You are on page 1of 57

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang Ahli Psikiatri dan Neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary. Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku (Price dan Wilson, 2006). Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang soial ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit degeneratif otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi yang merupakan penyebab utama demensia. Di negara maju seperti Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita penyakit Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat sampai hampir 4 kali pada tahun 2050.Sedangkan di Indonesia sekitar satu juta penduduk Indonesia menderita penyakit Alzheimer sebagaimana dinyatakan oleh ahli psikiatri geriatri FKUI-RSCM, Dr dr Martina WS Nasrun SpKJ (K). Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2011, menunjukkan

sekitar satu juta penduduk Indonesia menderita alzheimer. Meskipun data tersebut masih angka estimasi, namun kondisi ini masih dapat terus bertambah seiring berjalannya waktu. Setiap empat detik akan muncul satu kasus baru mengenai Alzheimer di dunia. Dengan kondisi seperti ini, dapat diprediksi pada 2050 penderita Alzheimer di Indonesia bisa mencapai tiga juta kasus kata Martina. Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer dan kedua oleh cerebrovaskuler. Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemik. Jadi ................................... B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang kami dapatkan yaitu : a. Apa yang dimaksud dengan Alzheimer? b. Apasaja Etiologi dari Alzheimer? c. Bagaimana patofisiologi dari Alzheimer? d. Apasaja Manifestasi Klinis Alzheimer? e. Apa saja Penatalaksanaan Alzheimer? f. Apasaja Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer? g. Bagaimana Pencegahan Alzheimer? h. Bagaimana Prognosis Alzheimer? i. Apa saja Komplikasi Alzheimer ? j. Bagaimana konsep tentang Asuhan Keperawatan Alzheimer? k. Bagaimana Asuhan Keperawatan Semu Alzheimer? B. Tujuan 1. Tujuan instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer) 2. Tujuan Instruksional Khusus a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Definisi Alzheimer b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Etiologi Alzheimer

c. Mahasiswa Alzheimer

mampu

menjelaskan

tentang

Patofisiologi

d. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Manifestasi Klinis Alzheimer e. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Penatalaksanaan Alzheimer f. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Pemeriksaan

Diagnostik Alzheimer g. Mahasiswa Alzheimer h. Mahasiswa Alzheimer i. Mahasiswa Alzheimer j. Mahasiswa mampu memahami konsep tentang Asuhan Keperawatan Alzheimer mampu menjelaskan tentang Komplikasi mampu menjelaskan tentang Prognosis mampu menjelaskan tentang Pencegahan

BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Penyakit Alzheimer(AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT). Penyakit ini menyebabkan sedikitnya 50 semua demensia yang diderita lansia

(Lamy,1992). Kondisi ini merupakan penyakit neurologis degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba-tiba dan ditandai dengan

penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku dan efek. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. (Brunner & Suddarth, 2002).

Gambar 1: Perbedaaan neuron antara orang normal dengan Alzheimer Penyakit Alzheimer adalah penyakit pada syaraf yang sifatnya irreversible akibat penyakit ini berupa kerusakan ingatan, penilaian, pengambilan keputusan, orientasi fisik secara keselurahan dan pada cara berbicara. Diagnosa yang didasarkan pada ilmu syaraf akan penyebab kepikunan hanya dapat dilakukan dengan cara otopsi. Tanda-tanda umum yang muncul berupa hilangnya neuron, pikun, cairan ektraseluler yang mengandung peptida amyloid dan kusutnya neurofibril serta terjadinya hiperfosforilasi dari mikrotubular protein tau. Amyloid pada senile plaques adalah hasil dari potongan-potongan protein yang lebih besar, prekursor protein -amyloid, tiga seri enzim protease yaitu -,- dan -sekretase. sekretase secara khas muncul dan bertanggung jawab dalam pembentukan peptida -amyloid -A42- yaitu 42 gugus asam amino yang memiliki arti patogenetik penting karena berupa serat toksik yang tak larut dan terakumulasi dalam bentuk senile plaques berupa massa serabut amyloid pada korteks celebral yang diisolasi dari pasien Alzheimer. Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas. B. Etiologi Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi

protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika. Di tahun 1987, kromosom 21 pertama kali diketahui mempunyai implikasi pada beberapa keluarga dengan penyakit alzheimer familial awitan-dini (FAD). Penyakit alzheimer mulai pada usia 50 tahun. Tapi kebanyakan orang dengan AD, mulai menderita pada usia di atas 65 tahun.(Brunner & Suddarth, 2002). Penyakit Alzheimer dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: 1. Faktor genetik Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus

alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan mempunyai garis pertama pada keluarga demensia 6 penderita kali alzheimer besar

resiko

menderita

lebih

dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan marker kolinergik pada

jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki alzheimer. Pada sporadik non familial (5070%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer. 2. Faktor infeksi Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain: a. manifestasi klinik yang sama b. Tidak adanya respon imun yang spesifik c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat d. Timbulnya gejala mioklonus e. Adanya gambaran spongioform

3. Faktor lingkungan Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan Neurofibrillary Tangles (NFT) dan Senile Plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita

alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron. 4. Faktor imunologis 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas. 5. Faktor trauma Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles. 6. Faktor neurotransmiter Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita

alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti: a. Asetilkolin Penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter

dengan cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta

penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks

frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer. b. Noradrenalin Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Konsentrasi

noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita alzheimer. c. Dopamin Pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio

hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan

histopatologi regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda. d. Serotonin Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil

metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada

nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus hipotalamus sedangkan berkurang pada sangat posterior minimal.

peraventrikuler

Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis. e. MAO (Monoamine Oksidase) Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus basalis dari meynert. C. Patofisiologi Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer. Antara lain serabut neuron yang kusut (massa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senil atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prekursor amiloid [APP]. Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan serupa juga dijumpai pada tonjolan kecil jaringan otak normal lansia. Sel utama yang terkena penyakit ini adalah yang menggunakan

neurotransmiter asetilkolin. Secara biokimia, produksi asetilkolin yang dipengaruhi aktifitas enzim menurun. Asetilkolin terutama terlihat dalam proses ingatan. Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hipokampus, serta penimbunan

amiloid dalam pembuluh darah intrakranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (struktural) dan biokimia pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein tau. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat

pembentuk struktural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer. Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (Abeta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel-sel glia yang akhirnya membentuk fibril fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak.

Pada musim gugur tahun 1993, FDA mengesahkan obat alzheimer yang pertama, Tacrine hydrocloride, untuk menanggani gejala penyakit alzheimer. Obat ini akan memperkuat asetilkolin di otak dan telah dibuktikan dengan dua percobaan klinis dengan hasil membaiknya ingatan pada penyakit alzheimer ringan sampai sedang. Karena penggunaan obat ini dapat mengakibatkan hepatotoxic, maka pemberiannya harus dimonitor (FDA Medical Bulletin,1993). D. Manifestasi Klinis Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya. Penyakit terjadi pada usia 40-90 tahun. a. Tidak ada kelainan sistemik atau penyakit otak lainnya. b. Tidak ada gangguan kesadaran. c. Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi. d. Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan kelenjar tiroid (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008). Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali menutup-nutupi hal itu dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan biasanya akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka yang mulai khawatir akan penurunan daya ingat. Mereka awalnya belum mencurigai adanya problem besar di balik kepikunan yang dialami pasien, tetapi kemudian tersadar bahwa kondisinya sudah parah. Gejala klinis pada penyakit Alzheimer dapat terlihat sebagai berikut: 1. Kehilangan daya ingat/memori, terutama memori jangka pendek. Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia

bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya. Tetapi masalah ingatan yang berhubungan dengan Alzhaimer berlangsung lama dan buruk. Orang-orang dengan Alzhaimer mungkin: Mengulangi sesuatu yang telah dikerjakannya Sering lupa akan ucapan dan janji yang dilakukannya Sering salah menaruh sesuatu, sering menaruh sesuatu di tempat yang tidak wajar Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita Alzheimer dapat

meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada kotak gula. Pada akhirnya lupa dengan nama anggota keluarga dan benda-benda yang biasa digunakan dalam kesehariannya. 2. Bermasalah ketika berpikir secara abstrak Orang dengan Alzheimer bermasalah dalam berpikir mengenai suatu hal terutama dalam bentuk angka. 3. Kesulitan dalam menemukan kata yang tepat/kesulitan berbahasa Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa untuk menyampaikan pemikiran mereka atau ketika mereka terlibat pembicaraan. Pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis mereka.

4. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa. Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan makanan. 5. Disorientasi waktu dan tempat Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah

familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang. 6. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau sebaliknya. 7. Hilang kemampuan dalam menilai Menyelesaikan masalah sehari-hari merupakan hal yang sulit dan menjadi bertambah sulit sampai akhirnya adalah sesuatu yang dirasa tidak mungkin bagi mereka yang memiliki Alzheimer. Alzheimer memiliki karakteristik sangat sulit untuk melakukan sesuatu yang membutuhkan perencanaan, pengambilan keputusan dan penilaian. 8. Perubahan tingkah laku. Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima. 9. Perubahan perilaku Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu. 10. Kehilangan inisiatif Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya (Yulfran, 2009).

11. Perubahan kepribadian Orang dengan Alzheimer menunjukkan: Perubahan suasana hatiHilang kepercayaan terhadap orang lain. Meningkatnya sikap keras kepala Depresi Gelisah.

Agresif Pada penderita Alzheimer pada akhirnya akan membutuhkan bantuan untuk semua aspek kehidupannya.

E. Penatalaksanaan 1) Non Farmakodinamik Intervensi oleh perawat ditujukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kognitif optimal, meningkatkan keselamatan fisik, menurunkan ansietas dan agitasi, memperbaiki komunikasi dan meningkatkan kemandirian dalam aktifitas asuhan-diri, memberikan kebutuhan sosialisasi dan keintiman pasien, menjaga pemenuhan gizi yang memadai, mengatasi gangguan pola tidur, dan mendukung serta mendidik pemberi perawatan dalam keluarga. a. Mendukung Fungsi Kognitif Karena kemampuan kognitif pasien menurun, maka perawat harus memberikan lingkungan yang kalem dan mudah dikenali yang membantu pasien menginterpretasi lingkungan sekitar dan aktifitasnya. Cara berbicara yang tenang, menyenangkan dan dengan memberikan penjelasan jelas dan sederhana, ditambah dengan penggunaan alat bantu dan isyarat ingatan akan membantu meminimalkan kebingungan dan disorientasi serta memberikan rasa aman kepada pasien.

b. Peningkatan Keamanan Fisik Lingkungan yang aman akan memungkinkan seseorang bergerak sebebas mungkin dan menghilangkan

kekhawatiran keluarga yang mencemaskan mengenai keamanan. Untuk menghindari jatuh atau kecelakaan lain, semua sumber bahaya yang jelas harus dihilangkan. Lampu

tidur, lampu pemanggil, dan tempat tidur rendah digunakan saat tidur. Pasien harus mengenakan gelang atau kalung identitas untuk berjaga-jaga seandainya ia terpisah dari pengasuhnya. c. Mengurangi Ansietas dan Agitasi Meskipun kehilangan kognitif cukup parah, namun ada saat di mana pasien sadar akan cepat menghilangnya segala kemampuannya. Karena rekreasi penting, pasien didorong untuk melakukan menikmati aktivitas sederhana. Hobi dan aktivitas (berjalan-jalan, olahraga, bersosialisasi) dapat memperbaiki kualitas hidup. Lingkungan harus diusahakan sederhana, yang

dikenal, dan bebas kebisingan. Kegembiraan dan kelam pikir bisa sangat menjengkelkan dan dapat mencetus keadaan kombatif, agitasi yang dikenal sebagai reaksi katastropik(reaksi berlebihan terhadap stimulus yang berlebihan). Selama reaksi tersebut, pasien akan berespons dengan cara berteriak, menangis, atau menjadi kasar (menyerang secara fisik atau verbal). d. Meningkatkan Komunikasi Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tetap tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan mengorganisasi dan mengekpresikan pikiran. Kadang pasien dapat menunjuk suatu objek atau menggunakan bahasa nonverbal untuk berkomunikasi. Rangsangan taktil seperti pelukan atau tepukan pada tangan

biasanya diterjemahkan sebagai tanda afeksi, perhatian dan keamanan. e. Meningkatkan Kemandirian dalam Aktivitas PerawatanDiri Perubahan patofisiologis pada korteks serebri

mengakibatkan pasien yang mengalami defisit perawatan diri mencapai kemandirian fisik. Upaya ditujukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kemandirian selama mungkin. Memelihara martabat dan otonomi pribadi penting bagi penderita Alzheimer. Dia harus didorong menentukan pilihan bila diperlukan dan berpartisipasi dalam aktifitas perawatan diri sebanyak mungkin. f. Menyediakan Kebutuhan Sosialisasi dan Keintiman Karena sosialisasi dengan teman lama dapat

menyenangkan, maka pasien didorong untuk melakukan kunjungan, bersurat, bertelepon. Kunjungan sebaiknya singkat dan tidak menimbulkan stres. Sebaiknya hanya mengunjungi satu atau dua orang saja dalam sekali kunjungan. Penyakit Alzheimer tidak menghilangkan kebutuhan akan keintiman. Pasien dan pasangannya bisa saja melakukan aktivitas seksual. Pasangan harus didorong untuk berbicara mengenai setiap kekhawatiran seksual, dan bimbingan seksual dapat dilakukan bila perlu.

g. Meningkatkan Nutrisi yang Adekuat Saat makan bisa merupakan peristiwa sosial yang menyenangkan, namun bisa juga merupakan saat yang menjengkelkan dan menganggu. Saat makan harus dijaga

tanpa konfrontasi. Pasien lebih menyukai makanan yang sudah dikenal yang tampak mengundang selera makan dan terasa lezat. Untuk menghindari bermain dangan makanan, makanan dihidangkan satu persatu. Makan sebaiknya dipotong kecil-kecil supaya tidak tercekik. Makanan cair lebih mudah ditelan bila diolah dengan gelatin. Makanan dan minuman panas harus disajikan bila sudah hangat. Suhu makanan diperika untuk mencegah terjadi luka bakar. h. Meningkatkan Aktivitas dan Istirahat yang Seimbang Kebanyakan pasien Alzheimer menunjukkan gangguan tidur dan perilaku melamun. Perilaku tersebut terjadi bila pasien merasa bosan, tidak bisa diam, agitasi atau disorientasi, terutama pada suasana baru dan biasanya pada malam hari. Semua pasien Alzheimer harus mengenakan suatu tanda pengenal yang mudah terlihat setiap saat (gelang dan kalung). Meskipun pasien diperbolehkan berjalan di sekitar lingkungan yang terlindung, namun pintu keluar harus ditutup. Bila terjadi gangguan tidur dan pasien tidak bisa tidur maka dapat dibantu dengan musik, susu hangat, atau garukan punggung dapat membantu agar pasien relaks. Pada siang hari pasien harus diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas olah raga, karena pola aktivitas dan istirahat yang teratur akan memperbaiki tidur malam. Jangan dibiarkan pasien tidur terlalu lama pada siang hari. i. Mendukung dan Mendidik Pemberi Perawatan dalam Keluarga Beban emosi ditanggung oleh keluarga pasien penyakit Alzheimer sangat berat. Kesehatan fisik pasien biasanya masih baik dan penurunan mental berlangsung secara

bertahap. Karena diagnosanya tidak spesifik, keluarga masih berharap bahwa diagnosanya keliru dan pasien akan membaik kalau ia mau berusaha keras. Berbagai kebutuhan pemberi perawatan dalam keluarga dapat ditujukan kepada Asosiasi Alzheimer (dahulu dikenal sebagai ADRDA). Dengan penggunaan perawatan,layanan yang bisa

diberikan, pemberi perawatan dapat meninggalkan rumah untuk beberapa saat sementara orang lain melayani kebutuhan pasien. Perawat harus peka terhadap masalah emosional yang dihadapi keluarga. Dukungan dan edukasi pemberi

perawatan merupakan komponen yang penting. Keluarga dapat menghubungi Asosiasi Alzheimer atau yang sama camnya yang memberikan kesempatan bertemu orang lain dengan pengalaman serupa. 2) Farmakologi Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas karena penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan. a. Inhibitor kolinesterase Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti

menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA

(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian

berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obatobatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer. b. Thiamin Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama. c. Nootropik Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna. d. Klonidin Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkankerusakan noradrenergik kortikal.

Pemberian

klonidin(catapres)

yangmerupakan

noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskanuntuk memperbaiki fungsi kognitif. e. Haloperiodol Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian

oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita

alzheimermenderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline25-100 mg/hari) f. Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam miktokondriadengan bantuan enzym ALC

transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwaALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin

asetiltransferase.Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,disimpulkan bahwa dapat memperbaiki fungsi kognitif. g. Tacrine. Obat ini efektif dalam meningkatkan kemampuan mengingat pasien, tetapi obat ini hanya dapat diberikan pada pasien Alzheimer derajat ringan sampai sedang. Efek samping yang ditimbulkan berupa mual, muntah, diare, nyeri perut, gangguan pencernaan, ruam-ruam pada kulit. Selain itu, obat ini juga bersifat hepatotoxicity karena dapat meningkatkan enzim hati (alanine aminotransferase atau ALT). Oleh karena itu, obat ini jarang digunakan karena harus melakukan tes darah setiap minggu untuk memonitor kadar ALT. atau menghambat progresifitaskerusakan

h. Donepezil (Aricept). Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer derajat ringan sampai sedang. Efek samping obat ini lebih sedikit daripada tacrine. Obat ini tidak menimbulkan peningkatan kadar ALT dan efek samping terhadap perut juga sedikit. i. Rivastigmine (Exelon).

Obat ini dapat membantu meningkatkan aktifitas pasien seperti makan sendiri, memakai baju sendiri, mengurangi behavioral symptoms (delusi dan agitasi), dan meningkatkan fungsi kognitif (berpikir, mengingat, dan berbicara). Rivastigmine (Exelon). Obat ini dapat

membantu meningkatkan aktifitas pasien seperti makan sendiri, memakai baju sendiri, mengurangi behavioral symptoms (delusi dan agitasi), dan meningkatkan fungsi kognitif (berpikir, mengingat, dan berbicara). j. Galantamine (Reminyl). Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer derajat ringan sampai sedang. Efek samping obat ini juga sedikit. k. Memantine (Namenda). Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer derajat berat. Obat ini melindungi neuron dari peningkatan jumlah glutamate. Efek samping yang ditimbulkan adalah

neurotoxic. Kadang-kadang obat ini dikombinasikan dengan donepezil. Selain pemberian obat, terapi penggantian estrogen pada pasien wanita postmenopause juga dapat mengurangi risiko menurunnya fungsi kognitif. Pemberian pengobatan alternatif seperti ginkgo biloba juga dapat memelihara fungsi kognitif.Pemberian NSAIDs (nonsteroidal antiinflammatory drug) dapat mengurangi risiko terkena penyakit Alzheimer, tetapi obat ini kurang efektif untuk mencegah dan memperlambat progresivitas penyakit Alzheimer. Antioksidan seperti vitamin E dapat menghambat kerusakan oksidatif dan melindungi otak dari radikal bebas. Antioksidan dapat menghambat efek toksik dari betaamyloid.Obat antidepresan, antipsikotik, dan sedatif dapat

digunakan untuk menangani behavioral symptoms seperti agitasi, agresi, wandering, dan penyakit tidur.

3) Caregiving Caregiving diperlukan ketika pasien telah mengalami kesulitan dalam beraktifitas setiap hari seperti sulit menelan dan bergerak. Hal ini bertujuan untuk mengurangi progresivitas penyakit dan menghindari penyakit penyerta lainnya (malnutrisi dan infeksi). F. Pemeriksaan Diagnostik Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut: 1. Neuropatologi Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan : atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks

oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari: I. Neurofibrillary tangles (NFT) Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen,

ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia. II. Senile plaque (SP) Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer. III. Degenerasi neuron Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan

kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer. IV. Perubahan vakuoler

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks

temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak. V. Lewy body Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit

parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer. 2. Pemeriksaan Neuropsikologik Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena: a. Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal. b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia

dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri. c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. 3. CT Scan dan MRI Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. CT Scan:Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental MRI: peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

4. EEG

Gambar 3: gambaran EEG pasien Alzheimer Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik 5. PET (Positron Emission Tomography) dan SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan: Penurunan aliran darah Metabolisme O2 dan adanya Glukosa didaerah serebral Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin. 6. Laboratorium darah Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009).

G. Pencegahan

Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu: usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi dengan logam berat, rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan penggunaan terapi sulih hormon pada wanita. Penyakit alzheimer dapat dicegah sejak dini dengan mengosumsi kunyit secara rutin. Kunyit merupakan herbal penguat daya ingat (antialzheimer), salah satu tanaman obat yang berpeluang sebagai pengganti pengobatan kimiawi yang dapat memperlambat datangnya penyakit pikun. Penyakit alzheimer merupakan sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada manusia usia lanjut, secara alamiah pikun biasa terjadi karena penurunan kondisi fisik otak. Zat dalam kunyit yang berperan untuk ini adalan curcumin, dimana akan mampu memepertahankan kualitas otak hingga usia lanjut. Namun konsumsi kunyit yang terlalu berlebihan juga akan mampu memicu sakit perut, gangguan hati serta ginjal. Jadi, kunyit ini dikonsumsi dalam jumlah sedang secara rutin untuk mendapatkan efek terapi yang diinginkan. Cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer. H. Prognosis Dari pemeriksaan klinis 42 penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu: Derajat beratnya penyakit Variabilitas gambaran klinis Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin

Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis. Biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder. I. Komplikasi Infeksi Malnutrisi Kematian

BAB III KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN ALZHEIMER

Pengkajian: Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer: a) Anamnesis Identitas klien meliputi nama,umur(lebih sering pada umur lanjut usia popularitas lebih dari 85 tahun), jenis kelamin, pendidikan,

alamat,pekerjaan,agama,suku bangsa,tanggal dan jam masuk rumah sakit,nomor register,diagnosa medis. b) Keluhan Utama Yang sering terjadi dan menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta pertolongan kesehatan adalah penurunan daya ingat,perubahan

kognitif,dan kelumpuhan gerak ekstremitas. c) Riwayat Kesehatan Saat Ini Pada anamnesis,klien sering mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru.Pada beberapa kasus,keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku aneh dan kacau serta sering keluar rumah sendiri tanpa meminta izin pada anggota keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien.Pada tahap lanjut dari penyakit,keluarga sering mengeluhkan bahwa klien menjadi tidak dapat mengatur buang air,tidak dapat mengurus keperluan dasar sehari-hari atau mengenali anggota keluarga. d) Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian yang perlu ditanyakan kepada klien yakni meliputi adanya suatu riwayat hipertensi,Diabetes Melitus,penyakit jantung,penggunaan obat-obatan anti ansietas(benzodiazepine),penggunaan obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama,dan riwayat sindrom down yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit Alzheimer pada usia 40-an.

TTV: TD N RR S : Biasanya klien mengalami Hipotensi : Biasanya klien mengalami Bradikardi :Biasanya terjadi penurunan frekuensi pernapasan :Biasanya tidak ada perubahan

Pemeriksaan Fisik 1. Sistem Pernafasan: Biasanyaterjadi penurunan frekuensi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan

berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas. Inspeksi Di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas. Palpasi Traktil premitus seimbang kanan dan kiri Perkusi Adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru Auskultasi Bunyi nafas tambahan seperti stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas. 2. Sistem kardiovaskuler: Biasanya terdapatHipotensi. 3. Sistem Persarafan: Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif, dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala.

Penurunan tingkah laku(diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi (posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu). Kerusakan komunikasi: afasia dan disfasia Kesulitan dalam menemukan kata- kata yang benar (terutama kata benda) Bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti, terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap (kehilangan keterampilan motorik halus). Pengkajian fungsi serebral: Status mental: biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pengkajian Saraf kranial: Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII: Nervus I: Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelainan fungsi penciuman. Nervus II: Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami peturunan ketajaman penglihatan. Nervus III, IV dan VI: Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini Nervus V: Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini. Nervus VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal Nervus VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional.

Nervus IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif. Nervus XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Nervus XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan biasanya mengalami penurunan. Pengkajian sistem Motorik Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.Tonus Otot: Didapatkan meningkat.Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan. Pengkajian Refleks Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh. Pengkajian Sistem sensorik Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum. 4. Sistem Perkemihan: Biasanya terdapatDorongan berkemih

(Inkontinensia urine). 5. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi: cenderung konstipasi ataupun diare, perubahan dalam pengecapan, kehilangan kemampuan untuk mengunyah, nafsu makan menurun, penurunan berat badan.

6. Sistem Integumen: keriput, kering, . 7. Sistem Muskuloskleletal: Biasanya terdapat peningkatan tonus otot, kehilangan keseimbangan waktu berjalan. 8. Persepsi Sensori: Biasanya terdapat penurunan pendengaran dan ketajaman penglihatan. Pola Aktivitas Sehari-hari: a. Aktifitas istirahat Gejala: Merasa lelah Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur, penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa/hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi. b. Integritas ego Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan. Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang(melipat membuka lipatan melipat kembali kain),

menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan. c. Hiygene Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan:

tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan. d. Kenyamanan Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya). Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain e. Interaksi sosial Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. faktor psikososial sebelumnya, pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul. Tanda : Kehilangan kontrol sosial,perilaku tidak tepat. Pemeriksaan Status mental dengan SPSMQ dan MMSE SPSMQ No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pertanyaan Tanggal berapa sekarang? Hari apa sekarang ? Apa nama tempat ini? Alamat anda Berapa umur anda Kapan anda lahir (minimal tahun) Siapa nama presiden sekarang Siapa nama presiden sebelumnya Siapa nama ibu anda Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap menurun Kesimpulan : Salah 0-3 Salah 4-5 Salah 6-8 Salah 9-10 : fungsi intelektual utuh : kerusakan intelektual ringan : kerusakan intelektual sedang : kerusakan intelektual berat angka baru, semua secara Benar Salah

Pada klien dengan Alzheimer biasanya memiliki hasil SPSMQ dari kerusakan intelektual ringan hingga kerusakan intelektual berat, tergantung keparahan kerusakan otak.

No

Aspek kognitif klien

Nilai maksimal

Nilai klien

Kriteria

Orientasi

Menyebutkan

dengan

benar:

tahun/musim/tanggal/hari/bulan 2 Orientasi 5 Dimana anda sekarang? Negara werda/wisma 3 Registrasi 3 Sebutkan 3 objek (oleh pemeriksa) 1detik utk mengatakan masing2 objek, Indo/provinsi/kota/panti

kemudian tanyakan kepada klien ketiga objek tadi (utk disebutkan) 4 Perhatian dan kalkulasi 5 Mengingat 3 5 Minta klien utk memulai dari angka 100 kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali (93, 86,79,72,65) Minta klien utk mengulangi ketiga objek pada no 2 (registrasi) tadi, bila benar 1 point utk masing2 objek 6 Bahasa 9 Tunjukkan pada klien suatu benda dan tanyakan namanya pada klien (misal jam tangan atau pensil) Minta kepada klien utk mengulang kata berikut tdk ada, jika, dan, atau,tetapi bila benar nilai 2 point. Bila pertanyaan benar 2-3 buah, misal : tidak ada, tetapi maka nilai 1 point. Minta klien utk mengikuti perintah berikut yg tdd 3 langkah: ambil kertas di

tangan anda, lipat dua dan taruh di lantai Ambil kertas Lipat dua Taruh di lantai Perintahkan pada klien utk hal berikut (bila aktivitas sesuai perintah nilai 1 point). Tutup mata anda Perintahkan pada klien utk menulis satu kalimat dan menyalin gambar. Tulis satu kalimant Menyalin gambar

Total nilai

Kesimpulan MMSE: > 23 17 : aspek kognitif dari fungsi mental baik

18-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat

Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible b. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik c. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi.

e. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.K DENGANDIAGNOSA MEDIS ALZHEIMER

1.1. Pengkajian Biodata a. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Agama Suku / Bangsa Status Perkawinan Alamat Tgl. Masuk RS Tgl Pengkajian Nomor Register RS / CM Diagnosa Medis b. Identitas Penanggung Jawab Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Agama Hubungan dengan pasien : Tn.P : 40 tahun : Laki - laki : SLTA : Swasta (dagang) : Islam : Anak klien : Ny.K : 73 tahun : Perempuan : SD : : Islam : Jawa / Indonesia : Cerai mati : Sumobito Jombang : 19 September2013 (10.15 WIB) : 19 September 2013 (10.30 WIB) : : Alzheimer

1.2. Riwayat Keperawatan A. Keluhan utama Tidak ingat keluarganya dan sering jalan-jalan sendiri/keluyuran

B. Riwayat Penyakit Sekarang Pada tanggal 19 September2013(10.15WIB), pasien dibawa ke UGD RSUD Jombang dalam keadaan apatis.Pasien tidak dapat mengingat siapapun termasuk keluarganya sendiri. Pasien mengeluh pusing. Keluarga pasien mengatakan, sudah 2 bulan terakhir Ny.K mengalami fenomena mudah lupa. Sering kali Ny.K melupakan wajah seseorang bahkan Ny.K sering tidak ingat cucunya sendiri. Sering bingung serta linglung dan kacamata yang setiap hari digunakan selalu dicari kemanamanapadahal saat itu kacamata ada di dahinya sendiri. Saat makan bersama dan kedua tangan memegang sendok dan garpu seringkali Ny.K bertanya apa yang harus dilakukan dengan kedua benda tersebutdan klien juga sering mengulang-ulang kata. Selain itu Ny.Kjuga sering terbangun saat tidur malam hari. Dari hasil pengkajian tampak ekspresi bingung, kantung mata, wajah tak segar, dan sering menguap. Kebiasaan Ny.K sering meninggalkan rumah, sering membuat keluarga panik karena sering tersesat. Mudah marah/menangis tanpa alasan yang jelas. Klien juga sudah lupa untuk melakukan kewajibannya untuk beribadah dan juga lupa makan. C. Riwayat Penyakit Terdahulu Sebelumnya pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit. D. Riwayat Kesehatan Keluarga Dalam keluarga belum pernah ada yang menderita penyakit seperti ini. Keluarga pasien juga tidak ada riwayat DM, HT maupun penyakit berat lainnya. E. Riwayat Kesehatan Lingkungan Tempat tinggal pasien bersih, tidak ada paparan asbes, silica, dll. Juga tidak terdapat pabrik.

1.3. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: Lemah Kesadaran: Apatis Tanda-tanda Vital Tekanan Darah : 100/80 mmHg. Temperatur Nadi RR TB BB : 36,80C : 56 x/menit : 21 x/menit(tidak teratur) : 165 cm : 45 kg

1.4. Pemeriksaan Per Sistem A. Sistem Pernafasan Anamnesa:tidak ada keluhan Hidung: Inspeksi: nafas cuping hidung(-), secret/ingus(-), tidak ada oedem pada mukosa, tidak ada deformitas, tidak terdapat pemberian O2 nasal/masker. Palpasi: tidak ada nyeri tekan,tidak ada fraktur tulang nasal. tidak ada peradangan pada konkha nasal. Tidak ditemukan adanya polip nasi. Mulut: Inspeksi : Mukosa bibir kering, tidak ada sianosis. Tidak ada pembesaran tonsil. gigi habis. Leher : Inspeksi : kaku kuduk(-), tidak ada trakheostomi Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya massa, tidak ada pembesaran kelenjar limfe. Faring : Inspeksi : tidak ada kemerahan, tidak ada oedema Area dada : Inspeksi : penggunakan otot bantu pernafasan(-), pergerakan dada simetris, penyebaran warna merata, tidak ada sikatrik. Tidak ditemukan

adanya kelainan bentuk dada seperti pigeon, barel, dan funnel chest. Pola pernafasan irreguler dengan frekuensi 15 x/menit Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada kelainan dinding thorax, tidak ada benjolan, taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi : pada daerah anterior posterior terdengar suara resonan (diatas seluruh permukaan paru), pekak di intercoste V kanan, intercoste II-V kiri. Auskultasi : Tidak terdapat adanya bunyi nafas tambahan

Kardiovaskuler dan Limfe Anamnesa :Pusing. Wajah : Inspeksi : tidak sianosis, tidak pucat, konjungtivaanemis Leher : Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar limfe Dada : Inspeksi : penyebaran warna merata, tidak ada kemerahan, bentuk dada kiri normal tidak cembung maupun cekung Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ictus cordis teraba pada ICS 5 midclavicula sinintra Perkusi : batas jantung terdengar redup, tidak ada cardiomegali Auskultasi : terdengar bunyi jantung normal BJ1 dan BJ2, tidak ada gallop ataupun murmur Ekstrimitas Atas : Inspeksi : kulit keriput, tidak ada sianosis. Tidak ada edema. Palpasi : Tidak ada deformitas, edema maupun nyeri tekan. Ekstrimitas Bawah : Inspeksi : tidak ada sianosis, edema. Palpasi : Tidak ada deformitas, edema maupun nyeri tekan. B. Persyarafan Anamnesa : Keluarga mengatakan pasien mudah bingung, linglung, tidak kenal siapapun termasuk keluarganya sendiri. Sering mengulang-

ulang kata yang diucapkannya. Mudah marah/menangis tanpa alasan yang jelas. Klien juga sudah lupa untuk melakukan kewajibannya untuk beribadah dan juga lupa makan. Pasien juga sering keluyuran. Pemeriksaan nervus: Nervus 1: pasien dapat membedakan aroma minyak kayu putih, kopi, dan juga balsem. Nervus II: pasien tidak mampu menebak huruf yang ditanyakan oleh perawat dari jarak 6 meter, pandangan kabur. Nervus III: pupil miosis saat terkena cahaya, kedua pupil isokor, reaksi pupil (+) saat terkena cahaya. Nervus IV: pupil isokor Nervus V: reflek masester positif Nervus VI: gerakan bola mata simetris kanan kiri, bentuk pupil simetris kanan kiri Nervus VII: wajah simetris, mampu menggembungkan pipi Nervus VIII: ditemukan adanya tuli konduktif Nervus IX: reflek muntah(+) saat tong spatel disentuhkan ke posterior faring pasien. Nervus X: pasien tidak mengalami kesulitan menelan makanan Nervus XI: pasien dapat mengangkat bahu Nervus XII: klien dapat menjulurkan lidah ke samping kiri dan kanan. Reflek fisiologis: Bisep: (+) Trisep: (+) Patella: (+) Archiles: (+) Reflek patologis: Babinski: (-) Brudzinki I: (-) Brudzinki II: (-) Pemeriksaan rangsangan selaput otak:

Kaku kuduk:(-) Tanda kernig: (-) Tingkat kesadaran (kualitas) : Apatis Tingkat kesadaran (kuantitas) : GCS (Glasgow Coma Scale), yang dinilai yaitu : - Eye/membuka mata (E): 4 - Verbal/bicara (V): 3 - Motorik (M): 5 Pengkajian Fungsional Klien KATZ indeks: berdasarkan pengamatan klien membutuhkan bantuan dalam hal mandi, makan dan melakukan aktivitas hariannya. Pengkajian Status Mental Gerontik Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable Mental Status Questioner: fungsi intelektual klien terganggu Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan MMSE(Mini Mental Status Exam): aspek kognitif dari fungsi mental klien mengalami gangguan. C. Perkemihan-Eliminasi Uri Anamnesa : Keluarga mengatakan klien sering tidak dapat menahan BAK. Genetalia eksterna : Inspeksi : tidak ada oedema, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada varises. Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan Kandung kemih : Inspeksi : tidak ada massa/benjolan Palpasi : distensi kandung kemih tidak teraba Ginjal Inspeksi : tidak ada pembesaran daerah pinggang Palpasi : ginjal tidak teraba pembesaran

Perkusi : tidak ada nyeri ketok D. Pencernaan-Eliminasi Alvi Anamnesa : Keluarga mengatakan klien tidak mengalami gangguan dalam pola makannya, namun klien lupa waktu makan. Sehingga keluarga yang harus terus memperhatikan waktu makannya. Mulut: Inspeksi : Mukosa bibir kering,warna bibir pucat. gigi habis. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut Lidah Inspeksi : Bersih. tidak ditemukan ada lesi Palpasi : tidak ada nyeri tekan Kulit Inspeksi : tidak ada sianosis, kulit terlihat kering. Palpasi : Turgor kulit kembali 3-4 detik. Tidak edema. Faring/esofagus Inspeksi : tidak ada kemerahan Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar Abdomen Inspeksi : tidak ada sikatrik Auskultasi : Bunyi peristaltik usus terdengar aktif (setiap 10x/mnit). Perkusi : terdengar thympani Palpasi: Tidak teraba adanya benjolan(massa) daerah epigaster, tidak ada pembesaran hepar dan lien, ada nyeri tekan pada daerah epigaster Kuadran I: Hepar tidak teraba hepatomegali, tidak ada nyeri tekan Kuadran II: Gaster terdapat nyeri tekan pada daerah epigaster(-) Lien tidak teraba splenomegali Kuadran III: Tidak terdapat nyeri tekan Kuadran IV:

Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burney.

E. Sistem Muskuloskeletal & Integumen Anamnesa : Tidak ada keluhan Warna kulit : tidak ikterik tidak ada cyanosis, kulit terlihat kering. Kekuatan otot : 4
5 5

4
5

Fraktur : tidak ada Luka : tidak ada Lesi kulit : tidak ada

F. Sistem Endokrin dan Eksokrin Anamnesa :tidak ada keluhan Kepala : Inspeksi : bersih, warna rambut tampak putih/beruban, distribusi rambut tidak merata, tidak ditemukan adanya lesi, tidak ditemukan adanya benjolan. Leher : Inpeksi : kaku kuduk(-), bentuk simetris, tidak ada kemerahan. Leher sulit digerakkan. Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe, nyeri tekan(-), Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid Genetalia : Inspeksi : bersih Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan Ekstrimitas bawah : Inspeksi : tidak ada pitting oedem, maupun oedem non pitting. G. Sistem Reproduksi Anamnesa :

Tidak ada keluhan Axilla : Inspeksi : tidak tampak adanya benjolan abnormal Palpasi : tidak teraba adanya benjolan abnormal Abdomen : Inspeksi: sikatrik(-), pembesaran abdomen(-). Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan ( massa) daerah epigaster, tidak ada pembesaran hepar dan lien, ada nyeri tekan pada daerah epigaster. Genetalia : Inspeksi bersih Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan H. Persepsi Sensori Anamnesa : Keluarga mengatakan, sudah lama klien mengalamipenurunan pada indra penglihatannya dan penurunan pada pendengaran. Mata : Inspeksi : tidak ditemukan adanya kotoran atau sekret pada kelopak mata. Konjungtiva pucat sklera warna putih, kornea terlihat bening, reaksi pupil miosis. Kornea : normal bening berkilau Pupil dan iris : warna iris coklat, pupil isokor, Reflek cahaya kiri/kanan: pupil miosis bila kena cahaya. Lensa : normal jenih dan transparan Sklera : putih agak terlihat kemerahan

1. Pola Konsep Diri Tidak dapat dikaji 2. Pola Persepsi Tata Laksana Hidup Sehat Sebelum sakit pola BAB 1-2 kali perhari dengan konsistensi lembek warna kuning. Pola BAK frekuensi 6-7 kali perhari warna kuning jernih. 2 bulan terakhir ini, pasien sering tidak dapat menahan BAK. Masukan nutrisi sebelum sakit :

Sebelum sakit klien senang makanan yang pedas. Frekuensi makan 3 kali sehari. Klien takut makan ikan laut. Minum sehari 6-7 gelas setiap hari. Saat ini, klientidak mengalami gangguan dalam hal makannya, namun, klien lupa waktu makan. Sehingga keluarga yang harus terus memperhatikannya. Minum 5-6 gelas setiap hari. Personal Hygiene : Sebelum sakit klien dimandikan 2 kali sehari pagi dan sore. 2 bulan terakhir ini, klien mandi hanya 1 kali sekali. 3. Pola Nilai dan Kepercayaan/ Spiritual Klien sudah lupa melaksanakan kewajibannya untuk beribadah. 4. Pola Mekanisme Koping Cara mengambil keputusan: oleh Anakdan keluarga. 5. Hubungan Peran Sebagai ibu sekaligus nenek, saat sakit klien tidak bisa menjalankan perannya dengan baik. 6. Pola Istirahat Tidur Sebelum sakit klien beraktivitas sebagai ibu rumah tangga. Istirahat/tidur dilakukan 1 kali sehari yaitu hanya pada malam hari mulai jam 21.00 sampai pagi, pasien sering tiba-tiba bangun dan terlihat bingung. Saat sakit klien terlihat gelisah, bingung. Istirahat/tidur siang atau sore tidak menentu, saat tidur malam juga sering terbangun. 7. Pola Psikososial Hubungan Klien dengan tenaga kesehatan dan pasein lain di ruangan terjalin kurang baik karena pasien hanya diam dan terlihat selalu bingung. 1.5. Pemeriksaan Penunjang CT Scan: memperlihatkan adanya pelebaran ventrikel dan atrofi korteks.

Analisa Data NS. DIAGNOSIS (NANDA-I) DEFINITION Kerusakan memori Ketidakmampuan mengingat beberapa informasi atau keterampilan perilaku DEFINING CHARACTERISTICS Mengalami lupa Lupa melakukan perilaku pada waktu yang telah dijadwalkan. Ketidakmampuan menentukan apakah perilaku tertentu telah dilakukan Ketidakmampuan mempelajari informasi baru Ketidakmampuan mempelajari keterampilan baru Ketidakmampuan mempelajari informasi baru Ketidakmampuan melakukan keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya. Ketidakmampuan mengingat peristiwa Ketidakmampuan mengingat informasi aktual Ketidakmampuan meretensi informasi baru Ketidakmampuan meretensi keterampilan baru. Anemia Penurunan curah jantung Gangguan lingkungan berlebihan Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Hipoksia Gangguan neurologis. Objective data entry : Kesadaran pasien: Apatis. Tanda-tanda vital : Tekanan Darah : 100/80 mmHg. Temperatur : 36,80C Nadi : 56 x/menit RR : 21 x/menit(tidak teratur) TB : 165 cm BB : 45 kg

RELATED FACTORS

Subjective data entry : Keluarga mengatakan pasien sering keluyuran dan tersesat, klien juga mudah lupa: lupa dengan keluarganya sendiri, lupa waktu makan, lupa kewajibannya untuk beribadah, lupa mandi, bingung, sering mengulangulang kata yang diucapkannya, sering terbangun saat tidur malam.Mudah marah/menangis tanpa alasan yang jelas.

ASSESSMENT

Ekspresi wajah pasien tampak bingung, terdapat kantung mata, pasien terlihat sering menguap.

Client Diagnostic Statement : Ns. Diagnosis (Specify): DIAGNOSIS Kerusakan memori Related to: Kerusakan memoriberhubungan dengan Gangguan neurologis.

Intervensi Diagnosa Keperawatan : Kerusakan memori Definisi : Ketidakmampuan mengingat beberapa informasi atau keterampilan perilaku

NIC INTERVENSI Def: Pengkajian Kaji derajat gangguan kognitif Tatap wajah klien saat berbicara Panggil klien dengan namanya Gunakan kata-kata pendek, kalimat dan instruksi sederhana Fokuskan tingkah laku yang sesuai. Berikan penguatan yang positif. AKTIVITAS Def : OUTCOME

NOC INDICATOR

Berikan sentuhan dengan bijaksana Evaluasi pola tidur. Catat alergi, peningkatan peka rangsang, sering menguap, dan garis hitam di bawah

mata. Pendidikan untuk pasien/keluarga Bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatan. Kolaborasi Kolaborasikan pemberian obat Aktivitas lain Kembangkan lingkungan yang

mendukung dan hubungan perawat yang terapeutik Pertahankan menyenangkan. Ciptakan bermanfaat aktivitas dan tidak sederhana, bersifat lingkungan yang

kompetitif sesuai kemampuan klien.

Implementasi Nama Pasien :Ny.K No RM :Dx Medis : Alzheimer N O 1 Dx.KEP Kerusak an memori TGL/JAM 19 september 2013 11.00 WIB

IMPLEMENTASI Mengkaji Tanda tanda vital pasien Melakukan pengkajian terhadap

TT D

derajat gangguan kognitif klien Menatap wajah klien saat berbicara Panggil klien dengan namanya Memberi instruksi sederhana dengan kata-kata pendek. Memberikan bijaksana, pelan. Melakukan evaluasi pola tidur. Menciptakan aktivitas sederhana, bermanfaat dan tidak bersifat kompetitif sesuai kemampuan klien. Mempertahankan lingkungan yang menyenangkan. Melakukan kolaborasi pemberian obat Membantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatan. sentuhan dengan

10.45 WIB

Konsep dan Asuhan Keperawatan ALZHEIMER

Page 53

1. Evaluasi Nama Pasien :Ny.K No RM :Dx Medis : Alzheimer NO 1 Dx.KEP Kerusakan Memori TGL/JAM 20Oktober 2013 S : Keluarga mengatakan pasien mengatakan lebih tenang, tidur pulas O: 06.00 WIB Tanda- tanda Vital S: 37,4 C TD:120/80 mmHg N:76 x/mnt RR:23x/mnt Ekspresi wajah pasien tampak masih bingung A: Masalah pasien belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan/dipertahankan. PERKEMBANGAN

Konsep dan Asuhan Keperawatan ALZHEIMER

Page 54

BABIII PENUTUP

A. Kesimpulan Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron otak di area temporoparietal dan frontalis. Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak. Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Cara pencegahan penyakit alzheimer yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer.

Konsep dan Asuhan Keperawatan ALZHEIMER

Page 55

B. Saran Kita tahu otak merupakan organ yang sangat kompleks. Dimana di otak terdapat area-area yang mengatur fungsi tertentu. Untuk itu ada beberapa tips yang bisa diikuti bila ada anggota keluarga ada yang menderita penyakit alzheimer : Buat cacatan kecil, untuk membantu mengingat,Ciptakan suasana yang menyenangkan, Hindari memaksa pasien untuk mengingat sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena akan membuat pasien cemas, Usahakan untuk berkomunikasi lebih sering, Buatlah lingkunganyang aman,Ajarkan pasien berjalan-jalan pada waktu siang hari,Bergaya hidup sehat,Mengkonsumsi sayur.

Konsep dan Asuhan Keperawatan ALZHEIMER

Page 56

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC. Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan kepererawatan klien dengan gangguan sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi konsep klinis prosesproses penyakit. Jakarta: EGC. Biologi Molekuler. 2009. Penyakit alzheimer dan parkinson: http://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/09/penyakit-alzheimer-danparkinson1.pdf, diunduh tanggal 21 oktober 2012, pukul 14.47 WIB. Dewi, R. 2012. Askep Alzheimer: http://rimadewihijabers.blogspot.com/2012/03/askep-alzheimer.html diunduh tanggal 21 okt 2012, pukul 20.35 WIB. Japardi, I. 2002. Penyakit alzheimer: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1996/1/bedahiskandar%20japardi38.pdf,diunduh pada tanggal 11 oktober 2012, pukul 15.45 WIB.

Konsep dan Asuhan Keperawatan ALZHEIMER

Page 57

You might also like