Professional Documents
Culture Documents
ALZHEIMER
Disusun Oleh
HANAN AFIFAH
H1A 012 019
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Alzheimer ialah suatu gangguan yang diperoleh dari penurunan kognitif dan
perilaku yang secara nyata mengganggu fungsi social dan pekerjaan. Penyakit Alzheimer
merupakan suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan dengan perjalanan penyakit yang
panjang dan bersifat progresif. Pada penyakit ini, terdapat plak yang berkembang di
hipokampus dimana struktur ini membnatu dalam pengkodean memori dan pada daerah lain
dari korteks serebri yang digunakan dalam proses berpikir dan pengambilan keputusan
(Anderson HS, 2015; Kayed R, et al,. 2011).
Organisasi Alzheimer Desease International dengan mendasarkan laporan WHO
regional atas dasar kelompok umur, membuat estimasi prevalensi tentang demensia untuk
Indonesia adalah 1% untuk kelompok 60-64 tahun, 1,7% untuk kelompok usia 65-69 tahun,
3,4% untuk usia 70-74 tahun, 5,7% untuk usia 75-79 tahun, dan 10,8% untuk usia 80-84
tahun dan 17,6% untuk kelompok usia 85 tahun ke atas. Dilaporkan juga bahwa 60%
penyandang demensia berada di negara berkembang pada tahun 2001, dan akan meningkat
menjadi 71% di tahun 2040.
Secara keseluruhan frekuensi demensia adalah sama pada wanita dan pria, meski
beberapa studi menunjukkan bahwa resiko untuk terkena Alzheimer adalah lebih tinggi pada
wanita dibanding pria oleh karena hilangnya efek neurotropik dari estrogen pada wanita di
usia menopause.
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Penyakit Alzheimer ialah suatu gangguan yang diperoleh dari penurunan kognitif dan
perilaku yang secara nyata mengganggu fungsi social dan pekerjaan. Penyakit Alzheimer
merupakan suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan dengan perjalanan penyakit yang
panjang dan bersifat progresif. Pada penyakit ini, terdapat plak yang berkembang di
hipokampus dimana struktur ini membnatu dalam pengkodean memori dan pada daerah lain
dari korteks serebri yang digunakan dalam proses berpikir dan pengambilan keputusan
(Anderson HS, 2015; Kayed R, et al,. 2011).
2.2 Epidemiologi
Organisasi Alzheimer Desease International dengan mendasarkan laporan WHO
regional atas dasar kelompok umur, membuat estimasi prevalensi tentang demensia untuk
Indonesia adalah 1% untuk kelompok 60-64 tahun, 1,7% untuk kelompok usia 65-69 tahun,
3,4% untuk usia 70-74 tahun, 5,7% untuk usia 75-79 tahun, dan 10,8% untuk usia 80-84
tahun dan 17,6% untuk kelompok usia 85 tahun ke atas. Dilaporkan juga bahwa 60%
penyandang demensia berada di negara berkembang pada tahun 2001, dan akan meningkat
menjadi 71% di tahun 2040.
Secara keseluruhan frekuensi demensia adalah sama pada wanita dan pria, meski
beberapa studi menunjukkan bahwa resiko untuk terkena Alzheimer adalah lebih tinggi pada
wanita dibanding pria oleh karena hilangnya efek neurotropik dari estrogen pada wanita di
usia menopause.
Secara dramatis, peningkatan angka harapan hidup juga meningkatkan angka penyakit
demensia. Mereka yang memiliki keluarga dekat yang menderita demensia, memiliki
kecendruangan lebih tinggi untuk terkena demensia dibandingkan populasi lainnya. Dan
mereka yang menderita Down Syndrome cenderung untuk terkena Demensia Alzheimer suatu
saat nanti.
Sekitar 5% dari penduduk di usia 65 tahun menderita Penyakit Alzheimer dan
prevalensi penyakit ini meningkat dengan bertambahnya usia dari 19% menjadi 30% setelah
usia 75 tahun. Secara keseluruhan, 90-95% dari penyakit Alzheimer merupakan bentuk
sporadis (Babusikova, et al., 2012).
Usia
Jenis kelamin
Polimorfisme gen
Hiperkolesterolemia
Diabetes mellitus
Stroke
Cedera otak
Pendidikan
Alkohol dan merokok
2.4 Patofisiologi
-
Pada penyakit Alzheimer terjadi neurodegenerasi pada otak dan adanya stress
oksidatif yang dihubungkan dengan adanya peningkatan deposit A. Walaupun sebenarnya
mekanisme pastinya belum sepenuhnya dimengerti, A yang kontak atau masuk ke neuronal
dan glial membran bilayer menghasilkan radikal bebas oxygen-dependent yang kemudian
menyebabkan peroksidasi lipid dan oksidasi protein. Beta-Amyloid menyebabkan akumulasi
H2O2 pada kultur neuron hippokampus dan pada kultur neuroblastoma. Oligomer A
menyebabkan lepasnya lipid dari membran neuron mengakibatkan gangguan homeostatis
lipid neuron dan hilangnya fungsi neuron. Hilangnya integritas membrane akibat radikal
bebas yang dihasilkan oleh A mengarah pada disfungsi selular, seperti inhibisi dari ionmotive ATPase, inhibisi sistem pengambilan glutamat dari sel glial Na+- dependent sebagai
konsekuensi dari eksitasi neuron reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang dapat
menyebabkan hilangnya sinap pada neuron, hilangnya homeostatis kalsium, hilangnya fungsi
transporter protein, gangguan signaling pathway, dan aktivasi faktor transkripsi nuklear serta
jalur apoptosis (Pattni, 2013).
-
fungsinya sebagai perkembangan neuron, transmisi sinap, kekenyalan otak, dan meregulasi
jalur metabolik yang bervariasi. Neurotoksisitas akibat kalsium yang dimediasi oleh A
peptida terjadi karena A peptida dapat meningkatkan influx kalsium melalui voltage-gate
channel kalsium, membentuk channel ion yang kationnya bersifat selektif setelah A peptida
bergabung dalam membran selular, mengurangi blockade magnesium dari reseptor N-methylD-aspartate (NMDA) agar dapat meningkatkan influx Ca2+, dan menghambat channel K+
dan pertukaran Na+/Ca2+ (Pattni, 2013).
-
Respon Inflamasi
Asosiasi awal dari sel mikrogial yang teraktivasi dan reaktif astrosit pada plak neuritis
dan adanya penanda inflamasi mengindikasikan adanya inflamasi kronik pada penyakit
Alzheimer. Pada penderita penyakit Alzheimer terjadi peningkatan aktivasi imun dan/atau
aktivitas inflamasi pada otak penderita dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit
tersebut. Adanya proses neuroinflamasi yang terjadi secara terus-menerus disertai aktivasi sel
glial merupakan salah satu pathogenesis terjadinya penyakit Alzheimer. Aktivasi mikroglial
yang diinduksi oleh adanya A berperan sebagai trigger dalam jalur komplement klasik dan
sebagai trigger dalam produksi sitokin proinflamasi yang bervariasi. Protein komplement
merupakan komponen integral plak amyloid dan adanya vaskularisasi cerebral amyloid pada
otak penderita penyakit Alzheimer. Hal ini dapat ditemukan pada tahap awal deposisi
amyloid dan aktivasinya bertepatan dengan adanya ekspresi klinis dementia pada penyakit
Alzheimer. Sebuah penelitian juga menunjukkan adanya aktivasi dari jalur mitogen-activated
protein kinase (MAPK) sebagai respon adanya fibril A setelah terjadinya sinyal inflamasi
tyrosine kinase-dependent pada mikroglial. Sel mikroglial yang terpapar A akan
mengsekresi mediator inflamasi, seperti sitokin, kemokin, growth factor, komplement, dan
intermediate reaktive. Adanya paparan preagregasi A42 menyebabkan peningkatan dari
prointerleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-, monocyte chemoattractant protein1, macrophage inflammatory peptide-1, IL-8, dan macrophage colony-stimulating factor.
Respon inflamasi yang diinduksi oleh A merupakan mediator penting terjadinya cedera
neuron pada penyakit Alzheimer (Pattni, 2013).
-
Gejala utama berupa gangguan memori (pelupa) yang bertahap bertambah berat,
terutama memori jangka pendek. Sedangkan memori jangka panjang, biasanya tidak berubah.
Setelah gangguan memori menjadi jelas, diikuti gangguan fungsi serebral lainnya. Bicara
menjadi terputus-putus karena gangguan pada recall kata-kata yang diingini. Juga menulis
sering berhenti. Pada awal penyakit mengucapkan kalimat secara komprehensif masih
normal, tetapi pada stadium lanjut terdapat kegagalan pengucapan kalimat, bahkan sampai
tingkat afasia. Kadang-kadang sering ada pengulangan kata-kata (echolalia) (Shaik AS, et al.,
2010).
Kemampuan aritmatik terganggu (akalkulia), disorientasi visuospasial (sulit memarkir
kendaraan, kesalahan memasukkan lengan waktu berbaju, dan lain-lain) (Shaik AS, et al.,
2010).
Selain itu, terdapat beberapa gejala lain, yaitu (Shaik AS, et al., 2010):
-
Pola tidur
Pada pasien Alzheimer, terjadi gangguan pola tidur normal. Penderita akan
berkeliaran pada malam hari di sekitar tempat tidur dan akan tidur pada siang hari. Pola tidur
pada pasien Alzheimer akan diperbaiki dengan memberikan serotonin dan dopaminn secara
optimasi.
-
Agitasi
Hal ini dapat diatasi dengan pengobatan agen anti ansietas pada gabungan pengobatan
Depresi
Kecemasan
Restless Leg Syndrome
Biologic marker untuk diagnosis penyakit Alzheimer belum ditemukan. Alat bantu
diagnostic yang dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksan (Harsono, 2011) :
1. CT-scan didapatkan gambarab atrofi otak berupa sulkus-sulkus yang melebar dan
girus-girus yang dangkal. Ventrikel lateral dan ketiga yang melebar.
2. Elektro-ensefalogram, didapatkan gelombang lambat, biasanya pada stadium lanjut.
3. Pungsi lumbal, biasanya normal, kadang didapatkan peningkatan protein yang ringan.
Dengan data klinik, pemeriksaan CT-scan dan MRI, umur pasien dan perjalanan
penyakit, sensitivitas diagnostic mencapai 85-90%.
(NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit
alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit
alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada
neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala,
nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian
sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik
terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus
tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang
berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan
penyakit alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser
nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP ,
perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak
pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan
batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal,
gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis,
temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang
terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson.
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum
dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk
menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti
gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:
- Adanya defisit kognisi yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui bila
terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
- Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk membedakan
kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh
disfungsi fokal, faktor metabolik, dangangguan psikiatri
- Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia
karena berbagai penyebab.
The Consortium to Establish a Registry for Alzheimer Disease (CERALD)
menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey
yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri dari:
1. Verbal fluency animal category
2. Modified boston naming test
3. mini mental state
4. Word list memory
5. Constructional praxis
6. Word list recall
7. Word list recognition
Test ini memakn waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada kontrol
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non
spesifik
5. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma
O2, dan glukosa didaerah serebral.
6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
7. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia
lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar,
tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.
2.7 Tatalaksana
Pengobatan khusus untuk penyakit Alzheimer tidak ada. Pemberian vasodilator,
stimulansia, vitamin B, C, E dosis tinggi tidak efektif. Pemberian flostigmin, kholin dan
lesitin hasilnyan kebanyakan tidak dapat dipastikan (Harsono, 2011).
Tujuan utama pengobatan adalah perawatan pasien dengan memperhatikan aspekaspek psikososial pasien. Pada beberapa kasus dapat dilakukan pelatiha daya ingat dan
stimulasi kegemaran. Bila terdapat perubahan perilaku antisocial atau stadium terminal,
memerlukan perwatan di rumah sakit (Harsono, 2011).
2.8 Prognosis
Penyakit Alzheimer pada awalnya dikaitkan dengan gangguan memori yang semakin
memburuk. Seiring dengan berjalannya waktu, pasien dengan Penyakit Alzheimer juga dapat
menunjukkan adanya gangguan kecemasan, depresi, insomnia, agitasi, dan paranoid. Pasien
Penyakit Alzheimer juga diketahui bergantung dengan orang lain pada kehidupan sehari-hari.
Selain itu, kesulitan berjalan dan kesulitan menelan akan semakin parah. Proses makanpada
pasien ini dimungkinkan hanya dengan tabung pencernaan, dan kesulitan menelan dapat
menyebabkan pneumonia aspirasi (Anderson HS, 2015).
Waktu dari diagnosis hingga kematian bervariasi dari sekitar 3 tahun hingga 10 tahun
atau lebih. Penyebab utama kematian adalah penyakit penyerta seperti pneumonia. Pasien
pada awal-awal Penyakit Alzheimer cenderung memiliki tingkat penyakit yang lebih agresif
dibandingkan dengan pada akhir onset (Anderson HS, 2015).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Penyakit Alzheimer ialah suatu gangguan yang diperoleh dari penurunan kognitif dan
perilaku yang secara nyata mengganggu fungsi social dan pekerjaan. Penyakit Alzheimer
merupakan suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan dengan perjalanan penyakit yang
panjang dan bersifat progresif. Pada penyakit ini, terdapat plak yang berkembang di
hipokampus dimana struktur ini membnatu dalam pengkodean memori dan pada daerah lain
dari korteks serebri yang digunakan dalam proses berpikir dan pengambilan keputusan
(Anderson HS, 2015; Kayed R, et al,. 2011).
Daftar Pustaka