You are on page 1of 33

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses


degenerasi yang tidak dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan
mengalami degenerasi. Manifestasi klinik, laboratorik dan radiologik bergantung
pada organ dan/atau sistem yang terkena. Perubahan yang normal dalam bentuk
dan fungsi otak yang sudah tua harus dibedakan dari perubahan yang disebabkan
oleh penyakit yang secara abnormal mengintensifkan sejumlah proses penuaan.
Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya demensia. Penyakit
semacam ini sering dicirikan sebagai pelemahan fungsi kognitif atau sebagai
demensia. Memang, demensia dapat terjadi pada umur berapa saja, bergantung
pada faktor penyebabnya, namun demikian demensia sering terjadi pada lansia.
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi
pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa,
memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan
dan kemampuan sosial. Disamping itu, suatu diagnosis demensia menurut
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV)
mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan
yang berat dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya.
Tipe demensia yang paling sering selain Alzheimer adalah demensia
vaskular, yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit
serebrovaskular. Demensia vaskular berjumlah 15-30 persen dari semua kasus
demensia. Demensia vaskular paling sering ditemukan pada orang yang berusia
antara 60-70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita.
Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Alzheimer adalah penyebab terbesar terjadinya demensia. Dimana
demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang
disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat
kesadaran. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori selain
kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa,
praksis dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga
mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.
Demensia merupakan suatu sindrom klinik yang bersifat progresif dan
sebagian besar bersifat irreversible yang ditandai oleh suatu gangguan mental
yang luas. Gejala demensia seperti kehilangan memori, gangguan berbahasa,
disorientasi, perubahan kepribadian, kesulitan dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari, pengabaian diri, gejala psikiatri dan perilaku diluar
karakter.1 Gangguan kognitif yang terjadi cukup mengganggu fungsi sosial
ataupun pekerjaan, gangguan ini dapat terjadi karena berbagai proses
neurodegenaratif dan proses iskemik.2
Definisi lain mengenai demensia adalah hilangnya fungsi kognisi secara
multidimensional dan terus-menerus, disebabkan oleh kerusakan organik sistem
saraf pusat, tidak disertai penurunan kesadaran secara akut seperti halnya terjadi
pada delirium.3
2.2 Epidemiologi
Penyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara
epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia
kurang 58 tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita
pada usia lebih dari 58 tahun disebut sebagai late onset.
Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai
setelah berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan

insidensi berdasarkan umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000


pada usia > 80 tahun. Angka prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar
300 pada kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan
10.800 pada usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta
penduduk penderita penyakit alzheimer. Di kawasan Asia Pasifik, pada tahun
2005 penderita demensia berjumlah 13,7 juta orang dan menjelang tahun 2050
diprediksikan jumlah ini akan meningkat menjadi 64,6 juta orang. Pada tahun
2005 jumlah kasus baru di kawasan adalah 4,3 juta per tahun. Menjelang tahun
2050 jumlah ini diproyeksikan akan meningkat menjadi 19,7 juta kasus baru
pertahun . Prevalensi penyakit Alzheimer menunjukkan peningkatan empat kali
lipat pada usia di atas 50 tahun pada 1 : 45 orang Amerika.4 Sedangkan di
Indonesia diperkirakan jumlah usia lanjut berkisar, 18,5 juta orang dengan angka
insidensi dan prevalensi penyakit alzheimer belum diketahui dengan pasti.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali
dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita
lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada perbedaan
terhadap jenis kelamin.
2.3 Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan demensia
alzheimer diantaranya faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut,
ras dan etnis (Asia, Africo-American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang
rendah, daerah rural. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi,
merokok cigaret, penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis,
menopause tanpa terapi penggantian estrogen dan gambaran EKG yang abnomal,
faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada
hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik,
paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan (pestisida, herbisida, plastik),
sosial ekonomi, faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk
diantaranya adalah volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi
infark4.

2.4 Etiologi
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer
dan demensia vaskular sama-sama berjumlah 75% dari semua kasus. Penyebab
demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit
Creutzfeldt-Jakob, penyakit Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV),
dan trauma kepala.
2.5 Klasifikasi
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan
demensia subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara
demensia yang reversibel dan irreversibel
Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal
Ciri
Penampilan
Aktivitas
Sikap
Cara berjalan

Demensia Kortikal
Siaga, sehat
Normal
Lurus, tegak
Normal

Demensia Subkortikal
Abnormal, lemah
Lamban
Bongkok, distonik
Ataksia, festinasi, seolah

Gerakan
Output verbal

Normal
Normal

berdansa
Tremor, khorea, diskinesia
Disatria, hipofonik, volum

Berbahasa
Kognisi

Abnormal, parafasia, anomia


Abnormal (tidak mampu

suara lemah
Normal
Tak terpelihara (dilapidated)

Memori
Kemampuan visuo-spasial

memanipulasi pengetahuan)
Abnormal (gangguan belajar)
Abnormal (gangguan

Pelupa (gangguan retrieval)


Tidak cekatan (gangguan

Keadaan emosi

konstruksi)
Abnormal (tak memperdulikan,

gerakan)
Abnormal (kurang dorongan

Contoh

tak menyadari)
Penyakit Alzheimer, Pick

drive)
Progressive Supranuclear
Palsy, Parkinson, Penyakit

Wilson, Huntington.
Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston,
1994, 69.
4

Demensia dapat pula diklasifikasikan

berdasarkan

umur, perjalanan

penyakit, kerusakan struktur otak, dan sifat klinisnya.5,6


a. Menurut umur
-

Demensia sinilis (>65 tahun)

Demensia prasenilis (<65 tahun)

b. Menurut perjalanan penyakit


-

Revesibel

Irreversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma,


defisiensi vitamin B, hipetiroidisme, intoksikasi Pb).

c. Menurut kerusakan struktur otak


-

Tipe alzheimer

Morbus Pick

Tipe non-Alzheimer

Morbus Jakob-Creutzfeldt

Demensia vaskular

Sindrom

Demensia Jisim Lewy (Lewy


Body demantia)

Demensia

Lobus

frontal-

temporal
-

Demensia

terkait

HIV-AIDS

dengan

Gerstmann-

Straussler-Scheinker
-

Proin disease

Palsi Supranuklear progresif

Multiple sclerosis

Neurosifilis

Tipe campuran (tipe demensia

Morbus Parkinson

Alzheimer

Morbus Huntington

vaskuler)

dan

demensia

d. Menurut sifat klinis


-

Demensia propius

Pseudo-demensia
-

2.6 Patofisiologi

Demensia Tipe Alzheimer

- Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang


selanjutnya diberi nama dengan namanya
menggambarkan
demensia

dalam tahun 1907, saat ia

seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan

progresif

selama 4,5 tahun. Diagnosis

didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak;

akhir Alzheimer

meskipun demikian,

demensia Alzheimer biasanya di diagnosis dalam lingkungan klinis setelah


penyebab demensia lain telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostic.7

Ga

mbar 1 Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak

senilis disebelah kiri. Beberapa serabut neuron tampak kusut


disebelah kanan. Menjadi catatan tentang adanya kekacauan
hantaran listrik pada sistem kortikal.7
-

Gambar 2 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan


sel otak normal.

A. Faktor Genetik
-

Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih

belum diketahui, telah terjadi kemajuan dalam molekular dari deposit


amiloid yang merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Beberapa
peneliti

menyatakan bahwa 40 % dari pasien demensia mempunyai

riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi setidaknya


pada beberapa

kasus, faktor

genetik dianggap

berperan

dalam

perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut.


-

Dukungan tambahan tentang peranan

genetik adalah

bahwa terdapat angka persesuaian untuk kembar monozigotik, dimana


angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi daripada angka
kejadian pada kembar
telah

tercatat

keluarga

melalui

dizigotik.

dengan

baik,

Dalam

beberapa

kasus

gangguan ditransmisikan

satu gen autosomal

dominan,

yang
dalam

walau transmisi

tersebut jarang terjadi.7


B. Protein prekursor amiloid
-

Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada lengan

panjang kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial,


dihasilkan empat bentuk protein prekusor amiloid. Protein beta/A4, yang
merupakan konstituen utama dari plak senilis, adalah suatu peptida

dengan 42-asam amino yang merupakan hasil pemecahan dari protein


prekusor amiloid. Pada kasus sindrom Down (trisomi kromosom 21)
ditemukan tiga cetakan gen protein prekusor amiloid, dan pada kelainan
dengan mutasi yang terjadi pada kodon 717 dalam gen protein prekusor
amiloid, suatu proses patologis yang menghasilkan
beta/A4 yang berlebihan. Bagaimana
protein

prekusor

amiloid

dalam

deposit protein

proses yang terjadi


perannya

sebagai

pada

penyebab

utama penyakit Alzheimer masih belum diketahui, akan tetapi banyak


kelompok studi yang meneliti baik proses metabolisme yang normal
dari protein prekusor amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi
pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer untuk menjawab
pertanyaan tersebut.7
C. Gen E4 multipel
-

Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam

perjalanan penyakit Alzheimer. Individu yang memiliki satu gen


tersebut

memiliki

kemungkinan

tiga

kali

lebih

besar daripada

individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu yang


memiliki dua kopi gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih
besar daripada yang tidak memiliki gen tersebut. Pemeriksaan
diagnostik terhadap gen ini tidal direkomendasikan untuk saat ini,
karena gen tersebut ditemukan juga pada individu tanpa demensia
dan juga belum tentu ditemukan pada seluruh penderita demensia.7
D. Neuropatologi
dengan

Penelitian neuroanatomi otak

klasik

pada

pasien

penyakit Alzheimer menunjukkan adanya atrofi dengan

pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran ventrikel serebri. Gambaran


mikroskopis klasik dan patognomonik dari demensia tipe Alzheimer
adalah

plak senilis,

kekusutan

serabut

neuron, neuronal loss

(biasanya ditemukan pada korteks dan hipokampus), dan degenerasi


granulovaskuler

pada

sel

saraf.

Kekusutan

serabut

neuron

(neurofibrillary tangles) terdiri dari elemen sitoskletal dan protein


primer terfosforilasi, meskipun jenis protein sitoskletal lainnya dapat
juga terjadi. Kekusutan serabut neuron tersebut tidak khas ditemukan
pada penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga ditemukan pada
sindrom Down, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome) kompleks
Parkinson-demensia Guam, penyakit Hallervon-Spatz, dan otak yang
normal pada seseorang dengan usia lanjut.
-

Kekusutan serabut neuron biasanya ditemukan di daerah

korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus. Plak senilis


(disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk diagnosis
penyakit Alzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada
sindrom Down dan

dalam beberapa kasus ditemukan pada proses

penuaan yang normal.7


E. Neurotransmiter
-

Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi

dari demensia Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya


dihipotesis menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa
penelitian melaporkan pada penyakit Alzheimer ditemukannya suatu
degenerasi spesifik pada neuron kolinergik pada nukleus basalis
meynert. Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik
Alzheimer

adalah

ditemukan

konsentrasi

asetilkolin

pada
dan

asetilkolintransferase menurun.7
F. Penyebab potensial lainnya
menjelaskan

Teori

kausatif

perkembangan

lainnya

telah

diajukan

untuk

penyakit Alzheimer. Satu teori adalah

bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran


menyebabkan

membran

yang kurang

cairan

yaitu,

lebih kaku

dibandingkan

dengan

spektroskopik

membran yang normal. Penelitian melalui

resonansi

molekular

(Molecular

Resonance

Spectroscopic; MRS) mendapatkan kadar alumunium yang tinggi


dalam beberapa otak pasien dengan penyakit Alzheimer.7
G. Familial Multipel System Taupathy dengan presenile demensia
-

Baru-baru ini ditemukan demensia tipe baru, yaitu

Familial Multipel System Taupathy, biasanya ditemukan bersamaan


dengan kelainan

otak yang lain ditemukan

penyakit Alzheimer. Gen bawaan

pada orang dengan

yang menjadi pencetus adalah

kromosom 17. Gejala penyakit berupa gangguan pada memori jangka


pendek dan kesulitan mempertahankan keseimbangan dan pada saat
berjalan.

Onset

penyakit

ini

biasanya

sekitar

40-50 detik, dan orang dengan penyakit ini hidup rata-rata 11 tahun
setelah terjadinya gejala.7
-

Seorang pasien dengan penyakit Alzheimer memiliki

protein pada sel neuron dan glial seperti pada Familial Multipel
System

Taupathy

dimana

protein

ini membunuh

sel-sel

otak.

Kelainan ini tidak berhubungan dengan plak senile pada pasien dengan
penyakit Alzheimer.3
- Demensia vaskuler
- Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel
yang menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada
laki-laki,

khususnya

dengan riwayat hipertensi

dan faktor resiko

kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah


serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami

infark dan

menghasilkan lesi parenkhim multipel yang menyebar luas pada otak.


Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik
atau tromboemboli dari tempat lain (misalnya katup jantung). Pada
pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak

normal atau pembesaran jantung.6


-

Gambar 3 Makroskopis

korteks

serebral

pada potongan

koronal dari suatu kasus demensia vascular. Infark lakunar


bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula interna dan
globus palidus.7

Gambar 4

Pasien dengan demensia kronik biasanya

memerlukan

perawatan

mengalami

kemunduran

jari,khas pada jenis ini.7


-

custodial.
perilaku,

Pasien
seperti

biasanya
menghisap

Gambar 5 Gambaran Demensia Vaskular.8


-

- Penyakit Binswanger
- Dikenal juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal,
ditandai dengan ditemukannya infark-infark kecil pada subtansia alba yang
juga mengenai daerah korteks serebri (Gambar 1.3). Dulu dianggap
penyakit yang jarang terjadi tapi dengan pencitraan yang canggih dan
kuatseperti resonansi magnetik (Magnetic Resonance
membuat penemuan kasus ini menjadi lebih sering.7

Imaging; MRI)

Gambar 6

Penyakit Binswanger. Potongan melintang

menunjukkan gambaran infark pada bagian putih subkortikal


dengan pengurangan subtansia grisea.7
-

Penyakit Pick
- Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam

daerah

frontotemporal.

Daerah tersebut

mengalami

kehilangan

neuronal, gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan


massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa
spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab
dari penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira 5%
dari semua demensia ireversibel. Penyakit ini paling sering pada laki-laki,
khususnya yang memiliki keluarga derajat pertama dengan penyakit ini.
Penyakit Pick sukar dibedakan dengan demensia Alzheimer. Walaupun
stadium awal penyakit lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian
dan

perilaku,

dengan

fungsi

kognitif

lain

yang

relatif bertahan.

Gambaran sindrom Kluver-Bucy (contohnya: hiperseksualitas, flaksiditas,


hiperoralitas) lebih sering ditemukan pada penyakit Pick daripada pada
penyakit Alzheimer.7
-

Gambar 7 Penyakit Pick dengan kelainan patologi yang luas.


Gambaran menunjukkan atrofi yang paling luas pada lobus
frontalis serta pada lobus temporalis dan parietalis.7

Gambar 8 Pemeriksaan PET pada penyakit PICK.5


-

Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases)

Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara

klinis mirip dengan penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya
halusinasi,

gambaran Parkinsonisme,
Lewy

ditemukan

dan gejala ekstrapiramidal.

Inklusi

Jisim

di

daerah

korteks

serebri.

Insiden

yang sesungguhnya tidak diketahui. Pasien dengan penyakit

Jisim Lewy ini menunjukkan efek yang menyimpang (adverse effect)


ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik.7
-

Gambar 9 Kortikal lewy bodies (panah), Dilihat dengan


pewarnaan hematoxylin dan eosin. Lewy bodies

lebih

eosinophilik, setengah bulat, dan sitoplasmik inklusi.


-

Penyakit Huntington
-

Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan

perkembangan demensia. Demensia pada penyakit ini terlihat sebagai


demensia tipe subkortikal yang ditandai dengan abnormalitas motorik
yang lebih menonjol dan gangguan kemampuan berbahasa yang
lebih

ringan dibandingkan demensia tipe kortikal.

penyakit

Huntington

menunjukkan perlambatan

Demensia pada
psikomotor

dan

kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang kompleks, akan tetapi


memori, bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan
pertengahan

penyakit.

Dalam perkembangannya, demensia menjadi

lengkap dan gambaran klinis yang membedakannya dengan demensia


tipe Alzheimer adalah tingginya insiden depresi dan psikosis, selain
gangguan pergerakan berupa gambaran koreoatetoid klasik.7
-

Penyakit Parkinson
Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme

merupakan penyakit pada ganglia basalis yang biasanya dikaitkan


dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 hingga 30 persen pasien
dengan penyakit Parkinson

mengalami

gangguan

kemampuan

kognitif. Gerakan lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson


sejajar dengan perlambatan berpikir pada beberapa pasien, suatu
gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai bradifrenia.7
-

2.7 Gambaran Klinik9

Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif

multipleks, termasuk gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara


gangguan gangguan kognitif berikut ini: afasia, apraksia, agnosia, atau
gangguan dalam hal fungsi eksekutif. Defisit kognitif harus sedemikian rupa
sehingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional (pergi ke sekolah,
bekerja, berbelanja, berpakaian, mandi, mengurus uang, dan kehidupan seharihari lainnya) serta harus menggambarkan menurunnya fungsi luhur
sebelumnya.
-

Gangguan Fungsi luhur

1. Gangguan memori
-

Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang

hal-hal baru, atau lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau
dipelajari. Sebagian penderita demensia mengalami kedua jenis gangguan
memori tadi. Penderita seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa
bahwa sedang meninggalkan bahan masakan di kompor yang menyala, dan
merasa asing terhadap tetangganya. Pada demensia tahap lanjut, gangguan
memori menjadi sedemikian berat sehingga penderita lupa akan pekerjaan,
sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan bahkan terhadap namanya
sendiri.
2. Gangguan orientasi
-Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang,
tempat, dan waktu. Orientasi dapat terganggu secara progresif selama
perjalanan penyakit demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia
mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar

mandi. Tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak


menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.
3. Afasia
- Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda.
Penderita afasia berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan
ungkapan kata-kata yang panjang, dan menggunakan istilah-istilah yang tak
menentu misalnya anu, itu, apa itu. Bahasa lisan dan tertulis dapat
pula terganggu. Pada tahap lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau
mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan
apa yang dia dengar) atau palilalia yang berarti mengulang suara atau kata
terus-menerus.
4. Apraksia
-

Apraksia

adalah

ketidakmampuan

untuk

melakukan

gerakan meskipun kemampuan motorik, fungsi sensorik dan pengertian


yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat mengalami kesulitan dalam
menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau melakukan gerakan
yang telah dikenali (melambaikan tangan). Apraksia dapat mengganggu
keterampilan memasak, mengenakan pakaian, menggambar.
5. Agnosia
-

Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau

mengidentifikasi benda maupun fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh,


penderita tak dapat mengenali kursi, pena, meskipun visusnya baik.
Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota keluarganya dan bahkan
dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian pula, walaupun
sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali benda yang
diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang
logam.
-

Gangguan fungsi eksekutif

Yaitu merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia.

Gangguan ini mempunyai kaitan dengan gangguan di lobus frontalis atau


jaras-jaras subkortikal yang berhubungan dengan lobus frontalis. Fungsi
eksekutif melibatkan kemampuan berpikir abstrak, merencanakan, mengambil
inisiatif, membuat urutan, memantau, dan menghentikan kegiatan yang
kompleks. Gangguan dalam berpikir abstrak dapat muncul sebagai kesulitan
dalam menguasai tugas/ide baru serta menghindari situasi yang memerlukan
pengolahan informasi baru atau kompleks.
A. Perubahan Kepribadian
-

Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran

yang paling mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan
demensia

juga

mungkin

menjadi

introvert

dan

tampaknya

kurang

memperhatikan tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien


demensia yang mempunyai waham paranoid, perubahan kepribadian yang
jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak.
-

Gangguan Lain

Psikiatri. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi

dan kecemasan adalah gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50 persen pasien
demensia, walaupun sindroma gangguan depresif yang sepenuhnya mungkin
hanya ditemukan pada 10 sampai 20 persen pasien demensia. Pasien dengan
demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu
emosi yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.
-

Neurologis. Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan

agnosia adalah sering, dan keberadaannya dimasukkan sebagai kriteria


diagnostik potensial dalam DSM-IV. Tanda neurologis lain yang dapat
berhubungan dengan demensia adalah kejang, yang terlihat pada kira-kira 10
persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer dan 20 persen pasien dengan
demensia vaskular, dan presentasi neurologis yang atipikal, seperti sindroma

lobus parietalis nondominan. Refleks primitif-seperti refleks menggenggam,


moncong, mengisap, kaki-tonik, dan palmomental-mungkin ditemukan pada
pemeriksaan neurologis, dan jerks mioklonik ditemukan pada lima sampai
sepuluh persen pasien.
-

Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai gejala

neurologis tambahan-seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda


neurologis fokal, dan gangguan tidur-mungkin menunjukkan lokasi penyakit
serebrovaskular. Palsi serebrobulbar, disartria, dan disfagia juga lebih sering
pada demensia vaskular dibandingkan demensia lain.
-

2.8 Diagnosis

1. Anamnesis
-

Wawancara sebaiknya dilakukan langsung pada penderita

dan keluarga yang sehari-hari berhubungan dengan penderita. Hal yang


penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi kognitif. Awitan
mendadak dan adanya perubahan perilaku dan kepribadian.
a. Riwayat medis umum
-

Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari

berbagai penyakit, sehingga perlu ditanyakan riwayat infeksi


kronis

(HIV

atau

Sifilis),

gangguan

endokrin

(Hipertiroid/hipotiroid), DM, neoplasma, kebiasaan merokok,


penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia,
dan aterosklerosis.
b. Riwayat neurologis
-

Perlu ditanyakan mengenai etiologi demensia

seperti gangguan serebrovaskular, trauma kapitis, infeksi SSP,


epilepsi, tumor cerebri, dan hidrosefalus.
-

c. Gangguan kognitif
-

Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian

terpenting dari diagnosis demensia. Riwayat gangguan memori


sesaat, jangka pendek dan jangka panjang, gangguan orientasi,
gangguan fungsi eksekutif.
d. Riwayat gangguan perilaku dan kepribadian
-

Adanya gejala neuropsikologis berupa waham,

halusinasi, misidentifikasi, depresi, apatis dan cemas. Gejala


perilaku dapat berupa berpergian tanpa tujuan, agitasi,
agresifitas fisik maupun verbal, restlessness dan disinhibisi.
e. Riwayat intosikasi
raksa,

Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi almunium, air


pestisida,

alkoholisme

dan

merokok.

Riwayat

pengobatan pemakaian kronis antidepresan dan narkotika.


f. Riwayat keluarga
-

Riwayat demensia, gangguan psikiarti, depresi, penyakit

parkinson.
2. Pemeriksaan fisik
-

Tidak ada pemeriksaan khusus pada pasien demensia.

Pemeriksaan neurologis : dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial,


gangguan neurologis misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik,
sensorik,

otonom,

koordinasi,

gangguan

penglihatan,

gerakan

abnormal/apraksia dan adanya refleks patologis.


3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium rutin
-

Pemeriksaan

laboratorium

hanya

dilakukan

begitu

diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu pencarian


etiologi demensia khususnya pada demensia reversible, walaupun 50%
penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil
laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya
dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,
ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat.
b. Imaging
-

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic

Resonance

Imaging)

telah

menjadi

pemeriksaan

rutin

dalam

pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan. Pada


demensia vaskuler ditemukan infark multiple bilateral yang terletak
pada hemisfer yang dominan dan struktur limbik, stroke lacunar
multipel atau adanya lesi periventricula yang meluas sampai ke daerah
substansia alba.
c. Pemeriksaan EEG
-

Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran

spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer
stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan
kompleks periodik.
d. Pemeriksaan cairan otak
-

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan

demensia

akut,

penyandang

dengan

imunosupresan,

dijumpai

rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi atipikal,


hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+).
e. Pemeriksaan genetika
-

Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut

lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan


epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda.
Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia
Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian
genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
4. Pemeriksaan neuropsikologis
-

Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status

mental, aktivitas sehari-hari/fungsional dan aspek kognitif lainnya.


Pemeriksaan

neuropsikologis

penting

untuk

sebagai

penambahan

pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif,


minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial,
kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna
terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses
ketuaan

atau

proses

depresi.

Sebaiknya

syarat

pemeriksaan

neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut: mampu menyaring


secara cepat suatu populasi, mampu mengukur progresifitas penyakit yang
telah diindentifikaskan demensia.10,11
-

Sebagai suatu assessment awal, pemeriksaan Status Mental

Mini (MMSE) adalah test yang paling banyak dipakai tetapi sensitif untuk
mendeteksi gangguan memori ringan. Pemeriksaan status mental MMSE
Folstein adalah test yang paling sering dipakai saat ini, penilaian dengan
nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognisi,
menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi dalam kurun
waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan
gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan tinggi.10,11
-

Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai

MMSE paling rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah
ini mengidentifikasikan resiko untuk demensia..10,11
-

Clinical

Dementia

Rating

(CDR)

merupakan

suatu

pemeriksaan umum pada demensia dan sering digunakan dan ini juga
merupakan suatu metode yang dapat menilai derajat demensia ke dalam
beberapa tingkatan. Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6
kategori antara lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan,
aktivitas sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri.
Nilai yang dapat pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat
penilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa
gangguan kognitif. Nilai 0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai 1,
menggambarkan derajat demensia ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu
derajat demensia sedang dan nilai 3, menggambarkan suatu derajat
demensia yang berat.10,11
-

Dapat juga menggunakan Skor Iskemik Hachinski, dengan

tabel sebagai berikut6:


-

Riwayat dan
gejala
Awitan
mendadak
Deteriorasi
bertahap
Perjalanan
klinis
fluktuatif
Kebingungan
malam hari
Kepribadian
relative
terganggu
Depresi
Keluhan
somatic
Emosi labil
Riwayat
hipertensi
Riwayat
penyakit
serebrovasku

ler
Arteriosklero
sis penyerta
Keluhan
neurologi
fokal
Gejala
neurologi
fokal

Skor ini berguna untuk membedakan demensia Alzheimer

dengan demensia vaskular. Bila skor 7: demensia vascular dan skor 4:


penyakit Alzheimer.
-

Berikut adalah perbandingan antara penyakit Demensia

Vascular dan Demensia Alzheimer6:


-

G
e
j
a
l
a

Demen
sia
Vaskula
r

TIA,
Stroke,
factor

k
l
i
n
i
k

R
i
w

P
e
n
y
a
k
it
A
l
z
h
e
i
m
e
r
K
u
r

a
y
a
t

resiko
Atheros
clerosis
seperti
Diabete
s
Melitus
,
Hiperte
nsi

p
e
n
y
a
k
i
t

A
t
h
e
r
o
s
k
l
e
r
o
s
i
s
O
n
s
e
t

P
r
o
g

a
n
g

Menda
dak
atau
bertaha
p

Perlaha
n atau
bertaha
p

B
e
rt
a
h
a
p
P
e
n
u

r
e
s
i
v
i
t
a
s

P
e
m
e
r
i
k
s
a
a
n
n
e
u
r
o

seperti
tangga

Defisit
neurolo
gi

r
u
n
a
n
p
e
rl
a
h
a
n
d
a
n
p
r
o
g
r
e
s
if
N
o
r
m
a
l

l
o
g
i
L
a
n
g
k
a
h

Selalu
tergang
gu

M
e
m
o
r
i

Kemun
duran
ringan
pada
fase
awal

F
u

Dini
dan

B
i
a
s
a
n
y
a
n
o
r
m
a
l
P
r
o
m
i
n
e
n
p
a
d
a
f
a
s
e
a
w
a
l
K
e

n
g
s
i

e
k
s
e
k
u
t
i
f
S
k
o
r
i
s
k
e
m
i
k
N
e
u
r
o
i
m
a
g
i
n
g

kemund
uran
yang
nyata

Infark
atau
lesi
substan
sia alba

m
u
n
d
u
r
a
n
l
a
m
b
a
t

N
o
r
m
a
l
a
t
a
u
a
tr
o
fi

h
i
p
o
k
a
m
p
u
s
-

2.9 Penatalaksanaan

A. Non Medika Mentosa


-

Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia

adalah untuk memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional


untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala
spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan
kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan
farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar
jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi,
latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah
visual dan audiotoris.
B. Medika Mentosa
a. Cholinergic-enhancing agents
dilakukan

Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak


penelitian.

Pemberian

cholinergic-enhancing

agents

menunjukkan hasil yang lumayan pada beberapa penderita; namun


demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali.
Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia alzheimerntidak
semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini juga
disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu,
kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks;

pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi
yang mengganggu sistem kardiovaskular.
b. Choline dan lecithin
-

Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada

demensia Alzheimer danhipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan


memori mendorong peneliti untuk mengarahkan perhatiannya pada
neurotransmitter. Pemberian prekursor, choline dan lecithin merupakan
salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian tidak
memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan choline ada sedikit perbaikan
terutama dalam fungsi verbal dan visual. Dengan lecithin hasilnya
cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar
dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan serebrospinal naik
sampai 58 persen.
c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
-

Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu

memperoleh perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat


semantik yang berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa
gangguan psiko-organik, pemberian ACTH dapat memperbaiki daya
konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
d. Nootropic agents
-

Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang

sering digunakan dalam terapi demensia, ialah nicergoline dan codergocrine mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin. Codergocrine

mesylate

memperbaiki

perfusi

serebral

dengan

cara

mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak.


Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta
memperbaiki kognisi. Disisi lain, nicergoline tampak bermanfaat untuk
memperbaiki perasaan hati dan perilaku.

e. Dihydropyridine
-

Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal,

L-type calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic


dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf
pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi
kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer.
Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa
dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi
alternatif untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial.
-

2.10 Prognosis

Nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu

1. Derajat beratnya penyakit


2. Variabilitas gambaran klinis
3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin
-

Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling

mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer


mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan
biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.
-

BAB III

KESIMPULAN

Demensia merupakan suatu sindrom klinik yang bersifat progresif

dan sebagin besar bersifat irreversible yang ditandai oleh suatu gangguan mental
yang luas yang disebabkan oleh kerusakan organik system saraf pusat, tidak
disertai penurunan kesadaran secara akut seperti halnya terjadi pada delirium
-

Etiologi demensia meliputi vasular dan alzheimer. Adapun

disebabkan oleh penyakit yang lain separti HIV, trauma kepala, parkinson, henti
jantung, hipoksia otak, ensefalitis muncul tiba-tiba.
-

Penatalaksaan demensia dilakukan secara farmakologis dan non

farmakologi. Farmakologi terdiri beberapa golongan obat demensia meliputi


antipsikotik

tipikal,

antipsikotik

atipikal,

antidepresan,

mood

stabilizer,

cholinesterase inhibitor dan beberapa jenis obat lainnya. Semantara non


farmakologi salah satunya adalah rehabilitasi kognitif. Rehabilitasi kognitif
merupakan terapi aktif, direktive, pendekatan terstruktur yang digunakan sebagai
terapi nonfarmakologis dan bertujuan meningkatkan kognisi yang berfokus pada
domain kognitif tertentu seperti kegiatan dasar, activity daily living (ADL),
keterampilan sosial dan gangguan perilaku.
-

Training kognitif ini meliputi stimulasi kognitif, rehabilitasi

memori, orientasi realitas dan rehabilitasi neuropsikologi.


-

1.

DAFTAR PUSTAKA

Charles D. Mild kognitif impairment: prevalence, prognosis, aetiology,


and treatment. Lancet Neurology. 2003; 2: p. 1521.
2.
WHO. (2012). Dementia A Public Health Priority. switzerland: united
Kingdom.
3.
Dahlan P. Definisi dan diagnosis banding sindroma demensia. Berkala
Neuro Sains. 1999; 1(1): p. 39-43.
4. Health, T. N. (2007). Dementia. The Royal Collage of Psychiatrists and the
British Psychological Society.
5. Alexopoulos GS, M. B. (2012). Dementia classification. Advances
inpsychiatric treatment , vol. 18, 315317.
6. Riri, J & Ari, B. (2008). Demensia. Pekanbaru: University of Riau.
7. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia,
amnestic
and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins.
8. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al (2008) Impact of Apolipprotein E 4 and
Vascular Disease om Brain Morphology in Men from the NHLBI TwinStudy.
American Heart Association; (5):1548-53.
9. Janice E. Graham, A. B. (2008). Symptoms And Signs In Dementia: Synergy
And Antagonism. American Heart Associatio , 50-62.
10. Harrisons Principles of Internal Medicine, Edisi ke-16. New York :McGrawHill Medical Publishing Division;.h.2393-406
11. Woods B, Aguirre E, Spector AE, Orrell M. Cognitive stimulation to improve
cognitive functioning in people with dementia (review). The Cochrane
Collaboration. 2012;(2).
-

You might also like