You are on page 1of 14

ACARA IV PENGALENGAN SAYURAN

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada umumnya, bahan hasil pertanian bersifat perishible, yaitu bahan yang mudah rusak. Sifat ini sangat merugikan, karena menyebabkan turunnya kualitas bahan hasil pertanian. Kerusakan yang terjadi pada bahan hasil pertanian dipengaruhi oleh faktor dalam bahan sendiri dan dari faktor luar bahan.. Mengingat sifat alamiah dari sayuran yang mudah busuk dan rusak, perlu diusahakan beberapa cara pengolahan untuk memperpanjang umur simpan, salah satunya dengan pengalengan. Pengalengan merupakan suatu perlakuan pada bahan hasil pertanian deangn menutupi permukaan bahan dengan kemasan hermitis yang bertujuan untuk menghindari kontak langsung bahan dengan benda lain dan udara luar. Pengalengan meliputi beberapa tahap, yaitu preparasi bahan dan wadah, blanching, pengisian, penghampaan/exhausting,, penutupan, sterilisasi/pasteurisasi, dan pendinginan. Pengalengan dapat dilakukan dalam skala rumah tangga. Prosesnya lebih sederhana dibandingkan dengan pengalengan dalam skala industri. Alat-alat yang digunakan pun juga sederhana dan sering kita jumpai di dapur sehingga tidak memerlukan banyak biaya untuk melakukannya. Dalam pengalengan sayuran dan buah dalam skala rumah tangga biasanya digunakan kaleng dengan bahan gelas/kaca. Ada dua cara yang umum dilakukan dilakukan untuk pembotolan skala rumah tangga, yaitu pengalengan dengan menggunakan boiling water canner, (pemanas dengan air mendidih) dan pressure canner (pemanas disertai tekanan). Dalam praktikum kali ini akan dikaji lebih dalam mengenai pengalengan boiling water canner untuk buah dan sayur, sehingga nantinya dapat

dimanfaatkan dalam meningkatkan umur simpan dan mutu bahan hasil pertanian lebih lanjut. 2. Tujuan Praktikum Pengalengan Sayuran ini bertujuan: a. Memperlajari prinsip pengalengan pada sayuran, baik prinsip pengawetannya maupun tahapannya. b. Mengetahui pengaruh variasi perlakuan dalam pengalengan sayuran terhadap beberapa parameter kualitas. B. TINJAUAN PUSTAKA Masalah umum pengalengan sayuran adalah sayuran cenderung mengapung ke atas botol setelah pengolahan. Hal ini sering disebabkan oleh udara yang terjebak di dalam sel-sel sayuran. Sayuran yang berada di bagian atas tabung dan tidak tercakup oleh cairan dapat teroksidasi dan berubah menjadi cokelat. Meskipun sayuran ini menjadi sangat tidak menarik, mereka masih aman untuk dimakan. Memasak sayuran dengan singkat sebelum mengemasnya ke dalam stoples akan membantu menggantikan udara yang ada dalam sayuran dengan cairan dan membantu mengurangi kemungkinan sayuran mengambang ke atas toples. Hal ini disebut sebagai metode analisis hot packing dari pengalengan. Ketika sayuran dipanaskan, mereka menjadi lebih lentur dan lebih banyak sayuran mengambang. metode hot packing sangat direkomendasikan sebagian besar sayuran guna mencegah sayuran mengambang dan untuk menciptakan makanan awetan dengan kualitas baik. Metode raw packing adalah sayuran yang tanpa dipanaskan langsung dikemas ke dalam toples, kemudian tertutupi dengan air mendidih. Metode ini dapat digunakan untuk sayuran halus, seperti labu musim panas, yang tidak dapat mempertahankan bentuk dan teksturnya jika dimasak terlebih dahulu. Sayuran dikemas dengan menggunakan metode raw packing memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengapung dalam stoples karena mengandung lebih banyak udara dan tidak dapat dikemas rapat ke dalam toples (Amendt, 2001).

Hampir semua jenis sayur-sayuran mudah rusak. Untungnnya, kebanyakan dari dayuran yang mudah rusak tersebut dapat diawetkan dengan akseptabilitas yang tinggi. Dengan keberhasilan penenerapan teknologi pengawetan sayuran secara komersial, penyediaan sayuran yang mudah rusak dapat diperpanjang. Pengawetan secara komersial

memperbaiki persediaan bahan sayuran dengan cara lain yang lebih baik. Hal ini mendorong pengusaha untuk memproduksi sayuran sengan intensif seiring dengan berkurangnnya kerusakan dan pembusukan sayuran yang dipanen. Masalah yang sering muncul dalam pengawetan sayur didalam kalengan (pengalengan), yaitu: kemasan menjadi berkarat oleh asam, dan timbulnya warna lain oleh reaksi antara timah yang larut dengan antosianin. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan adanya lacquer (pernis) khusus (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2008) Tekstur (kekerasan) sayur-sayuran sama halnya dengan tekstur buah-buahan dan tanaman lainnya yaitu dipengaruhi oleh turgor dari selsel yang masih hidup. Turgor adalah tekanan dari isi sel terhadap dinding sel. Dinding sel tersebut mempunyai sifat plastis. Isi sel dapat membesar karena menyerap air dari seklilingnya, oleh karena itu turgor berpengaruh terhadap kekerasan (keteguhan) sel-sel parenkima dan dengan demikian berpengaruh terhadap tekstur bahan (Muchtadi dkk, 2011). Perlakuan blansing (blanching) ataupun perendaman dalam bahan kimia merupakan langkah pendahuluan yang dilakukan untuk

mengantisipasi terjadinya perubahan warna, bau, cita rasa, tekstur, gizi inaktif pada buah atau sayuran sebelum diolah lebih lanjut, seperti pengeringan, pengalengan dan dibekukan sehingga diperoleh kualitas yang baik (Estiasih & Ahmadi, 2009). Pemanasan selama proses blansing menyebabkan bahan menjadi lebih lunak, layu dan secara organoleptik bahan lebih baik. Perendaman dalam larutan sulfit, vitamin C, asam sitrat, garam dan hidrogen peroksida terutama ditujukan untuk memperbaiki atau mengurangi terjadinya pencoklatan

(Muchtadi, 1992 dalam Putri, 2011 ).

Proses perebusan dan sterilisasi botol dengan pemanasan juga menyebabkan vitamin A mudah rusak dan hilang. Hasil ini sejalan dengan proses pengalengan sayuran dan penyimpanan makanan kaleng

menghasilkan retensi vitamin A rata-rata 80%, perebusan buah dan sayuran retensi vitamin A berkisar 80%. Pengukusan menghasilkan kerusakan lebih sedikit dibandingkan perebusan (Rahayu, 2010). Blansing: Potongan buah-buahan, sayuran segar dan sayuran akar dapat direndam dalam bak yang berisi air panas (atau air mendidih) selama 1 10 menit pada 91 - 990C, untuk mengurangi tingkat mikroba, dan mengurangi sebagian aktivitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan. Proses ini dapat disebut sebagai blansing. Waktu pemanasan akan tergantung pada jenis sayuran produk olahan (FAO, 2003). Sebelum pembekuan, sayuran bisa dimasak secara singkat dengan air mendidih, proses ini dikenal sebagai blanching untuk menonaktifkan enzim dan mengurangi perubahan warna serta hilangnya nutrisi. Sebelum

pengeringan, beberapa jenis sayuran berdaun seperti Gnemon spp. secara singkat diblanching untuk menekan aktivitas enzim dan hilangnya warna. Blansing sayuran, sebagai teknik preproses sebelum pengeringan dengan surya, menyebabkan adanya retensi baik terhadap nutrisi, terutama karoten, baik palatabilitas dan penampilan (Onomerhievurhoyen, 2011). Selain itu, buah-buahan dan sayuran yang biasanya lebih dari 90% air dan, setelah mereka dipanen, mulai menjalani tingkat respirasi lebih tinggi, mengakibatkan hilangnya kelembaban, kualitas kerusakan dan pembusukan mikroba potensial. Blansing adalah langkah penting dalam pengalengan dan pembekuan sayuran. Buah-buahan, di sisi lain, biasanya tidak diblanching sebelum pembekuan sifatnya halus dan sifatnya keasaman. Nutrisi juga dapat hilang melalui oksidasi, terutama selama perlakuan panas dan penyimpanan. Karena baik belum diolah dan diproses buah-buahan dan sayuran harus menjalani beberapa transportasi dan penyimpanan, penurunan beberapa nutrisi sebelum dikonsumsi sangat diharapkan (Rickman dkk, 2007).

Buah dan sayuran memainkan peran penting dalam gizi sehat dan ada pada daftar prioritas tinggi konsumen . Namun kendala utama pembelian buah dan sayuran ready-to-eat fresh-cut adalah umur simpannya yang pendek, memudahkan degenerasi cepat dan dekomposisi produk yang kenampakannya tidak diinginkan serta terjadinya

palatabilitas negatif. Buah dan sayuran nerupakan produk hidup yang mengalami pematangan dan terjadi proses penuaan , di mana akan menyebabkan jaringan tanaman dipecah. Produk mengalami berbagai proses biologis dan juga berlanjut setelah produk dipanen. Misalnya, ada nya lebar variasi dalam laju respirasi dan produksi etilen antara buahbuahan dan sayuran (Scetar, 2010). Proses pengalengan dapat mengubah sifat sayuran dan mengurangi kandungan vitamin dan mineralnya. Pada umumnya semua jenis sayuran beku tetap baik, karena selama dibekukan dalam keadaan segar. Sayuran kaleng dan sayuran beku tidak kebal terhadap penanganan yang salah atau jelek. Jika sayuran terkena suhu yang ekstrem dengan tiba-tiba diatas suhu udara luar, maka sebagian tekstur, aroma dan warnanya akan hilang (Sumoprastowo, 2004).

C. METODOLOGI 1. Alat a. Gelas b. Panci c. Kompor d. Pisau e. Spatula/sendok plastic f. Botol g. pH meter h. Termometer i. Penjepit besi 2. Bahan a. Buncis b. Nanas c. Garam d. Air 3. Cara Kerja a. Preparasi Gelas Gelas dicuci dengan sabun sampai bersih Gelas ditaruh dalam panci dengan posisi mulut menghadap ke atas.

Air hangat dituang ke dalam panci sampai gelas tercelup hingga tinggi air 1 cm diatas permukaan gelas Air dididihkan selama 10 menit (dihitung mulai dari awal mendidih)

b. Persiapan Bahan, Blanching, Pengisian dan Penutupan Buah dan sayur dikupas, dicuci dan dipotong-potong Potongan buah dan sayur diperlakukan (blanching dan pengisian)

Raw packing

Hot packing

Potongan buncis dan nanas Dimasukkan ke dalam gelas

Direbus potongan buncis dan nanas dalam air mendidih 3-5 menit Dituangkan ke dalam gelas hingga ketinggian minimal 90 % dari volume gelas

Dituangi air mendidih hingga ketinggian 90% dari volume gelas

Ditambahkan garam ke dalam masing-masing gelas sebanyak sendok teh Diaduk dengan spatula/sendok plastik

Gelas ditutup secepat mungkin

c. Pemanasan 2 buah panci diisi air sampai volume panci

Dipanaskan sampai 82oC untuk hot packing dan 62oC untuk raw packing Gelas berisi sayuran dan buah dimasukkan pada panci sesuai dengan variasinya

Ditambahkan air mendidih hingga ketinggian 1 inchi di atas tutup gelas

Dinyalakan api pada posisi nyala api paling besar Dikecilkan nyala api setelah mendidih

Dimatikan api setelah 5, 15, 25 dan 35 menit (tergantung jenis perlakuan) dari mulai air mendidih

D. Hasil dan Pembahasan Tabel 4.1 Pengaruh variasi Pengalengan Sayur Buncis terhadap Kekeruhan, pH dan Mikroba yang Tumbuh Mikroba yang tumbuh Hari Hari Hari 0 3 6 + + + + + + + + + -

Jenis

Perlakuan

Waktu Pmanasan 10 20 30 40 10 20 30 10 20 30 40 10 20 30

Kekeruhan Hari 0 + + ++ ++ + + + + ++ + + + + Hari 3 ++ ++ ++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + + + Hari 6 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ + + + Hari 0 9,2 8,4

pH Hari 3 7,5 4,24 5,58 6,83 5,31 7,4 4,66 4,79 3,37 4,79 4,63 3,75 4,76 Hari 6 6,2 5,01 5,14 4,85 5,14 6,02 5,4 5,14 5,15 5,36 5,15 5,18

Raw packing Sayuran Buncis Hot packing Raw packing Buah Nanas

8,3 8,9 4,21 4,51 4,4 4,37 3,41 4,76

Hot packing

Sumber: Laporan sementara Keterangan: Pada peremeter kekeruhan + ++ +++ ++++ = tidak keruh = agak keruh = keruh = sangat keruh

Parameter mikroba + ++ _ = ada sedikit = ada banyak = tidak ada Buah nanas mempunyai kadungan vitamin dan aw yang tinggi yang membuat nikroorganisme tumbuh cepat pada buah nanas ini. Sedangkan

Buncis merupakan sayuran yang mudah mengalami kerusakan (sukar dimasak) setelah disimpan pada kelembaban dan suhu yang tinggi (iklim tropik). Kerusakan ini dipengaruhi oleh senyawa penyusun buncis, diantaranya: phenol, phythate dan fiber. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawetan untuk sari buah nanas dan buncis tersebut menggunakan metode pengalengan. Pengalengan meliputi beberapa tahap yaitu preparasi bahan, dan wadah, blanching, pengisian penghampaan, penutupan, sterilisasi dan

pendinginan. Cara pengisian buah pada acara Pengalengan Sayuran ada dua macam yaitu hot packing dan row packing. Hot packing dilakukan dengan cara memasukkan bahan yang telah direbus bersama cairan pengisi sebelum dikemas dalam botol/kaleng, sedangkan row packing dilakukan dengan memasukkan makanan mentah kedalam botol/kaleng yang telah dipanaskan kemudian menambahkan cairan pengisi. Pengisian ini dilakukan dengan menyisakan ruang kosong di atas permukaan cairan sebesar 1/10 volume gelas. Sisa ruang ini disebut headspace yang berguna untuk memberi ruang bagi pemuaian bahan maupun cairan selama pemanasan sehingga gelas tidak rusak. Setelah itu, dilakukan pengadukan untuk menghilangkan gelembung udara dari dalam cairan. Pengadukan jangan dilakukan dengan sendok atau pengaduk dari logam untuk karena dapat menyebabkan kerusakan pada gelas. Penghampaan dilakukan guna menghambat pertumbuhan bakteri aerob karena penghampaan berfungsi untuk menghilangkan udara dari headspace. Penutupan tutup gelas/botol harus dilakukan serapat mungkin agar hermitis. Pada praktikum kali ini kedua sampel yaitu buncis dan buah nanas diberi 2 perlakuan yaitu yaitu metode raw-packing dan metode hot-packing dimana untuk raw-packing diberi perlakuan 4 variasi waktu yaitu 10, 20, 30, dan 40 menit sedangkan untuk hot packing masing-masing diberi pelakuan variasi waktu 10, 20, dan 30 menit. Untuk perlakuan pengisian bahan ke dalam kaleng gelas dengan menggunakan metode raw-packing, sayur buncis dan sari buah nanas yang digunakan tidak perlu dipanaskan terlebih dahulu. Sedangkan untuk hot-packing sayur buncis dan sari buah nanas yang digunakan terlebih dahulu dipanaskan (di blanching) pada air mendidih

selama 10 menit. Pada saat pengalengan sampel ditambahkan medium berupa larutan garam. Penambahan medium ini mempunyai tujuan untuk memberikan volume pada produk dalam kaleng, penghantar panas selama proses pemanasan berlangsung, menambah cita rasa, selain juga dapat digunakan untuk menghalau mikroba pathogen. Pada percobaan ini, diamati pengaruh perlakuan yang diberikan yaitu raw-packing dan hot-packing terhadap parameternya yaitu kekeruhan, pH, dan pertumbuhan

mikroorganisme pada pengamatan hari ke-0, ke-3 dan ke-6. Dari data hasil percobaan yang didapatkan selama praktikum, pada perlakuan pengisian sayuran buncis secara raw-packing yang dipanaskan selama 10 menit tingkat kekeruhannya tinggi untuk pengamatan pada hari ke6, pH bahan mulai mengalami penurunan dari sekitar pH 8 menjadi sekitar pH 5 untuk pengamatan pada hari ke-3, dan pertumbuhan mikroba mulai tumbuh untuk pengamatan hari ke-3. Kemudian pada waktu pemanasan 20 dan 30 menit kekeruhannya hampir sama, yaitu cukup keruh pada hari ke 6, dan rata rata pHnya juga menurun sserta untuk yang 30 menit pertumbuhan mikroba sudah dimulai pada hari ke3, sedangkan yang pemanasan 30 menit pertumbuhan mikroba baru muncul setelah hari ke 6. Untuk pemanasan selama 40 menit, kekeruhan pada hari ke 0 sudah nampak sedikit keruh, pH dari hari ke 0 hingga ke 6 menurun dari 8,4 menjadi 5,14. Kemudian untuk perlakuan hot-packing, pada sampel yang diberi perlakuan pemanasan selama 10 menit, pada hari ke 6 cukup keruh penampakannya, pHnya turun hingga 4,85, mikrobanya muncul pada hari ke 3, selanjutnya untuk pemanasan selama 20 dan 30 menit hampir sama penampakan kekeruhannya yaitu pada hari ke 0 tidak keruh, namun pada hari ke 6 cukup keruh. Kemudian pHnya juga menurun dari sekitar 8 menjadi 5. Sedangkan pada sampel buah nanas, untuk metode raw packing dengan perlakuan suhu 10, 20, dan 40 menit hampir sama, dapat kita lihat bahwa pada hari ke 6 kenampakannya cukup keruh, dan pH mengalami kenaikan dari pH sekitar 4 menjadi pH sekitar 5. Kemudian untuk variasai suhu 30 menit, pada hari ke 0 kenampakannya sudah sedikit keruh, pada hari

ke 6, pH naik dari 4,4 menjadi 5,15. Keseluruhan seluruh variasi waktu, jumlah mikroba pada sampel tidak mengalami kemunculan. Selanjutnya untuk metode hot-packing pada buah nanas pada variasi waktu 10,20, dan 30 menit hasil yang didapatkan hampir sama, yaitu kekeruhan nya pada hari ke 0,3, dan 6 tidak keruh. pH yang dihasilkan nampak naik yaitu sekitar 4 menjadi 5. Kemudian selama 6 hari itu juga tidak muncul mikrobanya. Dari hasil pengamatan tersebut dapat kita ketahui bahwa perbedaan lama pemanasan pada proses sterilisasinya berpengaruh terhadap jumlah kontaminan yang masuk dalam bahan pangan tersebut, semakin lama waktu pemanasan maka semakin sedikit mikroorganisme yang mengkontaminasi bahan pangan tersebut. Kemudian dilihat dari sampelnya yaitu buah nanas dan buncis, pengaruh kedua sampel terhadap umur simpan dari proses pengalengan. Dapat kita lihat pada hasil praktikum ini jumlah

mikroorganisme yang ada pada buncis selama 6 hari lebih banyak dibanding dengan buah nanas. Sehingga buah nanas lebih panjang umur simpannya dibanding dengan sampel buncis, hal ini di sebabkan karena pH yang dihasilkan pada buah nanas selama 6 hari semakin naik, hal ini menyebabkan jumlah mikroba semakin naik turun, sehingga umur simpan lebih panjang, selain indikator pH juga dapat diketahui melalui indikator kekeruhan dimana pada buncis kekeruhan lebih tinggi dibanding buah nanas yang selam 6 hari tidak nampak keruh sama sekali. Adanya gelembung pada proses pengalengan menyebabkan bahan pangan teroksidasi oleh gelembung udara yang kemudian akan tumbuh mikroorganisme yang menkontaminasi bahan pangan

E. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada acara IV Pengalengan Sayuran adalah: a. Pengalengan meliputi beberapa tahap yaitu preparasi bahan, dan wadah, blanching, pendinginan. b. Cara pengisian buah pada acara Pengalengan Sayuran ada dua macam yaitu hot packing dan row packing. c. Prinsip pengawetan sayuran pada acara Pengalengan Sayuran adalah pemanasan, penambahan garam dan pengalengan itu sendiri (kemasan yang hermitis). d. Semakin lama pemanasan, maka pH akan cenderung semakin tinggi dan mikroba yang tumbuh akan semakin rendah. e. Hot packing lebih baik daripada Row packing pada parameter pH dan mikroba yang tumbuh. f. Pengalengan buah nanas lebih efektif dibandingkan dengan pengalengan buncis pengisian, penghampaan, penutupan, sterilisasi dan

DAFTAR PUSTAKA

Amendt, Linda J. 2001. Blue Ribbon Preserves: Secret to Award-Winning Jams, Jellies, Marmalades and More. The Berkley Publishing Group. New York. Tim Penulis PS. 2008. Agribisnis Tanaman Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Onomerhievurhoyen, Marian. 2011. Traditional Methods of Preservation and Storage of Farm Produce in Africa. Journal New York Science Volume 4, Nomor 3. Rahayu, E Suwarsi dkk. 2010. Perbandingan Kadar Vitamin dan Mineral dalam Buah Segar dan Manisan Basah Karika Dieng (Carica pubescens Lenne & K.Koch). jurnal Biosantifika Volume 2, Nomor 2. Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah. Muchtadi, Tien R dkk. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung. Putri, Anisa R dkk. 2011. Pengaruh Kadar Air Terhadap Tekstur Dan Warna Keripik Pisang Kepok (Musa parasidiaca formatypica). Jurnal Teknologi Pangan Volume 1, Nomor 1. Universitas Hassanudin. Rickman, C Joy dkk. 2007. Nutritional comparison of fresh, frozen and canned fruits and vegetables. Part 1. Vitamins C and B and phenolic compounds. Journal of the Science of Food and Agriculture Volume 2, Nomor 4. Scetar, Mario dkk. 2010. Trends in Fruit and Vegetable Packaging. Journal Food Technology, Biotechnology and Nutrition Volume 5, Nomor 3. Sumoprastowo, R.M. 2004. Memilih dan Menyimpan Sayur-Mayur, BuahBuahan, dan Bahan Makanan. Bumi Aksara. Jakarta.

You might also like