avulse dapat diletakan di dalam rongga mulut atau di dasar lidah. Tetapi teknik ini sebaiknya digunakan pada orang dewasa atau remaja, sebab jika dilakukan pada anak-anak dikhawatirkan gigi tersebut akan tertelan. 4. Susu terdiri dari berbagai macam antigen yang dapat melawan reaksi negatif .. 5. Air adalah media yang dapat digunakan kapan pun dan di mana pun. Air mampu menurunkan kecepatan kematian jaringan periodontal. 4. Tindakan yang dilakukan di klinik gigi Emergency visit Tujuan dari emergency visit (tindakan darurat) adalah untuk mereplantasi gigi dengan kerusakan sel yang seminimal mungkin karena akan menyebabkan inflamasi dan memaksimalkan jumlah sel ligamen periodontal yang memiliki potensi untuk meregenerasi dan memperbaiki kerusakan pada permukaan akar (Trope, 2002). Diagnosis and Treatment Planning o Pemeriksaan gigi yang avulsi Suatu media khusus yang dapat digunakan untuk menyimpan gigi sebelum direplantasi adalah Hanks Balanced Salt Solution (HBSS). Media ini terbukti dapat mempertahankan vialbilitas serabut periodontal dalam jangka waktu yang lama. Selain itu dapat juga digunakan susu atau salin fisiologis (Trope, 2002). Pemeriksaan Soket dan Tulang Alveolar Pemeriksaan soket dilakukan untuk meyakinkan bahwa kondisinya masih bagus dan memungkinkan untuk dilakukan replantasi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menekan (palpasi) pada permukaan fasial dan palatal dari soket. Selanjutnya, soket dibersihkan dengan larutan salin dan ketika gumpalan darah dan debris yang berada di dalamnya sudah bersih, periksa dinding soket apakah terjadi abses atau kolaps. Penting juga dilakukan pemeriksaan tulang alveolar untuk mengetahui apakah terjadi fraktur atau tidak (Trope, 2002). Dianjurkan pula untuk melakukan pemeriksaan radiografis pada soket dan daerah sekitarnya, termasuk jaringan lunak. Three vertical angulation diperlukan untuk mendiagnosis fraktur horizontal pada akar gigi (Trope, 2002). Tahap kedua adalah perawatan gawat darurat saat pasien sudah di tempat praktek dokter gigi. Pada tahap ini hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: 1. Ketika pasien sampai di tempat praktek, gigi diletakkan di gelas yang berisi larutan saline (sedikit garam dimasukkan pada air akan menghasilkan salinitas sekitar 0,7%). Seperti prosedur pada umumnya, perlu dilakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat kesehatan psien, periksa area gigi dan lakukan rontgen gigi secepat mungkin. Apabila gigi sudah dikembalikan ke soketnya, dan tempatnya sudah sesuai, nyaman, maka gigi tersebut tinggal di splinting saja (Weine, 2004). 2. Apabila gigi belum direplantasi, dokter gigi tidak boleh mengkuretase gigi atau mensterilisasi bagian akar atau soket gigi. Gigi dipegang sepanjang waktu pada bagian mahkotanya saja dengan sponge yang telah diberi saline. Buang dengan lembut debris pada permukaan akar dengan sponge basah. Irigasi soket dengan saline dan jangan membuat akses untuk kavitas, jangan memotong bagian akar serta jangan sampai terjadi apikal penestrasi (Weine, 2004). 3. Secepat mungkin, gigi avulsi direplantasi pada soket dengan sponge. Cek gigi tesebut dengan rontgen. Lakukan splinting dengan soft arch wire dan dengan etsa asam. Pasien diberi informasi untuk mengkonsumsi makanan lunak dahulu (tidak boleh makan makanan seperti apel, cangkang udang/kepiting, sandwich tertentu). Makanan yang dianjurkan seperti ice cream, ice milk, hamburger yang lunak (Weine, 2004). Teknik splinting memungkinkan gerakan fisologis gigi selama selama penyembuhan dan akan mengurangi insidensi ankylosis. Teknik splinting yang direkomendasikan adalah fiksasi semi-rigid selama 7-10 hari (Trope 2002) Gigi yang mengalami avulsi perlu dilakukan perawatan endodontik. Penyelesaian perawatan endodontic tersebut meliputi:

1. Satu minggu setelah replantasi, siapkan akses kavitas, lakukan saluran akar debridement dan preparasi berdasarkan panjang akar dari foto rontgen yang telah dilakukan sebelumnya, lalu tumpat dengan tumpatan sementara seperti ZOE. Pada gigi dengan apikal yang belum tertutup sempurna, maka tidak dilakukan ekstirpasi karena pulpa tersebut akan mengalami revitalisasi untuk melanjutkan perkembangan apikal. Bila pulpa tersebut kemudian menjadi nekrosis, maka canal debridement dan prosedur apeksifikasi dapat dilakukan. Untuk mencegah ankilosis, ambil splin pada akhir perawatan. 2. Dua minggu setelah replantasi, tempatkan pasta kalsium hidroksida pada saluran akar untuk mencegah dan mengurangi eksternal resorpsi. Bila pasta kalsium hidroksida ditempatkan terlalu cepat, sebelum ligamen periodontal mengalami regenerasi, hal ini dapat meningkatkan resorpsi. 3. Setelah ligamen periodontal dan apek terlihat terbentuk kembali pada pemeriksaan radiograf, di mana biasanya memakan waktu 3-6 bulan, buka kembali gigi tersebut. Bersihkan kembali dinding saluran akar dengan sedikit preparasi dan isi dengan gutta-percha dan sealer. Inisial kontrol pada bulan pertama, kemudian dilanjutkan setiap tiga bulan. Eksternal resorpsi biasanya terjadi pada tahun pertama. 1. Replantasi setelah periode ekstraoral Pada beberapa kasus, terkadang memang sulit untuk menempatkan kembali secara cepat gigi yang avulsi. Seringkali gigi tidak ditemukan hingga beberapa jam atau beberapa hari kemudian. Kemungkinan karena kecelakaan yang terjadi berada jauh dari tempat praktek gigi terdekat. Bila gigi tidak dapat ditemukan dalam beberapa jam, maka treatment endodontik dapat dilakukan sebelum replantasi. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa semakin cepat gigi dikembalikan ke tempat asalnya, itu akan lebih baik. Jaringan pulpa mungkin akan hilang dan hal ini dapat ditanggulangi dengan treatment seperti yang telah dijelaskan pada awal tahap ke-3, yaitu dengan menyimpan gigi yang avulsi pada suatu media. 1. Perawatan endodontik pada gigi avulsi 2. Gigi dengan apeks terbuka dan telah berada di luat mulut selama kurang dari 2 jam Replantasi dilakukan dalam usaha untuk merevitaslisasi pulpa Kontrol tiap 3-4 minggu untuk mendeteksi adanya keganasan Jika terdapat keganasan, bersihkan saluran akar dan isi dengan kalsium hidroksida (apeksifikasi) 1. Gigi dengan apeks terbuka dan telah berada di luat mulut selama lebih dari 2 jam Bersihkan saluran akar dan isi dengan kalsium hidroksida Kontrol dalam 6-8 minggu 1. Gigi dengan apeks tertutup sempurna atau sebagian dan berada di luar mulut kurang dari 2 jam Ambil jaringan pulpa dalam 7-14 hari Medikasi saluran akar dengan kalsium hidroksida Obturasi dengan gutta percha dan sealer setelah 7-14 hari medikasi 1. Gigi dengan apeks tertutup sempurna atau sebagian dan berada di luar mulut lebih dari 2 jam Perawatan saluran akar baik intraoral maupun ekstraoral Jika dilakukan secara ekstraoral, hindari cedera kimiawi maupun mekanis pada permukaan akar

1. 2. 3.

1. 2. 3.

PROSES PENYEMBUHAN LUKA DAN TULANG Luka atau jejas merupakan setiap pengaruh yang timbul terhadap sel yang mengakibatkan gangguan keseimbangan hidup (homeostasis) sel. Sel yang terluka akan mengalami perubahan-perubahan, yaitu: perubahan pada tingkat molekuler sel (ultra struktur), gangguan biokimiawi sel, gangguan struktur atau morfologi sel, serta gangguan pada fungsi sel, timbulnya tanda-tanda dan gejala klinis dari suatu penyakit. Cedera jaringan lunak rongga mulut. Cedera pada mukosa mulut serupa dengan cedera pada kulit. Luka-luka pada rongga mulut sering terdapat pada lidah dan mukosa bibir, biasanya karena tergigit sendiri atau terhimpit diantara gigi dan trauma eksternal. Terkadang terjadi luka gingiva pada daerah yang mengalami fraktur dengan pergeseran yang ekstensif, dan pada gigi yang luksasi/avulsi. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang rumit dan dinamis yang bertujuan untuk membentuk kembali atau menggantikan struktur sel dan lapisan jaringan yang rusak Tiga kategori penyembuhan luka. 1. Penyembuhan Primer Terjadi bila terdapat sedikit jaringan yang hilang, seperti pada proses repair pada luka karena tindakan bedah, atau pada laserasi yang bagian tepinya dirapatkan oleh plester kulit. 2. Penyembuhan Sekunder Pada proses penyembuhan ini jaringan tebal luka mulai menutup dan sembuh. 3. Penyembuhan Tersier Penyembuhan ini terjadi bila bagian tepi luka tidak kembali secepatnya, maka akan terjadi keterlambatan pada proses penyembuhan primer. Pada proses fisiologis penyembuhan luka pada jaringan lunak, terdiri dari 3 fase utama, yaitu: Fase Inflamasi Fase Proliferasi Fase Maturasi atau Remodeling INFLAMASI Merupakan aktivitas infiltrasi sel-sel Terdapat sel-sel neutrofil, makrofag, limfosit, dll Fase Inflamasi (0 3 hari /72 jam pertama) PROLIFERASI Fase proliferasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu: Angiogenesis Epitelisasi Fibroblasia Contraction Epitelialisasi Proses ini diawali dengan penyebaran sel-sel dalam 12-24 jam, setelah terjadinya luka. Pembagian selsel perifer terjadi pada 48-72 jam berikutnya, yang terjadi pada sel epitel berlapis pipih, yang menjembatani luka. Faktor-faktor pertumbuhan epidermal sangat berperan dalam proses penyembuhan luka ini. Tapi, pembentukan jaringan baru, terjadi pada 10-14 hari kemudian. Angiogenesis Angiogenesis distimulasi oleh oleh TNF-, yang ditandai dengan adanya migrasi, mitosis, dan maturasi oleh sel-sel endothelial dan pembentukan kapiler. Fibroplasi Fibroplasia mulai terjadi 3-5 hari setelah terjadi luka dan dapat berlangsung selama 14 hari. Pada hari ke 5-7, fibroblas telah bermigrasi pada luka dan membentuk kolagen baru tipe I dan III.

Kontraksi Kontraksi dimulai hampir bersamaan dengan sintesis kolagen. Kontraksi merupakan pergerakan luka untuk menutup. Kontraksi berlangsung 5-15 hari setelah terjadinya luka. Sekitar tiga minggu setelah terjadi luka, luka mengalamin perubahan yang spontan. Perubahan ini yang disebut dengan remodeling Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh sendiri(endogen) atau berasal dari luar tubuh(eksogen). Sedang pada buku lain di sebutkan ada 4 penyebab gangguan penyembuhan luka(1)dari dalam tubuh, (2) jaringan nekrotik, (3)iskemia, (4) tegangan luka. Pada luka dengan renggangan atau tegangan ini biasanya dilakukan penjahitan atau suturing agar luka lebih cepat menutup. BONE HEALING Sel-sel tulang terdiri atas asteoblas, osteosit, osteoklas, unsure organic dan unsure anorganik. Osteoblas merupakan sel pembentuk tulang. Osteosit merupakan sel tulang dewasa. Osteoklas merupakan sel pemakan tulang. Ada 2 faktor yang penting dalam bone healing yaitu vaskularisasi dan immobility. Proses pemulihan atau osteosintesa terdiri dari tiga tahap, yaitu: Inflamasi Perbaikan atau perombakan Remodeling Pada tahap inflamasi hematoma terbentuk pada fraktur sesaat beberapa waktu pertama dan berlanjut beberapa hari. Pada tahap perbaikan, fibroblas mulai terbentuk pada stroma yang dapat mendukung pertumbuhan vaskuler. Penyembuhan fraktur terbentuk sempurna pada tahap remodeling.

You might also like