You are on page 1of 29

ACARA II

LIPIDA DAN LIPASE



A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Kimia Pangan acara II Lipida dan Lipase adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap kenampakan minyak/lemak.
2. Menguji ketengikan (rancidity) minyak dengan metode Kreiss Test.
3. Mengetahui kualitatif minyak dan uji angka asam.
4. Menguji aktivitas enzim lipase pada kacang tanah.

B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Lipida adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi
dapat diekstraksi dengan pelarut nonpolar seperti kloroform, eter, dan
benzena. Senyawa organik ini terdapat dalam semua sel dan berfungsi
sebagai komponen struktur sel, sebagai simpanan bahan bakar metabolik,
sebagai bentuk untuk mengangkut bahan bakar, dan sebagai komponen
pelindung dinding sel. Asam lemak merupakan senyawa pembangun
berbagai lipida, termasuk lipida sederhana, fosfogliserida, glikolipida,
ester kolesterol, lilin. Perbedaan asam lemak justru terletak pada panjang
rantai serta jumlah dan posisi ikatan rangkapnya. Asam lemak tak jenuh
mempunyai titik cair lebih rendah jika dibandingkan dengan asam lemak
jenuh (Girindra, 1986).
Asam lemak tersusun dari komponen hidrofobik berupa rantai
hidrokarbon dan komponen hidrofilik berupa gugus karboksil. Molekul
ini disebut juga molekul amphipatik karena mengandung kedua
komponen tersebut. Asam lemak disebut juga asam karboksilat, diperoleh
dari hidrolisis suatu lemak atau minyak. Jenis lipid ini terdiri atas asam
lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Sumber asam lemak tak jenuh ini
banyak terdapat dalam sayur sayuran dan ikan. Sedangkan asam lemak
jenuh terdapat pada lemak mentega, minyak kelapa, biji sayuran, minyak
hewan (Toha, 2001).
Asam lemak adalah asam lemah. Apabila dapat larut dalam air
molekul asam lemak akan terionisasi sebagian dan melepaskan ion H
+
.
Dalam hal ini pH larutan tergantung pada konstanta keasaman dan derajat
ionisasi masing-masing asam lemak. Apabila dibandingkan dengan asam
lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah.
Disamping itu makin banyak jumlah ikatan rangkapnya, makin rendah
titik leburnya. Kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan
bertambah panjangnya rantai karbon (Poedjiadi, 1994).
Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling penting
disebabkan oleh aksi oksigen udara terhadap lemak. Dekomposisi lemak
oleh mikroba hanya dapat terjadi jika terdapat air, senyawa nitrogen dan
garam mineral, sedangkan oksidasi oleh oksigen udara terjadi secara
spontan jika bahan yang mengandung lemak dibiarkan kontak dengan
udara. Ketengikan terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen udara
terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Hasil oksidasi lemak
dalam bahan pangan mengakibatkan rasa dan bau tidak enak, menurunkan
nilai gizi karena kerusakan vitamin dan asam lemak esensial dalam
lemak. Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh asam lemak. Pada suhu
kamar sampai suhu 100
o
C, setiap 1 ikatan tidak jenuh dapat mengabsorpsi
2 atom oksigen sehingga terbentuk senyawa peroksida yang bersifat labil.
Uji Kreiss merupakan salah satu uji ketengikan minyak. Uji ini berprinsip
pada reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehida dengan phloroglusinol,
sehingga menghasilkan warna merah jambu (pink). Ephydrin-aldehida
merupakan hasil dekomposisi peroksida. Ke dalam lemak dengan jumlah
tertentu ditambahkan HCl dan dikocok dengan larutan encer
phloroglusinol yang mengandung eter. Jika larutan berwarna pink
menunjukkan minyak sudah mulai tengik. Semakin intensif warna pink,
maka minyak semakin tengik (Ketaren, 1986).
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa
tengik yang disebut proses ketengikan (rancidity). Ketengikan terjadi
karena asam lemak pada suhu ruang dirombak akibat hidrolisis atau
oksidasi menjadi hidrokarbon, alkanal, atau keton, serta sedikit epoksi dan
alkohol (alkanol). Bau yang kurang sedap muncul akibat campuran dari
berbagai produk ini. Peroksida yang terbentuk dari oksidasi ini dapat
menguraikan radikal tidak jenuh yang masih utuh sehingga terbentuk 2
molekul persenyawaan oksida. Proses pembentukan peroksida ini
dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan
katalis (Siswati, 2008).
Suhu tinggi dan adanya oksigen mendukung proses oksidasi lipid,
yang menghasilkan pembentukan karakteristik rasa dan minyak kurang
enak. Stabilitas oksidasi terutama dipengaruhi oleh pengolahan kondisi
yang menyiratkan penerapan suhu tinggi, oksidasi, enzim seperti
lipoxigenase, kelembaban, cahaya, dan oksigen. Produk oksidasi sekunder
dapat lebih terurai menjadi monohidroperoksida, yang dapat
mengakibatkan formasi produk volatil (Pignitter, 2012).
Berdasarkan strukturnya lemak mempunyai wujud cair dan padat.
Wujud padat dan cairnya lemak dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan asam
lemak yang terdapat di dalamnya. Lemak yang kandungan asam
lemaknya terutama asam lemak tidak jenuh akan bersifat cair pada suhu
kamar dan biasanya disebut sebagai minyak, sedangkan yang kandungan
asam lemaknya terutama asam lemak jenuh akan berbentuk padat.
Minyak yang mengandung asam lemak yang banyak ikatan rangkapnya
dapat teroksidasi secara spontan oleh udara pada suhu ruang. Oksidasi
spontan ini secara langsung akan menurunkan tingkat kejenuhan minyak,
menyebabkan minyak menjadi tengik, dan terasa tidak enak. Asam lemak
juga dapat mengalami perubahan karena dimasak pada temperatur tinggi.
Proses pemasakan pada temperatur tinggi ini menyebabkan minyak
mengalami pirolisis, yaitu suatu reaksi dekomposisi karena panas.
Pirolisis menyebabkan terbentuknya akrolein, yaitu senyawa yang bersifat
racun, dan dapat menyebabkan iritasi dengan bau khas lemak terbakar
(Edwar, 2011).
Asam lemak tak jenuh sangat mudah mengalami autooksidasi
terutama pada keadaan kaya oksigen dan adanya uap air serta proses
pemanasan. Jumlah radikal bebas yang terbentuk bergantung pada
banyaknya ikatan rangkap yang teroksidasi sehingga untuk sampel lemak
yang kandungan asam lemak tak jenuh relatif besar cenderung akan
menghasilkan radikal bebas dalam jumlah besar. Dari hasil penelitian
yang dilakukan, kadar radikal bebas terbesar diperoleh pada minyak ikan,
yakni sebesar 40 mol/L, selanjutnya disusul dengan lemak ayam (37
mol/L), lemak babi (31 mol/L) dan minyak zaitun (30 mol/L).
Tingginya kadar radikal bebas kemungkinan disebabkan karena
komposisi asam lemak pada minyak goreng curah sebagaian besar
merupakan asam lemak tak jenuh seperti asam oleat, linoleat dan
linolenat. Lemak nabati atau minyak nabati adalah sejenis minyak yang
terbuat dari tumbuhan dan banyak digunakan dalam makanan, sebagai
perisai rasa (flavor), untuk menggoreng dan memasak. Beberapa jenis
minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak kelapa sawit, minyak
jagung, minyak zaitun, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari.
Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi atas dua golongan.
Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri makanan
(edible oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi minyak
kelapa, minyak kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai, minyak
kanola dan sebagainya. Kedua, minyak yang digunakan dalam indutri non
makanan (non edible oils), misalnya minyak kayu putih, minyak jarak,
dan minyak intaran (Hermanto, 2009).
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1
gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam
lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun
karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam
makin rendah kualitasnya, sebaliknya jika angka asamnya rendah maka
kualitas minyak tersebut bagus dan layak untuk dikonsumsi. Parameter
yang penting untuk mengetahui kualitas minyak adalah dari angka asam.
Penentuan angka asam dilakukan penambahan alkohol penambahan
alkohol ini bertujuan untuk melarutkan asam lemak. Standar angka asam
minyak goreng menurut SNI adalah max 2 mg KOH/g (Sumber : SNI 01-
3741-2002 Standar Mutu Minyak Goreng) (Wijayanti, 2012).
Total oksidasi yang dihitung menunjukkan peningkatan waktu
yang menunjukkan konversi sistem tak jenuh sebelum oksidasi menjadi
hidroperoksida. Dengan perbedaan stabilitas bibit gandum minyak selama
penyimpanan, minyak rentan terhadap tinggi oksidasi primer
(pembentukan hidroperoksida) dan kemudian untuk menurunkan
sekunder oksidasi (1-4 formasi alkadienal). Dengan demikian, oksidasi
keseluruhan mencapai nilai yang lebih tinggi di akhir periode
penyimpanan (Megahed, 2011).
2. Tinjauan Bahan
Biji wijen dan minyak wijen telah lama dikategorikan sebagai
makanan kesehatan tradisional di India dan negara-negara Asia Timur
lainnya. Minyak wijen telah ditemukan mengandung jumlah lignan wijen
yang cukup: sesamin, episesamin, dan sesamolin. Wijen Minyak juga
mengandung vitamin E (40 mg/100 g minyak), 43% lemak tak jenuh
ganda asam, dan 40% lemak tak jenuh tunggal asam (Sankar, 2006).
Wijen (Sesamum indicum L) merupakan tanaman penghasil
minyak industri. Berasal dari tanaman wijen ini akan dihasilkan minyak
wijen. Minyak wijen mengandung asam lemak jenuh rendah sehingga baik
untuk kesehatan dan dapat disimpan lebih dari satu tahun tanpa mengalami
kerusakan (tengik) karena mengandung antioksidan, sesamin, dan
sesamolin (Masrum, 2010).
Minyak kelapa sawit (palm oil) diperoleh dari tumbuhan tropis.
Minyak kelapa sawit kaya dengan asam lemak tidak jenuh
(monounsaturated fatty acids/MUFAs), antioksidan, dan vitamin. Minyak
kelapa sawit mempunyai efek dalam pencegahan stress, pembekuan darah
arteri, dan hipertensi (Oluba et al., 2008).
Analisis bilangan asam dilakukan dengan cara menimbang
minyak kelapa kurang lebih 5 gram, dimasukkan kedalam erlenmeyer dan
ditambah 95 % alkohol sebanyak 50 mL. Kemudian dipanaskan selama
10 menit dalam labu didih sambil diaduk dengan pengaduk magnet dan
ditutup dengan pendingin balik untuk melarutkan asam lemak bebasnya.
Setelah dingin larutan minyak dititrasi dengan 0,1 N larutan KOH (kalium
hidroksida) standar memakai indikator pp (phenolphtalein). Titik akhir
titrasi tercapai apabila terbentuk warna merah muda yang tidak hilang
selama setengah menit. Peningkatan bilangan asam terkait dengan
peningkatan kadar air. Kadar air yang semakin tinggi mempercepat
hidrolisis minyak kelapa, sehingga menghasilkan asam-asam lemak bebas
(Effendi, 2012).
Dalam teknologi makanan, hidrolisis oleh enzim lipase sangat
penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan yang
mengandung minyak. Minyak yang telah terhidrolisis, smoke point-nya
akan menurun, bahan menjadi coklat, dan lebih banyak menyerap minyak.
Selama proses penyimpanan dan pengolahan minyak, asam lemak bebas
akan bertambah dan harus dihilangkan dengan proses pemurnian dan
deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya
(Winarno, 2004).
Lipase merupakan enzim yang mampu menghidrolisa ikatan ester
terutama lemak netral seperti trigliserida. Pada trigliserida, lipase
menghidrolisa ikatan asam lemak dengan gliserol pada posisi 1 atau posisi
2. Lipase banyak ditemukan dalam tanaman, hewan atau mikroorganisme.
Saat ini, tanaman sebagai sumber lipase diantaranya biji Caesalpinia
bonducella L, biji Brassica napus L., biji jagung, Castor bean dan biji
minyak kelapa sawit. Aktivitas enzim dinyatakan dalam unit. Satu unit
enzim didefinisikan sejumlah enzim yang mampu menghasilkan 1 umol
produk tiap jam pada kondisi optimum. Aktivitas enzim lipase dalam
penelitian ini dinyatakan dalam aktivitas spesifik dan aktivitas total.
Aktivitas spesifik, yaitu unit enzim yang terdapat dalam setiap mg
protein. Aktivitas spesifik dapat dijadikan tolok ukur kemurnian suatu
enzim. Enzim dengan aktivitas spesifik yang tinggi menunjukkan tingkat
kemurnian enzim tersebut tinggi (Sui, 2011).
Lipase pada beras bekerja optimum pada pH 11 dan suhu 80C
saat digunakan sebagai katalisator reaksi hidrolisis triolein. Sedangkan
lipase pada umumnya bekerja optimal pada pH 7,5-8 dan suhu 37C.
Tingginya suhu optimum proses hidrolisis merupakan pengaruh dari
penambahan buffer. Stabilitas enzim ditentukan oleh konfigurasi tiga
dimensinya. Lipase memiliki unit helik yang sering disebut dengan lid
atau payung yang melindungi atau menutupi sisi aktif enzim
(Hartati, 2011).

C. Metodologi
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Rak tabung reaksi
c. Pipet volume
d. Pipet tetes
e. Propipet
f. Gelas beaker
g. Erlenmeyer 250 ml
h. Erlenmeyer 100 ml
i. Gelas ukur
j. Penjepit tabung reaksi
k. Penangas air
l. Pendingin balik
m. Seperangkat alat titrasi
n. Stopwatch
o. Neraca analitik
p. Alat sentrifugasi
2. Bahan
a. Minyak kelapa sawit
b. Minyak ikan
c. Minyak wijen
d. Minyak zaitun
e. Lemak ayam
f. Minyak baru
g. Minyak jelantah
h. Minyak ditambah sedikit air
i. Minyak lama dalam kaleng
j. Air dingin dengan suhu kurang dari 10
o
C
k. HCl 0,1 N
l. Phloroglucinol 1%
m. Alkohol netral
n. Indikator Fenolftalein
o. NaOH 0,1 N
p. Kacang tanah
q. Buffer
r. Susu
3. Cara Kerja
a. Pengaruh suhu < 10
o
C terhadap kenampakan beberapa jenis minyak
























b. Pengujian ketengikan (rancidity) minyak dengan metode Kreiss Test















10 ml minyak kelapa
sawit
10 ml minyak ikan
10 ml minyak wijen
10 ml lemak ayam
10 ml minyak zaitun
Dimasukkan ke dalam 5 tabung
reaksi yang berbeda-beda
Diamati warna dan bau setiap
minyak pada kondisi suhu kamar
Semua tabung berisi minyak dimasukkan
ke dalam gelas beaker 500 ml yang berisi
air dingin dengan suhu < 10
o
C
Di amati perubahan warna, bau dan
kenampakannya

1 ml sampel minyak
+ 1 ml HCl
(1:1)

Dimasukkan dalam tabung
reaksi dan digojog homogen
Ditambahkan dan dibiarkan
10 menit
Disenrifus 3-5 menit pa
1500 rpm
Diamati warna yang
terbentuk, bila lapisan
berwarna pink menunjukkan
minyak telah tengik

1 ml
phloroglucinol
1%
c. Pengujian angka asam



















d. Pengujian aktivitas enzim lipase
Penyiapan larutan enzim







5 gram
minyak
Dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml
Ditambahkan, dididihkan
selama 10 menit dengan
dipasang pendingin balik

Ditambahkan
Dititar hingga tepat warna
merah jambu
50 ml alkohol
netral
5 tetes indikator
fenolfthalein

NaOH 0,1 N
Jumlah titar yang diperlukan
dibandingkan
20 gram
kacang tanah
100 ml 0,1 M
NaCl
Dihancurkan
Ditambahkan, dibiarkan selama
30 menit dan disaring
Filtrat yang didapat merupakan
larutan enzim kasar
Substrat



















Blanko



8 ml substrat
(susu yang telah
dipanaskan 10
menit)
Ditambahkan
2 ml
larutan
enzim
40 ml
alkohol
Diinkubasi pada suhu 30
o
C
selama 10 menit
Dimasukkan dalam 100 ml labu
erlenmeyer dan diseimbangkan
suhunya dalam waterbath 30
o
C
Ditambahkan
8 ml
buffer
Dibuat tanpa substrat
Ditambahkan
Ditambahkan
40 ml
alkohol
2 ml larutan
enzim
0,01 N
NaOH
Dititrasi hingga pH 8 atau warna
menjadi merah jambu
5 tetes
indikator PP
Ditambahkan
Diamati hasilnya

D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.1 Hasil Perbandingan Lipida pada Suhu Ambien dan Suhu Dingin
<10
o
C
Kel Sampel
Suhu Ambien Suhu Dingin
Warna Bau Wujud Warna Bau Wujud
13
Minyak
kelapa sawit
Kuning
pucat
Tidak
bau
Cair
Kuning
pucat
Tidak
bau
Cair
14 Minyak ikan
Coklat
tua
Amis Cair
Coklat
tua
Amis
Lebih
kental
15 Minyak wijen
Kuning
pekat
Wijen Cair
Kuning
pekat
Wijen Cair
16 Lemak ayam
Coklat
muda
Minyak
jelantah
Cair
kental
Coklat
muda
Minyak
jelantah
Lebih
kental
17
Minyak
zaitun
Kuning
muda
Zaitun Cair
Kuning
pekat
Zaitun Cair
18
Minyak
kelapa sawit
Kuning
pucat
Kuning
pucat
Cair
Kuning
pucat
Kuning
pucat
Cair
Sumber: Laporan sementara
Dalam percobaan ini digunakan lima sampel, yaitu minyak kelapa
sawit, minyak ikan, minyak wijen, lemak ayam, dan minyak zaitun. Toha
(2001) mengemukakan bahwa sumber asam lemak tak jenuh banyak terdapat
dalam sayur-sayuran dan ikan. Sedangkan asam lemak jenuh terdapat pada
lemak mentega, minyak kelapa, biji sayuran, minyak hewan. Menurut
Masrum (2010), minyak wijen mengandung asam lemak jenuh rendah.
Menurut Oluba (2008), minyak kelapa sawit kaya dengan asam lemak tidak
jenuh.
Menurut Girindra (1986), perbedaan asam lemak justru terletak pada
panjang rantai serta jumlah dan posisi ikatan rangkapnya. Asam lemak tak
jenuh mempunyai titik cair lebih rendah jika dibandingkan dengan asam
lemak jenuh. Disamping itu, menurut Poedjiadi (1994), semakin banyak
jumlah ikatan rangkapnya, semakin rendah titik leburnya. Jumlah radikal
bebas yang terbentuk bergantung pada banyaknya ikatan rangkap yang
teroksidasi sehingga untuk sampel lemak yang kandungan asam lemak tak
jenuh relatif besar cenderung akan menghasilkan radikal bebas dalam jumlah
besar.
Menurut Edwar (2011), minyak sawit memiliki kadar asam lemak
jenuh 51% sehingga minyak sawit termasuk dalam asam lemak jenuh.
Menurut Aswari (2011), minyak ikan mengandung 25% asam lemak jenuh.
Menurut Sartika (2009), minyak wijen memiliki kandungan asam lemak
jenuh yaitu 20%. Dan menurut Page (1981), minyak zaitun mengandung
asam lemak jenuh yang tinggi sekitar 90%, sedangkan lemak pada hewan
memiliki asam lemak jenuh sekitar 50%-51%. Sehingga menurut teori, dapat
diketahui urutan tingkat kejenuhan sampel yang digunakan dalam percobaan
ini mulai dari sampel yang memiliki tingkat kejenuhan rendah ke tinggi yaitu
minyak wijen, minyak ikan, minyak kelapa sawit, lemak ayam, dan minyak
zaitun. Sedangkan urutan sampel berdasarkan tingkat kejenuhannya mulai
dari yang paling jenuh adalah minyak zaitun, lemak ayam, minyak kelapa
sawit, minyak ikan, dan minyak wijen.
Pada percobaan ini kelima sampel dimasukkan ke dalam gelas beaker
berisi air dingin yang bersuhu dibawah 10
o
C. Sebelum direndam dalam air
dingin, sampel minyak kelapa sawit milik kelompok 13 dan 18 sama-sama
berwarna kuning pucat, tidak berbau, dan berwujud cair. Setelah direndam air
dingin, sampel minyak kelapa sawit tidak menunjukkan perubahan. Sebelum
direndam air dingin, minyak ikan berwarna coklat tua, berbau amis, dan
berwujud cair. Kemudian setelah direndam air dingin, warna sampel minyak
ikan masih sama namun wujudnya lebih kental. Pada minyak wijen, sebelum
direndam air dingin sampel berwarna kuning pekat, berbau wijen, dan
berwujud cair. Dan setelah direndam, sampel minyak wijen tidak
menunjukkan perubahan kenampakan. Pada lemak ayam, sebelum direndam
air dingin sampel berwarna coklat muda, berbau minyak jelantah, dan
berwujud cair kental. Setelah direndam air dingin, warna dan baunya tidak
berubah sedangkan wujudnya lebih kental. Pada minyak zaitun, sebelum
direndam air dingin sampel berwarna kuning muda, berbau zaitun, dan
berwujud cair. Setelah direndam air dingin, warna sampel minyak zaitun
menjadi kuning pekat, sedangkan bau dan wujudnya tidak menunjukkan
perubahan.
Minyak dengan kadar lemak jenuh yang tinggi akan membeku jika
terkena udara dingin. Oleh karena itu, suhu dingin akan berpengaruh pada
kualitas minyak. Semakin banyak bagian yang beku menunjukkan kualitasnya
semakin kurang bagus. Apabila lemak didinginkan maka panas akan hilang
sehingga memperlambat gerakan molekul-molekul asam lemak yang ada di
trigliserida dalam lemak, maka molekul-molekul tersebut akan saling tarik
menarik karena jarak antar molekul lebih kecil dan saling berikatan antara
trigliserida satu dengan lainnya yang akan membentuk kristal.
Mursalin (2013) mengemukakan bahwa, gaya tarik menarik antar
molekul disebut gaya van del Walls. Akibatnya pada asam lemak yaitu asam
lemak dalam molekul lemak akan tersusun berjajar dan saling bertumpuk
yang akan berikatan membentuk kristal. Ketika trigliserida yang terdiri dari
satu jenis asam lemak dilelehkan dan didinginkan secara cepat lemak akan
memadat pada titik leleh terendah. Faktor penyebab terjadinya perubahan
minyak dalam suhu dingin adalah tingkat kejenuhan, titik lebur suatu minyak,
dan dan gaya tarik menarik yang disebut gaya van del Walls.


Tabel 2.2 Hasil Uji Ketengikan Minyak dengan Metode Kreiss Test
Kel Sampel Sebelum di sentrifus Sesudah di sentrifus
13
1 ml minyak baru + 1
ml HCl + 1 ml
phloroglucinol 1%
Terbentuk 3 lapisan
Atas : kuning
Tengah : -
Bawah : bening
Terbentuk 3 lapisan
Atas : kuning
Tengah : putih keruh
Bawah : bening
14
1 ml minyak bekas
pakai + 1 ml HCl + 1
ml phloroglucinol 1%
Terbentuk 3 lapisan
Atas : bening
Tengah : coklat
Bawah : bening
Terbentuk 3 lapisan
Atas : bening
Tengah : coklat
Bawah : bening
15
1 ml minyak ditambah
air sedikit + 1 ml HCl
+ 1 ml phloroglucinol
1%
Terbentuk 3 lapisan
Atas : bening
Tengah : kuning
Bawah : bening
Terbentuk 3 lapisan
Atas : bening
Tengah : kuning
Bawah : bening
16
1 ml minyak lama
dalam kaleng + 1 ml
HCl + 1 ml
phloroglucinol 1%
Terbentuk 3 lapisan
Atas : bening
Tengah : kuning
Bawah : bening
Terbentuk 3 lapisan
Atas : kuning
Tengah : -
Bawah : pink/merah jambu
17
1 ml minyak ditambah
air sedikit + 1 ml HCl
+ 1 ml phloroglucinol
1%
Terbentuk 3 lapisan
Atas : bening
Tengah : kuning
Bawah : bening
Terbentuk 3 lapisan
Atas : bening
Tengah : kuning
Bawah : bening
18
1 ml minyak lama
dalam kaleng + 1 ml
HCl + 1 ml
phloroglucinol 1%
Terbentuk 3 lapisan
Atas : putih kemerah
jambuan
Tengah : coklat
Bawah : bening
Terbentuk 3 lapisan
Atas : pink/merah jambu
Tengah : kuning
Bawah : bening (ada bintik
merah)
Sumber: Laporan sementara
Menurut Ketaren (1986), bentuk kerusakan pada minyak, terutama
ketengikan yang paling penting disebabkan oleh aksi oksigen udara terhadap
lemak. Ketengikan terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap
asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh
asam lemak. Pada suhu kamar sampai suhu 100
o
C, setiap 1 ikatan tidak jenuh
dapat mengabsorpsi 2 atom oksigen sehingga terbentuk senyawa peroksida
yang bersifat labil. Sedangkan menurut Siswati (2008), ketengikan terjadi
karena asam lemak pada suhu ruang dirombak akibat hidrolisis atau oksidasi
menjadi hidrokarbon, alkanal, atau keton, serta sedikit epoksi dan alkohol
(alkanol). Bau yang kurang sedap muncul akibat campuran dari berbagai
produk ini. Peroksida yang terbentuk dari oksidasi ini dapat menguraikan
radikal tidak jenuh yang masih utuh sehingga terbentuk 2 molekul
persenyawaan oksida.
Pengujian ketengikan minyak dalam percobaan ini dilakukan dengan
metode Kreiss Test. Uji Kreiss merupakan salah satu uji ketengikan minyak.
Uji ini berprinsip pada reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehida dengan
phloroglusinol, sehingga menghasilkan warna merah jambu (pink). Ephydrin-
aldehida merupakan hasil dekomposisi peroksida. Ke dalam lemak dengan
jumlah tertentu ditambahkan HCl dan dikocok dengan larutan encer
phloroglusinol yang mengandung eter. Jika larutan berwarna pink
menunjukkan minyak sudah mulai tengik. Semakin intensif warna pink, maka
minyak semakin tengik.
Fungsi penambahan larutan phloroglucinol pada pengujian adalah
agar larutan ini bereaksi dengan furfural yang akan membentuk kompleks
berwarna merah muda. Warna merah muda ini yang akan menjadi indikator
kualitatif adanya ketengikan dalam minyak. Jika larutan berwarna pink
menunjukkan minyak sudah mulai tengik. Semakin intensif warna pink, maka
minyak semakin tengik.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, terbentuk 2 lapisan warna
pada sampel minyak baru yaitu kuning dan bening. Sedangkan setelah
disentrifus, terbentuk 3 lapisan dari atas berwarna kuning, putih keruh, dan
bening. Pada sampel minyak bekas pakai terbentuk 3 lapisan warna sebelum
disentrifus, dari atas berwarna bening, coklat, dan bening. Dan setelah
disentrifus tidak menunjukkan perubahan susunan warna pada sampel. Pada
sampel minyak yang ditambah sedikit air milik kelompok 15 dan 17, sebelum
disentrifus membentuk 3 lapisan warna dari atas yaitu bening, kuning, dan
bening. Dan setelah disentrifus tidak menunjukkan perubahan susunan warna
pada sampel. Pada sampel minyak lama dalam kaleng milik kelompok 16
sebelum disentrifus terbentuk 3 lapisan warna dari atas yaitu bening, kuning,
dan bening. Dan setelah disentrifus terbentuk 2 lapisan warna yaitu kuning
dan pink. Sedangkan sampel minyak lama dalam kaleng milik kelompok 18
sebelum disentrifus terbentuk 3 lapisan warna dari atas yaitu putih kemerah
jambuan, coklat, dan bening. Setelah disentrifus terbentuk 3 lapisan warna
yaitu pink, kuning, dan bening dengan disertai bintik merah. Penggunaan
minyak secara berulang kali (minyak bekas pakai) akan meningkatkan asam
lemak bebas yang terbentuk dari reaksi hidrolisis dengan adanya air,
temperatur yang tinggi dan proses oksidasi pada ikatan rangkap. Sehingga
pada sampel tersebut seharusnya berwarna pink setelah disentrifus. Minyak
yang telah lama dalam kaleng setelah disentrifus berwarna pink yang
menandakan bahwa minyak tersebut mengalami ketengikan yang
dimungkinkan karena lamanya penyimpanan dalam kaleng. Hasil percobaan
pada sampel minyak lama dalam kaleng telah sesuai dengan teori, sedangkan
pada sampel minyak bekas pakai belum sesuai dengan teori.
Menurut Siswati (2008), ketengikan terjadi karena asam lemak pada
suhu ruang dirombak akibat hidrolisis atau oksidasi menjadi hidrokarbon,
alkanal, atau keton, serta sedikit epoksi dan alkohol (alkanol). Bau yang
kurang sedap muncul akibat campuran dari berbagai produk ini. Peroksida
yang terbentuk dari oksidasi ini dapat menguraikan radikal tidak jenuh yang
masih utuh sehingga terbentuk 2 molekul persenyawaan oksida. Hermanto
(2009) mengemukakan bahwa radikal bebas membantu tubuh kita untuk
menghasilkan energi dan melawan infeksi, tetapi ketika konsentrasinya
terlalu banyak radikal bebas dapat menyerang sel sehat sehingga
menyebabkan kerusakan sel. Oleh karena itu, semakin besar tingkat
ketengikan pada suatu minyak, akan meningkatkan kadar radikal bebas
sehingga menurunkan kualitas dari minyak dan beresiko buruk bagi
kesehatan.

Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Uji Angka Asam
Kel Sampel
Berat Minyak
(gram)
Volume NaOH
(ml)
Angka asam
13
14
5 gr minyak baru +
50 ml alkohol netral
+ 5 tetes PP
5 0,10 0,08
15
16
5 gr minyak bekas +
50 ml alkohol netral
+ 5 tetes PP
5 0,10 0,08
17
18
5 gr minyak bekas +
50 ml alkohol netral
+ 5 tetes PP
5 0,15 0,12
Sumber: Laporan sementara
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram
minyak atau lemak. Pengujian angka asam digunakan sebagai parameter yang
penting dalam mengetahui kualitas minyak. Angka asam yang besar
menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa
minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi
angka asam makin rendah kualitasnya, sebaliknya jika angka asamnya rendah
maka kualitas minyak tersebut bagus dan layak untuk dikonsumsi.
Analisis bilangan asam dilakukan dengan cara mencampurkan
minyak dengan alkohol netral yang bertujuan untuk melarutkan asam lemak.
Kemudian larutan dipanaskan dengan pendingin balik dan dititrasi dengan
larutan NaOH. Uji angka asam ini berprinsip pada pembentukan warna merah
muda sebagai titik akhir titrasi yang tidak hilang selama setengah menit.
Sampel yang digunakan dalam uji angka asam ini adalah minyak baru
dan minyak bekas. Pada sampel minyak baru kelompok 13 dan 14 volume
NaOH yang dibutuhkan sebesar 0,1 ml. Pada sampel minyak bekas kelompok
15 dan 16 volume NaOH yang dibutuhkan sebesar 0,1 ml. Sedangkan pada
sampel minyak bekas kelompok 17 dan 18 dibutuhkan NaOH sebanyak 0,15
ml. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka asam untuk sampel
minyak baru kelompok 13 dan 14 adalah sebesar 0,08; angka asam untuk
sampel minyak bekas kelompok 15 dan 16 adalah sebesar 0,08; angka asam
untuk sampel minyak bekas kelompok 17 dan 18 adalah sebesar 0,12.
Menurut SNI, besarnya angka asam maksimal pada minyak kelapa
sawit adalah max 2 mg KOH/g. Angka asam terbesar dalam percobaan ini
adalah angka asam pada sampel minyak bekas kelompok 17 dan 18 yaitu
sebesar 0,12 mg NaOH/g. Semakin tinggi angka asam, semakin rendah
kualitas yang dimiliki. Sampel minyak bekas kelompok 17 dan 18 memiliki
angka asam tertinggi yang menandakan bahwa sampel tersebut memiliki
kualitas yang paling rendah dibanding sampel yang lain. Namun, percobaan
yang dilakukan telah sesuai dengan teori, dimana besarnya angka asam yang
diperoleh dalam percobaan masih berada dibawah angka maksimal yang
disyaratkan oleh SNI. Minyak bekas memiliki kadar asam lemak bebas yang
lebih tinggi dan kualitas yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan
minyak baru yang memiliki angka asam lebih rendah.
Tabel 2.4 Hasil Uji Aktivitas Enzim Lipase
Kel Sampel
Warna Volume
NaOH (ml)
Aktivitas
Lipase Sebelum Sesudah
13
14
Blanko +
enzim
Bening Merah muda 4,1 2,05 10
-4

15
16
Substrat +
enzim
Putih Merah muda 16,6 8,30 10
-4

17
18
Blanko +
enzim
Bening Merah muda 4,2 2,10 10
-4

Sumber: Laporan sementara
Sui (2011) mengemukakan bahwa lipase merupakan enzim yang
mampu menghidrolisa ikatan ester terutama lemak netral seperti trigliserida.
Pada trigliserida, lipase menghidrolisa ikatan asam lemak dengan gliserol
pada posisi 1 atau posisi 2. Lipase banyak ditemukan dalam tanaman, hewan
atau mikroorganisme. Saat ini, tanaman sebagai sumber lipase diantaranya
biji Caesalpinia bonducella L, biji Brassica napus L., biji jagung, Castor
bean dan biji minyak kelapa sawit.
Aktivitas enzim dinyatakan dalam unit. Satu unit enzim didefinisikan
sejumlah enzim yang mampu menghasilkan 1 umol produk tiap jam pada
kondisi optimum. Aktivitas enzim lipase dapat dinyatakan dalam aktivitas
spesifik dan aktivitas total. Aktivitas spesifik, yaitu unit enzim yang terdapat
dalam setiap mg protein. Aktivitas spesifik dapat dijadikan tolok ukur
kemurnian suatu enzim. Enzim dengan aktivitas spesifik yang tinggi
menunjukkan tingkat kemurnian enzim tersebut tinggi.
Menurut Sui (2010), NaCl bersifat inhibitor terhadap lipase dari
kentos kelapa. Pada konsentrasi 0,005 mM, aktivitas lipase turun menjadi
57,64 %. Meskipun NaCl ditingkatkan hingga 5 mM, aktivitas lipase juga
tidak jauh berbeda yaitu menjadi 64,26%. Hartati (2011) menyampaikan
bahwa lipase pada beras bekerja optimum pada pH 11 dan suhu 80C saat
digunakan sebagai katalisator reaksi hidrolisis triolein. Sedangkan lipase pada
umumnya bekerja optimal pada pH 7,5-8 dan suhu 37C.
Pada percobaan ini digunakan sampel substrat yang berupa susu yang
telah dipanaskan pada suhu 80C selama 10 menit dan larutan blanko yang
berupa campuran substrat dengan larutan buffer, larutan enzim, dan alkohol.
Sampel blanko + enzim kelompok 13 dan 14 memiliki aktivitas lipase sebesar
2,05 10
-4
. Sampel substrat + enzim kelompok 15 dan 16 memiliki aktivitas
lipase sebesar 8,30 10
-4
. Sampel blanko + enzim kelompok 17 dan 18
memiliki aktivitas lipase sebesar 2,10 10
-4
. Dari hasil perhitungan tersebut
dapat diketahui bahwa aktivitas enzim lipase tertinggi yaitu pada sampel
substart + enzim. Menurut Hartati (2011), aktivitas lipase tergantung pada
sumber, jenis substrat, pH dan temperatur. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa aktivitas enzim lipase + substrat lebih besar daripada enzim + blanko.
Menurut Dewi (2005), adanya substrat tertentu di dalam medium produksi
dapat memicu mikroorganisme untuk mengeluarkan metabolit selnya.
Sehingga dengan adanya substrat yang berikatan dengan enzim akan
menyebabkan aktivitas enzim dapat meningkat.

E. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Urutan tingkat kejenuhan sampel mulai dari sampel yang memiliki
tingkat kejenuhan rendah ke tinggi yaitu minyak wijen, minyak ikan,
minyak kelapa sawit, lemak ayam, dan minyak zaitun.
2. Suhu dingin akan memperlambat gerakan molekul-molekul asam lemak
sehingga molekul-molekul saling tarik menarik dan saling berikatan
membentuk kristal.
3. Prinsip metode Kreiss Test adalah reaksi kondensasi antara ephydrin-
aldehida dengan phloroglusinol yang menghasilkan warna merah jambu
(pink).
4. Sampel positif uji ketengikan melalui metode Kreiss Test adalah minyak
yang lama dalam kaleng.
5. Penyimpangan uji ketengikan dengan metode Kreiss Test ditunjukkan
pada sampel minyak bekas pakai.
6. Prinsip uji angka asam adalah pembentukan warna merah muda sebagai
titik akhir titrasi.
7. Semakin tinggi angka asam semakin rendah kualitasnya, sebaliknya
semakin rendah angka asamnya maka kualitas minyak tersebut bagus dan
layak untuk dikonsumsi.
8. Angka asam terbesar (kualitas minyak terendah) pada sampel minyak
bekas kelompok 17 dan 18 yaitu sebesar 0,12 mg NaOH/g.
9. Aktivitas enzim lipase pada sampel substrat + enzim lebih tinggi
daripada sampel blanko + enzim.
10. Aktivitas lipase tergantung pada sumber, jenis substrat, pH dan
temperatur.

DAFTAR PUSTAKA

Edwar, Zulkarnain. 2011. Pengaruh Pemanasan terhadap Kejenuhan Asam
Lemak Minyak Goreng Sawit dan Minyak Goreng Jagung. Biokimia
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang. Vol.61. No.6.
Effendi, Arnela Meyda. 2012. Optimalisasi Penggunaan Enzim Bromelin dari
Sari Bonggol Nanas dalam Pembuatan Minyak Kelapa. Indonesian Journal
of Chemical Science Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Semarang. Vol.1. No.1.
Girindra, Aisjah.1986. Biokimia 1. Gramedia. Jakarta.
Hartati, Indah. 2011. Produksi Asam Lemak dari Dedak melalui Proses Hidrolisis
Enzimatis secara In Situ. Jurnal Rekayasa Proses Jurusan Teknik Kimia
Universitas Wahid Hasyim. Semarang. Vol.5, No.2.
Hermanto, Sandra. 2009. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak
Hewani Akibat Proses Pemanasan. Program Studi Kimia FST UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Masrum. 2010. Peningkatan Viabilitas (priming) Benih Wijen (Sesamum indicum
L.) dengan Polyethyle Glycol (PEG) 6000. Skripsi Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana
Malik Ibrahim. Malang.
Megahed, Mohamed. 2011. Study On Stability of Wheat Germ Oil and Lipase
Activity of Wheat Germ During Periodical Storage. Agriculture and
Biology Journal of North America Fats and Oils Department, National
Research Centre. Mesir. Vol.2. No.1.
Oluba, O. M, O Adeyemi, and G. C Ojieh. 2008. Comparative Effect of Soybean
Oil and Palm Oil on Serum Lipids and Some Serum Enzymes in
Cholesterol-Fed Rats. European Journal of Scientifis Research, Vol.
23, No. 4, pages: 559-566.
Pignitter, Marc. 2012. Critical Evaluation of Methods for the Measurement of
Oxidative Rancidity in Vegetable Oils. Journal of Food and Drug Analysis
Department of Nutritional and Physiological Chemistry University of
Vienna. Austria. Vol.20, No.4 : 772-777.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Sankar, D. 2006. Effect of Sesame Oil on Diuretics or -blockers in the
Modulation of Blood Pressure, Anthropometry, Lipid Profile, and Redox
Status. Yale Journal Of Biology And Medicine. India. Vol.1, No. 79:19-26.
Siswati, Nana Dyah. 2008. Pemanfaatan Antioksidan Alami Flavonol untuk
Mencegah Proses Ketengikan Minyak Kelapa. Jurusan Teknik Kimia UPN.
Surabaya : 22-23.
Sui, Moh dkk. 2011. Perubahan Aktivitas Enzim Lipase dari Buah Kelapa
selama Pertunasan. Berk. Penel Hayati 16.
Sui, Moh. 2010. Pengaruh Ion Logam (Fe, Na dan Ca) terhadap Aktivitas Lipase
Kasar dari Kentos Kelapa. Jurnal Agrika. Malang. Vol. 4, No.2 : 102-106.
Toha, Abdul Hamid. 2001. Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Alfabeta.
Bandung.
Wijayanti, Hesti dkk. 2012. Pemanfaatan Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu
Ulin untuk Meningkatkan Kualitas Minyak Goreng Bekas. Kalimantan.
Konversi, Vol. 1, No.1.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.





LAMPIRAN

1. Analisa Perhitungan Uji Angka Asam
Rumus Angka Asam Minyak =



a. Kelompok 13 dan 14 (minyak baru)
Angka Asam Minyak =

= 0,08
b. Kelompok 15 dan 16 (minyak bekas)
Angka Asam Minyak =

= 0,08
c. Kelompok 17 dan 18 (minyak bekas)
Angka Asam Minyak =

= 0,12

2. Analisa Perhitungan Uji Aktivitas Enzim Lipase
Rumus Aktivitas Lipase (LA) =



a. Kelompok 13 dan 14 (blanko + enzim)
LA =


= 2,05 x 10
-4
b. Kelompok 15 dan 16 (substrat + enzim)
LA =


= 8,30 x 10
-4

c. Kelompok 17 dan 18 (blanko + enzim)
LA =


= 2,10 x 10
-4


Gambar 2.1 (a) Sampel minyak kelapa sawit pada suhu ambien


Gambar 2.1 (b) Sampel minyak ketika direndam air dingin (< 10 C)


Gambar 2.1 (c) Sampel minyak kelapa sawit pada suhu dingin (< 10 C)


Gambar 2.2 (a) Sampel minyak baru Gambar 2.2 (b) Sampel minyak baru
sebelum disentrifus setelah disentrifus


Gambar 2.2 (c) Sampel minyak setelah disentrifus


Gambar 2.3 (a) Sampel minyak sebelum di titrasi


Gambar 2.3 (b) Sampel minyak setelah dititrasi


Gambar 2.4 (a) Uji Aktivitas Enzim Lipase pada sampel blanko + enzim + alkohol


Gambar 2.4 (b) Uji Aktivitas Enzim Lipase pada sampel blanko + enzim +
alkohol setelah dititrasi


Gambar 2.4 (c) Uji Aktivitas Enzim Lipase pada sampel substrat + enzim yang
akan diinkubasi

You might also like