You are on page 1of 18

1

AMBIGUS GENITALIA

I. PENDAHULUAN
Ambigus genitalia adalah suatu kelainan perkembangan seks yang atipikal
secara kromosomal, gonadal, dan anatomis yang umumnya ditandai dengan adanya
organ genitalia eksterna yang tidak jelas laki-laki atau perempuan, atau mempunyai
gambaran kedua jenis kelamin. Hal ini termasuk kriptorchidisme bilateral, hipsopadia
perineum dengan skrotum, klitoromegali, fusi labia posterior, adanya fenotipe wanita
dengan gonad yang dapat dipalpasi (dengan atau tanpa hernia inguinal), dan bayi
dengan genitalia bertentangan dengan kromosom seks nya.
1, 2

Bayi yang lahir dengan abnormalitas perkembangan genitalia cukup sulit
didiagnosis dan dirawat oleh dokter pediatrik saat perawatan awal kelahiran.
Ambigus genitalia adalah kasus kedaruratan neonates. Sangat penting untuk
menegakkan diagnosis secepat mungkin sehingga penatalaksanaan yang tepat dapat
segera dilakukan untuk meminimalisasi komplikasi medis, psikologis, dan sosial.
1,3
Untuk mencapai hasil yang diharapakan, paling sedikit harus dikelola oleh tim
yang terdiri dari ahli endokrin anak, ahli bedah urologi anak, ahli genetik dan ahli
psikiatrik anak, yang bekerja sama dengan keluarga agar dapat mencapai dua tujuan
utama, yaitu: menetapkan diagnosis yang tepat dan dengan asupan dari orang tua,
menentukan jenis kelamin berdasarakan pada diagnosis dan anatomi bayi.
4
Untuk menetapkan jenis kelamin, tiap kasus memerlukan pertimbangan
tersendiri berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium dan pertimbangan orang tua.
Sebagian besar kasus, diperlukan rujukan ke fasilitas perawatan tersier untuk
memperoleh evaluasi yang optimal.
4

II. EPIDEMIOLOGI
Insidens Ambigu genitalia atau yang sekarang dikenal dengan istilah disorders
of sex development (DSD) adalah 1:4500 -1: 5500 bayi lahir hidup. Dimana 50%
kasus 46, XY dapat diketahui penyebabnya dan 20% secara keseluruhan dapat
didiagnosis secara molekular. Walaupun dalam bahasa pergaulan di Indonesia sering
kita dengar tentang banci, bencong, atau waria, namun istilah tersebut belum
2

mempunyai makna sesungguhnya dari Interseksualitas. Angka kejadian
interseksualitas belum pernah dilaporkan di Indonesia. Namun, tujuan tulisan ini
untuk mengingatkan kembali perlunya kehati-hatian kita dalam menentu kan jenis
kelamin seseorang bila kita melihat suatu keanehan atau keragu-raguan pada
kelaminnya. Pemberitahuan jenis kelamin bayi yang pertama kali akan mempunyai
arti yang sangat mendalam bagi orangtuanya.
5


III. ETIOLOGI
Penyebab penyakit interseksualitas sangat kompleks, terbanyak oleh karena
kelainan genetik, namun pengaruh lingkungan terutama penggunaan obat-obat
hormonal pada masa kehamilan merupakan salah satu yang diduga. Paparan pada
masa kehamilan yang mengakibatkan ambiguitas seksual pada bayi perempuan
dengan kromosom 46,XX semestinya dipertimbangan dengan hati-hati pada ibu
hamil, pemakaian obat hormonal yang tidak terlalu perlu.
4,5,6

IV. PATOFISIOLOGI
Untuk memahami ambigus genitalia, terlebih dahulu harus dipahami
mengenai perkembangan seks pada manusia. Manusia mempunyai 46 kromosom
yang di setiap dalam tubuh kita terdiri dari 23 pasang. Pasangan kromosom yang ke
23 adalah sepasang kromosom seks yang menentukan jenis kelamin anak, wanita bila
mempunyai dua buah kromosom X (46,XX) dan laki-laki bila mempunyai salah satu
kromosom X dan satu buah kromosom Y (46,XY).
7
Sampai pada minggu ke-6 masa
kehamilan, gonad embrio masih belum dapat dibedakan lelaki atau perempuan. Pada
masa ini janin telah mempunyai premordial saluran genital yaitu saluran Muller dan
saluran Wolf, serta mempunyai premordial genitalia eksterna.
4, 5, 6
Perkembangan genitalia lelaki merupakan suatu proses aktif. Pada minggu ke-
7 kehamilan, atas prakarsa Testes Determining Factor yang diproduksi oleh kode gen
untuk seks lelaki, yaitu gen SRY (sex determining region of the y chromosome).

Perkembangan genitalia laki-laki sangat tergantung dari faktor pembentukan testis
dan regresi dari duktus mullerian, sehingga dalam pembentukan testis terdapat
susunan yang kompleks dan banyak gen yang terlibat dalam proses tersebut.
Kromosom Y pada laki-laki mempunyai gen SRY yang terdapat dilengan pendek
3

(Yp) kromosom tersebut. Gen tersebut membuat gonad menjadi testis (laki-laki) pada
usia kehamilan 6 minggu, sehingga terjadi regresi dari gonad yang membentuk
traktus reproduksi wanita.
6,7
Gen SRY terletak dekat dengan perbatasan pseudoautosomal sehingga gen ini
dapat bertranslokasi ke kromosom X. Pertukaran X-Y dari material genetik dapat
melebihi dari batas pseudoautosomal dan dapat ditemukan insersi dari gen SRY pada
kromosom X.
7
Mutasi dari gen SRY berhubungan dengan gonadal dysgenesis dan
swyers syndrome, namun penderita ambigus genitalia yang mengalami mutasi gen
SRY hanya di temukan sebanyak 15-20%. Hal ini mengindikasikan bahwa ada gen
lain yang menentukan dalam pembentukan testis seperti DAX 1 (Double dose
sensitive locus-Adrenal hipoplasia congenital, critical region of X, gene 1) pada
kromosom X, SF1 (steroidogenic factor 1) pada 9q33, WT1 pada 11p13, SOX9
(SRY-Box-related) pada 17q24-q25, dan AMH (Anti Mullerian Hormone) pada
19q13.3.
7, 8













Gambar 1. Pemetaan Gen yang berhubungan dengan Penentuan Seks
8





4

Proses diferensiasi ini melibatkan 3 kelompok sel utama yaitu sel Sertoli dan
sel-sel lainnya yang terbentuk dari tubulus seminiferus, sel Leydig dan komponen
lainnya dari intersisium, dan spermatogonia.Pada minggu ko8 s/d ke-12 masa
kehamilan, kadar gonadotropin korion plasenta meningkat, dan merangsang sel
Leydig janin untuk mengeluarkan testoteron serta merangsang sel sertoli untuk
mengeluarkan Mullerian inhibiting factor. Testosteron akan merangsang diferensiasi
saluran Wolf menjadi epididimus, vasa deferens, vesikula seminalis, dan saluran
ejakulator lelaki. Sedangkan Mullerian inhibiting factor akan menyebabkan involusi
pada prekusor embriogenik dari tuba fallopii, uterus, serviks, dan sepertiga bagian
atas vagina.Pada minggu ke-9 kehamilan, enzim 5 Reduktase dari sel target akan
mengubah sebagian testosteron menjadi 5 Dihidrotestosteron, dan Dihidrotesteron
inilah yang merangsang terjadinya diferensiasi alat kelamin luar lelaki, merangsang
pertumbuhan tuberkel genital, fusi lekuk uretra, den pembengkakan labioskrotal
untuk membentuk glans penis, penis, dan skrotum.
4,5,6










Gambar 2. Gambaran Skematik Perkembangan Embrio pada Laki-laki.
7

Perkembangan genitalia perempuan lebih sederhana bila dibandingkan dengan
perkembangan genitalia lelaki. Pada minggu ke-7 s/d ke-12 masa kehamilan,
sejumlah sel germinal mengalami transisi dari oogonia menjadi oosit, sehingga terjadi
diferensiasi dari gonad menjadi ovarium. Saluran Muller berkembang menjadi tuba
5

fallopii, uterus, serviks, dan sepertiga bagian atas vagina, sedangkan saluran Wolf
menjalani proses regresi.
4,5,6

Pada diferensiasi genitalia eksterna perempuan, tuberkel genital tetap kecil
dan membentuk klitoris. Lekuk uretra membentuk labia minora, dan lekuk
labioskrtital membentuk labia mayora. Bila terjadi gangguan pada proses
perkembangan genitalia yang demikian kompleks, maka akan terjadi kelainan pada
genitalia sesuai dengan pada tahapan mana gangguan terjadi.
4, 5, 6

V. KLASIFIKASI
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi ambigus genitalia berdasarkan
penyebabnya :
Secara sederhana, ambigus genitalia dapat dikelompokkan menjadi dua:
9, 10

A. Wanita yang mengalami maskulinisasi (Female Pseudohermaphroditism)
Ada tiga hal yang dapat menyebabkan pseudohermafrodit pada wanita, yaitu
hiperplasia adrenal congenital, defisiensi aromatase plasenta, dan produksi
hormone pria berlebihan dari garis maternal
1. Hiperplasia adrenal congenital (CAH = Congenital Adrenal Hyperplasia)
CAH merupakan penyebab yang paling sering dari ambigus genitalia pada
neonatus yang menyebabkan perempuan mengalami maskulinisasi. CAH
disebabkan karena defek pada enzim 21-hidroksilase pada sintesis jalur
hormone steroid di kelenjar adrenal yang menyebabkan kelenjar adrenal
memproduksi androgen dalam jumlah besar.
11. 12
Androgen yang berlebihan
menyebabkan pembesaran klitoris pada perempuan, sehingga menyerupai
penis.4 Defek pada enzim 21-hidroksilase ini didapat dari gen autosomal
resesif yang dalam artian orangtua yang membawa gen ini berkesempatan
25% per kehamilan bayi perempuan.
2. Defisiensi aromatase
Defisiensi aromatase yang disebabkan enzym aromatase pada plasenta tidak
dapat melindungi janin wanita dari efek androgen sirkulasi ibu.


6

3. Produksi hormone pria berlebihan
Hal ini dapat disebabkan oleh CAH seperti diatas yang membuat hormon pria
dengan konsentrasi yang tinggi masuk kedalam plasenta via ibu misalnya saat
ibu mendapatkan terapi progesterone untuk menghindari keguguran atau pada
ibu yang memiliki hormone yang memproduksi tumor.
B. Laki-laki yang sedikit mengalami maskulinisasi (Male
Pseudohermaphroditism)
Penyebab pseudohermafrodit pada pria adalah hipolpasia sel Leydig, defek
biosintesis testosterone, defisiensi 5-alfa reduktsae, dan insensitivitas androgen
1. Sindrom insensitivitas androgen. Kelainan ini disebabkan karena gangguan
produksi androgen atau respon inadekuat terhadap androgen yang
menimbulkan maskulinisasi tak sempurna pada seorang individu dengan
kariotip 46,XY. Bayi yang terkena complete androgen insensitivity syndrome
memiliki testis (umumnya masih tetap di dalam abdomen) dan genitalia
eksterna perempuan, walaupun tidak mempunyai uterus maupun ovarium.
11,12

Bayi laki-laki ini tidak merespon terhadap androgen (testosterone) yang
disebakan karena defek pada reseptor androgen pada kromosom X sehingga
disebut dengan X-linked recessive. Ibu yang memiliki gen ini mempunyai
kesempatan 50/50 untuk mendapatkan anak laki-laki dengan sindrom
insensitivitas androgen, sememntara untuk anak perempuannya memiliki
kesempatan 50/50 untuk menjadi pembawa gen ini.
2. Defisiensi 5-alpha reduktase menyebabkan testosterone tidak dapat diubah
menjadi dihidrotestosteron (DHT) yang berperan dalam perkembangan
maskulin fetus laki-laki. Kelainan ini disebabkan karena gen autosomal resesif
sehingga orangtua yang membawa gen ini memiliki kemungkinan sebesar
12,5% per kali kehamilan bayi pria.
C. Hermafrodit sejati (True Hermaphroditsm)
Merupakan kelainan yang jarang dijumpai. Diagnosis True Hermaphroditism
ditegakkan apabila pada pemeriksaan jaringan secara mikroskopis ditemukan
gonad yang terdiri dari jaringan ovarium (perempuan) dan testis (laki-laki).
Kedua jaringan gonad tersebut masing-masing dapat terpisah tetapi lebih sering
7

ditemukan bersatu membentuk jaringan ovotestis. Pada analisis kromosom 70%
dari kasus yang dilaporkan dijumpai 46,XX, sisanya dengan 46,XY, campuran
kromosom laki dan perempuan dengan kombinasi 46,XX/46,XY, 45,X/46,XY,
46,XX/47,XXY atau 46,XY/47,XXY.
6, 13
Manifestasi klinik dan profil hormonal tergantung pada jumlah jaringan gonad
yang berfungsi. Jaringan ovarium sering kali berfungsi normal namun sebagian
besar infertil. Sekitar 2/3 dari total kasus true hermaphrodite dibesarkan sebagai
laki-laki. Meski pun demikian alat genital luar pada penderita kelainan ini
biasanya ambigus atau predominan wanita dan disertai pertumbuhan payudara
saat pubertas. Jaringan Gonad dapat ditemukan pada rongga perut, selakang atau
lebih kebawah pada daerah bibir kemaluan atau skrotum. Jaringan testis atau
ovotestis lebih sering tampak di sebelah kanan. Spermatozoa biasanya tidak
ditemukan. Sebaliknya oosit normal biasanya ada, bahkan pada ovotestis. Jika
pasien memilih jenis kelamin pria, rekontruksi genital dan pemotongan gonad
selektif menjadi indikasi. Jika jenis kelamin wanita yang dipilih, tindakan bedah
yang dilakukan akan menjadi lebih sederhana.
6,13

VI. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Anamnesis harus meliputi semua gangguan endokrin pada ibu selama masa
kehamilan, derajat maturitas/ prematuritas umur kehamilan, ibu mengkonsumsi
hormon dari luar juga cara yang digunakan untuk membantu reproduksi dan atau
konrasepsi yang digunakan selama kehamilan. Riwayat keluarga digunakan untuk
menskrining beberapa kelainan urologi, kematian neonatal yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya, anomali organ genital, pubertas dini, amenorrhea,
infertilitas pada keluarga dekat atau keterkaitan keluarga. Virilisasi atau tampilan
cushingoid pada ibunya bila ada, harus dicatat. Kelainan yang didapat pada saat
USG prenatal atau ketidaksesuaian kariotipe fetus dengan genitalia pada saat
USG.
5,6


8

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dari mencari kemungkinan adanya sindrom/
malformasi tertentu. Secara umum harus dilihat adanya dismorfik, bila ada maka
merupakan petunjuk manifestasi suatu sindrom, juga leher pendek dan lebar,
puting susu berjarak jauh, dll.
5, 6

Genitalia eksterna diperiksa secara teliti untuk menunjukkan derajat virilisasi.
Ukuran penis diukur panjang penis teregang dan diameternya, ada tidaknya korda
penis, lemak prepubis yang berlebihan seringkali menutupi ukuran penis yang
sesungguhnya. Pada bayi baru lahir cukup bulan, panjang penis teregang harus
berukuran sekurang-kurangnya 2 cm. Harus dinilai sampai sejauh mana sinus
urogenital telah menutup, dengan mengidentifikasi posisi meatus uretra ekterna,
yang kadang-kadang perlu menunggu sampai bayi buang air kecil. Dicatat lipatan
labioskrotal dalam keadaan penuh, simetri atau tidak dan kerutannya. Apabila
lipatan labioskrotal asimetris, maka gonad seringkali dapat dipalpasi pada sisi
yang lebih banyak mengalami virilisasi dan sering didapatkan hernia inguinal.
Harus dilakukan palpasi gonad pada masing-masing sisi dengan jari tangan
pemeriksa mengurut disepanjang garis kanalis inguinalis kearah labium atau
skrotum sedangkan tangan yang lain memegang sesuatu yang mungkin gonad bila
ada. Manuver ini memerlukan tangan yang hangat dan kesabaran yang cukup.
5,6, 7
Genitalia eksterna pada lelaki adalah skrotum, penis dan gland penis, sedangkan
genitalia eksterna pada perempuan adalah labia mayora, labia minora dan klitoris.
Quigley mengelompokkan kriteria skema perubahan genitalia eksterna dari laki-
laki ke perempuan pada penderita ambigus genitalia berdasarkan 7 tingkatan
sesuai dengan gambar berikut :
7






Gambar 3. Quigley Stage
7
9

Interpretasi Quigley Stage :
7
Grade 1 adalah normal maskulinisasi di dalam kandungan
Grade 2 adalah gambaran ekternal laki-laki dengan defek yang ringan
contohnya isolated hypospadia
Grade 3 adalah gambaran fenotip laki-laki dengan defek yang berat pada
maskulinisasi contohnya, penis yang kecil, perineoscrotal hypospadia, skrotum
terbelah, dan atau crytochidism
Grade 4 adalah ambiguitas genital yang berat dengan klitoris seperti phallus,
adanya lipatan labioscrotal , lubang tunggal pada perineum,.
Grade 5 adalah gambaran fenotip wanita dengan fusi pada bagian belakang
labia dan klitoromegali
Grade 6/7 adalah gambaran fenotip wanita (grade 6 bila ditemukan rambut
pubis, grade 7 bila tidak di temukannya rambut pubis pada keadaan dewasa)

Tingkat virilisasi genitalia eksterna wanita dilakukan dengan pemeriksaan fisik
dengan menggunakan kriteria menurut Prader sebagai berikut :
7








Gambar 4. Skala virilisasi menurut Prader
7

Interpretasi skala virilisasi Prader :
7

Prader 1 adalah Genitalia ekterna dengan klitoromegali
Prader 2 adalah Klitoromegali dengan fusi parsial labia yang membentuk sinus
urigenital berbentuk corong.
Prader 3 adalah peningkatan pembesaran phallus, fusi labioscrotal komplit
membentuk sinus urigenital dengan satu lubang.
10

Prader 4 adalah fusi scrotal komplit dengan pintu urigenital di dasar batang
phallus. Prader 5 adalah genitalia eksterna laki-laki normal


Gambar 5 a. Genitalia eksterna bayi
perempuan normal.
14

Gambar 5 b. Hymen (selaput dara) dan labia
minora pada bayi perempuan normal.
14



Gambar 5 a. Genitalia eksterna bayi
perempuan normal.
14

Gambar 5 b. Hymen (selaput dara) dan labia
minora pada bayi perempuan normal.
14


Untuk diagnosis banding dan persiapan pengobatan, yang sangat penting adalah
temuan pada pemeriksaan fisik teraba satu atau dua gonad. Bila tidak teraba
gonad, semua kategori ini mungkin terjadi (pseudohemafrodit perempuan,
pseudohemafrodit laki-laki, disgenesis gonad, hermafrhodit murni). Dari keempat
11

kemungkinan tersebut yang paling sering adalah pseudohemafrodit perempuan,
diikuti oleh disgenesis gonad campuran. Bila gonad teraba maka kemungkinan
besar adalah testes. jika satu gonad teraba, maka dapat disingkirkan
pseudohemafrodit perempuan dan disgenesis gonad murni, namun masih mungkin
disgenesis gonad campuran, hermafrodit murni, dan pseudohemafrodit laki-laki.
Bila kedua gonad teraba, mungkin pseudohemafrodit laki-laki.
5,6

Gambar 7 a. Neonatus dengan CAH yang
memperlihatkan ambigus genitalia.
16

Gambar 7 b. Mikropenis dan hipospadia
(kepala anak panah). Skrotum terbelah dua
dengan celah ditengahnya.
16




Gambar 8 a. Genitalia eksterna pada bayi
perempuan pseudohermafrodit. Lipatan
labiaskrotal dextra mempunyai ovotestis.
17

Gambar 8 b. Skrotalisasi Penis dan selendang
berkerut seperti skrotum
17

12

Pasien harus diperiksa diruang yang hangat, terlentang posisi frog leg dengan
kedua kaki bebas. Bila gonad teraba, yang sangat penting adalah memeriksa
ukuran, lokasi dan tekstur kedua gonad. Pada kriptokirdisme testes mungkin
didapatkan pada kanalis inguinalis, kantung inguinal superfisial, dibagian atas
skrotum, atau pada keadaan yang sangat jarang didaerah femoral, perineal, atau
region skrotal kontralateral.
5,6

Yang juga harus dicatat adalah perkembangan dan pigmentasi lekukan
labioskrotal dan kelainan bawaan lain. Kelainan ukuran penis harus
didokumentasikan dengan ukuran lebar dan panjang penis teregang. Harus
dideskripsikan posisi meatus uretra eksterna dan ada tidaknya korda dan bila ada
jumlah orifisium. Yang sangat penting dicari adanya uterus pada pemeriksaan
fisik, yang dapat teraba dengan jari pada pemeriksaan colok dubur.
5,6
C. Pemeriksaan laboratorium dan Pencitraan
Genitalia internal pada lelaki yaitu vasa deferens, vesikula seminalis, dan
epididimus, sedangkan genitalia internal pada perempuan yaitu tuba falopi, uterus,
dan sepertiga bagian atas vagina. Modalitas utama radiologi untuk memeriksa
bagian internal dari genitalia adalah USG.

Gambar 9a. Uterus dan ovarium
normal pada bayi perempuan.
16

Gambar 9b. Pembesaran glandula
adrenalis dextra pada bayi
perempuan pseudohermafrodit
16

Gambar 9b. Pembesaran glandula
adrenalis sinistra berbentuk
serebriform
16


Selain genitalia interna, USG juga dapat mengindentifikasi kelenjar adrenal yang
mengalami perubahan karena CAH merupakan penyebab paling sering ambigus
genitalia pada bayi.
13


Gambar 10a Pseudohermafrodit pada
wanita, tidak ada uterus dan ovarium
pada rongga pelvis
16

Gambar 10b. Testis kanan pada
kanalis inguinalis. Pasien datang
dengan amenore.
16

Gambar 10b. Testis kiri pada
kanalis inguinalis.
16


Karena CAH merupakan penyebab paling sering ambigous genitalia pada bayi
baru lahir, maka skrining biokimia untuk penyakit ini harus dilakukan pada bayi
yang mengalami maskulinisasi simetris dengan gonad tidak teraba. Kadar
elektrolit serum harus diperiksa dengan segera dan dipantau dengan cermat
sampai diagnosis ditegakkan dan dibuat rencana pengelolaan. Analisis kromosom
harus dilakukan pada pemeriksaan awal, umumya hasil dapat diperoleh dalam
waktu 72 jam dengan teknik standar. Apabila telah dapat ditetapkan diagnosis
CAH, maka tes diagnosis lebih lanjut tidak perlu dilakukan.
5,6











Gambar 3. Skema alur untuk mengarahkan pada ambiguous genitalia
4

14


VII. PENATALAKSANAAN
A. Pengobatan endokrin
Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah
mendorong perkembangan maskulinisasi dan menekan berkembangnya tanda-
tanda seks feminisasi (membesarkan ukuran penis, menyempurnakan distribusi
rambut dan massa tubuh) dengan memberikan testosteron. Bila pasien menjadi
perempuan, maka tujuan pengobatan adalah mendorong secara simultan
perkembangan karakteristik seksual kearah feminin dan menekan perkembangan
maskulin (perkembangan payudara dan menstruasi yang dapat timbul pada
beberapa individu setelah pengobatan estrogen).
4,5,6

Pada CAH diberikan glukokortikoid dan hormon untuk retensi garam.
Glukokortikoid dapat membantu pasien mempertahankan reaksi bila terjadi stres
fisik dan menekan perkembangan maskulinisasi pada pasien perempuan.
Pengobatan dengan hormon seks biasanya mulai diberikan pada saat pubertas dan
glukokortikoid dapat diberikan lebih awal bila dibutuhkan, biasanya dimulai pada
saat diagnosis ditegakkan. Bilamana pasien diberikan hormon seks laki-laki,
hormon seks perempuan atau glukokortikoid, maka pengobatan harus dilanjutkan
selama hidup. Misalnya, hormon seks laki-laki dibutuhkan pada saat dewasa
untuk mempertahankan karakteristik maskulin, hormon seks perempuan untuk
mencegah osteoporosis dan penyakit kardiovaskular, dan glukokortikoid untuk
mencegah hipoglikemi dan penyakit-penyakit yang menyebabkan stres.
4,5,6

B. Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan rekonstruksi pada genitalia perempuan adalah agar
mempuyai genitalia eksterna feminin, sedapat mungkin seperti normal dan
mengkoreksi agar fungsi seksualnya normal. Tahap pertama adalah mengurangi
ukuran klitoris yang membesar dengan tetap mempertahankan persyarafan pada
klitoris, dan menempatkannya tidak terlihat seperti posisi pada wanita normal.
Tahap kedua menempatkan vagina keluar agar berada diluar badan di daerah
bawah klitoris.

Tahap pertama biasanya dilakukan pada awal kehidupan.
15

Sedangkan tahap kedua mungkin lebih berhasil bilamana dilakukan pada saat
pasien siap memulai kehidupan seksual.
4,5,6

Pada laki-laki, tujuan pembedahan rekonstruksi adalah meluruskan penis dan
merubah letak uretra yang tidak berada di tempat normal ke ujung penis. Hal ini
dapat dilakukan pada satu tahapan saja. Namun demikian, pada banyak kasus hal
ini harus dilakukan lebih dari satu tahapan,khususnya bilamana jumlah jaringan
kulit yang dapat digunakan terbatas, lekukan pada penis terlalu berat dan semua
keadaan-keadaan tersebut bersamaan sehingga mempersulit teknik operasi.
1,2,3,4,8

Bilamana pengasuhan seks sudah jelas kearah laki-laki, maka dapat dilakukan
operasi rekonstruksi antara usia 6 bulan sampai 11 tahun. Secara umum sebaiknya
operasi, sudah selesai sebelum anak berusia 2 tahun, jangan sampai ditunda
sampai usia pubertas.
4,5,6

Bilamana pengasuhan seks sudah jelas kearah perempuan, bilamana pembukaan
vagina mudah dilakukan dan klitoris tidak terlalu besar, maka rekonstruksi vagina
dapat dilakukan pada awal kehidupan tanpa koreksi klitoris. Bilamana maskulisasi
membuat klitoris sangat besar dan vagina tertutup (atau lokasi vagina sangat
tinggi dan sangat posterior), maka dianjurkan untuk menunda rekonstruksi vagina
sampai usia remaja. Namun hal ini masih merupakan perdebatan, beberapa ahli
menganjurkan agar rekonstruksi dilakukan seawal mungkin atau setidaknya
sebelum usia dua tahun, namun ahli yang lain menganjurkan ditunda sampai usia
pubertas agar kadar estrogennya tinggi sehingga vagina dapat ditarik kebawah
lebih mudah.
4,5,6

C. Pengobatan psikologis
Sebaiknya semua pasien interseks dan anggota keluarganya harus
dipertimbangkan untuk diberikan konseling. Konseling dapat diberikan oleh ahli
endokrin anak, psikolog, ahli psikiatri, ahli agama, konselor genetik, atau orang
lain dimana anggota keluarga lebih dapat berbicara terbuka. Yang sangat penting
adalah bahwa yang memberikan konseling harus sangat familier dengan hal-hal
yang berhubungan dengan diagnosis dan pengelolaan interseks. Sebagai
tambahan, sangat membantu bilamana konselor mempunyai latar belakang terapi
seks atau konseling seks.
4,5,6

16

Topik yang harus diberikan selama konseling adalah: pengetahuan tentang
keadaan anak dan pengobatannya, infertilitas, orientasi seks, fungsi seksual dan
konseling genetik. Bilamana pada suatu saat disepanjang hidupnya, pasien dan
orangtuanya mempuyai masalah dengan topik tersebut, maka dianjurkan untuk
berkonsultasi.
4,5,6


VIII. KESIMPULAN
Kasus ambigus genital interseksualitas bisa ditemukan dalam praktek sehari-
hari, oleh sebab itu pendekatan diagnostic interseksualitas cukup layak untuk lebih
dipahami. Dalam menentukan jenis kelamin seseorang diperlukan minimal 7 sifat,
yaitu: susunan kromosom, jenis gonad, morfologi genital interna, morfologi genital
eksterna, hormone seks, pengasuhan, serta nperanan dan orientasi.
Interseksualitas dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok secara umum, yaitu:
gangguan pada gonad dan atau kromosom, maskulinisasi pada genetic perempuan,
maskulinisasi tak lengkap pada genetic laki-laki, dan gangguan pada embryogenesis
yang tidak melibatkan gonad ataupun kromosom. Untuk menentukan penyebab
terjadinya diperlukan kerjasama interdisipliner/intradisipliner, tersedianya sarana
diagnostic, dan sarana perawatan.
Petunjuk pada kecurigaan terhadap adanya interseksualitas:
1. Genitalia eksterna yang bersifat 2 atau tak lengkap
2. Genitalia eksterna laki-laki: skrotum kosong, testes ada tapi kecil,
hipospadia, penis kecil
3. Genitalia eksterna perempuan: klitoris membesar, bentuk vulva tak
sempurna, benjolan-benjolan di inguinal atau labia mayora, dan
berperawakan pendek
4. Pada riwayat keluarga, ada keluarga dengan kelainan jenis kelamin
5. Riwayat ibu sewaktu hamil memperoleh obat androgen atau progesteron


17

DAFTAR PUSTAKA
1. Ambigous Genitalia [online journal]
http://www.kairos2.com/56_Ambiguous%20genitalia.pdf
2. Wasilah, Siti. Abnormalitas Kromosom pada Penderita Ambigus Genitalia . Master
Tesis Program Pasca Sarjana Univ.Diponegoro. 2008.
3. Gender Centre. Ambigous Genitalia : Definition and Causes. [online article].
http://www.gendercentre.org.au/pdf/fact-sheets/ambiguous-genitalia.pdf . 2008.
4. Susanto, Rudi. Ambiguous Genitalia pada Bayi Baru Lahir. http://pediatrics-
undip.com/journal/ambiguitas%20genitalita%20pada%20bayi%20baru%20lahir.pdf
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Univ. Diponegoro. 2006.
5. Siregar Charles D. Pendekatan Diagnostik Interseksualitas pada Anak. Dalam:
Cermin Dunia Kedokteran. 2006:126:p.32-36.
6. Genitalia Ambigua. Diakses tanggal 5 Desember 2011.[Medline].
7. Hughes I.A. Intersex. BJU International. 2002: 90:p.769-776.
8. MacLaughlin, Donahoe. Sex Determination and Differentiation. Review article in
The New England Journal Medical 2004:350:367-78
9. American Academy of Pediatrics. Evaluation of the Newborn With Developmental
Anomalies of the External Genitalia [online article].
http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;106/1/138 2000.
10. Lucile Packards Children Hospital. Ambiguous Genitalia [online article]
http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/urology/ambiggen.html. 2007
11. Maharaj. Intersex condition in children and adolescents; surgical, ethical and legal
considerations. Journal Pediatr Adolescend Gynecology. 2005
12. Lucile P. Ambigous Genitalia. In : Diabetes & Other Endocrine And Metabolic
Disorders 2007. available in URL :
http://www.lpch.org/diseaseHealthInfo/healthLibrary/diabetes/ambiggen.html
13. Hassan R. Dr, Alatas H Dr. Interseksualitas. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1985. Halaman 222-227
14. Images. : http://newborns.stanford.edu/PhotoGallery/AmbiguousGenitalia2.html
15.
18

16. Chavhan, G., Parra DA, Oudjhane K, et.al. Imaging of Ambiguous Genitalia :
Classification and Diagnostic Approach. [online journal].
http://radiographics.rsna.org/content/28/7/1891.full. In : RadioGraphics. 2008(28):
p.1891-1904
17. Osifo OD, Amusan TI. Female Children with Ambiguous Genitalia in Awareness-
Poor Subregion [online journal]. http://www.ajol.info/index.php/ajrh/
article/viewFile/55755/44224. In : African Journal of Reproductive Health Vol.13.
2009(4):p.129-136
18. Ng SF, Boo NY, et.al. A Rare Case of Ambiguous Genitalia [online journal].
http://smj.sma.org.sg/4809/4809cr9.pdf In : Singapore Med J. 2007:48(9):p858.

You might also like