You are on page 1of 25

ikLAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA ACARA 1 ENZIM

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Nama Kelompok : Emira Darin. A H0912044 Jely Puspitasari. P H0912070 Nadia Wohon H0912086 Prakoso Adi H0912100 Rochkim Yuli. P H0912113 Sekar Prasetyaning. P H0912121 Sri Lestariana H0912125

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

ACARA I ENZIM

A. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum acara I Enzim ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim diastase. 2. Mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim diastase. 3. Mengetahui aktivitas enzim amilase pada biji kacang hijau dan tauge.

B. Tinjuan Pustaka Enzim adalah protein yang tersusun atas asam amino dan oleh karena itu maka pengaruh pH berhubungan erat dengan sifat asam basa yang dipunyai oleh protein. Pada umumnya, enzim menunjukkan titik optimal aktivitas pada pH tertentu. Pengaruh reaksi sebagian besar naik dengan naiknya suhu sampai batas tertentu. Tiap naik 100C kecepatan reaksinya naik dua kali. Suhu mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap aktivitas enzim. Pertama naiknya suhu akan menaikkan aktivitas enzim sebaliknya juga mendenaturasi enzim. Pada umumnya suhu kritis enzim terletak antara 55-600C (Martoharsono, 1990). Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme perantara dari sel. Suatu reaksi kimia dapat berlangsung karena molekul-molekul reaktan A pada suatu daerah tertentu mengalami keadaan aktif, yaitu apabila energi molekul tersebut dalam keadaan energi pengaktifan. Dalam keadaan demikian ikatan kimia dalam molekul itu dapat pecah sehingga memungkinkan terbentuknya produk (P) keadaan ketika molekul A ada dalam keadaan aktif disebut dengan keadaan transisi, dan energi pengaktifan diartikan sebagai jumlah energi (dalam kalori), yang dibutuhkan oleh satu mol zat pada temperatur tertentu untuk membawa semua molekul ke keadaan aktif (Wirahadikusumah, 1989).

Enzim amilase merupakan enzim yang dapat membantu dan berfungsi untuk memecah pati atau glikogen. Senyawa itu banyak terdapat di dalam tanaman (buah atau sayuran) serta tubuh hewan. Salah satu jenis enzim amilase adalah amilase, enzim yang menghidrolisis unitunit gula dari ujung molekul pati. Terdapat dari hasil tanaman, antara lain: ubi jalar, kacang kedelai dan lain sebagainya (Purbaya, 2007). Dua enzim yang dominan dalam madu yakni enzim diastase dan enzim invertase. Konsep enzim yang lama menggolongkan enzim amilase menjadi dua kelompok, kelompok pertama yakni -amilase (amiloklasti atau amilitik) yang memutus rantai pati secara acak menjadi dekstrin dan menghasilkan hanya sedikit gula tereduksi. Kelompok kedua, -amilase (sakharogenik) yang memutus gula tereduksi maltosa dari ujung rantai pati. Derajat keasaman (pH) optimum bagi -amilase berkisar antara 5,0 pada suhu 22-300C sampai 5,3 pada suhu 45-500C, sedang untuk -amilase adalah 5,3. Laporan terbanyak akan pH optimum bagi diastase madu adalah 5,3 (Sihombing, 1997). Aktivitas enzim berkaitan erat dengan strukturnya, perubahan struktur akan menyebabkan perubahan aktivitas enzim. Pada pH optimum konformasi enzim berada pada kondisi yang ideal. Hal ini menyebabkan interaksi antara enzim dan substrat menjadi maksimal. Pada suasana yang terlalu asam atau basa, konformasinya berubah sehingga keasaman aktivitas akan enzim akan terganggu. terjadinya Perubahan penurunan tingkat aktivitas

meyebabkan

(Agustini dalam Bahri dkk, 2012). Cara kerja dari enzim diastase adalah mengubah karbohidrat kompleks atau polisakarida menjadi karbohidrat dengan rantai karbon yang sederhana atau monosakarida. Enzim ini berperan dalam proses fermentasi madu serta menghidrolisis pati (karbohirat), protein, dan glikosida. Glikosida merupakan turunan dari monosakarida, contohnya glukosa dan fruktosa. Aktivitas enzim diastase dari rentang penelitian pH efektif diastase 4-9 dengan optimum pada 6-7) dan diamati bahwa suhu tampaknya tidak mempengaruhi nilai pH optimum (Eyster, 1959).

Suhu tinggi dapat menyebabkan inaktivasi enzim. Setiap jenis madu mempunyai beberapa jenis enzim yang memiliki peran analitik dan gizi dalam produk. Salah satu enzim paling penting dalam madu adalah enzim diastase yang mampu memecah ikatan glikosidik di oligo dan polisakarida. Aktivitas enzim dapat menurun dengan waktu penyimpanan dan pemanasan. Kegiatan diastase dapat diukur dan dinyatakan sebagai nomor diastase (Hooper dalam Kowalski dkk, 2012). Diastase adalah nama umum untuk enzim -amilase. Fungsi enzim ini adalah pencernaan pati. Penggunaan jumlah diastase pada madu digunakan sebagai ukuran kualitas madu, tetapi dalam kondisi yang tidak adanya overheating. Hal ini logis, karena sebagai enzim, diastase akan melemah atau dihancurkan oleh kondisi panas (White, 1994). Enzim -amilase banyak terdapat pada kecambah kacang-kacangan. Enzim -amilase dalam biji dibentuk pada waktu awal perkecambahan oleh asam giberilik. Asam giberilik adalah suatu senyawa organik yang sangat penting dalam proses perkecambahan suatu biji karena bersifat sebagai pengontrol perkecambahan tersebut. Pemilihan kacang hijau sebagai sumber enzim -amilase karena dalam bentuk kecambah mengandung tokoferol (pro vitamin E) 936,4 ppm dan fenolik 11,3 ppm. Senyawa tersebut merupakan antioksidan yang sangat penting terhadap kesehatan terutama balita. Senyawa fenolik dengan antioksidan lainnya pada konsentrasi rendah dapat melindungi bahan pangan tersebut dari kerusakan oksidatif (Suarni dan Patong, 2007). Amilase adalah enzim yang paling penting digunakan dalam bioteknologi. Penggunaannya meliputi hidrolisis pati untuk menghasilkan sirup glukosa, amilase kaya tepung dan dalam pembentukan dekstrin selama pemasakan dalam industri makanan. Enzim adalah substansi yang ada di selsel hidup organisme dalam jumlah menit dan mampu mempercepat reaksi kimia (terkait dengan proses kehidupan), tanpa mengubah reaksi tersebut (Oyeleke and Oduwole, 2009). Uji iod bertujuan untuk mengidentifikasi polisakarida. Reagen yang digunakan adalah larutan iodin yang merupakan I2 terlarut dalam potasium

iodine. Reaksi antara polisakarida dengan iodine membentuk rantai pada poliiodida. Polisakarida umumnya membentuk rantai heliks (melingkar), sehingga dapat berikatan dengan iodin, sedangkan karbohidrat berantai pendek seperti disakarida dan monosakarida tidak membentuk struktur heliks sehingga tidak dapat berikatan dengan iodin (Anonim, 2011). Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru, amilopektin dengan iodin akan berwarna merah violet, glikogen maupun dekstrin dengan iodin akan berwarna merah coklat (Sari, 2012). Analisis kualitatif enzim diastase menurut SNI 01-3545-1994: a. Satu bagian madu dicampurkan dengan dua bagian akuades. b. Larutan madu diambil 10 ml dan ditambah-kan 1 ml larutan amilum 1%. c. Dipanaskan dengan penangas air elektrik suhu 450C selama 1 jam. d. Ditambahkan 1 ml larutan iod 0,0007 N. Keterangan: Jika berwarna biru, enzim diastase negatif. Jika berwarna kehijauan atau coklat, enzim diastase positif (Suseno, 2012) Pati bila berikatan dengan iodium akan menghasilkan warna biru karena struktur molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul yodium dan membentuk warna biru. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa pati akan merefleksikan warna biru bila polimer glukosanya lebih besar dari 20 (seperti amilosa). Bila polimer glukosanya kurang dari 20, seperti amilopektin, akan dihasilkan warna merah atau ungu-coklat. Sedangkan polimer yang lebih kecil dari lima, tidak memberi warna dengan iodium (Benyamin, 2010). Dibuktikan bahwa yang terbentuk dari hasil fermentasi bukan amilum melalui pengujian terhadap larutan selulosa bakteri dengan penambahan larutan iodin tidak membentuk warna biru, seperti halnya terhadap larutan amilum akan membentuk larutan yang berwarna biru (Tampubolon, 2008).

C. Metodologi 1. Alat a. Tabung reaksi b. Rak tabung reaksi c. Gelas ukur d. Gelas beaker e. Stopwatch f. Penangas air g. Pipet tetes h. Pipet volume i. Lempeng porselin j. Mortir k. Kain saring l. Timbangan analitik m. Penjepit kayu 2. Bahan a. Larutan amilum 1% b. Larutan glikogen 1% c. Larutan dekstrin 1% d. Larutan selulosa 1% e. Larutan enzim diastase f. Larutan 0,01 M Iodine dan 0,01 N g. Buffer pH 4, 7 dan 9 h. Biji kacang hijau i. Taoge j. Aquades

3. Cara Kerja Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim Diastase/Amilase a. Uji Iod 3 tabung reaksi
1. 6 ml buffer pH=4,0 Substrat= 3 ml lar. Amilum 1% 2. 6 ml buffer pH=6,0 Substrat= 3 ml lar. Amilum 1% 3. 6 ml buffer pH=8,0 Substrat= 3 ml lar. Amilum 1%

Diisikan pada masing-masing tabung reaksi

1 ml enzim diastase

Masing-masing tabung reaksi ditambahkan dan dihomogenkan.

Setiap 5 menit tabung reaksi diamati dengan cara mengambil 1 tetes larutan. Diteteskan ke lempeng porselin/test plate dan ditambah 1 tetes larutan 0,01 N Iod (uji iod).

Dicatat perubahan warna yang terjadi

Dibandingkan warnanya dengan, dekstrin 1% ditambah iod, dan glikogen 1% ditambah iod.

Hasil akhir pada tabung 1,2 dan 3 diuji dengan reagen Benedict

b. Uji Benedict 3 ml reagen Benedict dan 1 ml larutan sampel

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Tabung reaksi dimasukkan dalam air mendidih selama 5-10 menit atau dipanaskan langsung selama 1 menit.

Reaksi positif ditunjukkan jika terjadi warna hijau, merah, oranye atau merah bata dan endapan merah bata tergantung dari banyaknya Cu2O yang berbentuk. c. Uji Iod Larutan selulosa 1%, glikogen 1%, dan amilum 1%

Diteteskan pada cawan porselin

Ditambahkan larutan iod 0,01N beberapa tetes

Dicatat perubahan warna yang terjadi

d. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Diastase/Amilase 6 tabung reaksi

2 ml larutan amilum 1% dan 2 ml larutan enzim diastase Diastase 2ml

Diisikan pada masing-masing tabung

Disiapkan penangas air dengan suhu 400C dan 1000C

Tabung 1 dan 2 diinkubasikan pada suhu selama 400C 30 menit Tabung 3 dan 4 pada suhu selama 1000C 10 menit Tabung 5 dan 6 dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit

Masing-masing ditambah 1 ml iod 0,01N

Diamati perubahan warna yang terjadi

e. Pengujian Amilase dari Kecambah Biji Kacang Hijau dan Tauge a. Pembuatan Ekstrak Kacang Hijau dan Tauge Dihomogonkan dengan mortar. Ditambah aquades 25 ml dan disaring dengan kain saring

2 macam bahan (biji kacang hijau dan tauge) masingmasing 25 gram

b. Pengujian Aktivitas Enzim Amilase

3 ml larutan amilum 1% dengan buffer pH 7 1ml

Dimasukkan kedalam setiap tabung reaksi (4 tabung reaksi).

Tabung 1 dan 2 ditambahkan masing-masing 1ml ekstrak kacang hijau Tabung 3 dan 4 ditambahkan masing-masing 1ml ekstrak tauge

Diinkubasikan pada penangas air pada suhu 40oC selama 20 menit

Pada menit ke 0 dan 20 diambil 1 tetes bahan tersebut pada lempeng porselin dan ditambah 1 tetes larutan iod 0,01N

Dicatat perubahan warna yang terjadi

D. Hasil dan Pembahasan Tabel 1.1 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase Perubahan warna Kel. Substrat Buffer 0 5 10 15 9 3 ml pH = 4 Kuning Coklat Coklat Kuning larutan kecoklatan muda muda tua amilum pH = 7 Biru Biru Biru Biru 1% kehitaman tua pH = 9 Biru Biru Biru Biru keunguan muda tua keunguan 10 3 ml pH = 4 Bening Kuning Kuning Kuning larutan pekat dekstrin pH = 7 Bening Coklat Merah Coklat 1% tua coklat tua pH = 9 Bening Coklat Pink Coklat muda muda muda 11 3 ml pH = 4 Kuning Kuning Kuning Kuning larutan pekat tua tua tua glikogen pH = 7 Kuning Kuning Kuning Kuning 1% muda muda muda muda pH = 9 Kuning Bening Bening Bening bening Sumber: Laporan Sementara

20 Kuning pudar Biru kehitaman Biru muda Kuning Merah coklat Coklat muda Kuning tua Kuning muda Bening

Praktikum percobaan satu ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH dan pH optimum aktivitas enzim amilase pada beberapa substrat, yaitu amilum, dekstrin, dan glikogen. Menurut Suseno (2012), enzim diastase mula-mula diberi nama zimase yang terdapat enzim diastase tersebut yang berarti pemisahan. Nama diastase diambil berdasarkan daya kerja diastase yang dapat memisahkan atau mengubah pati yang tidak larut menjadi larut. Cara kerja dari enzim diastase adalah mengubah karbohidrat kompleks atau polisakarida menjadi karbohidrat dengan rantai karbon yang sederhana atau monosakarida. Enzim ini berperan dalam proses fermentasi madu serta menghidrolisis pati (karbohirat), protein, dan glikosida. Glikosida merupakan turunan dari monosakarida, contohnya glukosa dan fruktosa. Aktivitas enzim diastase dari rentang penelitian pH efektif diastase 4-9 dengan optimum pada 6-7 dan diamati bahwa suhu tampaknya tidak mempengaruhi nilai pH optimum (Eyster, 1959).

Aktivitas enzim berkaitan erat dengan strukturnya, perubahan struktur akan menyebabkan perubahan aktivitas enzim. Pada pH optimum konformasi enzim berada pada kondisi yang ideal. Hal ini menyebabkan interaksi antara enzim dan substrat menjadi maksimal. Pada suasana yang terlalu asam atau basa, kanformasinya berubah sehingga aktivitas enzim akan terganggu. Perubahan tingkat keasaman akan meyebabkan terjadinya penurunan aktivitas Aktivitas enzim terus meningkat hingga tercapai pH optimum dan menurun setelah pH optimum. Hal iinterjadi karena perubahan pH akan merubah ionisasi rantai samping asam amino pada sisi aktif enzim dan akan berada pada kondisi paling baik ketika pH optimum. Enzim yang memiliki struktur tiga dimensi yang tepatdan berada pada konformasi terbaik menyebabkan enzim dapat mengikat dan mengolah substrat dengan kecepatan

maksimum sehingga menghasilkan produk secara maksimum. Sehingga perubahan pH mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap aktivitas enzim (Zusfahair dan Ningsih, 2012). Pengamatan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase ini dilakukan dengan cara substrat (3 ml larutan amilum 1%, 3 ml larutan dekstrin 1% dan 3 ml larutan glikogen 1%) ditambahkan buffer dengan perlakuan pH yang sudah ditentukan (pH 4, pH 7 dan pH 9) dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml larutan enzim diastase. Setiap lima menit dilakukan pengamatan dengan mengambil satu tetes larutan dan ditambahkan satu tetes lautan 0,01 N Iod samapi menit kedua puluh. Lalu diamati perubahan warna yang terjadi. Menurut Suseno (2012), jika larutan menjadi berwarna biru maka enzim diastase negatif tetapi jika larutan menjadi berwarna kehijauan atau coklat, enzim diastase positif. Iodin yang berikatan dengan pati akan menghasilkan warna biru. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul iodin dan terbentuklah warna biru. Bila pati dipanaskan, spiral merenggang, molekul-molekul iodin akan terlepas sehingga warna biru hilang. Dari percobaan-percobaan didapat bahwa pati akan merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar

dari dua puluh. Bila polimernya kurang dari dua puluh seperti amilopektin, maka akan dihasilkan warna merah. Sedangkan dekstrin dengan polimer 6, 7, dan 8 membentuk warna coklat. Polimer yang lebih kecil dari lima tidak memberikan warna dengan iodin (Winarno, 2008). Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, digunakan berbagai perlakuan pH, hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi pH yang paling optimum untuk aktivitas enzim diastase. Pada tabel 1.1 dapat terlihat bahwa hasil diperoleh hasil pengamatan yang berbeda-beda. Amilum merupakan campuran dua macam stuktur polisakarida yang berbeda yaitu amilosa (1720%) dan amilopektin (83-80%). Amilum juga didefinisikan sebagai karbohidrat yang berasal dari tanaman, sebagai hasilfotosintesis, yang disimpan dalam bagian tertentu tanaman sebagai cadangan makanan. Hasil positif amilum ditunjukkan dengan timbulnya warna biru keunguan setelah amilum direaksikan dengan iodin. Terbentuknya warna tersebut disebabkan karena amilosa yang berikatan dengan iodin akan menghasilkan warna biru dan amilopektin yang berikatan dengan iodin kebiruan atau ungu (Priyanta, 2010). Percobaan dengan subtrat amilun pH 4 dengan pengamatan pada menit ke 0, 5, 10, 15 dan 20, diperoleh warna kuning kecoklatan, coklat muda, coklat muda, kuning tua dan kuning pudar berturut-turut. Pada pH 7 menunjukkan warna biru kehitaman, biru, biru, biru tua dan biru kehitaman secara berturut turut dan pada larutan amilum pH 9 diperoleh warna biru keunguan, biru muda, biru tua, biru keunguan dan biru muda. Perubahan warna yang terjadi menunjukkan bahwa enzim diastase hanya menunjukkan aktivitasnya pada pH 4 dengan memberikan warna kuning-coklat bukan warna biru. Sedangkan pada pH 7 dan 9, belum memberikan warna violet

menunjukkan aktivitas enzim diastase, karena masih memberikan warna birus, yang berarti substrat masih berupa amilum yang belum terhidrolisis. Pada larutan dekstrin 1% dengan waktu pengamatan 1, 5, 10, 15, dan 20 menit pada pH 4 diperoleh warna bening, kuning, kuning pekat, kuning dan kuning berturut-turut. Pada larutan pH 7 diperoleh warna bening, coklat

tua, merah coklat, coklat tua dan merah coklat. Pada pH 9 didapat hasil bening, coklat muda, pink muda, coklat muda dan coklat muda secara berturut-turut. Dekstrin yang dihasilkan pada reaksi hidrolisis parsial dapat diuji secara kualitatif dengan uji iodin sehingga dihasilkan warna merah kecoklatan, (Zusfahair dan Ningsih, 2012). Menurut Winarno (2008), dekstrin dengan polimer 6-8 akan membentuk warna coklat jika diuji dengan iodin. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, pada substrat dekstrin aktivitas enzim diastase hanya ditunjukkan pada pH 4. Karena warna yang diberikan tidak lagi coklat tetapi kuning. Menunjukkan dekstrin sudah dihidrolisis polimernya menjadi kurang dari lima. Sedangkan pada pH 7 dan 9 warna yang diberikan masih coklat, menunjukkan bahwa substrat msi berbentuk dekstrin dan belum terhidrolisis. Glikogen merupakan suatu polimer yang struktur molekulnya hampir sama struktur molekul amilopektin seingga memiliki polimer kurang dari

20, yang akan memberikan warna merah jika berikatan dengan iodin (Winarno, 2012). Sedangkan menurut Deman (1997), glikogen akan memberikan warna coklat-merah dengan iodin. Pengamatan pada larutan glikogen 1% dengan watu pengamatan 0, 5, 10, 15 dan 20 menit menujukkan perubahan warna yang terjadi pada pH 4 diperoleh hasil kuning pekat, kuning tua, kuning tua, kuning pekat dan kuning pekat. Pada larutan dengan pH 7 diperoleh warna kuning muda untuk tiap waktu pengamatan. Pada pengamatan dengan larutan pH 9 diperoleh hasil kuning bening, dan bening untuk selanjutnya sampai 20 menit. Dari data yang didapat, aktivitas enzim diastase terdapat pada semua larutan glikogen 1% baik pada pH 4, 7, dan 9. Terlihat pada perubahan warna yang terjadi yaitu kuning. Padahal seharusnya, jika glikogen dengan iodin akan memberikan warna coklat merah. Melalui pengamatan dengan menggunakan uji iod, sebagian besar sampel sudah menunjukkan aktivitas diastase. Karena polimer pati dengan polimer 6-8 akan memberikan warna coklat dan yang lebih kecil dari lima tidak akan memberikan warna dengan iodin (Winarno, 2008). Hal inilah yang membedakan perubahan warna yang

terjadi. Ketika sampel larutan berubah menjadi warna coklat, berarti sampel sudah terhidrolisis menjadi memiliki polimer 6-8 dan sampel yang berubah warna menjadi kuning, berarti polimernya sudah terhidrolisis menjadi kurang dari lima. Tetapi didapatkan beberapa sampel tanpa ada aktivitas dari enzim diastase. Yaitu pada sampel amilim dan dekstrin pH 7 dan pH 9. Sehingga pH optimum enzim diastase adalah 4. Tetapi menurut Eyster (1959), enzim diastase berada pada pH optimum yaitu pada pH 6-7. Perbedaan ini dapat terjadi karena adanya kesalahan dalam praktikum atau kesalahan praktikan. Tabel 1.2 Uji Benedict Kel. 12 Sampel 1 ml larutan amilum 1% Larutan buffer pH = 4 pH = 7 pH = 9 pH = 4 pH = 7 pH = 9 pH = 4 pH = 7 pH = 9 Perubahan Warna Biru Biru muda Biru Biru muda Biru Biru muda Biru Biru muda Biru Biru muda Biru Biru muda Biru Biru muda Biru Biru muda Biru Biru muda

13

1 ml larutan Dekstrin 1%

14

1 ml larutan Glikogen 1%

Sumber : Laporan Sementara.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang digunakan antara lain larutan amilum 1%, larutan dekstrin 1%, dan larutan glikogen 1% yang masing-masing sebanyak 1 ml serta memiliki warna awal biru. Larutan buffer yang digunakan memiliki pH 4, 7, dan 9. Setelah dilakukan percobaan pengaruh pH menggunakan larutan buffer, masing-masing sampel diberi 3 ml reagen benedict lalu dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Berdasarkan teori dari Sari (2012), pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kupri sulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Oleh karena itu, tujuan dari

pereaksi Benedict yakni untuk mengetahui ada tidaknya glukosa dalam sampel. Aktivitas enzim berkaitan erat dengan strukturnya, perubahan struktur akan menyebabkan perubahan aktivitas enzim. Pada pH optimum konformasi enzim berada pada kondisi yang ideal. Hal ini menyebabkan interaksi antara enzim dan substrat menjadi maksimal. Pada suasana yang terlalu asam atau basa, konformasinya berubah sehingga aktivitas enzim akan terganggu (Bahri, 2012). Dengan rusaknya enzim diastase pada larutan sampel akibat pengaruh pH dapat berakibat terjadinya perubahan komposisi glukosa pada larutan sampel. Ada tidaknya glukosa pada larutan sampel akibat pengaruh pH diatas, dapat diselidiki menggunakan uji benedict. Berdasarkan teori diatas dapat dibandingkan dengan hasil percobaan. Pada hasil percobaan, keseluruh sampel tidak menunjukkan perubahan warna menjadi hijau, kuning, ataupun merah bata; melainkan berubah warna menjadi biru muda. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang telah disebutkan. Ketidaksesuaian ini bisa disebabkan karena larutan sampel yang digunakan mengalami perubahan konformasi struktur akibat dari penambahan larutan penyangga pada percobaan sebelumnya, sehingga aktivitas enzim pada sampel terganggu dengan ditunjukkannya penyimpangan warna yang tidak sesuai teori. Selain faktor diatas, terdapat faktor lain yang menyebabkan penyimpangan yakni kesalahan praktikan yang kurang teliti dalam penambahan larutan buffer. Tabel 1.3 Uji Iod Kel. 13 Sampel Larutan selulosa 1% Larutan glikogen 1% Larutan amilum 1% Perubahan Warna Menit ke-0 Menit ke-20 Bening Kuning keputihan Bening Jingga Bening Biru keunguan

Sumber : Laporan Sementara.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang digunakan adalah larutan selulosa 1%, glikogen 1%, dan amilum 1%. Ketiga sampel tersebut merupakan polisakarida atau polimer dari monosakarida. Ketiga larutan tersebut ditambah larutan iod sebanyak 1 tes kemudian menghasilkan perubahan warna. Selulosa yang semula bening lalu berubah warna menjadi

kuning keputihan pada menit ke-20. Pada larutan glikogen, warna awal bening lalu pada menit ke-20 menjadi jingga. Selanjutnya pada larutan amilum yang semula bening lalu berubah menjadi biru keunguan pada menit ke-20. Menurut Benyamin (2010), pati bila berikatan dengan iodium akan menghasilkan warna biru karena struktur molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul yodium dan membentuk warna biru. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa pati akan merefleksikan warna biru bila polimer glukosa nya lebih besar dari 20 (seperti amilosa). Bila polimer glukosanya kurang dari 20, seperti amilopektin, akan dihasilkan warna merah atau ungu-coklat. Sedangkan polimer yang lebih kecil dari lima (selulosa), tidak memberi warna dengan iodium. Berdasarkan teori dari Sihaloho (2010), amilosa atau amilum dengan iodin akan berwarna biru, glikogen maupun dekstrin dengan iodin akan berwarna merah coklat. Untuk larutan selulosa, Tampubolon (2008) menjelaskan bahwa larutan selulosa terutama selulosa bakteri; dengan penambahan larutan iodin tidak membentuk warna biru, seperti halnya terhadap larutan amilum akan membentuk larutan yang berwarna biru. Berdasarkan hal tersebut dapat dibandingkan dengan hasil percobaan yang telah dilakukan. Pada hasil percobaan didapatkan bahwa amilum memiliki warna biru keunguan dan hal ini sesuai dengan teori. Selain itu, pada selulosa menunjukkan warna kuning keputihan setelah ditambah iod yang berarti sesuai dengan teori yakni tidak menghasilkan warna biru. Sedangkan larutan glikogen menunjukkan penyimpangan dengan teori. Hal ini bisa disebabkan karena larutan glikogen yang digunakan merupakan hasil dari percobaan sebelumnya dengan penambahan larutan buffer. Sehingga enzim pada glikogen mengalami perubahan konformasi struktur dan berakibat aktivitas enzim pada sampel terganggu dengan ditunjukkannya penyimpangan warna yang tidak sesuai teori.

Tabel 1.4 Pengaruh Perubahan Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Amilase Kel Suhu (oC) Waktu Inkubasi 30 menit 10 menit 30 menit 30 menit 10 menit 30 menit Perlakuan Perubahan Warna Bening Ungu Kecoklatan Bening Ungu Kebiruan Bening Ungu Bening Ungu Gelap Bening Ungu Kebiruan Bening Ungu Gelap

40 14 100 40 15 Suhu Kamar 100 16 Suhu Kamar


Sumber : Laporan Sementara

2 ml amilum 1% + 2 ml lar. Diastase + 1 ml lar. Iod 2 ml amilum 1% + 2 ml lar. Diastase + 1 ml lar. Iod 2 ml amilum 1% + 2 ml lar. Diastase + 1 ml lar. Iod

Tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui pengaruh perubahan suhu terhadap aktivitas enzim amilase. Pada percobaan ini digunakan 3 macam perlakuan yakni suhu 400C dengan waktu inkubasi 30 menit, suhu 1000C dengan waktu inkubasi 10 menit dan suhu kamar dengan waktu inkubasi 30 menit. Substrat yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan amilum 1%. Langkah kerja pada percobaan ini yang pertama adalah menyiapkan 6 tabung reaksi, masing-masing tabung diisi dengan 2 ml larutan amilum 1%dan 2 ml larutan diastase. Kemudian 2 tabung yakni tabung 1 dan tabung 2 diinkubasikan pada suhu 400C selama 30 menit. 2 tabung yakni tabung 3 dan tabung 4 diinkubasikan pada suhu 1000C selama 10 menit dan 2 tabung terakhir yakni tabung 5 dan tabung 6 dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit. Pada percobaaan yang telah dilakukan didapatkan hasil pada sampel 2 ml larutan amilum 1% yang ditambahkan 2 ml larutan diastase dan 1 ml larutan iod 0,01 N yang diinkubasi pada suhu 400C selama 30 menit kelompok 14 dan 15 hasilnya sama, perubahan warnanya dari bening menjadi ungu kecoklatan. Pada sampel 2 ml larutan amilum 1% yang ditambahkan 2

ml larutan diastase dan 1 ml larutan iod 0,01 N yang diinkubasi pada suhu 1000C selama 10 menit kelompok 14 dan 16 hasilnya sama, perubahan warna dari bening menjadi ungu kebiruan. Pada sampel 2 ml larutan amilum 1% yang ditambahkan 2 ml larutan diastase dan 1 ml larutan iod 0,01 N yang dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit kelompok 15 dan 16 hasilnya sama, perubahan warna dari bening menjadi ungu gelap. Inkubasi disini bertujuan untuk menghasilkan suhu yang konstan. Dalam aktivitasnya enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satu diantaranya adalah suhu. Setiap enzim memiliki suhu optimum yang berbedabeda, pada suhu rendah pada umumnya enzim masih inaktif semakin meningkat suhunya aktivitasnya pun akan naik. Tiap naik 10oC kecepatan reaksinya naik dua kali. Suhu mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap aktivitas enzim. Pertama naiknya suhu akan menaikkan aktivitas enzim sebaliknya juga mendenaturasi enzim. Pada umumnya suhu kritis enzim terletak antara 55-600C (Martoharsono, 1990). Hasil positif amilum ditunjukkan dengan timbulnya warna biru

keunguan setelah amilum direaksikan dengan iodin. Terbentuknya warna tersebut disebabkan karena amilosa yang berikatan dengan iodin akan menghasilkan warna biru dan amilopektin yang berikatan dengan iodin memberikan warna violet kebiruan atau ungu (Priyanta, 2010). Enzim amilase merupakan enzim yang dapat membantu dan berfungsi untuk memecah pati atau glikogen (Purbaya, 2007). Dengan uji iod kita mengetahui suatu bahan mengandung amilum atau tidak, amilase berfungi untuk memecah amilum. Dengan kata lain dengan uji iod kita akan tahu ada atau tidaknya aktivitas enzim amilase pada suatu bahan. Pada suhu 100C semua enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang. Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C karena pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein (Rosalia, 2011). Suhu optimum enzim amilase adalah 40-500C (Sihombing, 1997). Berdasarkan penjelasan diatas berarti dibawah suhu

400Cdan diatas suhu 500C enzim amilase tidak akan bekerja secara maksimal. Pada suhu 400C dengan waktu inkubasi 30 menit. Sampel kelompok 14 perubahan warnanya dari bening menjadi ungu kecoklatan, sementara sampel kelompok 15 perubahan warnanya dari bening menjadi ungu. Hasil percobaan kurang tepat karena pada suhu ini adalah suhu optimum bagi amilase untuk melakukan aktivitasnya, perubahan warna ungu kebiruan menunjukkan aktivitas enzim diatase tidak bekerja, pada suhu 40oC merupakan suhu optimum enzim untuk melakukan aktivitasnya. Kesalahan terjadi mungkin karena substrat terkontaminasi dengan bahan lain, terlalu banyak penambahan larutan iod dan larutan diastase dan suhu inkubasi yang tidak pas. Pada suhu kamar dan waktu inkubasi 30 menit. Sampel kelompok 15 dan 16 perubahan warnanya dari bening menjadi ungu gelap. Suhu kamar yakni 240C, pada suhu ini enzim amilase belum bekerja secara optimal. Pada suhu 1000C dengan waktu inkubasi 10 menit. Sampel kelompok 14 dan 16 perubahan warnanya bening menjadi ungu kebiruan. Percobaan sudah tepat karena enzim akan terdenaturasi pada suhu 1000C. Tabel 1.5 Aktivitas Amilase dari Ekstrak Kacang Hijau dan Taoge Kel 17 Bahan 3 ml amilum 1% + 1 ml buffer pH 7 + ekstrak Kacang Hijau 3 ml amilum 1% + 1 ml buffer pH 7 + ekstrak Taoge Perubahan Warna Menit Ke-0 Menit Ke-20 Kuning Ungu Kehitaman Kuning keruh Ungu Kehitaman Kuning Bening Coklat Putih bening coklat

18

Sumber : Laporan Sementara

Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas enzim amilase pada bahan. Sampel yang digunakan pada percobaan kali ini adalah ekstrak kacang hijau dan taoge. Pembuatan ekstrak kacang hijau dimulai dengan menumbuk 50 gr kacang hijau dengan mortar, setelah halus tambahkan aquades sebanyak 50 ml, kemudian disaring dengan menggunakan kain saring hasil proses penyaringan merupakan ekstrak kacang hijau.

Pembuatan ekstrak taoge sama seperti pembuatan ekstrak kacang hijau. Percobaan dilakukan dengan ekstrak kacang hijau dan taoge ditambahkan dengan 3 ml amilum 1% dan 1 ml buffer pH 7. Kemudian diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 400C, inkubasi bertujuan untuk menciptakan suhu yang konstan. Pada menit ke-0 dan ke-20 ambil satu tetes sampel dan tambahkan 1 tetes larutan iod, amati perubahan yang terjadi. Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru, amilopektin dengan iodin akan berwarna merah violet, glikogen maupun dekstrin dengan iodin akan berwarna merah coklat (Sari, 2012). Berdasarkan uraian diatas uji iod bertujuan untuk mengidentifikasi polisakarida. Jika bahan menunjukan warna ungu pada uji iod, berarti bahan tersebut mengandung polisakarida. Berdasarkan hasil percobaan dari ekstrak kacang hijau sebelum diinkubasi (0oC) terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning bening. Setelah ditetesi iod warnanya menjadi ungu kehitaman. Setelah diinkubasi pada suhu 40 oC selama 20 menit terjadi perubahan warna dari kuning dengan endapan putih berubah menjadi kuning bening. Setelah ditetesi iod warnanya menjadi coklat. Sedangkan percobaan dengan menggunakan ekstrak taoge sebagai bahan uji pada saat sebelum diinkubasi (0oC) terjadi perubahan warna dari kuning keruh menjadi putih bening, setelah ditetesi iod warnanya menjadi ungu kehitaman. Kemudian setelah dilakukan inkubasi dengan suhu 40 oC selama 20 menit terjadi perubahan warna dari kuning keruh menjadi bening. Setelah ditambahkan iod warnanya menjadi coklat. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut menandakan bahwa terdapat aktivitas enzim

amilase pada ekstrak kacang hijau dan taoge, hal tersebut dibuktikan dengan adanya warna ungu kehitaman ketika diuji dengan uji iod. Enzim -amilase banyak terdapat pada kecambah kacang-kacangan (Suarni dan Patong, 2007). Berdasarkan teori tersebut terbukti bahwa aktivitas amilase pada ekstrak taoge lebih besar daripada aktivitas enzim pada ekstrak kacang hijau.

Enzim sebagian besar protein dengan sifat labil dan ada aktivitas katalitik yang aktif oleh agen tertentu seperti suhu, pH, bahan kimia, dll yang mengganggu konformasi asli enzim (Mahajan, 2011). Kerja enzim dipengaruhi oleh suhu, enzim memiliki suhu optimum untuk melakukan aktivitasnya. Ketika suhu berada dibawah suhu optimum enzim belum bekerja secara maksimal, ketika suhu mulai naik aktifitas enzim pun akan naik sampai batas tertentu, semakin naik suhu aktivitas enzim menurun dan akhirnya terdenaturasi. Enzim memiliki pH optimal tertentu untuk melakukan aktivitasnya, perubahan tingkat keasaman akan meyebabkan terjadinya penurunan aktivitas (Agustini dalam Bahri dkk, 2012). Sedang faktor lain yang mempengaruhi kerja enzim adalah konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, serta pengaruh inhibitor.

E. Kesimpulan Dari praktikum Acara 1 Enzim, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Enzim memiliki pH optimum yang berbeda-beda, untuk enzim amilase / diastase pH optimum berada pada pH 6-7. b. Suhu optimum enzim adalah 400C, suhu jika lebih tinggi maka kegiatan akan menurun, sampai menjadi rusak. c. Aktivitas amilase lebih banyak terdapat dalam ekstrak tauge daripada ekstrak kacang hijau. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim adalah konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu, pengaruh PH, dan pengaruh inhibitor.

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Syaiful, Moh. Mirzan dan Moh. Hasan. 2012. Karakterisasi Enzim Amilase Dari Kecambah Biji Jagung Ketan (Zea mays ceratina L.). Jurnal Natural Science Desember 2012 Vol. 1.(1) 132-143. Benyamin, Atika. 2010. Pemanfaatan Pati Suweg (Amorphophallus Campanulatus B) Untuk Pembuatan Dekstrin Secara Enzimatis. Skripsi Peogram Studi Teknologi Pangan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jatim. Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. Bandung: Penerbit ITB. Eyster, Clyde. 1959. The Optimum pH for Diastase Of Malt Activity. The Ohio Journal of Science Vol. 59 No. 5. Kowalski, S., et al. 2012. Diastase Number Changes During Thermal and Microwave Processing of Honey. Czech J. Food Sci. Vol.30 No.1. Poland. Martoharsono, Soeharsono. 1990. Biokimia Jilid 1. Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Oyeleke, S. B and Oduwele. 2009. Production of Amylase by Bacteria Isolated from a cassava waste dumpsite in Minna, Niger State, Nigeria. African Journal of Micrpbiology Research Vol.3 ISSN 1996-0808. Department of Microbiology Federal University of Technology. Nigeria. Priyanta, Rissang Bagus Sigit, Cokorda Istri Sri Arisanti, I G.N, dan Jemmy Anton P. 2010. Sifat Fisik Granul Amilum Jagung yang Dimodifikasi secara Enzimatis dengan Lactobacilus acidophilus pada Berbagai Waktu Fermentasi. Urusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Purbaya, Rio. 2007. Mengenal Dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami. Pionir Jaya. Bandung. Sari, Maya Fitri. 2012. Pembuatan Manisan Mangga (Mangifera Indica L.) Dengan Memanfaatkan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Kulit Buah Kuini (Mangifera Odorata G.) Menggunakan Hcl 30%. Skripsi Departrmen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Sihaloho, Rona Monika. 2009. Pengaruh Lama Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati pada Pembuatan Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda secara Hidrolisis Asam. Departrmen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Sihombing, D. T. H. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Suarni dan Patong, R. 2007. Potency of Mung Bean Sprout As Enzyme Source (-amilase) Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber Enzim amilase. Indo.J.Chem, 7(3). Suseno. 2012. Uji Mutu Madu yang Dipasarkan di Pasar Gede Surakarta Ditinjau dari Kandungan Enzim Diastase, Aktivitas Enzim Diastase dan Kadar Sukrosa. Jurnal Kimia dan Teknologi Vol. 5 No. 2. Surakarta. Tampubolon, Lisbeth. 2008. Pembuatan Material Selulosa-Kitosan Bakteri Dalam Medium Air Kelapa Dengan Penambahan Pati Dan Kitosan Menggunakan Acetobacter Xylinum. Tesis Universitas Sumatera Utara, Medan. White, J.W. 1994. The Role Of Hmf And Diastase Assays In Honey Quality Evaluation. Original article. Bee World 75(3). Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio press. Wirahadikusumah, Muhamad. 1989. Biokimia, Protein, Enzim & Asam Nukleat. ITB. Bandung. Zusfahair dan Dian Riana Ningsih. 2012. Pembuatan Dekstrin dari Pati Ubi Kayu Menggunakan Katalis Amilase Hasil Fraksinasi dari Azospirillum sp. JG3. Molekul, Vol. 7. No. 1. :9 19. Purwekerto.

You might also like