You are on page 1of 11

Avian Influenza (AI)/ Flu Burung

1.

Definisi
Avian influenza atau flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan
virus avian influenza A dengan subtipe H1 sampai H16 dan N1 sampai N9 (Kumala,
2005).
Penularan atau transmisi dari virus influenza secara umum dapat terjadi
melalui inhalasi, kontak langsung, ataupun kontak tidak langsung (Bridges CB, et.al.
2003).
Virus influenza tipe A terdapat 16 subtipe yang paling patogen adalah subtipe
H5N1 (Higthly pathogenic), tersebar di seluruh dunia(Adityawarman).

2.

Epidemiologi
Pertama kali virus avian influenza ditemukan pada tahun 1878 di Itali,
menyebabkan epidemi penyakit Fowl Plague pada ternak ayam dengan angka
kematian 100%. Di Amerika Serikat pada tahun 1983-1984 yang menimbulkan
kematian sekitar 17 juta ternak ayam dengan kerugian mencapai sekitar 70 juta dolar
Amerika. Baru pertama kali pada tahun 1997 di Hong Kong terjadi wabah flu burung
yang disebabkan virus avian influenza H5N1 yang patogen. Ketika itu telah terjadi
penularan virus H5N1 dari spesies unggas ke manusia. Wabah flu burung tersebut
menyebabkan enam penderita meninggal dari 18 kasus flu burung (Kumala, 2005).
Pada akhir tahun 2003 sampai awal tahun 2004, wabah flu burung yang
disebabkan virus H5N1 kembali merebak di berbagai negara Asia meliputi Korea
Selatan, Jepang, China, Vietnam, Thailand, Kamboja dan Laos (Kumala, 2005).

3.

Etiologi
Virus influenza merupakan virus RNA yang memiliki sifat mudah mengalami
perubahan, tergolong dalam Famili Orthomyxoviridae dengan genus Orthomyxovirus. Virus ini memiliki beberapa tipe, antara lain : A, B dan C. Tipe A
menyerang unggas, manusia, babi, kuda dan mamalia lain. Sedangkan tipe B dan C
hanya menyerang manusia.
Virus influenza A dapat mengakibatkan penyakit yang serius dibanding dengan

type virus lainnya, mengifeksi manusia dan spesies lain (e.g., unggas). Dan dapat
menyebabkan epidemi serta pandemi (epidemi seluruh dunia).
Virus influenza B bisa mengakibatkan penyakit maupun kematian, tetapi tidak
terlalu serius, terbatas hanya kepada manusia, umumnya menyebabkan epidemi pada
skala yang lebih kecil dibanding type A.
Virus memiliki amplop yang mengandung dua bagian penting pada permukaan
antigen dan menentukan sifat patogenitas virus. Bagian tersebut adalah hemaglutinin
(HA) dan neuraminidase (NA). Pada Subtipe Influenza A yaitu 16 HA dan 9 NA.

Virus influenza mudah mengalami perubahan, sebagai akibat mutasi gen.


Perubahan sifat pada virus influenza dapat berupa antigenic shift, yaitu perubahan
sebagai akibat akumulasi mutasi pada genomnya. Bisa juga berupa antigenic drift,
yaitu persilangan genom antara virus influenza tipe yang berbeda. Virus H5N1
merupakan contoh virus hasil perubahan antigenic drift, yaitu persilangan antara

genom virus penginfeksi burung dengan virus penginfeksi manusia, sehingga H5N1
b bisa menyerang burung maupun mamalia, termasuk manusia.
4.

Patogenesis
Terdapat dua faktor yang menentukan tingkat pathogen virus AI, yaitu (1)
protein hemaglutinin (HA), yang terdapat pada permukaan virus. Adanya cleavage
site pada protein HA akan meningkatkan sifat pathogen virus AI. Protein HA juga
berperan dalam proses infeksi virus ke dalam sel dengan cara berinteraksi secara
langsung dengan reseptor di permukaan sel hospes. Selain itu protein HA juga
berfungsi dalam perpindahan virus dari satu sel ke sel lain. Melalui cara akumulasi
mutasi pada HA, maka virus AI bisa meningkat daya penularannya. (2) Gen
Nonstruktural Protein (gen NS). Keberadaan gen NS akan menciptakan virus yang
kebal terhadap dua faktor yang berkaitan dengan sistem imun tubuh, yaitu interferon
(IFN) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-), yang memiliki peran anti virus.
Hasil uji coba menunjukkan bahwa bahwa virus rekombinan yang memiliki NS yang
berasal dari virus pathogen, seperti H1N1 berhasil menghambat ekspresi gen yang
diregulasi oleh interferon.

5.

Patofisiologi
Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet infection) di

mana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau
langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada
membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat
mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan
dengan spesies darimana virus berasal. Virus avian influenza manusia (Human influenza
viruses) dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari di mana
didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui
ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan
yang berbeda yaitu 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada
membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan
replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan

mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran pernapasan dapat
dicegah. Tetapi virus yang mengandung neurominidase pada permukaannya dapat
memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran
napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 46 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa
inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar
yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan
kemudian mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya
silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi (nainggolan, 2007).
Penyebaran dari virus extrapulmoner telah didokumentasikan secara umum pada
manusia, tetapi penyebaran sistemik adalah penampakan biasa dari highly pathogenic
avian viruses pada unggas dan beberapa binatang pengerat atau binatang mamalia lain.
Serum dan penghasilan antibodi mengarah ke HA dan NA yang muncul sekitar 10 hari
setelah terinfeksi. Proteksi untuk menghindari terinfeksi kembali oleh jenis strain yang
sama dapat terjadi tergantung infeksi secara alamiah dan dihubungkan dengan serum
serta tingkat antibody neutralizing hidung, yang prinsipnya secara langsung mencegah
HA. Perbedaan pada gen PA, NP, M1, NS1, dan PB2 mengarah ke hubungan dengan jenis
influenza pada manusia, termasuk infeksi manusia pada avian influenza. Aturan
fungsional dari tanda-tanda genetik belum dapat dipecahkan tetapi berkaitan dengan
keterlibatan

peningkatan

kemampuan

replikasi

dan

supresi

dari

tubuh(weller,2006).
6.

Diagnosis klinis

a) Masa inkubasi bisa mencapai 4-8 hari


b) Gejala muncul
Sama dg gejala flu/ISPA pd umumnya
Demam > 380C
Nyeri tenggorokan
Batuk, pilek, bersin, mialgia
Sesak, Fatique
Dalam waktu singkat dapat terjadi pnemonia dan distres pernafasan (ARDS)
Jarang encephalopathy dan diare

imunitas

Dalam penegakan diagnosis, terdapat beberapa kriteria diagnosis yang digunakan sesuai
dengan temuan klinis yang didapatkan pada penderita pada tahapan dan waktu tertentu,
yaitu (Nainggolan,2007)
a. Kasus observasi :
Panas > 38oC dan > 1 gejala berikut :
- Batuk
- Radang tenggorokan
- Sesak napas yang pemeriksaan klinis dan laboratoriumnya sedang berlangsung
b. Kasus possible (kasus tersangka) :
Demam > 38oC dan > 1 gejala berikut :
- Batuk
- Nyeri tenggorokan
- Sesak napas
Dan salah satu di bawah ini :
- Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtypenya,
- Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang confirmed,
- Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit,
- Bekerja di laboratorium 1 minggu sebelum timbul gejala yang memproses
sampel dari orang atau binatang yang disangka terinfeksi Highly Pathogenic
Avian Influenza.
-

Hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes
antibodi spesifik pada 1 spesimen serum

d. Kasus Confirmed (Kasus Pasti) :


Hasil biakan virus positif Influenza A (H5N1) atau,
Hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5 atau,
Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4 kali
Hasil dengan IFA positif untuk antigen H5.
e. Kelompok Risiko Tinggi
Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah :
- Pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/Ir. Perternakan)

- Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien/unggas terjangkit


- Pengunjung perternakan/pemrosesan unggas (1 minggu terakhir)
- Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak yang
belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7
hari terakhir.
Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir.
f. Kriteria Rawat :
Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu : 1) sesak napas dengan frekuensi
napas 30 kali/menit, 2) Nadi 100 kali/menit. ada gangguan kesadaran, 3)
kondisi umum lemah
Suspek dengan leukopeni
Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni
Kasus probable dan confirm
c) Diagnosis laboratorium meliputi :
Untuk uji konfirmasi dilakukan ;
-

Kultur dan identifikasi virus H5N1.

Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5.

Uji serologi, yang meliputi:


1). Immunofluorescence (IFA) test: ditemukan antigen positif dengan menggunakan
antibodi monoklonal influenza H5N1
2). Uji netralisasi: didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/H5N1
sebanyak 4 kali dalam serum
3) Uji penapisan:
a). Rapid test untuk mendeteksi influenza A
b). HI Test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1
c). Enzyme Immunoassay (ELISA) untuk mendeteksi H5N1.

Selain itu dilakukan pemeriksaan :


-

Hematologi : Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit.


Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis relatif, dan
trombositopeni.

Kimia : Albumin/globulin, SGOT/SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisa

Gas darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT/SGPT,


peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatinin kinase, analisa gas darah
dapat normal atau abnorma
7.

Tata laksana

a) Pencegahan
1) Kelompok Risiko Tinggi :
a. Mencuci tangan dg desinfektan
b. Hindari kontak dg unggas terinfeksi
c. Menggunakan alat pelindung (masker)
d. Hindari kontaminasi pd pakaian kerja
e. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
f. Imunisasi
2) Masyarakat umum :
a. Menjaga daya tahan tubuh
b. Mengelola unggas dg baik
c. Pilih unggas yang sehat
d. Cara memasak unggas yang baik.
b) Pengobatan
Dewasa ini terdapat 4 jenis obat antiviral untuk pengobatan ataupun
pencegahan terhadap influenza, yaitu amantadine, rimantadine, zanamivir, dan
oseltamivir (tamiflu). Namun demikian obat amantadine dan rimantadineini
sudah tidak mempan lagi untuk membunuh virus H5N1 yang saat ini beredar luas.
Sedangkan zanamivir dan oseltamivir merupakan inhibitor neuraminidase
neuraminidase ini diperlukan oleh virus H5N1 untuk lepas dari sel hospes pada fase
budding sehingga membentuk virion yang infektif. Bila neuraminidase ini dihambat
oleh zanamivir atau oseltamivir maka replika virus tersebut dapat dihentikan.
Namun ini belum ada uji klinik pada manusia yang secara resmi dilakukan untuk
mengetahui efektifitas dari zanamivir dan oseltamivir untuk pengobatan avian virus
influenza A (H5N1).
Terapi suportif di dalam perawatan rumah sakit sangat penting dilaksanakan.

Sebagian

besar

pasien

membutuhkan

oksigenasi

dan

pemberian

cairan

parental(Infus). Obat lainyang dapat diberikan antibiotik spektrum luas dan juga
kortikosteroid.
Hingga saat ini belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah penyakit flu
burung (H5N1) pada manusia. Vaksin yang tersedia hanya untuk ternak. Meski
demikian vaksin influenza yang biasa dipakai untuk mencegah flu manusia dapat
diberikan pada orang dengan risiko tinggi.
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai
berikut : (Nainggolan,2007)
Pada kasus suspek flu burung diberikan Qseltamivir 2 x 75 mg 5 hari,
simptomatik dan antibiotik jika ada indikasi.
Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari,
antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid
jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS, Respiratory Care di ICU
sesuai indikasi.
Semua penderita yang telah memenuhi kriteria flu burung dan telah diseleksi
di triage IGD untuk dirawat paling sedikit 1 minggu, karena ditakutkan ada transmisi
lewat udara.
1. Tindakan di bangsal isolasi

Oksigenasi, pertahankan saturasi O2 > 90%

Hidrasi, pemberian cairan parenteral (infus)

Terapi simptomatis untuk gejala flu seperti analgetika/antipiretika, dekongestan


dan antitusif

Amantadine/ Rimantadine (obat penghambat haemaglutinin) diberikan awal


infeksi 5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Namun ini tidak dianjurkan lagi karena
resistensi virus H5N1 yang cepat terjadi terhadap obat ini.

Oseltamivir/ Zanamivir (obat penghambat neurominidase) 75 mg 2 kali sehari.


Pemberian selama 5 hari.

2. Perawatan di Ruang Rawat Intensif (ICU)


Indikasi untuk dikirim ke ICU bila didapatkan tanda :

Frekuensi napas > 30x/menit

Sesak napas yang berat

Rasio PaO2 < 250

Foto Thoraks terjadi penambahan infiltrat > 50%

Sistolik < 90 mmHg, diastolik < 60 mmHg

Membutuhkan ventilator mekanik (gagal napas)

Membutuhkan vasopressor (dopamin/dobutamin) > 4 jam

Syok septik

Fungsi ginjal memburuk (kreatinin > 4 mg/dl)


Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan

oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6
minggu).
8.

Prognosis

Penyakit ini mempunyai spektrum klinis yang sangat bervariasi mulai dari asimptomatik,
flu ringan hingga berat, pneumonia dan banyak yang berakhir dengan ARDS. Perjalanan
klinis avian influenza umumnya berlangsung sangat progresif dan fatal, sehingga sebelum
sempat terpikir tentang avian influenza, pasien sudah meninggal. Mortalitas penyakit ini
hingga laporan terakhir sekitar 50 % (nainggolan, 2007).
9.

Komplikasi

a) Komplikasi
Pneumonia, dehidrasi, bertambah parahnya penyakit paru-paru kronis dan
kelainan jantung, atau bahkan kematian
b) Kelompok berisiko tinggi untuk komplikasi
Orang berusia 65 tahun atau lebih
Orang dengan penyakit kronis
Balita antara 6 bulan sampai 2 tahun
Wanita yang mengandung
Penghuni panti jompo
Anak-anak dengan terapi aspirin jangka panjang

Kelompok yang berisiko tinggi terkena Flu burung:


Pekerja peternakan/pemroses unggas
Pekerja Laboratorium
Pengunjung peternakan
Pernah kontak dengan unggas yg mati tdk tahu sebabnya 7 hari sebelumnya.
Pernah kontak dengan pasien flu burung.

Tambahan dari Lecture


Tingkat Pandemic WHO
Periode Antar Pandemic (Inter Pandemic)
Fase 1: Tidak adanya subtipe virus Influenza baru pada manusia
Fase 2: Tidak adanya subtipe virus Influenza baru pada manusia; subtipe virus pada
hewan mempunyai potensi resiko menjadi penyakit manusia
Periode Waspada Pandemic (Alert Pandemic)
Fase 3: saat ini, Infeksi manusia dengan virus baru;virus AI melompat dari unggas
ke manusia. Kemungkinan ada penularan yg sangat terbatas antar manusia dengan
kontak erat sekali
Fase 4: Penularan manusia ke manusia pada kluster kecil dan terlokalisir pada area yang
kecil
Fase 5: Kluster besar, masih terlokalisir; virus mulai beradaptasi ke manusia
Periode Pandemic (Pandemic)
Fase 6: Penularan yang meningkat dan transmisi berkelanjutan pada manusia
Periode Pasca pandemic (Post Pandemic)
Fase Pemulihan

Dapus:

Bidges CB., keurhnet MJ., Hall CB. 2003. Transmission of influenza : implecation
for control in health care setting Clin infect dis.
Kumala, Widyasari. 2005. Avian influenza : profil dan penularannya pada manusia.
Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Radji, Maksum. 2006. AVIAN INFLUENZA A (H5N1) : PATOGENESIS,
PENCEGAHAN DAN PENYEBARAN PADA MANUSIA. Laboratorium Mikrobiologi
dan Bioteknologi Departemen Farmasi FMIPA-UI, Kampus UI Depok
Nainggolan L, Chen, Kie. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Avian Influenza dan SARS). 4th
ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; 1719-1726.
Weller, Peter F.Guerrant, Richard L. Walker, David H. Tropical Infectious Diseases
Principles, Pathogens, & Practice 2nd Ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone. 2006;
639-642

You might also like