Professional Documents
Culture Documents
BIODEGRADABLE FILM
I.
Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum acara II Biodegradable Film adalah membuat
Biodegradable Film dari berbagai jenis polimer.
(soy protein), kasein, dan film dari protein whey. Film dengan bahan dasar
protein biasanya diperoleh dari pencetakan dan pengeringan (Awwaly, 2010).
Gliserol adalah plasticizer dengan titik didih yang tinggi, larut dalam
air, polar, non volatile dan dapat bercampur dengan protein. Gliserol
merupakan molekul hidrofilik dengan berat molekul rendah, mudah masuk ke
dalam rantai protein dan dapat menyusun ikatan hidrogen dengan gugus
reaktif protein. Sifat-sifat tersebut yang menyebabkan gliserol cocok
digunakan sebagai plasticizer (Galietta et al., 1998).
Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit. Hidrokoloid banyak diperoleh dari
protein utuh, selulosa dan turunnya, alginat, pektin dan pati. Dari kelompok
lipida yang sering digunakan adalah lilin asilgliserol dan asam lemak.
Komposit adalah bahan yang didasarkan pada campuran hidrokoloid dan
lipida (Harris, 2001).
Edible coating/film yang dibuat dari polisakarida (karbohidrat), protein,
dan lipid memiliki banyak keunggulan seperti biodegradable, dapat dimakan,
biocompatible, penampilan yang estetis, dan kemampuannya sebagai
penghalang (barrier) terhadap oksigen dan tekanan fisik selama transportasi
dan penyimpanan. Edible coating/film berbahan dasar polisakarida berperan
sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan
CO2 sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi pada buah dan sayuran.
Selain keunggulan, edible coating/film memiliki kelemahan. Film dari pati,
misalnya, mudah rusak/sobek karena resistensinya yang rendah terhadap air
dan mempunyai sifat penghalang yang rendah terhadap uap air karena sifat
hidrofilik dari pati. Sifat mekanik lapisan film dari pati juga kurang baik
karena mempunyai elastisitas yang rendah (Winarti, 2013).
Tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Dalam
memperoleh pati dari singkong (tepung tapioka) harus dipertimbangkan usia
atau kematangan dari tanaman singkong. Komposisi kimia tepung tapioka
antara lain mengandung karbohidrat sebanyak 85%; lemak 0,2%; protein 0,50,7%; serat 0,5%; air 15%; dan energi sebesar 307 kalori/100 gram. Granula
tapioka berbentuk semi bulat dengan salah satu dari bagian ujungnya
mengerucut dengan ukuran 5-35 m. Suhu gelatinisasi berkisar antara 5264C, kristalinisasi 38%, kekuatan pembengkakan sebesar 42 m dan
kelarutan 31%. Sedangkan suhu gelatinisasi pada pati jagung berkisar 70-89C
(Amin, 2013).
Tepung komposit merupakan salah satu bahan dasar pembuatan kue
pengganti tepung terigu. Bahan baku utama yang digunakan adalah tepung
beras dan bahan tambahan lain seperti maizena, tepung ketan, tapioka, dan
tepung kentang. Hasil uji amilografi menunjukkan suhu gelatinisasi tepung
campuran sebesar 73,4C yang termasuk kedalam intermediate gelatinization
temperature (Hasnelly, 2011).
Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga
granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula. Mekanisasi
gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air yang memecah kristal
amilosa dan memutuskan ikatanikatan struktur heliks dari molekul tersebut.
Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar
granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin
dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel.
Perubahan yang paling mudah diamati selama pemanasan suspensi pati adalah
kenaikan kejernihan dan kekentalan suspensi pati. Pada pemanasan berlanjut,
kekentalan pasta berangsur angsur meningkat, karena penggelembungan
granula lebih lanjut. Kenaikan kekentalan ini akhirnya mencapai puncak.
Kemudian selanjutnya kekentalan turun pada saat terjadi kerusakan granula
yang terjadi karena pengadukan. Akhirnya kesetimbangan dicapai antara
granula granula pati utuh dengan potongan potongan granula pati yang
tersebar berupa koloid. Granula granula pati gandum yang sudah mengalami
gelatinisasi, tampak kempes karena sebagian besar penyusun terutama amilosa
telah lepas keluar (Yuliani, 2013).
Semakin tinggi konsentrasi pati jagung menyebabkan ketebalan edible
film akan semakin meningkat. Semakin banyak pati jagung yang digunakan
akan menyebabkan struktur polimer penyusun film menjadi lebih banyak
sehingga akan menghasilkan film yang semakin tebal. Selain itu juga akan
meningkatkan kadar glukomanan pada edible film sehingga ruang antar sel
akan semakin sempit. Penyempitan rongga antar sel inilah yang menurunkan
transmisi uap air. Laju transmisi uap air berpengaruh terhadap kemampuan
edible film tersebut dalam menahan uap air. Semakin tinggi konsentrasi pati
jagung yang diberikan berpengaruh meningkatkan nilai tensile strength edible
film. Hal ini menunjukkan bahwa edible film yang dibuat memiliki sifat yang
tidak rapuh. Kekuatan tarik suatu bahan timbul sebagai reaksi dari ikatan
polimer antara atom-atom atau ikatan sekunder antar rantai polimer terhadap
gaya luar yang diberikan. Peningkatan tensile strength akibat meningkatnya
konsentrasi pati diduga berkaitan dengan adanya amilosa dan amilopektin
dimana kedua komponen tersebut berperan penting dalam pembentukan
edible film. Kadar amilosa akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi
pati. Pada saat pembentukan edible film terdapat proses pemanasan yang dapat
melemahkan ikatan hidrogen pada amilosa sehingga terjadi gelatinisasi yang
berlanjut dengan difusi amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki
kemampuan membentuk gel yang kokoh, pembentukan gel merupakan hasil
penggabungan polimer-polimer pati setelah terjadinya proses pemanasan atu
retrogradasi. Pati dengan kadar amilosa yang tinggi dan plasticizer berupa
gliserol diduga menyebabkan persen elongasi edible film tinggi. Film yang
lentur dan kuat dapat dibuat dari pati yang mengandung amilosa dan dalam
pembentukan edible film, amilopektin memberikan stabilitas dan elastisitas
(Amaliya, 2014).
III. Metode Percobaan
A. Alat
1. Neraca analitik
2. Gelas beker 250 ml
3. Gelas ukur 100 ml
4. Pengaduk
5. Termometer
6. Hot plate
7. Magnetic stirrer
8. Cabinet dryer
9. Nampan
B. Bahan
1. Tepung Komposit
2. Tepung Maizena
3. Tepung Tapioka
4. Gliserol 2 ml
5. Aquades 100 ml
C. Cara Kerja
kesatuan
struktural
produk.
Kelemahannya,
film
dari
rapuh
sehingga
perlu
penambahan
polisakarida
untuk
merupakan
peristiwa pengembangan
granula pati
polimer pati setelah terjadinya proses pemanasan atu retrogradasi. Pati dengan
kadar amilosa yang tinggi dan plasticizer berupa gliserol diduga juga dapat
menyebabkan persen elongasi edible film tinggi. Film yang lentur dan kuat
dapat dibuat dari pati yang mengandung amilosa dan dalam pembentukan
edible film, amilopektin memberikan stabilitas dan elastisitas (Amaliya, 2014).
Edible film berbasis pati singkong dapat di aplikasikan untuk
mengemas apel yang telah dipotong-potong untuk meminimalkan susut bobot
dan menghambat reaksi pencoklatan. Formulasi 1% pektin (b/v), CaCl 2 1,6%
(b/b pektin), gliserol 1% (b/v), 2% (b/v) pati singkong, dan 0,04% (b/v) asam
palmitat dapat mempertahan kecerahan warna apel sama dengan apel yang
dikemas menggunakan plastik polietilen. Akan tetapi penurunan berat pada
apel yang dikemas dengan menggunakan edible film pati singkong-pektin
tersebut lebih besar dibandingkan dengan apel yang dikemas dengan plastik
polietilen. Hal ini disebabkan karena edible film pati singkong-pektin
memiliki nilai laju transmisi uap air yang besar, sehingga tidak mampu
menahan transmisi uap air dari dalam wadah ke luar (Layuk dkk, 2002).
Hariss (2001) menambahkan, Edible Film komposit dari gliserol, CMC,
beeswax, dan pati singkong dapat digunakan sebagai bahan pengemas primer
dodol durian. Dodol durian yang tidak dikemas hanya memiliki umur simpan
hingga tiga hari yang kemudian ditumbuhi jamur. Penggunaan kemasan
tradisional (kertas minyak) hanya tahan hingga hari penyimpanan selama
tujuh hari, selain itu juga kertas minyak lengket dengan bahan yang dikemas.
Penggunaan edible film komposit pati singkong-CMC-beeswax menghasilkan
ketebalan film sebesar 1,12 mm dan dapat mempertahankan umur simpan
dodol durian hingga 25-44 hari.
V. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Amaliya, Riza Rizki dan Widya Dwi Rukmi Putri. 2014. Karakterisasi Edible
Film dari Pati Jagung dengan Penambahan Filtrat Kunyit Putih sebagai
Antibakteri. Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol. 2, No. 3 : 43-53.
Amin, Nur Azizah. 2013. Pengaruh Suhu Fosforilasi terhadap Sifat Fisikokimia
Pati Tapioka Termodifikasi. Skripsi Sarjana Teknologi Pertanian,
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Awwaly, Khotibul Umam Al, Abdul Manab, dan Esti Wahyuni. 2010. Pembuatan
Edible Film Protein Whey: Kajian Rasio Protein dan Gliserol terhadap
Sifat Fisik dan Kimia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Vol. 5, No. 1
: 45-56.
Galietta, Giovani, Lodovico Di Gioia, Stephane Guilbert, dan Bernard Cuq. 1998.
Mechanical and Thermomechanical Properties of Films Based on Whey
Proteins as Affected by Plasticizer and Crosslinking Agents. Journal of
Dairy Science, Vol. 81, No. 12 : 31233130.
Harris, Helmi. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dari Pati Tapioka
untuk Pengemas Lempuk. Jurnal Ilmu-Ilmu pertanian Indonesia, Vol. 3, No.
2 : 99-106 .
Hasnelly. 2011. Kajian Sifat Fisiko Kimia Formulasi Tepung Komposit Produk
Organik. Seminar Nasional PATPI : 375 379.
Layuk, P., Djagal W. M., Haryadi. 2002. Karakteristik Komposit Film Edible
Pektin Daging Buah Pala (Myristica fragrans Houtt) dan Tapioka. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XIII, No. 2 : 178-183.
Ridawati, Alsuhendra, dan Indah Sukma Wardhini. 2013. Microbiological and
Sensory Quality of Beef Rollade Coating with Modified Canna Edulis
Starch Edible Film Incorporated with Cumin (Cuminum cyminum) Oil.
Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol. 4, No. 1 : 22-42.
Siswanti. 2008. Karakterisasi Edible Film Komposit dari Glukomanan Umbi IlesIles dan Maizena. Skripsi Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
UNS.
Winarti, Christina, Miskiyah, dan Widaningrum. 2013. Teknologi Produksi dan
Aplikasi Pengemas Edible Antimikroba Berbasis Pati. Jurnal Litbang
Pertanian, Vol. 31, No. 3 : 85-93.
Yuliani, Ita. 2013. Studi Eksperimen Nugget Ampas Tahu dengan Campuran Jenis
Pangan Sumber Protein dan Jenis Filler yang Berbeda. Skripsi Sarjana
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Semarang.