You are on page 1of 30

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Puskesmas 1.1.

Defenisi Puskesmas Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2004) puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja (Effendi, 2009). Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Effendi, 2009). 1.2. Tujuan Puskesmas Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Trihono, 2005).

Universitas Sumatera Utara

1.3. Fungsi Puskesmas Puskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta jiwa atau lebih, wilayah kerja puskesmas dapat meliputi satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi (Effendi, 2009). Menurut Trihono (2005) ada 3 (tiga) fungsi puskesmas yaitu: pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan yang berarti puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Pusat pemberdayaan masyarakat berarti puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama berarti puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi : Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (privat goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat disebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan

Universitas Sumatera Utara

gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya. Menurut Effendi (2009) ada beberapa proses dalam melaksanakan fungsi tersebut yaitu merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri, memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien, memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat, bekerja sama dengan sektorsektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program puskesmas. 1.4. Peran Puskesmas Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Effendi, 2009).

Universitas Sumatera Utara

1.5. Upaya penyelenggaraan Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat, puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembang (Trihono, 2005). Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan

pemberantasan penyakit menular serta upaya pengobatan (Trihono, 2005). Sedangkan upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan

pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada yaitu upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatran oleh raga, upaya perawatan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut,

Universitas Sumatera Utara

upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut dan upaya pembinaan pengobatan tradisional (Trihono, 2005). Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi yakni upaya diluar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas (Trihono, 2005). Pemilihan upaya kesehatan pengembangn ini dilakukan oleh puskesmas bersama dinas kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan masukan dari konkes/BPKM/BPP. Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara optimal dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam keadaan tertentu upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota (Trihono, 2005). Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka dinas kesehatan kabupaten/kota bertanggung jawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu, dinas kesehatan kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya (Trihono, 2005). Perlu diingat meskipun puskesmas menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik dan memiliki tenaga spesialis, kedudukan dan fungsi puskesmas tetap

Universitas Sumatera Utara

sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya (Trihono, 2005). 1.6. Azas penyelenggaraan Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan

pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Azas penyelenggaraan puskesmas yang dimaksud adalah azas pertanggungjawaban wilayah, azas pemberdayaan masyarakat, azas keterpaduan dan azas rujukan (Trihono, 2005). Azas pertanggungjawaban wilayah berarti puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan seperti menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga berwawasan kesehatan, memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya dan menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya (Trihono, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Azas pemberdayaan masyarakat berarti puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Untuk itu, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain adalah upaya kesehatan ibu dan anak (posyandu, polindes dan bina keluarga balita), upaya pengobatan (posyandu, pos obat desa ), upaya perbaikan gizi (posyandu, panti pemulihan gizi, keluarga sadar gizi), upaya kesehatan sekolah (dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, saka bakti husada dan pos kesehatan pesantren), upaya kesehatan lingkungan (kelompok pemakai air bersih, dan desa percontohan kesehatan lingkungan), upaya kesehatan usia lanjut ( posyandu usila dan panti werda), upaya kesehatan kerja (pos upaya kesehatan kerja), upaya kesehatan jiwa (posyandu, tim pelaksana kesehatan jiwa masyarakat), upaya pembinaan pengobatan tradisional (taman obat keluarga dan pembinaan pengobatan tradisional) serta upaya pembinaan dan jaminan kesehatan (dana sehat, tabungan ibu bersalin, mobilisasi dana keagamaan) (Trihono, 2005). Azas keterpaduan untuk mengatasi keterbatasan sumber daya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yaitu keterpaduan lintas program dan keterpaduan lintas sektor (Trihono, 2005). Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggung jawab puskesmas sedangkan

Universitas Sumatera Utara

untuk keterpaduan lintas sektor merupakan upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha (Trihono, 2005). Azas rujukan digunakan sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh puskesmas terbatas. Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan (Trihono, 2005). Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang sama (Trihono, 2005). 1.7. PHC (Primary Health Care) PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran dan pengalaman dalam membangun kesehatan di banyak Negara yang diawali dengan kampanye massal pada tahun 1950-an dalam pemberantasan penyakit menular. Pada tahun 1960, teknologi kuratif dan preventif mengalami kemajuan. Oleh karena itu, timbullah pemikiran untuk mengembangkan konsep upaya dasar kesehatan. Tahun 1977

Universitas Sumatera Utara

pada sidang kesehatan dunia di cetuskan kesepakatan untuk melahirkan health for all by the Year 2000, yang sasaran utamanya dalam bidang sosial pada tahun 2000 adalah tercapainya derajat kesehatan yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Mubarak, 2009). PHC merupakan pelayanan kesehatan pokok berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum, baik oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi mereka sepenuhnya serta biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan Negara untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasib sendiri (self determination) (Mubarak, 2009). PHC memiliki tujuan secara umum yaitu mencoba menemukan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang diselenggarakan, sehingga akan tercapai tingkat kepuasan pada masyarakat yang menerima pelayanan. Secara khusus, PHC memiliki tujuan yaitu pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayani, pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani, pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang dilayani dan pelayanan harus maksimal, menggunakan tenaga dan sumber daya lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (Mubarak, 2009). Fungsi dari PHC untuk memelihara kesehatan, mencegah penyakit, diagnosis dan pengobatan, pelayanan tindak lanjut dan pemberian sertifikat. Dalam pelaksanaan PHC paling sedikit harus memiliki beberapa elemen yaitu

Universitas Sumatera Utara

pendidikan mengenai masalah kesehatandan cara pencegahan penyakit serta pengendaliannya, peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi, penyediaan air bersih dan sanitasi dasar, kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi utama, pencegahan dan pengendalian penyakit endemik setempat, pengobatan penyakit umum dan ruda paksa serta penyediaan obat-obat esensial (Mubarak, 2009). 2. Masyarakat 2.1. Defenisi Masyarakat Menurut Kontjaraningrat (2009) masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah lain saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana agar warganya dapat saling berinteraksi. Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh rasa identitas bersama. Soerdjono Soekanto (1982) masyarakat adalah kelompok manusia yang telah hidup bersama dan bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas yang dirumuskan dengan jelas. Masyarakat juga merupakan kelompok individu yang saling berhubungan, bergantung, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan (Wahit, 2009). Menurut Nasrul (1998) masyarakat terbagi beberapa jenis yaitu, masyarakat desa, masyarakat madya dan masyarakat kota. Adapun ciri-ciri dari setiap jenis masyarakat adalah :

Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Masyarakat Desa Masyarakat desa memiliki ciri-ciri khusus. Adapun ciri-ciri tersebut adalah hubungan keluarga dan masyarakat sangat kuat, adat istiadat masih dipegang sangat kuat, sebagian besar memiliki kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib, tingkat buta huruf masih tinggi, masih berlaku hukum tak tertulis yang intinya diketahui dan dipahami oleh setiap orang, jarang bahkan tidak ada lembaga pendidikan khusus di bidang teknologi dan keterampilan, sistem ekonomi yang sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sebagian kecil dijual, gotong royong sangat kuat. 2.1.2. Masyarakat Madya Selain masyarakat desa, ada juga yang disebut dengan masyarakat madya. Adapun ciri-ciri dari masyarakat madya adalah hubungan keluarga masih tetap kuat, dan hubungan kemasyarakatan mulai mengendor, adat istiadat masih dihormati, dan sikap masyarakat mulai terbuka dari pengaruh luar. Timbul rasionalitas pada cara berpikir, sehingga kepercayaan terhadap kekuaran gaib mulai berkurang dan akan timbul kembali apabila telah kehabisan akal, timbul lembaga pendidikan formal dalam masyaraka terutama pendidikan dasar dan menengah, tingkat buta huruf sudah menurun, hukum tertulis mulai mendampingi hukum tidak tertulis, ekonomi masyarakat lebih banyak mengarah kepada produksi pasaran, sehingga menimbulkan deferensiasi dalam struktur masyarakat karenanya uang semakin meningkat penggunaannya, gotong royong tradisional tinggal untuk keperluan sosial dikalangan keluarga dan tetangga dan kegiatankegiatan umum lainnya didasarkan upaya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Masyarakat Kota Masyarakat kota juga memiliki ciri-ciri. Ciri-ciri tersebut adalah hubungan didasarkan atas kepentingan pribadi, hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dan saling mempengaruhi, kepercayaan masyarakat yang kuat akan manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi, strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian, tingkat pendidikan formal tinggi dan merata, hukum yang berlaku adalah tertulis, ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar dan gotong royong tidak sekuat masyarakat desa Namun demikian, ciri-ciri masyarakat tersebut di atas tidak semuanya kita dapatkan dalam masyarakat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, tidak semua masyarakat desa memiliki kepercayaan pada hal-hal gaib dan juga saat ini pendidikan masyarakat desa sudah mulai merata serta masih banyak lagi perubahan yang terjadi (Wahit, 2009). Selain itu, terdapat ciri-ciri masyarakat sehat, yaitu peningkatan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, mengatasi masalah kesehatan sederhana melalui upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan terutama untuk ibu dan anak, peningkatan upaya kesehatan lingkungan terutama penyediaan sanitasi dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup, peningkatan status gizi masyarakat berkaitan dengan peningkatan status sosial ekonomi masyarakat, penurunan angka kesakitan dan kematian dari berbagai sebab dan penyakit.

Universitas Sumatera Utara

Menurut WHO ada beberapa indikator untuk masyarakat sehat yaitu keadaan yang berhubungan dengan status kesehatan masyarakat dan indikator pelayanan kesehatan. Keadaan yang berhubungan dengan status kesehatan masyarakat memiliki dua indikator yaitu komprehensif dan spesifik. Pada indicator komprehensif yang menjadi penilaian adalah angka kematian kasar menurun, rasio angka mortalitas proporsional rendah dan umur harapan hidup meningkat. Sedangkan pada indikator spesifik yang menjadi penilaian adalah angka kematian ibu dan anak menurun, angka kematian karena penyakit menular menurun dan angka kelahiran menurun. Sebagai indikator pelayanan kesehatan memiliki poin penting yaitu rasio antara tenaga kesehatan dan jumlah penduduk seimbang, distribusi tenaga kerja merata, informasi lengkap tentang jumlah tempat tidur di rumah sakit, fasilitas kesehatan lain dan sebagainya, informasi tentang jumlah sarana pelayanan kesehatan diantaranya rumah sakit dan puskesmas rumah bersalin dan sebagainya 2.2. Karakteristik Masyarakat Secara umum karakteristik masyarakat yang berkunjung ke puskesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut : 2.2.1. Umur Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan golongan umur. Misalnya, dikalangan balita banyak yang menderita penyakit infeksi sedangkan pada golongan usia lanjut lebih bnayak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker dan lain-lain (Notoatmodjo, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, salah satu upaya untuk menjelaskan persoalan-persoalan kesehatan manusia juga dilakukan dengan menggunakan perkembangan psikologis dan sosiologis serta kebutuhan kesehatan individu. Dalam setiap tahap perkembangan memiliki resiko kesehatan yang khusus dan peran sosial yang berbeda antara satu tahap dengan tahap lainnya (Sudarma, 2008). Pada masa kehamilan, masalah kesehatan spesifik dari ibu hamil diantaranya (a) mendapatkan pelayanan antenatal yang baik dan teratur, (b) memperoleh makanan yang bergizi dan cukup istirahat, (c) mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan, (d) memperoleh persediaan biaya persalianan dan rujukan ke rumah sakit bila terjadi komplikasi. (Sudarma, 2008). Tumbuh kembang balita (1-4 tahun) dipengaruhi oleh pertumbuhan semsa bayi dan selanjutnya akan mempengaruhi proses tumbuh kembang pada usia sekolah dasar (6-12 tahun). Pada masa ini ada beberapa masalah kesehatan yang perlu diperhatikan misalnya ASI eksklusif dan penyapihan yang layak, tumbuh kembang anak, pemberian makanan dengan gizi seimbang, imunisasi dan manajemen terpadu balita sehat, pencegahan dan penanggulangan kekerasan, serta pendidikan dan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan (Sudarma, 2008). Masalah kesehatan yang lazim terjadi pada masa anak-anak (6-12 tahun) adalah kesulitan anak untuk makan karena terobsesi ingin main, asupan gizi yang tidak seimbang, rentannya fisik anak terhadap berbagai penyakit seperti polio dan

Universitas Sumatera Utara

DBD dan ancaman keracunan makanan akibat dari kebiasaannya makan makanan diluar (Sudarma, 2008). Pada masa remaja membutuhkan pembinaan kesehatan. Diantaranya melalui pembekalan pengetahuan tentang pertumbuhn fisik, kejiwaan dan kematanagan remaja, pendidikan kesehatan reproduksi serta kewajibannya, pergaualan yang sehat di kalangan remaja, pendidikan tentang persiapan pranikah serta pendidikan mengenai kehamilan dan persalinan serta cara pencegahannya. Untuk masa dewasa dikategorikan sebagai tahap kematangan (maturity), dewasa dlam arti pengembangan diri maupun dalam konteks sosial.(Sudarma, 2008). 2.2.2. Jenis Kelamin (gender) Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki oleh mahluk hidup, dalam hal ini manusia. Jenis kelamin sering dibagi ke dalam dua kategori, dengan menggunakan istilah masing-masing; laki-laki dan perempuan atau pria dan wanita. Dalam studi epidemiologi, jenis kelamin juga menjadi salah satu bagian dari karakteristik yang memiliki pengaruh terhadap kejadian kesakitan. Sebagai contoh, penyakit kanker serviks hanya dijumpai pada wanita, sedangkan kanker prostat hanya dijumpai pada pria (Notoatmodjo, 2005). Tingkat kerentanan manusia yang bersumber dari jenis kelamin tersebut menjadikan tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan juga berbeda pada masing masing jenis kelamin. Perempuan cenderung lebih rentan terhadap penyakitpenyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh tahap-tahap kehidupan yang dilaluinya, mulai dari remaja (haid), dewasa (mengandung dan melahirkan) sampai masa tua

Universitas Sumatera Utara

(menopause). Secara umum, kaum perempuan lebih peduli dengan keadaan kesehatannya sehingga lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatannya (Notoatmodjo, 2005). 2.2.3. Agama Menurut Zamawi (2004) agama berasal dari bahasa Sanskrit, satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata yaitu, a yang berarti tidak dan gama yang berarti pergi/kacau jadi arti agama tidak pergi dan tidak kacau, tetap di tempat, diwarisi turun temurun. Agama memang mempunyai sifat yang demikian, selanjutnya dikatakan lagi agama berarti tuntunan. Agama memang mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntutan hidup bagi

penganutnya. Menurut Jalaludin Rahmat di dalam M. Mukshin Jamil mengatakan bahwa agama adalah kenyataan terdekat dan sekaligus misteri terjauh . Berdasarkan fenomena kehidupan keagamaan sevara umum, dapat dikatakan bahwa agama adalah segala aktivitas hidup manusia dalam usahanya untuk mewujudkan rasa bakti dan mempresentasikan keterhubungan manusia dengan suatu kuasa yang diyakini bersifat supranatural dan mengatasi dirinya (transenden). Agama sebagai aktivitas hidup manusia membutuhkan bentukbentuk konkret dalam sikap hidup dan tindakan. Dengan demikian, beragama tidak sekedar meyakini sesuatu, tetapi bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya. Aktivitas tersebut dilakukan dalam rangka usaha merealisasikan rasa bakti dan keterhubungan manusia dengan kuasa yang disembah, sebagai ibadah (rasa bakti) kepada kuasa yang disembah, agama melibatkan seluruh segi kehidupan manusia yang disimbolisasikan dalam bentuk ritus-ritus, tata cara

Universitas Sumatera Utara

peribadahan dan pranata-pranata tertentu, juga terwujud dalam sikap dan tindakan terhadap sesama manusia dan lingkungannya. Salah satu unsur yang menjadi dasar bagi seluruh bangunan keagamaan adalah keyakinan, dengan dasar tersebut hidup keagamaan akan mengandung subjektivitas. Keyakinan subjektif yang menjadi landasan kehidupan agama menjadi sesuatu yang betul-betul pribadi dan tidak mungkin diganggu gugat atau dipaksakan oleh orang lain, termasuk oleh Negara (Bambang, 2003). 2.2.4. Status Sosial Ekonomi Individu, keluarga, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, berkepentingan dengan warga Negara sehat. Individu dan keluarga sehat meningkatkan produktivitas dan income keluarga. Peningkatan income per warga Negara meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang dapat mentransformasikan sebuah Negara miskin menjadi Negara kaya. Bersama dengan input lainnya, pelayanan kesehatan merupakan input bagi individu untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, meskipun pertambahan status kesehatan sebagai

pertambahan pelayananan kesehatan itu sendiri makin menurun (Murty, 2006). Pelaksanaan pelayanan kesehatan akan dipengaruhi oleh tingkat ekonomi dimasyarakat. Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan akan lebih diperhatikan dan mudah dijangkau, demikian juga sebaliknya apabila tingkat ekonomi seseorang rendah, maka sangat sulit menjangkau pelayanan kesehatan mengingat biaya dalam jasa pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup mahal. Keadaan ekonomi ini yang akan dapat mempengaruhi dalam sistem pelayanan kesehatan (Hidayat, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Pendapatan merupakan ukuran yang sering digunakan untuk melihat kondisi status sosial ekonomi pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Semakin baik kondisi ekonomi masyarakat semakin tinggi persentase yang menggunakan jasa kesehatan, data survey kesehatan 1992 memperlihatkan rata-rata penggunaan pelayanan kesehatan berhubungan dengan meningkatnya pendapatan, baik pada pria maupun wanita, oleh karena itu status sosial ekonomi berhubungan dengan kondisi seseorang, keluarga dan masyarakat (Depkes, 2000). 2.2.5. Pendidikan Menurut Cumming dkk dalam Azwar 2007, mengemukakan bahwa pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwaa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan. Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di indonesi adalah tingkat sekolah daasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas dan tingkat akademik/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih bauk, sehingga memungkinkan menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau setiap masalah yang dihadapi. Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia jasmani dan rohami yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makkmur berdasarkan pancasila (Hasibuan, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Koentjaraningrat (1997), mengatakan pendidikan adalah kemahiran menyerap pengetahuan atau meningkatkan sesuai dengan pendidikan seseorang dan kemampuan ini berhubungan erat dengan sikap seseorang terhadap pengetahuan seseorang yang diserapnya, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk menyerap pengetahuan. 2.2.6. Budaya Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kesanggupan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota sebuah masyarakat. Atau dengan kata lain konsep dari suatu sistem serta peraturan dan makna, yang pernyataannya tergambar melalui cara manusia menjalani kehidupan. Latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang penting terhadap bermacam aspek kehidupan manusia yaitu kepercayaan, tanggapan, emosi, bhasa, agama, bentuk keluarga, diet, pakaian dan bahasa tubuh. Konsep tentang kehidupan, sakit dan bentuk kemalangan lain yang mempunyai pengaruh yang penting terhadap bermacammacam aspek kehidupan manusia yaitu kepercayaan, tanggapan, emodi, bahasa, agama, bentuk keluarga, sakit dan bentuk kemalangan lain yang mempunyai implikasi yang penting terhadap kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Konsep budaya kadang kala disalahartikan atau penggunaannya

disalahgunakan oleh masyarakat. Misalnya, budaya tidak pernah homogen, dan dengan itu pula seseorang selalu mengelak dari pada menggunakan kenyataan umum untuk memilih-milih kepercayaan dan kelakuan seseorang. Peranan budaya merupakan peranan yang senantiasa dilihat berdasarkan konteksnya. Konteks itu

Universitas Sumatera Utara

terdiri dari beberapa unsur-unsur sejarah, ekonomi, sosial, politik, geografi. Ini berarti budaya merupakan satu kumpulan manusia, pada masa tertentu, senantiasa dipengaruhi faktor-faktor lain. Maka kepercayaan budaya dan perilaku budaya yang asli dapat dipisahkan dari kontek ekonomi. Misalnya seseorang bertindak seperti makan hanya sebagian dari makanan, tinggal di rumah yang sempit dan tidak berobat ke dokter pada saat sakit. Kebudayaan meresap dalam kehidupan kita. Dari kepercayaan dasar tentang sifat-sifat hakiki alam semesta dan akan adanya sesuatu yang supranatural (di atas alam, mengenai ke Tuhanan), sampai dengan makanan khusus yang kita makan dan alat-alat yang kita pakai untuk makan, kita berpikir dan bertindak sesuai dengan kebudayaan atau kultur kita (Maramis, 2006). Kesehatan para anggota masyarakat berhubungan dengan pola kebudayaan mereka. Jelas bahwa praktik diet dan kebersihan dapat mempengaruhi timbulnya penyakit tertentu, tetapi praktik-praktik lain dari kebudayaan dapat mempengaruhi juga resiko timbulnya penyakit, misalnya memotong tali pusat bayi baru lahir dengan bambu tajam yang tidak disterilkan dapat mengakibatkan tetanus neonatorum. Dan dalam masyarakat kita sekarang, merokok, minum minuman keras dan sebagainya membawa resiko terhadap kesehatan (Maramis,2006). Disamping timbulnya penyakit, kebudayaan sedikit banyaknya

menentukan bagaimana penyakit ini terjadi atau apa yang merupakan penyebab suatu kondisi tidak enak. Tidak sukar menemukan contoh pengaruh kebudayaan terhadap persepsi sakit dan reaksi-reaksi terhadapnya. Banyak kebudayaan

Universitas Sumatera Utara

mempunyai sistem klasifikasi penyakit yang sangat berbeda dengan yang dari kedokteran modern. Menurut Paul (1995) dalam Marasmis menceritakan suatu kebudayaan yang mempunyai lima kategori dasar untuk penyakit, tetapi hanya dua yang dikonsultasikan kepada dokter modern yaitu obstruksi usus dan terkena panas atau dingin berlebihan. Tiga yang lain adalah terkena angin yang jahat, gangguan emosi yang hebat dan ketularan orang yang tidak bersih secara ritual ditangani dengan pengobatan popular. Pengobatan modern dianggap tidak mempan terhadap penyakit-penyakit ini. Kadang-kadang tuberculosis dianggap karena ketakutan sehingga tidak diobati dengan kedokteran modern. Dalam kebudayaan kita, tidak sedikit orang percaya bahwa ada penyakit yang dibikin oleh dukun, disantet dan sebagainya dan banyak yang percaya akan masuk angin, kena angin jahat, kemasukan roh orang lain atau roh jahat yang menguasai orang itu, dan sebagainya yang hanya dapat disembuhkan dengan caracara tertentu atau oleh dukun. Sering orang yang terkena penyakit pergi sekaligus ke dukun, ke paranormal, ke dokter atau juga berdoa (Maramis,2006). Contoh yang paling dramatis mengenai efek kebudayaan terhadap kesehatan adalah kematian akibat ilmu sihir pada orang-orang yang percaya akan hal itu. Orang yang percaya bahwa ia telah terkena sihir, tidak mau makan atau minum dan mengalami dan mengalami ketakutan yang hebat (Maramis,2006). 3. Minat Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri semakin kuat atau

Universitas Sumatera Utara

lebih dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Minat adalah kecenderungan yang tetap memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan. Jika seseorang kurang berminat, dapat diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih besar dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan (Slameto, 2003). Minat juga merupakan sesuatu yang menarik perhatian seseorang untuk berbuat, biasanya dimulai dari rangsangan eksternal misalnya uang atau makanan yang selanjutnya mempengaruhi perilaku seseorang. Besar kecilnya minat seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu dapat diamati dari perasaan senang atau gembira melakukan pekerjaan tersebut, rasa puas melakukan pekerjaan dan perasaan bila bekerja di tempat tersebut sehingga tidak terlintas untuk pindah (Slameto, 2003). Wittig (dalam Sukadji, 2001) menjelaskan minat sebagai any area that generates attention or excitement for a person. Artinya minat ialah kecenderungan seseorang terhadap objek-objek dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan perhatian dan menghasilkan kepuasan. Demikian pula pendapat dari Blair, Jones dan Simpson (dalam Pintrich and Schunk, 2002) yang menyatakan minat sebagai suatu perasaan suka atau tidak suka terhadap suatu kegiatan.

Universitas Sumatera Utara

Minat adalah perhatian yang merupakan titik tolak timbulnya hasrat untuk melakukan kegiatan yang diharapkan (Effendy, 2003). Sedangkan menurut Poerwadaminta (1998) minat adalah kesukaan dari kecenderungan-kecenderungan yang terarah secara intensif kepada suatu objek yang dianggap penting. Hurlock (1996) menyatakan minat sebagai sesuatu dengan apa seseorang

mengidentifikasikan keberadaan pribadinya. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Bila mereka melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, maka mereka merasa berminat. Ini kemudian mendatangkan kepuasan, dan bila kepuasan berkurang maka minatpun berkurang. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa minat ialah kecenderungan yang terarah secara intensif, keinginan yang besar pada suatu obyek yang menyenangkan, yang berpengaruh pada kesadaran dirinya untuk berusaha melakukan sesuatu yang diinginkannya sehingga bisa memberi kepuasan pada diri individu tersebut. 3.1. Aspek Minat Hurlock (1999) menyatakan bahwa semua minat memiliki dua aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif ini meliputi perhatian seseorang terhadap hal-hal yang berhubungan dengan minatnya, selain itu aspek kognitif didasarkan pada konsep yang dikembangkan seseorang mengenai bidang yang berkaitan dengan minat. Individu akan menganggap bidang tersebut sebagai suatu hal yang dapat menimbulkan rasa ingin tahu mereka dan akan merasa yakin bahwa waktu dan usaha yang dihabiskannya dengan kegiatan yang berkaitan dengan minatnya akan memberi kepuasan dan keuntungan pribadi. Dan bila

Universitas Sumatera Utara

terbukti bahwa ada keuntungan dan kepuasan, maka minat mereka tidak saja menetap, melainkan lebih kuat. Konsep yang membangun aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman pribadi, dan apa yang dipelajari dirumah, sekolah, masyarakat, dan dari berbagai jenis media massa. Dari sumber tersebut, individu belajar apa saja yang akan memuaskan kebutuhan mereka dan yang tidak. Aspek afektif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Seperti halnya aspek kognitif, aspek afektif berkembang dari pengalaman pribadi dan sikap orang yang penting, seperti : orang tua, guru, dan teman sebaya, terhadap hal-hal yang berkaitan dengan minat tersebut, serta dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu. Walaupun kedua aspek, baik kognitif maupun afektif penting peranannya dalam menentukan apa yang akan dan yang tidak dikerjakan oleh individu, dan jenis penyesuaian pribadi dan sosial mereka, aspek afektif lebih penting karena dua alasan. Pertama, aspek afektif mempunyai peran yang lebih besar dalam memotivasi tindakan daripada aspek kognitif. Suatu bobot emosional positif dari minat akan memperkuat minat itu dalam tindakan, Selain itu, aspek afektif bila terbentuk cenderung bertahan lebih lama terhadap perubahan. 3.2. Ciri-ciri minat Adapun ciri-ciri minat menurut Widjaja (2000) ialah: a. Minat tidak dibawa sejak lahir. Minat timbul dari perasaan senang terhadap suatu objek. Slameto (dalam Djamarah, 2002) menyatakan bahwa minat dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada diri seorang anak didik. Caranya ialah

Universitas Sumatera Utara

dengan jalan memberikan informasi pada anak didik mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran b. Minat dapat berubah-ubah. Untuk seorang anak yang sangat muda, lamanya minat dalam kegiatan tertentu sangat pendek. karena minat yang terdapat dalam kegiatan untuk kepentingan diri sendiri lebih daripada untuk mencapai sesuatu hasil tertentu, sehingga ia mudah dikacaukan dan mudah tertarik pada kegiatan lain. Tidak demikian halnya terhadap orang yang lebih tua, mereka lebih lama dapat mempertahankan minatnya terhadap sesuatu daripada berpindah-pindah pada hal lain. c. Minat tidak berdiri sendiri, senantiasa mengandung reaksi dengan stimulus maupun objek. d. Objek minat itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan-kumpulan dari hal tersebut. 3.3. Faktor yang mempengaruhi minat masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan di puskesmas Ada beberapa yang menjadi faktor masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu : a. Pelayanan Kesehatan Pelayanan merupakan kegiatan yang bertujuan memberikan kemudahan, kenyamanan, atau keselamatan. Pelayanan merupakan suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.

Universitas Sumatera Utara

Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan adalah pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan lebih

mengutamakan pendekatan kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu, pada umumnya melalui upaya rawat jalan, rawat inap dan rujukan. Pelayanan kesehatan masyarakat lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif dengan pendekatan kelompok masyarakat dan keluarga, serta sebagian besar diselenggarakan bersama masyarakat dan keluarga serta sebagian besar diselenggarakan bersama masyarakat yang bertempat tinggal diwilayah kerja puskesmas (Trihono, 2005). Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang ada di puskesmas dapat dilihat dari sikap yang diberikan oleh petugas kepada pasien. Sikap petugas kesehatan adalah kesiapannya untuk bertindak, untuk memberikan pelayanan kesehatan termasuk sikapnya dalam berkomunikasi dan berpakaian ketika melakukan pelayanan kesehatan. Cara berpakaian dan berkomunikasi petugas kesehatan sangat mempengaruhi masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. b. Jarak puskesmas Jarak dalam hal ini diartikan secara fisik yaitu berapa jauh lokasi tempat tinggal dengan pelayanan kesehatan atau jarak yang harus ditempuh oleh masyarakat dari tempat tinggalnya menuju Puskesmas. Achmad, R (2005) menyatakan bahwa jarak Puskesmas dengan rumah penduduk sangat berpengaruh terhadap kunjungan masyarakat ke Puskesmas.

Universitas Sumatera Utara

Mutu pelayanan kesehatan

lebih terkait

dengan dimensi lokal dalam

meningkatkan kunjungan pasien, kelancaran komunikasi petugas kesehatan dan pasien. Diharapkan dari lokasi yang mudah dijangkau tersebut maka jumlah kunjungan ke pelayanan kesehatan meningkat, karena sudah didukung dengan kelancaran transportasi dan komunikasi (Azwar, 1999). c. Biaya Biaya adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang meliputi biaya pemeriksaan, pembelian obat dan pemeriksaan laboratorium. Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh semua pemakai jasa pelayanan kesehatan, dan karenanya tidak akan memuaskan masyarakat yang berobat. Sebagai jalan keluarnya, disarankan perlunya mengupayakan pelayanan kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakaian jasa pelayanan itu. Karena biaya pengobatan erat kaitannya dengan kepuasan masyarakat dan kepuasan masyarakat berhubungan dengan mutu pelayanan kesehatan, maka suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan (Azwar,1996). d. Keyakinan Menurut Adler dan Rodman (1991) dalam Purwanto (2000) suatu kepercayaan adalah keyakinan tentang kebenaran suatu yang didasarkan pada budaya dimana dibesarkan. Ia merupakan kepercayaan (keyakinan) pada harga

Universitas Sumatera Utara

sebuah konsep. Nilai-nilai biasanya diwujudkan dalam sistem moral atau agama yang kompleks yang ditemukan pada semua budaya dan masyarakat. Kepercayaan (keyakinan) menurut Niven (1989) dalam Purwanto (2000) adalah sesuatu yang didapatkan dengan kata lain orang tidak lahir dengan membawa mereka. Hampir semua kepercayaan (keyakinan) dan nilai-nilai dasar didapatkan dari mereka yang paling berpengaruh dalam hidup seseorang, orang tua, kakak-adik, guru, teman-teman dan tokoh-tokoh media. Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003) tenaga kesehatan dapat mengajak (kerja sama) tokoh (model Peran) yang dianggap sangat berpengaruh didalam masyarakat, agar dapat diupayakan perubahan-perubahan dari kebiasaan-kebiasan yang dapat memperburuk bagi kesehatannya, meliputi pencegahan penyakit, pelaksanaan pengobatan terhadap penyakitnya serta manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. e. Pengobatan lain Pengobatan yang ditentukan untuk suatu penyakit adalah sesuai dengan penyebabnya yang diperkirakan. Jika, seperti dunia kedokteran modern, penyebab suatu penyakit adalah kuman-kuman, maka diberi obat (antibiotic dan lain-lain) yang telah terbukti dapat mematikan kuman-kuman itu. Tetapi tidak semua kebudayan menganggap penyakit adalah akibat penyebab biologis. Ada yang menghubungkan penyakit dengan hal supranatural (magik, ilmu sihir, paranormal)

Universitas Sumatera Utara

dan ada juga yang menghubungkan dengan hal supranatural (iblis, roh manusia, dewa bahkan Tuhan) (Maramis, 2006). Idealnya pelayanan kesehatan masyarakat meliputi seluruh upaya kesehatan yang bersifat promotif, baik untuk sasaran bayi, anak, remaja, ibu hamil, ibu menyusui, bapak maupun yang sudah lanjut usia. Pelayanan kesehatan minimal yang mungkin dilakukan oleh puskesmas yaitu, promosi kesehatan yang mengembangkan berbagai bebagai program perbaikan perilaku di bidang kesehatan sesuai dengan masalah perilaku setempat melalui beragam kegiatan yang bernuansa pemberdayaan masyarakat. Kesehatan lingkungan yang

mengembangkan berbagai program perbaikan lingkungan setempat agar lebih kondusif untuk kesehatan, tersebut penyelenggarakan klinik sanitasi di dalam gedung puskesmas. Kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana dan perbaikan gizi masyarakat dengan mengembangkan posyandu dan pengembangan sistem kewaspadaan pangan dan gizi serta pemberantasan penyakit menular (Trihono, 2005).

Universitas Sumatera Utara

You might also like