You are on page 1of 13

TUGAS MATA KULIAH AMDAL

Studi Kelayakan Ekowisata di Pelabuhan Ratu





DISUSUN OLEH
Okliandi Saputra 230210110045
Cholik kholidin 230210110058
Muktarinan 230210110001
Aditya Rakhmadi 230210110041
Lim Kristianto S 230210110074










UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perairan pantai atau pesisir Indonesia merupakanperairan yang sangat
produktif, maka panjangnya pantai Indonesia merupakan potensisumber daya alam
(hayati) yang besar untuk pembangunan ekonomi di negara ini. Selain itu
pembentukan ekowisata di daerah pesisir atau daerah pelabuhan dapat membuat
tingkat perekonomian didaerah tersebut meningkat.
Seperti misalnya pembuatan ekowisata Pelabuhan Ratu Sukabumi. Sukabumi
memiliki sumber daya alam yang beragam seperti wisata alam Salabintana, Danau
Lido, Pantai Pelabuhan ratu, Pantai Ujung Genteng dan sebagainya. Semua wisata
yang ada di sukabumi merupakan icon wisata kebanggaan. Namun dari kebergaman
tersebut harus diimbangi dengan management pengelolaan yang baik dan benar.
Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nmor 9 tahun
1990 tentang Kepariwisataan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Maka rencana
pembangunan ekowisata di pelabuhan merupakan kegiatan yang wajib dilakukan
AMDAL. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) merupakan informasi
tentang berbagai jenis kegiatan yang berpotensi manimbulkan dampak terhadap suatu
lingkungan dari pelaksanaan pembangunan ataupun pembuatan sektor wisata.
1.2 Tujuan
Mengembangkan potensi ekowisata kawasan Palabuhan Ratu, melalui konsep
Community Based Ecotourism.Pembuatan AMDALdi Pelabuhan Ratu Sukabumi
bertujuan agar setiap kegiatan yang dilakukan dapat berjalan lebih baik dan tidak
seenaknya. Dengan adanya AMDAL setiap kegiatan akan di pantau dan ada peraturan
yang mengatur.
BAB II
RONA AWAL
2.1 Sifat Fisik Kimia
2.1.1 Kualitas Udara
Udara yang berada di daerah pantai pelabuhan ratu dapat terbilang gersang
dan panas. Ini dikarenakan tempat yang berdekatan dengan daerah pantai (pesisir)
dan juga pelabuhan ratu sudah dijadikan tempat ekowisata bagi masyarakat jadi
banyak kendaraan yang datang.
2.1.2 Kualitas Tanah
Kabupaten Sukabumi memiliki luas wilayah 412799,54 Ha. Kualitas tanah
yang ada didaerah sukabumi cukup bagus dapat dilihat dengan diadakannya
pengembangan agribisnis seperti pertanian dan perkebunan. Kawasan
pegununganpun ikut mendukung pengembangan pariwisata. Keberadaan gunung
berapi memberikan konstribusi terhadap kesuburan tanah di sekitarnya.
2.1.3 Kualitas Air
Air yang berada di daerah sungai sukabumi dijadikan sumber air baku bagi
kegiatan pertanian dan perikanan, selain itu juga digunakan sebagai tempat
pariwisata. Salah satu yang wisata yang dilakukan adalah arung jeram
2.2 Kondisi Sosial Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyarakat
2.2.1 Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi masyarakat sukabumi khususnya daerah pelabuhan
ratu dapat terbilang sudah cukup modern dapat terlihat dari banyaknya pembangunan
di sektor wisata dan adanya TPI yang dijadikan sumber perdagangan di daerah
tersebut. Selain itu dari segi bangunan dan masyarakatnya daerah pelabuhan ratu
berbeda dengan daerah pesisir lainnya.
2.2.2 Budaya
Dalam sistem kehidupan sosialnya masyarakat desa Ciptagelar masih
mempertahankan tradisi lamanya yaitu masih menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan
sosial dalam bermasyarakat. Masyarakat Ciptagelar walaupun sudah mengenal yang
teknologi modern seperti Televisi, Radio dll, namun mereka tetap memprtahankan
tradisi lamanya, seperti dalam hal menyimpan padi. Mereka menyimpan padi di
tempat yang dinamakan leuit atau lumbung padi. Penggunaan leuit ini untuk
menyimpan padi setelah panen agar ketika musim tidak panen mereka tidak
kekurangan makanan.
Keunikan lain yang ada di desa Ciptagelar adalah acara seren tahun dimana
acara ini diadakan setahun sekali setelah panen. Acara Seren Taun ini merupakan
pesta rakyat yang dilakukan untuk penyimpanan padi ke tempatnya (leuit). Dalam
acara ini biasanya di lakukan berbagai hiburan rakyat seperti jaipongan wayang golek
dll. Dalam upacara Seren Taun ini dapat dilihat berberapa wujud nyata yang
merepresentasikan tujuh unsur kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat, yaitu
sistem religi adanya unsur-unsur magis dalam upacara, sistem kesenian adanya acara
hiburan rakyat atau kesenian tradisional, dan juga unsur sistem organisasi atau sistem
pemerintahan dengan adanya acara laporan pertanggungjawaban dari kepala adat.
Dalam unsur kebudayaan lainnya, masyarakat Ciptagelar masih merupakan salah satu
desa adat yang masih teguh memegang tardisinya seperti, bentuk rumah, sistem
kepemimpinan, cara bertani, kesenian, cara penyimpanan padi, dan lain-lain.



BAB III
PRAKIRAAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN SOSIAL BUDAYA
3.1 Perubahan fungsi dan tata guna lahan
Dalam RIPPDA Provinsi Jabar tahun 2007-2013, Kawasan Ekowisata
Palabuhan Ratu yang telah ditetapkan sebagai kawasan wisata unggulan yang terletak
di Jawa Barat bagian selatan. Jabar Selatan merupakan salah satu wilayah yang
diprioritaskan pengembangan kepariwisataannya dalam rangka menyeimbangkan
pembangunan wilayah selatan dengan wilayah utara Jawa Barat.
Kekuatan utama kawasan ini adalah kombinasi alam bukit berhutan dengan
pantai dan laut yang dalam dan berkarang. Oleh karenanya kegiatan-kegiatan wisata
alamlah yang diangkat sebagai tema utama di kawasan ini, dengan kegiatan yang
diarahkan ke kegiatan yang mengacu pada prinsip-prinsip ekowisata.
Adanya pembangunan pelabuhan dikawasan tersebut, akan terjadi perubahan
fungsi dan tata guna lahan tersebut yang mengakibatkan perubahan bentang alam.
Pada awalnya, kawasan tersebut berfungsi sebagai cathmen area baik untuk air hujan
maupun air pasang, namun setelah ada proses pembangunan pelabuhan, seperti
kegiatan pembukaan lahan, pemotongan dan pengurugan tanah pada tahap konstruksi,
serta pemadatan tanah, akan mengubah lahan fungsi tersebut. Air hujan tidak dapat
meresap ke dalam tanah, sehingga meningkatkan volume air limpasan (run off) dan
meningkatkan terjadinya potensi genangan dan mengubah pola genangan.
Dampak dampak turunan dari perubahan fungsi dan tata guna lahan adalah
terjadinya perubahan mata pencaharian dan pendapatan penduduk, peningkatan
kesempatan kerja dan berusaha, timbulnya keresahan dan persepsi negatif
masyarakat, gangguan terhadap aktivitas nelayan, peningkatan kepadatan lalu lintas
pelayaran, serta bangkitan lalu lintas.

3.2 Gangguan terhadap biota
Adanya aktivitas wisata alam dapat menyumbang peran yang signifikan dalam
pembiayaan program-program konservasi lingkungan hidup. Namun, yang harus
diperhatikan bahwa aktivitas wisata juga mempunyai potensi untuk ikut serta
mengarahkan pada kerusakan lingkungan apabila tidak ada pengelolaan yang intensif.
Aktivitas pembangunan wisata alam yang dilakukan juga merupakan ancaman yang
nyata terhadap keanekaragaman hayati yang ada di dalam kawasan yang akan di
kembangkan. Kekhawatiran bahwa pengembangan wisata alam sering menyebabkan
hilangnya bentuk-bentuk keanekaragaman hayati di sekitarnya padahal, fungsinya
disadari sangat penting bagi ekosistem kawasan. Oleh karena itu rencana
pengembangan wisata alam juga harus dilihat daya dukung dari kawasan yang akan
dikembangkan untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan adanya kegiatan
wisata alam.
Aktifitas wisata alam yang dekat dengan habitat satwaliar, dapat
mempengaruhi hidupan liar seperti monyet, dan burung-burung. Pengaruh-pengaruh
negatif tersebut antara lain: 1) Dimungkinkan pengambilan secara ilegal
terhadapSatwaliar; 2) Kerusakan habitat satwaliar; 3) Perubahan komposisi tumbuhan
menurunnya produktifitas tumbuhan bawah karena terinjak-injak pengunjung; 4)
Mengurangi daya reproduksi satwaliar; 5) Penyimpangan pola makan satwa); 6)
Modifikasi pola-pola aktifitas satwa; 7) Polusi dan limbah yang ditinggalkan
pengunjung.
Perkembangan ekowisata bahari di Indonesia juga memberi banyak pengaruh
terhadap manusia dan lingkungan. Salah satu pengaruh positif dari ekowisata ialah
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Namun, tidak jarang ekowisata
memberi dampak negatif bagi lingkungan. Contohnya ialah kerusakan ekosistem
mangrove. Meskipun secara tidak langsung kerusakan ekosistem mangrove bukan
disebabkan oleh ekowisata, namun praktek ekowisata yang tidak bijak juga dapat
memberi dampak kerusakan ekosistem mangrove.
Salah satu contoh kegiatan ekowisata bahari yang dapat merusak ekosistem
mangrove ialah pembangunan tempat-tempat penunjang pariwisata sehingga akan
mengganggu lahan hidup ekosistem mangrove. Apabila perilaku ekowisata yang
tidak bijak masih dilakukan, baik secara sadar maupun tidak sadar, maka praktik
ekowisata hanya akan merusak lingkungan.
Banyak cara yang dapat dilakukan agar praktek ekowisata menjadi
berwawasan lingkungan. Pelaku ekowisata dapat diberikan penyuluhan tentang
pentingnya ekosistem terumbu karang, sehingga dapat melakukan praktek ekowisata
yang bijak. Selain itu, para wisatawan juga diberikan aturan tentang perilaku
ekowisata agar tidak merusak lingkungan, misalnya tentang tata cara snorkling yang
benar. pelaku ekowisata juga dapat melakukan inovasi dengan membuat produk
ekowisata yang membuat wisatawan bisa ikut dalam upaya perbaikan lingkungan,
terutama ekosistem terumbu karang.

3.3 Dampak sosial terhadap masyarakat pesisir
Fakta dalam memacu pembangunan dari berbagai negara bahwa ekowisata di
pesisir (marine ecotourism) menjadi salah satu andalan untuk menjadikan pariwisata
sebagai sumber devisa. Tetapi apakah saat adanya aktivitas pariwisata di kawasan
pesisir, Sebagaimana diketahui dalam tradisi mencari nafkah, masyarakat pesisir
bergantung kepada sumber daya pesisir. Baik sebagai nelayan, pengolah ikan, atau
pedagang ikan. Itulah sebabnya masuknya kegiatan ekowisata di wilayah pesisir perlu
melibatkan masyarakat secara optimal. Kegiatan ekowisata harus menjadikan
masyarakat di kawasan pesisir sebagai bagian yang wajar dari pemilik. Bukannya
sekadar menjadi penonton yang lama kelamaan, seiring dengan berkembangnya
projek ekowista mereka tersingkirkan.
Permasalahan aktual yang menyingkirkan masyarakat pesisir---yang memiliki
sifat terbuka--- adalah kurangnya penghargaan terhadap hak ulayat masyarakat
pesisir, baik secara adat maupun perundangan. Undang-Undang Pokok Agraria
Nomor 5 Tahun 1960 mencantumkan pengakuan negara atas hak ulayat yang dimiliki
masyarakat, baik dalam hal hak pemanfaatan maupun pengelolaan. Masalah menjadi
cenderung selalu timbul karena kedua hak tersebut diabaikan. Bahkan setelah
lahirnya UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-
pulau Kecil. Untuk pembangunan ekowisata di Pelabuhan Ratu ini dikhawatirkan
masyarakat bukan hanya tidak dilibatkan secara berarti (signifikan) dalam
perencanaan dan pemanfaatan lahan, tetapi bahkan teracam oleh adanya dampak
kehancuran lingkungan yang seyogyanya butuh dikonservasi (bukannya
dieksploitasi). Inilah imbalan dari pelaksanaan pembangunan yang mengutamakan
korporasi dan melemahkan masyarakat.
Indikator untuk mengukur kelemahan masyarakat pesisir dalam proses
pembangunan adalah dengan melihat tingkat kesejahteraannya. Selain itu adalah
ketersediaan infrastruktur. Hal yang ironis terkait dengan infrastruktur tersebut dapat
dilihat realitas tidak berkorelasinya pembangunan berbagai sarana proyek dengan
kecukupan hajat hidup masyarakat pesisir yang bermukim di sana. Fakta tersebut
dapat terjadi dan akan senantiasa terjadi dikarenakan pembangunan sarana tersebut
tidak dirancang demi menyejahterakan masyarakat pesisir, melainkan dirancang
untuk kepentingan para pengusaha atau wisatawan yang akan datang ke kawasan
tersebut. Kemudian, nistanya pemerintah melaporkan pertumbuhan ekonomi yang
diraih dari kawasan tersebut dengan mengklem sebagai bagian dari pertumbuhan
ekonomi yang semakin tinggi. Seraya merekomendasikan usulan penganggaran pada
periode berikutnya untuk menambah berbagai sarana infrastruktur, tetapi begitu
selesai dibangun, masyarakat pesisir tetap saja tidak berubah banyak tingkat
kesejahteraannya.
Perlu segera mengganti orientasi pembangunan dari pembangunan tematikal,
yang mengarahkan pembangunan sebagai sekadar aktivitas bagi keuntungan pihak
yang memiliki rancangan dan investasi beserta aktor birokrasi ke arah pembangunan
sejati, yakni di mana pun pembangunan diselenggarakan akan memberi nilai tambah
bagi kesejahteraan masyarakat yang bermukim dan memiliki sejarahnya yang khas.


















BAB IV
EVALUASI DAMPAK BESAR DAN PENTING
4.1 Perubahan fungsi dan tata guna lahan
Kegiatan yang direncanakan harus memperhatikan tingkat pemanfaatan ruang dan
daya dukung ruang yang tersedia bagi pengunjung, serta fasilitas umum yang
memadai. Yang harus diperhatikan:
o Kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan melalui pelaksanaan sistem
pemintakatan (zonasi).
o Perencanaan pembangunan wilayah setempat; ekowisata yang akan
dikembangkan harus terintegrasi dengan pembangunan wilayah setempat.
4.2 Gangguan terhadap biota
Oleh karena itu pengelolaan kawasan Ekowisata Pelabuhan Ratu harus
didasarkan pada upaya pemenuhan prinsip keseimbangan khususnya antara aktivitas
melindungi keseimbangan ekologi dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
melalui kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Diharapkan
keberadaan kawasan Ekowisata Pelabuhan Ratu bisa tetap terjaga kelestariannya dan
masyarakat memperoleh peningkatan kesejahteraan. Tanpa mengabaikan prinsip
perlindungan, upaya konservasi juga harus memperhatikan prinsip pemanfaatan untuk
lebih mensejahterakan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka pengelolaan
kawasan Wisata Alam, harus melibatkan masyarakat agar kelestarian kawasan tetap
terjaga dan bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Adanya dampak negatif dari wisata alam di kawasan konservasi, tidak berarti
bahwa areal alami tidak dapat dipakai untuk kegiatan wisata alam. Bagaimanapun hal
tersebut menandakan bahwa jika wisata dan konservasi dipadukan secara efektif,
wisata di areal alami haruslah dikelola dan
direncanakan dengan baik. Dengan adanya perencanaan dan pengelolaan yang sesuai,
dampak negatif yang ditimbulkan dapat diminimalisir.
Dalam rangka pengendalian kerusakan keanekaragaman hayati terdapat beberapa
aspek yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Aspek Pencegahan
o Menguragi dampak negatif dari kegiatan ekowisata dengan cara:
Pemilihan lokasi yang tepat (menggunakan pendekatan tata
ruang)
Rancangan pengembangan lokasi yang sesuai dengan daya
dukung dan daya tampung.
Rancangan atraksi/kegiatan yang sesuai denan daya dukung
kawasan dan kerentanan.
o Merubah sikap dan perilaku stakeholder, mulai dari pengelola
kawasan, penyelenggara ekoturisme (tour operator) serta wisatawan
itu sendiri.
o Memilih Segmen Pasar yang sesuai.
2. Aspek Penanggulangan
o Menyeleksi pengunjung termasuk jumlah pengunjung yang
diperkenankan dan minat kegiatan yang diperkenankan (control of
visitor).
o Menentukan waktu kunjungan
o Mengembangkan pengelolaan kawasan (rancangan, peruntukan,
penyediaan fasilitas) melalui pengembangan sumber daya manusia,
peningkatan nilai estitika serta kemudahan akses kepada fasilitas.
3. Aspek Pemulihan
o Menjamin mekanisme pengembalian keuntungan ekowisata untuk
pemeliharaan fasilitas dan rehabilitasi kerusakan lingkungan.
o Peningkatan kesadaran pengunjung, pengelola dan penyedia jasa
ekowisata.
4.3 Dampak sosial terhadap masyarakat pesisir disekitar pelabuhan
Ekowisata merupakan suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan
melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat
setemapat. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa,
yang mampu membuat masyarakat setemapt mengalami metamorphose dalam
berbgai aspeknya.
Kolaborasi pengelolaan merupakan salah satu strategi yang harus dilakukan
dan dikembangkandalam pengelolaan kawasan ekowisata Pelabuhan Ratu. Dalam
pengembangan ekowisata kolaborasi dengan masyarakat sekitar akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam ikut
menjaga kelestarian kawasan. Menurut Borrini (1996) pendekatan kolaboratif
didasarkan pada keyakinan bahwa dukungan masyarakat merupakan hal penting agar
usaha konservasi dapat berkelanjutan dengan cara memfasilitasi perbedaan
kepentingan diantara multistakeholders
















DAFTAR PUSTAKA


Badan Penelitian dan Perencanaan Daerah Kabupaten Sukabumi. 2002. Organisasi
dan Tata
Kerja Badan Penelitian dan Perencanaan Daerah Kabupaten Sukabumi.

Borrini, F.G. 1996. Tailoring the Approach to the Context. Issues in Social Policy.
Switzerland.
IUCN.

Tisdell, C. 1996. Ecotourism, Economics, and theEnvironment: Observations from
China Journal of Travel Research

Fennel, D.A. and R.K. Dowling. 2003. Ecotourism Policy and Planning. CAB
International.
London.

You might also like