You are on page 1of 13

ACARA V

PENCERNAAN
Tujuan Praktikum
Praktikum acara oencernaan bertujuan untuk mengetahui fungsi saliva dalam
mulut, proses pencernaan yang terjadi dalam lambung, pencernaan oleh pancreas di
usus halus dan fungsi empedu.
Tinjauan Pustaka
Pencernaan (digestion) adalah proses perombakan makanan menjadi molekulmolekul yang cukup kecil sehingga dapat diserap oleh tubuh. Pencernaan akan
memotong-motong makromolekul menjadi monomer penyusunnya yang kemudian
digunakan oleh hewan untuk membuat molekulnya sendiri (Campbell et all., 2004).
Proses utama pencernaan adlah secara mekanik, enzimatik ataupun microbial.
Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan makanan dalam mulut dan
gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh konsentrasi otot terpanjang
usus. Pencernaan enzimatis atau kimiawi dilakukan oleh enzim-enzim yang dihasilkan
oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah pencernaan. Pencernaan
microbial juga dilakukan secara enzimatis yang enzimnya dihasilkan oleh sel-sel
mikroorganisme. Tempat utama mikrobial adalah dalam retikulum-rumen pada
ruminansia dan dalam usus besar pada ruminansia maupun pada non-ruminansia
(Tillman et all., 1998)
Lambung berada pada sisi kiri rongga abdomen, persis dibawah diafragma.
Epitelium yang melapisi ceruk-ceruk dalam pada dinding lambung mensekresikan getah
pencernaan. Getah pencernaan pada lambung mengandung HCL yang mempunyai pH
sekitar 2. Keasaman yang tinggi akan membunuh banyak mikroorganisme dalam
makanan. Enzim protease diaktifkan oleh HCL (pepsinogen menjadi pepsin) untuk
menghidrolisis protein (Campbell et all., 2004).
Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perut jala),
rumen (perut beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum (perut sejati). Dalam studi
fisiologi ternak ruminansia, rumen dan retikulum sering dipandang sebagai organ
tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagai perut buku karena
tersusun dari lipatan sebanyak 100 lembar. Fungsi omasum belum terungkap dengan

jelas, tetapi pada organ tersebut terjadi penyerapan air, amonia, asam lemak terbang
dan elektrolit. Pada organ ini dilaporkan juga menghasilkan amonia dan mungkin asam
lemak terbang (Frandson, 2002).
Pepsin adlah suatu enzim yang berguna untuk memecah molekul protein
menjadi molekul yang lebih kecil yaitu pepton dan proteosa. Pepsin merupakan enzim
yang paling efisien dalam memecah ikatan antara peptide hidrofobik dan asalm amino
aromatic, seperti felilalanin, triptofan, dan tirosin. Meskipun demikian, proses
pemecahan protein didalam lambung membutuhkan waktu yang lama, hingga sekitar
30% dari total waktu pecernaan makanan. Enzim pepsin ini dihasilkan oleh sel-sel
utama lambung dalam bentuk pepsinogen, yaitu calon enzim yang belum aktif
(Poedjiadi et all., 2006).
Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Usus halus pada manusia
mempunyai panjang lebih dari 6 meter. Usus halus merupakan organ dimana sebagian
besar hidrolisis enzimatik makromolekul dalam makanan terjadi (Campbell et all,. 2004).
Pencernaan karbohidrat, pencernaan protein, pencernaan asam nukleat, dan
pencernaan lemak terjadi di dalam usus halus. Masing-masing proses pencernaan
menggunakan enzim yang berbeda-beda. Pencernaan karbohidrat menggunakan
enzim amylase pancreas untuk menghidrolisis pati, glikogen dan polisakarida menjadi
maltose dan disakarida yang lain (Campbell et all,. 2004).
Getah empedu yang berada dalam kantong empedu mengandung garam
empedu, pigmen empedu, kolesterol, dan garam organic. Garam empedu bersifat
digestif dan memperlancar kerja enzim lipase dalam memecah lemak. Garam empedu
juga membantu pengabsorbsian lemak yang telah dicerna (gliserin dan asam lemak).
Hal ini dilakukan dengan menurunkan tegangan permukaan dan memperbesar daya
tembus endothelium yang menutupi vili usus (Pearce, 2009).
Organ pencernaan unggas khususnya ayam terdiri atas mulut (paruh),
oesofagus, tembolok (crop), proventikulus, empedal (gizzard), doedunum, jejunum,
ileum, sekum (usus buntu), rektum, dan kloaka. Kloaka terdiri dari tiga bagian yaitu
kuprodenum (untuk saluran fases), urodenum (untuk saluran urin), dan protodenum
(untik saluran telur). Adapun organ pencernaan tambahannya adalah hati, getah
empedu, dan pangkreas, serta lien atau spleen (Yuwanta, 2004).

Materi dan Metode


Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum acara pencernaan adalah tabung
reaksi, spiritus, ketras saring, penangas air, erlenmeyer, corong, pengaduk kaca,
penjepit, pipet tetes, pipet ukur, gelas ukur, dan droplet.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum acara pencernaan adalah
akuades, NaCL 0,89%, saliva encer, amilum 1%, HCL encer, larutan Iod, larutan pepsin,
HCL 04%, fibrin karmen, ekstrak pancreas netral, Na 2CO3, kongo merah fibrin, larutan
empedu, air susu, fenol red, sebuk belerang, larutan MgSO 4, BaCL 20%, pereaksi
Fouchet, larutan Benedict, dan HNO3 pekat.
Metode
Fungsi Saliva dalam Mulut
Uji daya amilolitik saliva. Pertama, akuades disiapkan, kemudian akuades
dikumur-kumur. Air hasil kumuran tersebut ditambah dengan 20 ml NaCL 0,89%,
ditampung dalam Erlenmeyer lalu digojok dan disaring sehingga dipeoleh saliva encer.
Tiga buah tabung reaksi masing-masing diisi 2,5 ml saliva encer. Tabung pertama
dididihkan lalu didinginkan dan ditambahkan kedalamnya 2,5 ml amilum 1% lalu
ditempatkan pada penangas air 37 0C selama 10 menit, setelah itu dilakukan Uji
Benedict. Tabung kedua diisi 2,5 ml saliva ditambah dengan 2,5 ml HCL ancer dan
ditambahkan lagi dengan 2,5 ml amilum 1% lalu ditempatkan pada penangas air 37 0C
selama 10 menit, kemudian diuji dengan Uji Benedict. Tabung ketiga diisi 2,5 ml sliva
ditambah dengan2,5 ml amilum 1% lalu ditempatkan pada penangas air 37 0C selama
10 menit, kemudian dilakukan Uji Iod dan Uji Benedict.
Pencernaan dalam Lambung
Uji hidrolisis protein oleh pepsin. Disiapkan tiga tabung reaksi. Tabung
pertama diisi dengan 1 ml pepsin, kemudian ditambahkan 1 ml HCL 0,4% dan 1 potong
karmen fibrin, lalu ditempatkan pada penangas air 37 0C selama 10 menit, kemudian
diamati. Tabung kedua diisi 1 ml air ditambah dengan 1 ml HCL 0,4% dan 1 potong
karmen fibrin, lalu ditempatkan pada penangas air 37 0C selama 10 menit, kemudian
diamati. Tabung ketiga diisi 1 ml pepsin, dididihkan dan didinginkan, setelah itu

ditambah dengan 1 ml HCL 0,4% dan ditambahkan pula 1 potong karmen fibrin lalu
ditempatkan pada penangas air 37 0C selama 10 menit, kemudian diamati.
Pencernaan oleh Pankreas
Uji hidrolisis protein. Tabung pertama diisi dengan 1 ml ekstrak pancreas netral
dan 2 tetes Na2CO3 2% dan 1 potong kongo merah fibrin, lalu ditempatkan pada
penangas air 37 0C selama 10 menit, kemudian diamati. Tabung kedua diisi 1 ml ekstrak
pancreas netral ditambah dengan 2 tetes Na 2CO3 2% dan 1 potong kongo merah fibrin
kemudian ditambahkan lagi 2 tetes larutan empedu, lalu ditampatkan pada penangas
air 37 0C selama 10 menit, kemudian diamati. Tabung ketiga diisi 1 ml air ditambah
dengan 2 tetes Na2CO3 2% dan 1 potong kongo merah fibrin, lalu ditempatkan pada
penangas air 37 0C selama 10 menit, kemudian diamati.
Uji hidrolisis amilum. Disiapkan tiga buah tabung reaksi. Tabung pertama diisi
dengan 1 ml ekstrak pancreas netral dan 2 tetes Na 2CO3 lalu ditambahkan dengan 1 ml
amilum 1% kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 10 menit, lalu dilakukan Uji
Benedict. Tabung kedua diisi dengan 1 ml ekstrak pancreas netral dan 2 tetes Na 2CO3
lalu ditambahkan dengan 1 ml amilum 1% dan 2 tetes larutan empedu kemudian
diinkubasi pada suhu 37 0C selama 10 menit, lalu dilakukan Uji Benedict. Tabung ketiga
diisi dengan 1 ml air dan 2 tets Na 2CO3 lalu ditambahkan dengan 1 ml amilum 1%
kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 10 menit, lalu dilakukan Uji Iod dan
Benedict.
Uji hidrolisis lemak. Disiapkan tiga tabung reaksi. Tabung pertama diisi dengan
2 ml susu, lalu ditambahkan dengan 1 ml ekstrak pancreas netral dan 4 tetes fenol red,
setelah itu ditambahkan pula Na 2CO3 2% sebanyak 2 tetes sampai larutan berwarna
merah muda, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 10 menit. Tabung kedua
diisi 2 ml susu ditambah dengan 1 ml ekstrak pancreas netral dan 2 tetes larutan
empedu, setelah itu ditambahkan pula 4 tetes fenol red dan 2 tetes Na 2CO3 2% sampai
larutan berwarna merah muda, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 10 menit.
Tabung ketiga diisi dengan 2 ml susu ditambah dengan 1 ml air dan 4 tetes fenol red,
kemudian ditambahkan juga Na2CO3 2% sebanyak 2 tetes sampai larutan berwarna
merah muda, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 10 menit.
Fungsi Empedu

Uji penurunan tegangan muka oleh garam kholat. Disiapkan dua buah tabung
reaksi. Tabung pertama diisi dengan 2 ml air dan ditambahkan serbuk belerang. Tabung
kedua diisi denan 2 ml empedu ditambah dengan serbuk belerang, kemudian diamati
perubahan yang terjadi pada kedua tabung tersebut.
Uji Gmelin. Tiga ml HNO3 pekat ditambah dengan 1 ml empedu melalui dinding
tabung, kemudian diamati perubahan yang terjadi pada larutan.
Uji Fouchet. Sebanyak 2,5 ml larutan empedu dimasak dan ditambah dengan 2
tetes MgSO4 dan 2,5 ml BaCl2 10% kemudian dimasak sampai terbentuk endapan.
Endapan disarng, kemudian endapan pada kertas saring ditetesi dengan 1 tetes reagen
Fouchet.

Hasil dan Pembahasan


Fungsi Saliva Dalam Mulut
Uji Daya Amilolitik Saliva. Hasil yang diperoleh pada tabung 1, setelah
dilakukan Uji Benedict, cairan tetap berwarna ungu yang berarti hasil yang didapat
adalah negatif. Hal ini disebabkan karena enzim ptyalin pada saliva telah mengalami
denaturasi oleh pembakaran yang telah dilakukan sebelumnya sehingga tidak dapat
menghidrolisis amilum menjadi sakrosa yang lebih sederhana dan tidak dapat
mereduksi Cu2+ pada pereaksi Benedict. Enzim adalah molekul protein yang kompleks
yang di hasilkan oleh sel hidup yang berfungsi sebagai katalisator dalam berbagai
proses kimia di dalam tubuh makhluk hidup, dan menurut Simanjorang et all (2012),
pemanasan dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi pada protein. Protein akan
mengalami denaturasi bila dipanaskan pada suhu 50 0C sampai 800C. Hasil yang
didapat sesuai dengan teori, yaitu enzim akan terdenaturasi karena dipanaskan,
sehingga saat diuji Benedict tidak terdapat endapan.
Hasil pada tabung 2, setelah dilakukan Uji Benedict, terdapat sedikit endapan
yang terbentuk. Hal ini dikarenakan dengan penambahan HCL dapat menghambat kerja
enzim sehingga enzim tidak dapat bekerja secara optimal. HCL yang digunakan pada
pengujian adalah HCL encer, karena itulah masih dapat terjadi pengendapan. Menurut
Safaria et all (2013), Enzim tidak dapat bekerja pada pH
yang terlalu rendah (asam) atau pH yang terlalu tinggi (basa). Pada pH yang terlalu
asam atau basa, enzim akan terdenaturasi sehingga sisi aktif enzim akan terganggu.
Hasil yang diperoleh pada tabung 2 sudah sesuai dengan teori, yaitu karena
penambahan HCL yang bersifat asam, akan menghambat kinerja enzim.
Hasil pada tabung 3, setelah dilakukan Uji Iod, didapat hasil negatif. Hal ini
dikarenakan amilum telah terhidrolisis menjadi akrodextrin, maltose, atau glukosa. Uji
Benedict menunjukkan hasil positif yaitu terdapat endapan merah bata. Hal ini
dikarenakan enzim ptyalin di dalam saliva berada dalam suhu paling ideal yaitu pH
normal dan suhu antara 370C sehingga dapat menghidrolisis amilum menjadi sakarosa
yang lebih sederhana dan dapat mereduksi Cu 2+ pada pereaksi Benedict. Menurut
Poedjiadi et all (2005), Saliva mempunyai pH antara5,75 sampai 7,05. Pada umumnya
pH saliva adalah sedikit dibawah 7. Enzimptialin dalam saliva adalah suatu enzim

amilase. Enzim ptialin bekerja secaraoptimal pada pH 6,6(netral). Hasil yang diperoleh
pada tabung 3 sesuai dengan teori yaitu enzim ptyalin bekerja optimum pada ph netral
sehingga saat dilakukan Uji Benedict, terdapat endapan merah bata.
Pencernaan dalam Lambung
Uji hidrolisis protein oleh pepsin. Hasil yang diperoleh pada tabung 1, fibrin
karmen menjadi lebih kecil dan larutan berubah menjadi warna merah. Terbentuknya
warna merah dan mengecilnya fibrin karmen dikarenakan terjadinya hidrolisis protein
karena adanya penambahan HCL yang memberi suasana asam, sehingga enzim
pepsin menjadi aktif. Menurut Winarno (1998), Pencernaan protein oleh pepsin bekerja
dalam suasana asam, apabila berada dalam suasana basa dan pemanasan akan
rusak. Pepsin tersebut dihasilkan dalam bentuk zimogen (tidak aktif) yaitu pepsinogen.
Pepsinogen akan berubah menjadi pepsin karena adanya HCl. Hasil yang didapat pada
tabung 1 sudah sesuai dengan teori, yaitu pemberian HCL menyebabkan enzim pepsin
menjadi aktif sehingga dapat melakukan hidrolisis protein.
Tabung 2, setelah dilakukan pengujian, fibrin karmen tetap utuh. Utuhnya fibrin
karmen dikarenakan meskipun suasana asam karena penambahan HCL, tidak akan
terjadi hidrolisis protein karena tidak adanya enzim pepsin di dalam larutan yang diuji.
Enzim pepsin berperan dalam hidrolisis protein.
Tabung 3, setelah dilakukan pengujian, fibrin karmen di dalam larutan tetap utuh.
Hal ini dikarenakan enzim pepsin dididihkan terlebih dahulu, sehingga enzim pepsin
terdenaturasi dan tidak dapat melakukan hidrolisis. Hasil ini sesuai dengan pendapat
Simanjorang et all (2012), pemanasan dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi pada
protein. Protein akan mengalami denaturasi bila dipanaskan pada suhu 50 0C sampai
800C. Enzim merupakan protein, bila dipanaskan akan terdenaturasi dan kehilangan
fungsi sebagai enzim.
Pencernaan oleh Pankreas
Uji hidrolisis protein. Hasil dari pengujian pada tabung 1 dan 2 menunjukkan
bahwa terjadi hidrolisis di dalam larutan yang ditandai dengan adanya perubahan warna
dan mengembangnya fibrin pada tabung 1 dan perubahan warna larutan menjadi
merah tua pada tabung 2. Warna merah pada tabung 1 dan 2

adalah akibat dari

hidrolisis protein pada kongo merah fibrin oleh cairan pancreas sehingga warna merah

yang terdapat pada kongo merah fibrin terlepas. Adanya penambahan cairan empedu
pada tabung 2 menyebabkan hidrolisis lebih sempurna karena larutan empedu
berfungsi untuk menyempurnakan suasana larutan. Tabung 3, setelah dilakukan
pengujian, tidak terjadi perubahan warna, yaitu tetap bening kekuningan. Hal ini
dikarenakan tidak adanya enzim yang dapat menghidrolisis kongo merah fibrin yang
terdapat pada ekstrak pancreas sehingga tidak terjadi hidrolisis protein. Menurut
Poedjiadi (2006), Penambahan Na2CO3berfungsi untuk menyesuaikan basa larutan
karena cairan pankreas dapat bekerja optimal pada suasana basa yaitu pada pH antara
7,5 sampai 8,2. Hasil yang didapat sesuai dengan pendapat Tantalo (2009), yaitu getah
pankreas mengandung enzim amilase, lipase, dan protease untuk meningkatkan
pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein. Cairan empedu juga mengandung
garam empedu yang berfungsi untuk menetralkan kimus yang bersifat asam
sehingga menciptakan pH yang baik (pH 6 8) untuk kerja enzim pankreas dan
enzim

usus.

Selain

itu,

garam

empedu dapat menetralisir

asam-asam

dan

menciptakan kondisi alkalis yang menguntungkan untuk berlangsungnya pekerjaan


enzim-enzim pencernaan, sehingga proses pencernaan dapat berlangsung dengan
baik.
Uji hidrolisis amilum. Hasil yang diperoleh pada pengujian amilum adalah pada
tabung 1, setelah dipanaskan, warna larutan yang semula berwarna biru tua berubah
menjadi biru tua kekuningan. Hal ini dikarenakan amilum terhidrolisis karena adanya
ekstrak pankreas. Warna larutan tetap berwarna merah tua kekuningan setelah diuji
Benedict. Hal ini dikarenakan proses hidrolisis amilum belum mencapai glukosa yang
mempunyai gugus reduksi.
Tabung 2 setelah dipanaskan, warna larutan yang semula berwarna biru tua
berubah menjadi biru kekuningan. Hal dikarenakan amilum di dalam larutan terhidrolisis
sempurna

karena adanya ekstrak pankreas dan larutan empedu. Larutan tetap

berwarna biru tua kekuningan setelah dilakukan Uji Benedict. Hal ini dikarenakan
proses hidrolisis amilum belum mencapai glukosa yang mempunyai gugus reduksi.
Tabung 3 setelah dipanaskan, warna larutan tidak berubah dikarenakan tidak
adanya ekstrak pancreas(mengandung enzim) di larutan tersebut. Tanpa adanya enzim,
amilum tidak dapat terhidrolisis. Hasil setelah dilakukan Uji Iod adalah negatif. Hal ini

dikarenakan amilum tidak terhidrolisis, akibatnya warna tetap berwarna biru(amilum+Iod


menghasilkan warna biru) walau dilakukan penetesan beberapa kali. Tidak terdapat
endapan saat dilakukan Uji Benedict. Hal ini dikarenakan amilum tidak terhidrolisis
menjadi glukosa yang mempunyai gugus reduksi.
Tantalo (2009), berpendapat bahwa getah

pankreas mengandung

enzim

amilase, lipase, dan protease untuk meningkatkan pencernaan karbohidrat, lemak,


dan protein. Cairan empedu juga mengandung garam empedu yang berfungsi untuk
menetralkan kimus yang bersifat asam sehingga menciptakan pH yang baik (pH 6
8) untuk kerja enzim pankreas dan enzim usus. Selain itu, garam empedu dapat
menetralisir asam-asam

dan menciptakan

untuk berlangsungnya pekerjaan

kondisi

enzim-enzim

alkalis yang menguntungkan

pencernaan, sehingga

proses

pencernaan dapat berlangsung dengan baik. Hasil yang didapat sudah sesuai dengan
teori, dimana terjadi hidrolisis pada tabung 1 dan 2 dikarenakan adanya ekstrak
pancreas, dan tidak terjadinya hidrolisis amilum karena tidak adanya ekstrak pancreas
yang didalamnya terdapat enzim amylase pancreas yang dapat menghidrolisis amilum.
Uji hidrolisis lemak. Hasil yang didapat, pada tabung 1, larutan berubah dari
warna merah menjadi kuning, tetapi masih ada sedikit warna putih. Perubahan warna
terjadi karena adanya hidrolisis lemak oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan
gliserol. Adanya sedikit warna putih dikarenakan susu yang dimasukkan kedalam
tabung lebih dari 2 ml, akibatnya, proses hidrolisis menjadi tidak sempurna.
Tabung 2, warna larutan berubah dari warna merah menjadi kuning. Hal ini
dikarenakan terjadi hidrolisis lemak oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan gliserol.
Ditambahkannya larutan empedu menyebabkan hidrolisis menjadi lebih sempurna
karena salah satu fungsi garam empedu yaitu dapat mengemulsikan lemak.
Tabung 3, warna larutan tetap merah. Tidak berubahnya warna larutan
dikarenakan tidak terjadi hidrolisis di dalam larutan. Hal ini dikarenakan tidak adanya
ekstrak pancreas(mengandung enzim lipase) di dalam larutan.
Lipase pankreas terlibat dalam hidrolisa lemak. Lemak yang meninggalkan
lambung dalam bentuk globule-globule besar dan sangat sukar mengalami hidrolisa
cepat. Namun, globule besar ini diemulsikan oleh garam empedu yang membantu

lipase menghidrolisa trigliserida manjadi bentuk monogliserida manjadi asam-asam


lemak dan gliserol (Tillman et al., 1998).
Pearce(2009) berpendapat bahwa getah empedu yang berada dalam kantong
empedu mengandung garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, dan garam organic.
Garam empedu bersifat digestif dan memperlancar kerja enzim lipase dalam memecah
lemak. Garam empedu juga membantu pengabsorbsian lemak yang telah dicerna
(gliserin dan asam lemak).

Hasil yang didapat pada ketiga tabung sudah sesuai

dengan literatur, yaitu enzim lipase didalam ekstrak pancreas menghidrolisis lemak di
dalam susu, dan juga penambahan larutan empedu membuat hidrolisis menjadi lebih
sempurna karena garam empedu dapat berfungsi sebagai pengemulsi lemak.
Fungsi Empedu
Uji penurunan tegangan permukaan oleh cairan empedu. Hasil yang didapat
pada tabung 1, setelah ditambahkan serbuk belerang diatas air, serbuk belerang
terapung. Hal ini membuktikan bahwa di dalam air tidak terkandung garam kholat yang
dapat menurunkan tegangan muka. Masa jenis air lebih tinggi dari serbuk belerang,
sehingga belerang tidak dapat turun kedalam air. Tabung 2, diisi dengan cairan
empedu. Cairan empedu ini menyebabkan serbuk belerang mengendap ke dasar
permukaan tabung yang menunjukkan bahwa di dalam empedu mengandung garam
kholat yang dapat menurunkan tegangan muka karena masa jenis belerang lebih kecil
dari pada larutan empedu. Menurut Brooker (2001), garam kholat berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan, mengemulsikan lemak, membantu pencernaan
lemak, dan juga sebagai pelarut vitamin A,D,E, dan K. Hasil yang didapat sudah sesuai
teori, yaitu garam empedu jika diberi belerang, belerang tsb akan tenggelam, karena
adanya garam kholat yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan.
Uji Fouchet. Hasil yang didapat setelah saringan ditetesi dengan larutan
Fouchet, yang semula larutan berwarna hijau muda dan terdapat endapan berwarna
hijau muda, berubah menjadi warna biru kehijauan. Warna biru kehijauan terbentuk
karena bilirubin dalam larutan empedu dioksidasi menjadi biliverdin. Larutan empedu
yang dimasak berfungsi untuk melepaskan kandungan selain bilirubin dalam larutan
empedu. Penambahan MgSO4 agar pigmen empedu berikatan kuat dengan sulfat.
Penambahan BaCl2 agar terbentuk endapan (BaSO 4). Menurut Poedjiadi et all (2006),

empedu memiliki pigmen warna yang disebut bilirubin. Bilirubin yang berwarna hijau
muda bila dioksidasi menjadi biliverdin maka warnanya akan berubah menjadi biru
kehijauan. Reaksi yang terjadi adalah:
MgSO4 + BaCl2 MgCl2(filtrat) + BaSO4(sebagai endapan)
Endpan + Reagen Fouchet warna hijau kebiruan ( pigmen biliverdin).
Hasil praktikum sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa empedu memiliki
pigmen warna hijau muda yaitu bilirubin yang apabila dioksidasi menjadi biliverdian
warnanya akan berubah menjadi biru kehijauan.
Uji Gmelin. Hasil yang diperoleh pada Uji Gmelin adalah terbentuk cincin warna
hijau muda, biru, ungu dan kuning kemerahan setelah empedu ditambahkan ke dalam
HNO3 pekat. Hal ini terjadi karena HNO3 pekat mengkondensasi pigmen empedu
sehingga menimbulkan cincin warna. Hasil dari uji ini menunjukka empedu memiliki
pigmen warna. Menurut Baradeo et all (2008), salah satu fungsi utama hepar sebagai
alat pencernaan adalah menyekresi empedu. Empedu adalah cairan yang basa;
mengandung natrium bikarbonat, garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol,
mucin, lesitin, dan bilirubin. Menurut Gultom (2001), z a t w a r n a e m p e d u y a n g
p e n t i n g a d a l a h b i l i r u b i n y a n g berwarna merah, bentuk oksidasinya ialah
biliverdin yang berwarna hijau. Zat ini berasal dari perombakan hemoglobin dari sel- sel
darah merah. Kedua zat warna inimasuk ke dalam empedu. Hasil yang didapat pada
percobaan ini sudah sesuai dengan literatur bahwa didalam empedu encer terdapat
bilirubin.

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa fungsi
saliva dalam mulut yaitu sebagai sumber enzim amylase saliva yang dapat
mengidrolisis amilum menjadi maltosa. Di dalam lambung terjadi hidrolisis protein oleh
enzim pepsin. Pencernaan yang dilakukan oleh enzim pankreas yaitu hidrolisis protein
menjadi peptida yang lebih sederhana, hidrolisis amilum menjadi maltosa, hidrolisis
lemak mejadi asam lemak dan gliserol. Fungsi garam empedu yaitu menurunkan
tegangan permukaan, mengemulsikan lemak, melarutkan vitamin A,D,E dan K.

Daftar Pustaka
Baradero, Maya. Mary, Wilfrid Dayrit. Yakobus, Siswadi. 2008. Klien Gangguan
Hati:aSeri Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Brooker C. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Hartono A, Nutr DA, penerjemah; Ester M,
editor. Jakarta (ID): EGC Terjemahan dari: The Nurses Pocket Dictionary. Ed
ke-31.
Campbell, Neil A., Jane B Reece., dan Lawrence G Mitchell. 2004. Biologi/ Edisi .
a
Kelima/ Jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Frandson, R. D. 2002. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.
G u l t o m , T. 2 0 0 1 . P e n g a n t a r B i o k i m i a B a g i a n M e t a b o l i s m e . A a a a a
a a
U n i v e r s i t a s N e g e r i Yogyakarta, Yogyakarta.
Pearce, Evalyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis. Gramedia. Jakarta.
Poedjiadi, Anna dan Supriyanti, F. M. Titin. 2005. Dasar-dasar Biokimia. Ujiversitas
aaaaaaaIndonesia Press. Jakarta.
Poedjiadi, Anna dan Supriyanti, F. M. Titin. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Ujiversitas
aaaaaaaIndonesia Press. Jakarta.
Safaria, S., Nora Idiawati., Titin Anita Z. 2013. Efektivitas Campuran Enzim Selulase
aaaaaaaDari Aspergilus niger dan Trichoderma reesei dalam Menghidrolisis Substrat
aaaaaaaSabut Kelapa. JKK Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura. Vol. 2. No. 1. Hal.
aaaaaaa46-51.
Simanjorang, E., Nia Kurniawati., dan Zahidah Hasan. 2012. Pengaruh Penggunaan
aaaaaaaEnzim Papain dengan Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Karakteristik Kimia
aaaaaaaKecap Tutut. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol.3, No. 4.
Tantalo, Syahrio. 2009. Perbandingan Performans Dua Strain Broiler yang
aaaaaaaMengkonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol. 12, No. 3.
Tillman. 1998. Biokimia Harper Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran. Yogyakarta.
Winarno, F. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.
Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
aaMada. Yogyakarta.

You might also like