You are on page 1of 33

BAB I

PENDAHULUAN
Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakekatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan
sifat yang hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud di sini adalah suatu sifat " tidak
hakiki" yang selalu menyertai kehidupan dan kegiatan manusia pada umumnya. Sifat tidak kekal tersebut,
selalu meliputi dan menyertai mansuia sebagai peribadi, ke1ompok, masyarakat dalam melaksanakan
kegiatan- kegiatannya.
Keadaan yang tidak kekal yang merupakan sifat alamiah tersebut mengakibatkan adanya suatu
keadaan yang tidak dapat diramalkan lebih dahulu secara tepat, sehingga dengan demikian keadaan tidak
kekal tidak akan pernah memberikan kepastian. Karena tidak adanya suatu kepastian, tentu saja akhimya
sampai pada suatu keadaan yang tidak pasti pula. Keadaan yang tidak pasti tersebut, dapat terwujud dalam
berbagai bentuk atau peristiwa yang biasanya selalu dihindari. Keadaan tidak pasti terhadap kemungkinan
yang dapat terjadi baik dalam bentuk atau peristiwa yang belum tentu menimbulkan rasa tidak aman yang
lazim disebut sebagai risiko.
Pada sisi lain, manusia sebagai mahluk Tuhan dianugerahi berbagai kelebihan. Oleh karena itu,
manusia sebagai mahluk yang mempunyai sifat-sifat yang lebih dari mahluk lain mencari daya upaya guna
mengatasi rasa tidak aman tersebut. Manusia dengan akal budinya berdaya upaya guna mengatasi rasa tidak
aman tadi sehingga ia merasa menjadi aman. Dengan daya upaya tersebut manusia berusaha bergerak dari
ketidakpastian menjadi suatu kepastian, sehingga ia selalu dapat menghindari atau mengatasi risikorisikonya, baik secara individual atau secara bersama-sama ( Sri Rejeki Hartono, 1995:.2 )
Jadi, asuransi itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Di
samping itu, tidak ada seorangpun yang dapat bebas dari suatu risiko yang pasti dan tidak pasti. Hal ini dapat
disebabkan antara lain, karena jenis pekerjaan yang tidak sama, kondisi fisik, keadaan geografis dan berbagai
alasan lain yang sangat bervariasi. Sehingga dengan demikian dapat pula disebut bahwa risiko akan ada,
apabila keadaan masa depan sama sekali tidak diketahui dengan pasti, yang masih digantungkan pada banyak
faktor (Sri Rejeki Hartono, 1995: 7 )
Upaya manusia dalam mengatasi risiko ada beberapa cara antara lain :
1. Menerima
Apabila diperkirakan kerugian yang mungkin tidak terlalu besar, jika dibandingkan dengan biaya-biaya yang
harus dikeluarkan untuk melakukan pencegahannya, oleh yang bersangkutan diputuskan untuk diterima saja
risiko yang mungkin timbul tersebut. Demikian pula apabila keuntungan yang diperoleh akan lebih besar dari
pada kerugian yang mungkin terjadi.
2. Menghindari
Dengan menghindari risiko, berarti yang bersangkutan menjauhkan diri dari perbuatan atau peristiwa yang
dapat menimbulkan risiko baginya. Seperti halnya setiap orang yang selalu menghindar dari setiap perbuatan
atau peristiwa yang dianggap mengandung risiko, harus tetap dihadapi agar tujuan yang lebih besar dapat
tercapai, dengan perkataan lain, untuk menghindari risiko banyak, bergantung kepada berbagai faktor. Suatu
yang tidak disangkal bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menghindari risiko yang merupakan rahasia
Tuhan.
3. Mencegah
Mencegah adalah melakukan beberapa usaha sehingga akibat yang tidak diharapkan, yang mungkin timbul,
dapat diatasi atau dihindari. Dalam kenyataannya, usaha pencegahan tersebut tidak selalu berhasil.
4. Mengalihkan atau Membagi

Mengatasi risiko dapat dilakukan dengan cara mengalihkan ataumembagi kepada penanggung (perusahaan
asuransi).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan lebih baik, namun tidak bisa disangkal lagi bahwa semakin maju teknologi, semakin tinggi pula
risiko yang dihadapi, oleh karena itu, dalam menghadapi risiko, pada umumnya orang berupaya untuk
melepaskan diri dan menguranginya antara lain melalui upaya asuransi atau pertanggungan.
Asuransi merupakan suatu perjanjian antara penanggung dan tertanggung dalam bentuk pelimpahan
risiko. Asuransi sebagai lembaga pengalihan risiko mempunyai kegunaan positif baik bagi masyarakat,
perusahaan maupun Negara. Mereka yang menutup perjanjian asuransi akan merasa tentram sebab ada
jaminan perlindungan dari kemungkinan tertimpanya suatu kerugian.
Untuk diketahui bahwa pada saat sekarang ini lebih banyak berdiri perusahaan asuransi baik dikelola
oleh pemerintah maupun yang dikelola oleh pihak swasta. Perkembangan ini setelah dikeluarkan Pasal 1 ayat
(1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang berbunyi :
"Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan. "
Asuransi jiwa bertujuan untuk memberikan jaminan kepada seseorang atau keluarganya yang
disebabkan oleh berbagai risiko, salah satunya kematian (loss in life), baik secara alamiah (natural death)
maupun karena kecelakaan (accidentaally death) atau karena serangan penyakit.
Tercapainya kata sepakat, perjanjian sudah sah apabila tercapai sepakat mengenal hal pokok yang
diperjanjikan. Hal yang telah disepakati dalam perjanjian asuransi dituangkan dalam suatu akta yang disebut
polis. Polis tersebut berfungsi sebagai alat bukti dalam penyelenggaraan suatu pertanggungan dalam hal
pemberian jaminan ganti kerugian atas terjadinya peristiwa atau risiko yang timbul.
Polis pertanggungan memegang peranan penting karena sangat bermanfaat pada waktu pengajuan
tuntutan ganti (klaim) atas kontrak prestasinya sebagai akibat dibayarkan premi asuransi pada pihak
penanggung. Dalam hal ini terlihat bahwa para pihak memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Dengan
adanya hak dan kewajiban tersebut dikenal dengan istilah "prestasi atau kontra prestasi", maka
memungkinkan para pihak untuk melakukan penuntutan atas haknya, di samping itu pula merupakan
kewajiban pihak lain untuk memenuhinya.
Permasalahan mungkin dapat terjadi akibat dari tertanggung belum memahami hak dan kewajibannya secara
mendalam. penipuan atau adanya unsur moral hazard dari ahli waris atau membatalkan perjanjian
pertanggungan yang disepakati dengan alasan-alasan tertentu pula. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut : Aspek-aspek hukum apa yang terkandung dalam
perjanjian asuransi, khususnya klaim surat kematian serta Bagaimana proses klaim surat kematian dirumah
sakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Asuransi dan Hukum Asuransi
Pengertian Asuransi sebagaimana tercantum di dalam Buku Kesatu Bab IX Pasal
246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) adalah sebagai berikut : Asuransi
atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk
menberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tidak tentu.
Definisi yang lebih luas lagi dari pada definisi pasal 246 KUHD adalah definisi
pasal 1 angka(1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian
menyatakan bahwa : Asuransi atau pertanggungan itu adalah perjanjian antara kedua
belah pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima suatu premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita pihak tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Kiranya hal ini sudah merupakan suatu pengertian yang lazim, seperti pendapatpendapat para sarjana antara lain :
1. James L Athearn, dalam bukunya Risk and Insurance mengatakan
bahwa asuransi itu adalah satu institute yang direncanakan guna
menangani resiko.
2. Robert I. Nehr dan Emerson Cammack juga mengatakan bahwa suatu
pemindahan resiko itu lazim disebut sebagai asuransi.
3. David L. Bickelhaupt, dalam bukunya General Insurance juga mengatakan
bahwa : Fondasi dari suatu asuransi itu tidak lain ialah masalah resiko.
4. D.S Hansell, menyatakan dengan tegas bahwa asuransi selalu
berhubungan dengan resiko (Insurance is to do with risk) 15
Bila ditelaah lebih lanjut pengertian asuransi dalam pasal 246
KUHD, hanya mencakup bidang asuransi kerugian tidak termasuk dalam asuransi jiwa,
karena KUHD memandang jiwa manusia bukanlah harta kekayaan. Berbeda dengan
pengertian asuransi jiwa menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang No 2 Tahun 1992
Tentang Usaha Perasuransian kecuali asuransi kerugian (loss insurance) juga meliputi
asuransi jiwa (life insurance). Hal itu terlihat jelas pada rumusan kata-kata : ...atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau
hidupnya seseorang untuk yang dipertanggungjawabkan. Walaupun begitu rumusan
asuransi dari pasal 246 KUHD berlaku secara umum.

Dari definisi-definisi yang diberikan tentang asuransi tersebut di atas diketahui


bahwa inti dari tujuan suatu asuransi adalah mengalihkan risiko dari tertanggung yang
mempunyai kepentingan terhadap obyek asuransi kepada penanggung yang timbul
sebagai akibat adanya ancaman bahaya terhadap harta kekayaan atau terhadap
jiwanya.
Sumber hukum asuransi jiwa adalah dasar kekuatan atau dasar berpijak dalam kegiatan
penyelenggaraan asuransi jiwa. Dasar penyelenggaraan asuransi jiwa di Indonesia antara lain :
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata :

KUHPerdata Buku III tentang Perikatan.


Bab I tentang Perikatan-perikatan pada umumnya.
Bab II tentang Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari Perjanjian
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

KUHDagang Buku I.
Bab IX tentang asuransi jiwa atau pertanggungan.
Bab X Pasal 247 tentang pertanggungan terhadap bahaya kebakaran, terhadap bahaya yang
mengancam
hasil pertanian yang belum dipanen dan tentang pertanggungan jiwa.
c. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 tentang Usaha Perasuransian. d. Peraturan
Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tengang Pelaksanaan Usaha Perasuransian.
1. 1) Keputusan-keputusan Menteri Keuangan sebagai petunjuk pelaksanaan undang-undang dan
Peraturan Pemerintah.
2. 2) Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1250/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988
tentang Usaha Asuransi Jiwa.
3. 3) Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 77/KMK.011/1987 tanggal 10 Februari 1987 tentang
Perijianan Agen Asuransi Jiwa di Indonesia.
4. 4) Surat Dirjen Moneter Dalam Negeri Departemen Keuangan RI. No. S-625.11/1987 tanggal 15
September 1987 tentang pelaksanaanp keputusan Menteri Keuangan RI No. 77/KMK.011/1987.
5. 5) Surat Edaran Dirjen Moneter Dalam Negeri Departemen keuangan RI. No. SE-365/MD/1981
tanggal 24 Januari 1981 tengang Kode Etik Agen Asuransi.
6. 6) Peraturan yang dikeluarkan oleh Perusahaan seperti : Anggaran Dasar, Syarat-syarat umum polis,
syarat-syarat khusus polis, Surat Keputusan Direksi Pelaksana.

7. 7) Kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam praktik perasuransian jiwa di Indonesia (conventiont).


2. Bagian-bagian Terpenting Dari Sumber-sumber Hukum Asuransi Jiwa
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992
Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 dijumpai beberapa pasal yang mengatur asuransi jiwa
yaitu pada Pasal 1 ayat (10) yang menjelaskan tentang agen asuransi yang berbunyi Agen asuransi
adalah seseorang atau badan yang kegiatannya memberikan jasa dalam memasarkan jasa asuransi
untuk dan atas nama penanggung . Di dalam Pasal 6 ayat (1) ditentukan tentang kebebasan memilih

penanggung dalam menutup atas obyek asuransi kecuali bagi program asuransi sosial. Selanjutnya
dalam Pasal 7 ayat (1) ditentukan tentang Badan Hukum yang dapat melakukan usaha perasuransian.
Dalam Pasal 20 ayat (2) yang berbunyi Hak pemegang polis atas pembagian harta kekayaan
perusahaan asuransi jiwa yang dilikuidasi merupakan hak utama. Dan dalam Pasal 21 ayat (2) dan
(5) menjelaskan tentang sanksi pidana dan perdata bagi barang siapa saja yang menggelapakan premi
asuransi dan pemalsuan dokumen asuransi.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 ada beberapa bagian terpenting dalam asuransi jiwa
yaitu dalam Pasal 17 yang berbunyi Dalam setiap pemasaran program asuransi harus diungkapkan
informasi yang relevan, tidak ada yang bertentangan dengan persyaratan yang dicantumkan dalam
polis dan tidak menyesatkan . Selanjutnya juga diatur dalam Pasal 23 tentang penyelesaian
pembayaran klaim oleh perusahaan yaitu pada ayat (1) yang berbunyi Perusahaan asuransi atau
perusahaan reasuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau
pembayaran klaim, atau melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang dapat mengakibatkan
keterlambatan penyelesaian atau pembayaran klaim dan dalam ayat (2) yang berbunyi Tertanggung
dalam melakukan pengurusan penyelesaian klaim dapat menunjuk pihak lain, termasuk perusahaan
pialang asuransi yang dipergunakan jasanya oleh tertanggung dalam penutupan asuransi yang
bersangkutan. Serta dalam Pasal 27 tentang agen asuransi yaitu dalam ayat (1)Setiap agen asuransi
jiwa hanya dapat menjadi agen dari satu perusahaan asuransi jiwa. Pada ayat (2) Agen asuransi
wajib memiliki perjanjian keagenan dengan perusahaan asuransi yang diageni. Dab dalam ayat (4)
yang berbunyi Agen asuransi dalam menjalankan kegiatannya harus memberikan keterangan yang
benar dan jelas kepada calon tertanggung tentang program asuransi yang dipasarkan dan ketentuan
isi polis termasuk mengenai hak dan kewajiban calon tertanggung.
3. Keputusan Menteri Keuangan No.225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Bagian-bagian yang terpenting dalam Keputusan Menteri Keuangan No.225/KMK.017/1993 tanggal 26
Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yaitu diatur
dalam Pasal 3 tentang ketentuan nilai tunai yaitu pada ayat (1) yang berbunyi Dalam polis asuransi jiwa
yang memiliki unsur tabungan harus dicantumkan dalam tabel nilai tunai yang berlaku bagi polis yang
bersangkutan. Dan pada ayat (2) yang berbunyi Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
dihitung berdasarkan nilai akumulasi unsur tabungan dalam premi yang telah dibayar. Selanjutnya dalam
Pasal 4 ayat (1) dan (2) ditentukan tentang pembatasan atau pengecualian risiko dan kewajiban penanggung
harus dicetak sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat diketahui. Dan dalam Pasal 5 ayat (5) yang
berbunyi Dalam polis asuransi jiwa dilarang mencantumkan suatu ketentuan yang ditafsirkan bahwa,
tertanggung tidak dapat melakukan upaya hukum sehingga tertanggung harus menerima penolakan
pembayaran klaim.
Di dalam Pasal 6 yang berbunyi Dalam polis dilarang dicantumkan ketentuan yang ditafsirkan sebagai
pembatasan upaya hukum bagi para pihak dalam hal penyelesaian mengenai polis. Selanjutnya di dalam
Pasal 7 yang berbunyiKetentuan dalam polis asuransi yang mengatur mengenai pemilihan pengadilan dalam
hal perselisihan yang menyangkut perjanjian asuransi, tidak boleh membatasi pemilihan pengadilan hanya
pada Pengadilan Negeri di tempat kedudukan penanggung. Di dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) ditentukan
tentang adanya hak suara bagi polis yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi jiwa yang berbentuk usaha
bersama dan polis yang di dalamnya terdapat unsur tabungan. Dan dalam Pasal 15 yang mengatur tentang
batas waktu penyelesaian pembayaran klaim.
4. Keputusan Menteri Keuangan RI No.979/KMK.011/1985 tanggal 14 Desember 1985 tentang Perijinan
Agen Asuransi Jiwa di Indonesia

Tentang perijinan agen asuransi jiwa di Indonesia oleh keputusan Menteri Keuangan RI
No.979/KMK.011/1985 yang dikeluarkan pada tanggal 14 Desember 1985 ada beberapa bagian terpenting
yang mengatur tentang asuransi jiwa yaitu pada Pasal 1 yang berbunyi Yang dimaksud dalam keputusan ini
dengan agen asuransi jiwa adalah perorangan yang dalam melakukan kegiatannya sebagai perantara dalam
rangka penutupan asuransi jiwa bertindak untuk kepentingan penanggung. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat
(1) dan (2) ditentukan tentang agen asuransi jiwa harus mendapat Ijin Usaha dari Menteri Keuangan dan
tentang persyaratan untuk menjadi agen asuransi jiwa. Di dalam Pasal 4 yang berbunyi Setiap agen asuransi
jiwa harus mengarahkan kegiatan ke arah pengembangan dan peningkatan usaha perasuransian nasional dan
tidak dibenarkan menjalankan kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari praktik usaha keagenan yang baik
yang dapat merusak ketertiban pasaran asuransi di Indonesia . Dan di dalam Pasal 5 yang berbunyi sebagai
berikut Setiap agen asuransi jiwa harus menyusun administrasi yang baik mengenai kegiatannya dan setiap
enam bulan menyampaikan laporan tentang kegiatan usahanya kepada Departemen Keuangan yang salah
satu tembusannya disampaikan kepada perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.

5. Hak dan Kewajiban Para Pihak


a.. Hak dan Kewajiban Penanggung
1). Penanggung wajib memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang
dalam perjanjian Asuransi, sesuai dengan ketentuan Pasal 1339
2) Penanggung wajib untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah disepakati.
Hal tersebut seperti yang tercantum dalam Pasal
1338 ayat (1), (2), (3).
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa :
1. a). semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. b). suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua
belah pihak atau karena alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
42

Ibid, tahun 1993, hal 24

lii
3. 3). Penanggung hendaknya membuat perjanjian Asuransi secara tertulis dalam
suatu akta yang disebut Polis. Hal ini seperti tercantum dalam Pasal 255 KUHD.

4. 4). Hak Penanggung untuk menutup kembali (Reasuransi) penanggungnya


kepada Perusahaan Asuransi yang lain. Hal ini diatur dalam Pasal 271 KUHD.
Tindakan menutup reasuransi disamping melindungi penanggung pertama dari
kesulitan melaksanakan kewajibannya, juga secara tidak langsung melindungi
kepentingan pemegang polis. 43
b. Hak dan Kewajiban Tertanggung
1. 1). Tertanggung wajib membayar premi kepada penanggung.
2. 2). Pemegang polis / tertanggung dapat menuntut penggantian biaya,
rugi dan bunga dengan memperhatikan Pasal 1267 KUHPerdata yaitu :

Bahwa pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah
ia, jika hal itu masih dapat dilaksanakan, akan memaksa pihak yang lain untuk
memenuhi perjanjian ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai
penggantian biaya kerugian dan bunga.
43

M. Suparman S dan Endang, Hukum Asuransi, Op.cit, tahun 1993, hal 25

liii

3). Ahli waris dari tertanggung dalam perjanjian Asuransi juga mempunyai hak untuk
dilaksanakan prestasi dari perjanjian tersebut. Hal ini disimpulkan dalam Pasal 1318
KUHPerdata.
4). Tertanggung wajib untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah
disepakatinya.

B. Prinsip Hukum Asuransi Jiwa


Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat di dalam KUHPerdata Buku III Periktan.
Kata perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas dari perjanjian. Perjanjian merupakan sumber
terpenting yang melahirkan perikatan. Hubungan hukum antara perjanjian dengan perikatan adalah
perjanjian itu menerbitkan perikatan.
Perikatan adalah hubungan suatu hubungan antara dua orang atau lebih atau dua pihak berdasarkan mana
pihak satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain tersebut berkewajiban memenuhi
tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut disebut kreditur atau berpiutang dan pihak yang berkewajiban
memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau siberhutang. Para pihak dalam perjanjian diperbolehkan
mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang tertanggung dan perusahaan adakan. Jika,
perusahaan dan tertanggung tidak mengatur sendiri, hal itu berarti debitur dan kreditur mengenai hal tersebut
akan tunduk kepada undang-undang. Dalam Pasal 1338 ayat (1) disebutkan semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sedangkan tentang syarat-syarat
yang diperlukan untuk sahnya suatu perjanjian dapat dilihat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat pertama
dan kedua yaitu sepakat mereka mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat membuat suatu perjanjian
dinamakan syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyek yang mengadakan yang
mengadakan perjanjian. Apabila salah satu syarat atau syarat-syarat subyektif tidak dipenuhi, maka satu
pihak yang mengadakan perjanjian dapat meminta perjanjian itu untuk dibatalkan, adapun pihak yang dapat
meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang merasa terpaksa di dalam membuat
perjanjian.
Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif tetap mengikat para pihak selama tidak dibatalkan oleh
hakim atas permintaan pihak yang meminta pembatalan tadi. Adapun syarat suatu hal tertentu dan suatu
sebab yang halal dinamakan syarat obyektif, karena menyangkut obyeknya atau mengenai yang
diperjanjikan. Apabila syarat obyektif tersebut tidak dipenuhi, maka perjanjian itu, batal demi hukum yang
artinya perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.

Perjanjian Asuransi Jiwa


Perjanjian jiwa sering disebut pertanggungan, pengertiannya dapat dilihat dalam Buku I Bab IX Pasal 246
KUHDagang yaitu Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinyta kepada
tertanggung, dengan mana menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tidak pasti

Di dalam Pasal 268 KUHDagang yang menentukan suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan
yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang- undang.
Dengan melihat pada penggolongan jenis asuransi tersebut, maka kedudukan asuransi jiwa menurut Pasal
247 KUHDagang adalah merupakan salah satu jenis asuransi yang disebut dalam undang-undang. Pengertian
asuransi di Indonesia dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 1992 tentang Usaha
Perasuransian Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapakan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang
timbul dari peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan
3. Batalnya Perjanjian Asuransi
Perjanjian asuransi dapat dibatalkan oleh pihak yang berkepentingan apabila :
Jika syarat sepekat dan kecakapan (syarat subyektif) tidak dipenuhi (Pasal 1445 KUHPerdata).
Pembatalan dapat dilakukan : a). Sejak pihak yang belum dewasa menjadi dewasa, b). Sejek pengampuan
dicabut,
c).Sejak adanya paksaan telah berakhir, d).Sejak diketahui adanya kekhilafan dan penipuan.
Pemberitahuan atau informasi yang tidak benar.
Contoh : Tertanggung menderita penyakit jantung tapi tidak memberitahukan.
Tidak memberi tahukan sesuatu yang diketahui oleh tertanggung sekalipun dengan itikad baik.
Contoh : Tertanggung tidak memberi tahukan umur yang sebenarnya Pemberitahuan yang salah.
Contoh : Tertanggung tidak memberitahukan bahwa tertanggung menderita penyakit kanker, padahal
tetanggung sudah lama menderita penyakit kanker tersebut.

Faktor-faktor Penyebab Ditolak atau Tidak Dibayarkannya Klaim Kepada Pemegang Polis
Faktor-faktor klaim ditolak atau tidak dibayarkannya disebabkan antara lain :
1.Tertanggung sudah sakit sebelum masuk asuransi dan tidak memberikan keterangan yang benar.
Faktor ini disebabkan tidak adanya itikad baik yang dilakukan oleh pemegang polis, hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 251 KUHDagang yaitu yang merupakan ketentuan umum untuk semua jenis perjanjian asuransi
yang berbunyi : Semua keterangan yang keliru/tidak benar/semua penyembunyian keadaan- keadaan yang
diketahui oleh tertanggung betapun itikad baik ada padanya yang bersifat demikian rupa sehingga perjanjian
tidak akan diadakan atas dasar syarat-syarat yang sama, bilamana penanggung mengetahui keadaan yang
sesungguhnya menyebabkan perjanjian itu batal.
Dikarenakan juga oleh kelalaian petugas asuransi dalam penutupan polis atau kurangnya pemahaman tentang
asuransi oleh petugas asuransi maupun pemegang polis. Dikarenakan keinginan petugas asuransi untuk
mengejar target pemasukan dari perusahaan.
2. Tertanggung dibunuh dengan sengaja oleh orang yang mempunyai insurable interest dikarenakan adanya
unsur moral hazard dari ahli waris.
Dalam hal ini telah disebutkan dalam polis apabila ditemukan hal ini di dalam pembayaran klaim, maka
perusahaan atau Badan bebas kewajibannya untuk membayar santunan dan apapun juga kepada yang
ditunjuk, jika tertanggung meninggal dunia akibat perbuatan yang dilakukan dengan sengaja atau kekhilafan
besar oleh pemegang polis/tertanggung/yang ditunjuk yang berkepentingan dalam polis tersebut.

3 Dokumen penutupan asuransi palsu atau dipalsukan tersebut mempunyai hubungan dengan terjadinya
risiko yang ditanggung.
Dalam hal ini pemalsuan dokumen-dokumen atau pemalsuan identitas yang dilakukan oleh pemegang polis
atau tertanggung sehingga memperoleh kemudahan bagi mereka untuk melakukan perjanjian asuransi
tersebut. Seharusnya mereka yang ingin mengadakan perjanjian asuransi wajib mengisi dan menandatangani
formulir Surat Perjanjian Asuransi Jiwa yang disediakan oleh perusahaan dengan lengkap dan benar karena
kelengkapan dan kebenaran Surat Permintaan Asuransi Jiwa yang diisi oleh pemegang polis atau tertanggung
merupakan dasar perjanjian asuransi jiwa antara perusahaan dengan pemegang polis atau tertanggung. Jika,
kemudian keterangan-keterangan yang dinyatakan dalam Surat Permintaan Asuransi Jiwa atau Laporan
Pemeriksaan Kesehatan tidak benar atau palsu sedangkan perjanjian telah berjalan, maka perjanjian asuransi
tidak berlaku atau batal demi hukum.
4.Polis dalam keadaan kadaluarsa/lapse atau batal
Jika polis dalam keadaan kadaluarsa sedangkan tertanggung meninggal dunia, maka perusahaan bebas dari
kewajiban membayar santunan kepada yang ditunjuk atau ahli warisnya, perusahaan hanya berkewajiban
membayar atau mengembalikan sejumlah dana (nilai tunai) yang telah diterima perusahaan.
5.Persyaratan klaim tidak dapat dipenuhi
Dalam hal ini pengajuan klaim perusahaan meminta persyaratan untuk melakukan pembayaran klaim.
Syarat-syarat yang diperlukan untuk melakukan pembayaran klaim adalah :
a. Surat pengajuan klaim (blangko klaim).
b.Polis asli/pengganti/surat pengakuan utang.
c. Kuitansi pembayaran premi terakhir.
d.Fotocopy identitas pemegang polis atau tertanggung.
e. Fotocopy identitas yang ditunjuk (klaim meninggal).
f. Surat pernyataan klaim meninggal dari ahli waris/yang ditunjuk dengan materai.
g.Surat meninggal dari Lurah dan diketahui oleh Camat.
h.Surat keterangan meninggal dari RS/dokter yang merawat dilengkapi laporan dan penjelasan riwayat
perawatan/kesehatan yang ditanda tangani oleh dokter RS.
i. Surat keterangan (proses verbal) kepolisian jika meninggal kecelakaan.
j. Hasil visum et repertum dari RS jika meninggal kecelakaan/penganiayaan. k.Surat keterangan otopsi, jika
perlu.
l. Laporan penyelidikan klaim dari Kepala Cabang.

ASURANSI JIWA BERAKHIR


Asuransi jiwa berakhir dikarenakan faktor: 1) Karena terajdi evenemen; 2) Karena jangka waktu
berakhir; 3) Karena asuransi gugur; 4) Karena asuransi dibatalkan.

Proses Pembayaran Klaim Terhadap Pemegang Polis Asuransi Jiwa Pada Perusahaan
Asuransi
Persoalan peristiwa tak tentu atau evenemen erat sekali hubungannya dengan
persoalan ganti kerugian. Dalam Pasal 204 KUHD yang mengatur tentang isi polis,
tidak ada ketentuan keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa.
Dalam asuransi jiwa, yang dimaksud dengan bahaya adalah meninggalnya orang yang
jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu merupakan hal yang sudah pasti,
setiap makhluk bernyawa pasti mengalami kematian. Tetapi kapan meninggalnya
seseorang tidak dapat dipastikan. Inilah yang disebut peristiwa tidak pasti (evenemen)

dalam asuransi jiwa.


Evenemen ini hanya satu, yaitu ketidakpastian kapan meninggalnya seseorang,
sebagai salah satu unsure yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena
evenemen ini hanya satu, maka tidak perlu dicantumkan dalam polis. Evenemen
meninggalnya tertanggung itu berisi dua, yaitu meninggalnya itu benar-benar terjadi
sampai jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak terjadi sampai asuransi berakhir.
Kedua- duanya menjadi beban penanggung.
Tuntutan ganti kerugian oleh tertanggung kepada penanggung inilah yang
biasanya disebut klaim atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa klaim adalah
tuntutan terhadap hak yang timbulnya disebabkan karena adanya perjanjian asuransi
yang telah berakhir.
Besarnya uang santunan yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat
dalam hal meninggalnya tertanggung sesuai kesepakatan yang tercantum dalam
polis. Pembayaran santunan merupakan akibat terjadinya peristiwa, yaitu
meninggalnya tertanggung dalam jangka waktu berlakunya asuransi jiwa. Tetapi
apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa
meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai pihak dalam asuransi jiwa,
berhak memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung yang jumlahnya
telah ditetapkan berdasarkan perjanjian.49
Sebagaimana diketahui bahwa perikatan apapun bentuknya adalah merupakan suatu hubungan hukum antara
para pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak yang lain
ini berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Demikian juga halnya dalam perjanjian asuransi jiwa antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis
asuransi yang menjadi dasar hubungan hukum antara pihak tersebut berhubungan dengan perjanjian asuransi
jiwa, pihak tertanggung atau pemegang polis pada waktu membuat perjanjian tersebut sepakat untuk
mengikatkan dirinya terhadap pihak penanggung yang dalam hal ini adalah perusahaan asuransi, jadi dengan
adanya hubungan hukum yang dimaksud, maka akan melahirkan hak dan kewajiban di antara para pihak
sesuai dengan apa yang menjadi kesepakatan bersama.
Berdasarkan uraian di atas antara penanggung dengan tertanggung timbullah hak dan kewajiban.
Tertanggung berhak menunjuk orang yang akan dianugerahi. Dan perihal orang yang akan dianugerahi itu
tidak disebut di dalam perundang-undangan, tetapi di dalam praktik asuransi dan di dalam kepustakaan
hukum senantiasa dengan jelas disebut siapa orang atau pihak yang akan menerima uang
pertanggungan(1969:130)
Hak penunjukan ini merupakan hak yang sangat penting di antara hak-hak di dalam perjanjian
pertanggungan, sebab dengan pelaksanaan hak ini secara tepat terpenuhilah maksud dari pertanggungan,
perjanjian terhadap kepentingan pihak ketiga. Sedangkan kewajiban utamanya adalah membayar premi.
Apabila premi tidak dibayar pada waktunya, maka dengan atau tanpa pemberitahuan, bila hal ini
diperjanjikan asuransi menjadi gugur.
Dasar dari kewajiban ini adalah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Pasal 251 KUHDagang, yaitu yang
merupakan ketentuan umum untuk semua jenis perjanjian asuransi yang berbunyi sebagai berikut : Semua
keterangan yang keliru/tidak benar/semua penyembunyian keadaan-keadaan yang diketahui oleh tertanggung
betapapun itikad baik ada padanya yang bersifat demikian rupa sehingga perjanjian tidak akan diadakan atas
dasar syarat-syarat yang sama, bilamana penanggung mengetahui keadaan yang sesunggungnya
menyebabkan perjanjian itu batal.

Setiap penanggung akan selalu dapat menggunakan hal ini untuk minta pembatalan perjanjian asuransi
apabila misalnya umur dari tertanggung tidak diberitahukan secara tepat atau apabila tertanggung tidak
memberitahukan tentang keadaan kesehatannya dengan sebenarnya.
Adapun hak dan kewajiban penanggung antara lain, berhak atas premi yang dibayarkan oleh tertanggung
(pemegang polis) setiap bulan, setiap triwulan/setengah tahun/seterusnya sesuai dengan kesepakatan para
pihak yang sebagai imbangan uang pertanggungan. Sedangkan kewajiban utama penanggung adalah
menyerahkan polis dan kewajiban membayar klaim bila evenement itu terjadi.
Mengenai kewajiban menyerahkan polis dapat dilihat dalam Pasal 255 KUHDagang sebagai berikut :Suatu
perjanjian pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut polis. Keharusan
menyerahkan polis sangat penting. Penyerahan polis kerapkali bertepatan dengan waktu saat terjadinya
perjanjian, akan tetapi di dalam praktik tidaklah selalu demikian, mungkin saja penyerahan polis terjadi
beberapa hari setelah terjadinya perjanjian.
Sedangkan kewajiban penanggung yang paling utama adalah kewajiban untuk membayar klaim. Ini
merupakan ini dari perjanjian asuransi. Kewajiban untuk membayar klaim ini barulah ada apabila
tertanggung meninggal dunia atau masa asuransinya telah habis. Mengenai cara atau proses tuntutan yang
dilakukan oleh tertanggung (pemegang polis) apabila suatu ketika tertanggung meninggal dunia, ini
merupakan hak dari tertanggung untuk memperoleh kontra prestasi sebagai akibat dibayarkannya premi
asuransi kepada perusahaan asuransi. Sebagai penanggung dan sekaligus sebagai pihak yang harus
membayar risiko yang akan dialami oleh si tertanggung.
Ahli waris berkewajiban memberitahukan kepada penanggung tentang meninggalnya si tertanggung dan
mengenai kewajiban ini dalam dalam Pasal 283 KUHDagang dalam hal terjadinya perjanjian asuransi jiwa
yang berbunyi sebagai berikut: Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan khusus mengenai berbagai
macam pertanggungan, maka wajiblah seorang tertanggung untuk mengusahakan segala sesuatu guna
mencegah atau mengurangi kerugian dan wajiblah tertanggung segera setelah terjadinya kerugian itu
memberitahukannya kepada si penanggung, sebaliknya itu atas ancaman mengganti biaya, rugi dan bunga
apabila ada alasan-alasan untuk itu
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa kewajiban itu terletak pada tertanggung yang sebenarnya, dibaca
sebagai pengambil asuransi, yang di dalam asuransi kerugian berkedudukan sebagai tertanggung pula. Pasal
tersebut berlaku juga dalam perjanjian asuransi jiwa hanya di sini yang berkewajiban memberitahukan
kepada penanggung bukan pengambil asuransi.
Pemberitahukan tentang meninggalnya tertanggung sangat penting bagi penanggung karena penanggung
dapat dengan segera melakukan investigasi apakah benar-benar bagi penanggung datang saat untuk
memenuhi kewajiban untuk membayar uang pertanggungan atau mungkin ada penipuan atau hal yang
menyebabkan tidak ada keharusan bagi penanggung untuk membayar santunan/jaminan.
Sesugah memenui syarat-syarat tersebut di atas biasanya masih diberikan tenggang waktu bagi penanggung
untuk membayar uang pertanggungan (polis aktif), di dalam praktik perusahaan asuransi tenggang waktu
pembayaran diberikan waktu 7 (tujuh) hari terhitung dari saat penanggung menerima pemberitahuan atau
kelengkapan bukti-bukti atau syarat-syarat dari ahli waris yang ditunjuk.
Mengenai pembayaran uang pertanggungan baru dapat dipenuhi oleh perusahaan asuransi apabila semua
bukti-bukti yang diperlukan menurut Pasal 12 dalam syarat-syarat umum polis telah lengkap dan disetujui
oleh perusahaan. Ketentuan pembayaran jaminan atau santunan diatur dalam Pasal 11 syarat-syarat umum
polis asuransi jiwa. Uang pertanggungan ini dibayarkan kepada pihak yang berkepentingan untuk menerima
pembayaran tersebut, karena perjanjiannya telah jatuh tempo atau karena kematian dari tertanggung.
Kemudian jika bukti-bukti tersebut terpenuhi oleh ahli waris dari tertanggung, maka tahap berikutnya adalah

dilakukan pembayaran uang pertanggungan yang dilakukan di kantor atau perusahaan asuransi di mana
penanggung menjalankan usahanya atau tempat lain yang ditentukan oleh perusahaan.

Syarat pembayaran klaim


a) Polis asli; b) Mengisi formulir pengajuan klaim; c) Fc. Identitas diri yang masih berlaku; d)
Melampirkan surat pemberitahuan jatuh tempo tahapan (jika ada); e) Surat keterangan medis dari
dokter atau RS yang merawat; f) Klaim harus dilengakpi dengan mengisi formulir daftar pernyataan
untuk kalim (khusus untuk klaim meninggal dunia; g) Surat kematian dari instansi pemerintah yang
berwenang; h) Surat keterangan dari dokter yang berisikan keteangan sebab-sebab meninggal; i)
Surat keterangan dari polis bila meninggal karena kecelakaan.
5. Prosedur pembayaran klaim
a) Peserta asuransi melapor segera kepada perusahaan asuransi setelah terjadi peristiwa (evenemen);
b) Peserta asuransi atau kuasanya mengisi formulir pengajuan klaim yang disedikan oleh
perusahaaan asuransi; c) Peserta asuransi menyerahkan dokumen-dokumen pendukung klaim
kepada perusahaan asuransi; d) Pembayaran klaim dilakukan di kantor pusat, cabang, perwakilan
atau kantor yang ditunjuk oleh perusahaan asuransi.
Diambil dari literatur:
Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti,
2006. (410 halaman)
B. Tata Cara Klaim Surat Kematian
Manusia hidup di dunia ini selalu tercatat. Manusia lahir tercatat dalam
bentuk akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran. Jika suatu saat
meninggal, manusia juga seharusnya tercatat dalam surat keterangan
kematian. Surat keterangan kematian ialah surat yang berisi pernyataan bahwa seseorang telah
meninggal dunia menurut pemeriksaan medis. Surat ini merupakan catatan permanen mengenai
fakta dari kematian dan bergantung pada keadaan kematian. Dengan kata lain surat kematian
menyediakan informasi penting seseorang yang meninggal tentang persoalan dan penyebab
kematiannya.
Setiap negara memiliki peraturan statistik vital yang membutuhkan penyelesaian sertifikat kematian
untuk setiap kematian yang terjadi. Kegunaan surat kematian diterbitkan adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Untuk kepentingan pemakaman jenazah


Kepentingan pengurusan asuransi
Kepentingan pengurusan warisan
Pengurusan pensiunan janda/duda
Pengurusan hutang piutang
Untuk tujuan hukum pengembangan kasus tidak wajar
Kepentingan statistik
Biasanya, ketika sebuah sertifikat kematian diperkenalkan dalam proses hukum seperti

sidang pengadilan, lembaga sertifikasi kematian diminta untuk memverifikasi bahwa sertifikat itu
asli. Saksi mungkin diminta untuk menunjukkan tentang penyebab dan cara kematian seperti yang
ditunjukkan pada bagian-bagian sertifikat kematian. Beberapa aturan yang menjadi dasar hukum
surat keterangan kematian adalah :
a. KODEKI Bab I pasal 7 menyebutkan : setiap dokter hanya memberikan keterangan dan

pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.


b. KODEKI Bab II pasal 12 menyebabkan : setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia.
c. Pasal 267 KUHP tentang ancaman pidana untuk surat keterangan palsu. Dengan bunyi
pasal :
(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada
atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun
(2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam
rumah sakit jiwa atau untuk menahannya disitu, dijatuhkan pidana penjara paling lama
delapan tahun enam bulan
(3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat
keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.
d. Pasal 268 KUHP berbunyi :
(1) Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada
atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan
penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai
surat keterangan palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah
surat itu sejati dan tidak dipalsukan.
e. Pasal 179 KUHAP berbunyi :
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi saksi yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenar-benarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Dokter dalam hal menyangkut surat kematian berperan dalam menentukan seseorang telah
meninggal dunia (berhenti secara permanen : sirkulasi, respiras dan neurologi); melengkapi surat
keterangan kematian bagian medis (menuliskan sebab kematian, jika diperlukan melakukan otopsi)
dan membantu mengidentifikasi jenazah yang tidak dikenal.
Ahli waris atau penanggung jawab mengisi berita acara pengambilan jenazah. Isi dari berita
acara tersebut adalah identitas ahli waris atau penanggung jawab berupa : nama, umur, suku bangsa,
agama, alamat, nomor identitas, hubungan keluarga dan

nomor Hp. Berita acara tersebut

ditandatangani oleh petugas kamar mayat dan ahli waris atau penanggung jawab serta tercantum di
dalamnya tempat dan tanggal surat berita acara tersebut ditandatangani.
Setelah ahli waris atau penanggung jawab menandatangani berita acara pengambilan jenazah, maka

diserahkan surat keterangan kematian kepada ahli waris atau penanggung jawab. Surat tersebut
harus siberi nomor registrasi dan cap rumah sakit terlebih dahulu dibagian administrasi. Selanjutnya
surat keterangan kematian tersebut harus diubah menjadi akte kematian di Dinas Kependudukan.
- Dokument pendukung:
f. Kartu Peserta Jamsostek (KPJ) Asli
g. Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan
h. Salinan/fotokopi KTP/SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan yang masih
berlaku
i. Identitas ahli waris (photo copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga)
j. Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah/Kepala Desa setempat
k. Surat Kuasa bermeterai dan copy KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan JK ini
dikuasakan)
(4) PT Jamsostek (Persero) hanya akan membayar jaminan kepada yang berhak
(http://www/jamsosindonesia.com/prasjsn/jamsostek/prosedur/prosedur_klaim_pelayanan_jamsoste
k)
Berdasarkan keterangan dari Kepala Instalasi Pemulasaran Jenazah yaitu dr. Erwin Taslim, Surat
Keterangan Kematian dikeluarkan oleh Rumah sakit dan dilakukan registrasi untuk mendapatkan
Surat Keterangan Kematian. Pada saat Registrasi, Ahli Waris atau penanggung jawab mengisi berita
acara pengambilan jenazah. Isi dari berita acara pengambilan jenazah itu berupa data data Ahli
Waris atau penanggung jawab seperti : Nama, Umur, Suku Bangsa, Agama, Alamat, No KTP,
Hubungan Keluarga, dan No HP dan data data jenazah yaitu : Nama Jenazah, Umur Jenazah,
Suku Bangsa, Agama, Alamat Jenazah, Tempat dirawat di Rumah Sakit, Ahli Waris atau
penanggung jawab yang menerima Surat Keterangan Kematian Jenazah serta nama mobil atau
ambulan yang membawa jenazah tersebut. Kemudian, berita acara pengambilan jenazah tersebut
ditandatangani oleh Petugas Kamar Mayat dan Ahli waris atau Penanggung Jawab serta tercantum
di dalamnya tempat dan tanggal surat berita acara pengambilan jenazah itu ditanda tangani oleh
kedua belah pihak.
Setelah Ahli Waris atau penanggung jawab menandatangani berita acara pengambilan jenazah,
maka diserahkan Surat Keterangan Kematian kepada Ahli Waris atau Penanggung Jawab. Surat
Keterangan Kematian harus diberi Nomor Registrasi, dan di cap / distempel Rumah Sakit di bagian
Sub Bag Hukum, Informasi dan Kemitraan ( H.I.K ) Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad
barulah setelah itu dinyatakan sah. Selanjutnya Surat Keterangan Kematian tersebur harus diubah
menjadi Akte Kematian di Dinas Pendaftaran Penduduk.

Dokumen Surat Kematian tersebut, Menurut Kebijakan Kepala Instalasi Pemulasaran Jenazah
Arsipnya disimpan paling lama 10 Tahun yang nantinya apabila Pihak Ahli Waris ingin
membutuhkan dapat meminta salinan copynya untuk keperluan Ahli Waris tersebut. Oleh sebab itu
petugas Instalasi Kamar Mayat akan menyimpan dokumen tersebut dengan baik yang pada waktu
waktu tertentu kadang kadang diperlukan oleh Ahli Waris untuk kepentingan hukum lainnya.
Surat Keterangan Kematian dikeluarkan hanya sekali dan diberikan kepada Ahli Waris atau
penanggung jawab yang berhak untuk menerimanya. Untuk memenuhi kepentingan yang lain lain
berkaitan dengan kematian pasien, Ahli Waris dapat memperbanyak dengan memfotocopy serta di
legalisir untuk pengurusan yang lainnya seperti : Pemakaman, Pensiunan, Asuransi, Warisan,
Hutang Piutang, Hukum, dan Statistik. Menurut peraturan pemerintah no 88 tahun 99 tentang
legalisasi dan pengalihan dokumen yaitu pasal 1 ayat 3 yang berbunyi :
Legalisasi adalah tindakan pengesahan isi dokumen perusahaan yang dialihkan atau
ditransformasikan kedalam mikrofilm atau media lain yang menerangkan atau menyatakan
bahwa isi dokumen perusahaan yang terkandung di dalam mikrofilm atau media lainnya
tersebut sesuai dengan aslinya.
Serta pada Pasal 1888 Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata ) disebutkan
bahwa :
Kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli
ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu
sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan.
Namun apabila Legalisir atau Fotocopy tersebut tidak bisa ditunjukkan keasliannya maka
fotocopy atau legalisir tersebut tidak sah dan harus di kesampingkan sesuai dengan Yusprudensi
Mahkamah Agung RI No. 701 K/Sip/1974 tertanggal 1 April 1974 yang berbunyi :

Surat bukti yang hanya berupa fotokopi dan tidak pernah ada surat aslinya, oleh karena mana
surat bukti tersebut harus dikesampingkan
(-

Narasumber : Dr Erwin Taslim ( Kepala Instalasi Pemulasaran Jenazah ).

Peraturan Pemerintah no. 88 Tahun 99 : www.Hukumonline.com

Undang undang Menkes, 756 Tahun 2006 : http://pppl.depkes.go.id/permenkes

etiap Kematian Wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten/Kota ditempat terjadinya peristiwa Kematian paling lambat 30 (tiga puluh) hari
setelah/sejak Kematian.
A. Pencatatan Kematian bagi WNI
(3) Persyaratan yang harus dipenuhi dalam Pencatatan Kematian bagi WNI adalah:
a. Surat Kematian (visum) dari dokter/petugas kesehatan
b. Surat Keterangan Kematian dari Kepala Desa/Kelurahan
c. KK dan KTP yang bersangkutan
d. Akta Kelahiran yang meninggal
e. Surat Ganti Nama dari pengadilan apabila yang bersangkutan telah ganti nama
f. Pencatatan kematian yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai
dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kematian, pencatatan dilaksanakan setelah
mendapatkan izin atasan Pejabat Pencatatan Sipil
g. Pencatatan Kematian yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun, dilaksanakan
berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri.
(4) Prosedur pelayanan Pencatatan Kematian bagi WNI adalah sebagai berikut:
a. Petugas Desa/Kelurahan mengisi dan menandatangani Surat Keterangan

Kematian dalam formulir model trifikat


b. Pemohon mengisi formulir yang telah disediakan dengan melampirkan
persyaratan lengkap beserta fotokopinya dan menandatangani buku register
c. Petugas loket melakukan verifikasi dan validasi atas isian formulir dan
persyaratan, mencatat dalam registrasi Akta Kematian dan menerbitkan kutipan
Akta Kematian
d. Petugas pada Instansi Pelaksana melakukan proses pencatatan, penerbitan dan
selanjutnya diteliti dan diparaf oleh pejabat teknis di Bidang Pencatatan Sipil
kemudian penandatanganan register dengan kutipan Akta oleh Kepala Instansi
Pelaksana
e. Proses pembuatan Pencatatan kematian paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
persyaratan dinyatakan lengkap
B. Pencatatan Kematian Bagi WNI yang Kematiannya terjadi diluar Tempat Domisili
(3) Persyaratan yang harus dipenuhi dalam Pencatatan Kematian adalah:
a. Surat Kematian (visum) dari dokter/petugas kesehatan
b. KK dan KTP yang bersangkutan
c. Akta Kelahiran yang meninggal
d. Kutipan Akta Nikah/Surat nikah, bagi yang meninggal dengan status menikah
e. Surat Ganti Nama dari pengadilan, apabila yang bersangkutan telah ganti nama
f. Foto copy KTP pemohon 2(dua) orang saksi kematian
g. Pencatatan kematian yang melampaui batas waktu 60(enam puluh) hari sampai
dengan 1(satu) tahun sejak tanggal kematian, pencatatan dilaksanakan setelah
mendapatkan izin atasan Pejabat Pencatatan sipil
h. Pencatatan Kematian yang melampaui batas waktu 1(satu) tahun, dilaksanakan

berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri


(4) Prosedur pelayanan Pencatatan Kematian bagi WNI adalah sebagai berikut:
a. Pemohon mengisi formulir dengan melampirkan persyaratan lengkap
b. Petugas melakukan verifikasi dan validasi atas isian formulir dan persyaratan
kemudian mencatat dalam registrasi Akta Kematian
c. Petugas melakukan proses pencatatan, penerbitan dan selanjutnya
penandatanganan register dan kutipan Akta oleh Kepala Instansi Pelaksana
d. Petugas memberitahukan unit kerja yang mengelola pencatatan sipil di
Kabupaten/Kota tempat domisili yang bersangkutan tentang pencatatan yang
bersangkutan
e. Proses pembuatan Pencatatan Kematian paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
persyaratan dinyatakan lengkap
C. Pencatatan kematian bagi WNA
1. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam Pencatatan Kematian adalah:
1. Surat Kematian (visum) dari dokter/petugas kesehatan
2. Surat Kematian dari Desa/Kelurahan
3. Akta Kelahiran yang meninggal
4. KK dan KTP yang bersangkutan bagi WNA yang berstatus tinggal tetap
5. SKTT yang bersangkutan bagi WNA yang berstatus tinggal tetap
6. Dokumen imigrasi yang bersangkutan bagi WNA dengan izin singgah atau visa
kunjungan
7. Kutipan Akta Nikah/Surat Nikah bagi yang meninggal dengan status menikah

8. Pencatatan Kematian yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai
dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kematian , Pencatatan dilaksanakan setelah
mendapatkan izin atasan Pejabat Pencatatan Sipil
9. Pencatatan Kematian yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai
dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kematian , Pencatatan dilaksanakan setelah
mendapatkan izin atasan Pejabat Pencatatan Sipil
2. Prosedur pelayanan Pencatatan Kematian adalah sebagai berikut:
1. Pemohon mengisi formulir dengan melampirkan persyaratan lengkap
2. Petugas melakukan verifikasi dan validasi atas isian formulir dan persyaratan dan
mencatat dalam register Akta Kematian;
3. Petugas melakukan proses pencatatan, penerbitan kemudian diteliti dan diparaf oleh
Pejabat Teknis pada Bidang Pencatatan Sipil selanjutnya penandatangan register dan
kutipan akta oleh Kepala Instansi Pelaksana
4. Proses Pencatatan Kematian paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah persyaratan
dinyatakan lengkap
http://casip.bandungkab.go.id/index_.php/akta-kematian

Peran dokter
Menentukan seseorang telah meninggal dunia (berhenti secara permanen:
sirkulasi, respirasi dan neurologi)
Melengkapi surat keterangan kematian bagian medis (menuliskan sebab
kematian, jika diperlukan otopsi)
Jika jenazah tidak dikenal membantu identifikasi
Instruksi pengisian surat keterangan kematian
Dalam melengkapi surat keterangan kematian, perlu dilakukan sesuai guideline
:
Menggunakan formulir ter-update yang diterbitkan pemerintah
Isi semua item, ikuti petunjuk pengisian setiap item
Buat surat dengan jelas dengan tinta hitam
Jangan gunakan singkatan kecuali ada instruksi khusus pada pengisian item
Konfirmasikan ejaan penulisan nama terutama nama yang homofon (beda
ejaan penulisan tapi sama pengucapannya) seperti : Edi, Edy, Eddie dsb
Dapatkan semua tanda tangan yang diperlukan. Tidak boleh menggunakan
tanda tangan cap atau print
Jangan mengubah formulir
Jangan menduplikasi/membuat 2 surat keterangan kematian yang sama. Jika

diperlukan, bisa dicopy yang selanjutnya di sahkan bahwa hasil copy tersebut
sesuai dengan aslinya

a.
b.
c.
d.

Bagian medis surat keterangan kematian


Bagian medis surat keterangan kematian adalah bagian dalam surat
keterangan kematian yang harus diisi oleh dokter. Dalam formulir surat
keterangan USA, bagian medis ini adalah item nomor 24-50. Bagian ini
diantaranya memuat:
Tanggal dan waktu dikatakan meninggal
Tanggal dan waktu kematian
Apakah kasus dirujukkan ke pemeriksa medis atau koroner
Bagian penyebab kematian meliputi penyebab, cara, penggunaan rokok,
status kehamilan
Item injuri untuk kasus karena injuri
Tanda tangan dan nama terang dokter
Item medis surat keterangan kematian (form USA)
Item 24. Tanggal dikatakan meninggal oleh pemeirksa
Tuliskan tanggal, bulan (tidak boleh disingkat atau disimbolkan dengan angka),
dan tahun (4 digit)
Item 25. Waktu dikatakan meninggal opeh pemeriksa
Tuliskan jam berapa dan menit keberapa dalam sistem 24 jam tanpa pemisah.
Contoh : 0345 (berarti jam 3 lewat 45 menit), 2013 (jam 8 malam lebih 13
menit) dst
Item 26. Nama pemeriksa yang mengatakan mati
Item 27. SIP pemeriksa / nomor izin
Item 28. Tanggal pemeriksaan petunjuk = item 24
Item 29. Tanggal meninggal sebenarnya/dianggap meninggal petunjuk =
item 24
Item 30. Waktu meninggal sebenarnya/dianggap meninggal petunjuk =
item 25
Item 31. Apakah pemeriksa medis atau koroner dihubungi? Pilih Ya atau Tidak
Item 32. Penyebab kematian.
Part 1 Masukkan data rantai kejadian penyakit, injuri, komplikasi yang
secara langsung menyebabkan kematian. Dilarang memasukkan kondisi
terminal seperti cardiac arrest, respiratory arrest atau vibrilasi ventrikel tanpa
menuliskan etiologinya. Dilarang menuliskan singkatan. Hanya boleh
memasukkan 1 penyebab pada 1 garis. Tambahkan garis tambahan (item e.)
jika perlu.
Tuliskan final disease yang menyebabkan kematian
Tuliskan immediate cause yang menyebabkan kondisi pada baris a.
Tuliskan underlying cause yang menyebabkan kondisi pada baris b.
Tuliskan underlying cause yang menyebabkan kondisi pada baris c.
Jadi, nantinya dapat dibaca penyebab kematiannya adalah a. yang terjadi
karena b. yang terjadi karena c. yang terjadi karena d.
Di sebelah kanan part 1 ini terdapat kolom interval perkiraan onset kematian
dari setiap penyebab yang dituliskan.
Jika final diseasenya berupa neoplasma, tuliskan juga lokasi primernya, benign
atau malignant, tipe sel, grade dan bagian/lobus organ yang terlibat. Contoh
squamous cell carcinoma primer differensiasi baik, paru, lobus kiri atas
Part 2 tuliskan kondisi signifikan lain yang mendukung penyebab kematian

tapi tidak menjadi underlying cause pada part 1.


Contoh penulisan :
Part 1.
a. pulmonary embolism
menit
b. congestive heart failure
4
hari
c. acute myocard infarction
7
hari
d. chronic ischaemic heart disease
8
tahun
Part 2.
Diabetes mellitus, hipertension
Item 33. Apakah autopsy dilakukan? Pilih Ya atau Tidak
Item 34. Apakah temuan autopsy mendukung penyebab kematian? Pilih Ya atau
Tidak
Item 35. Apakah konsumsi rokok mendukung penyebab kematian? Pilih Ya, Tidak,
Mungkin atau tidak diketahui. Ini jawaban subjektif menurut pendapat dokter
Item 36. Jika perempuan, pilih tidak hamil setahun terakhir, hamil saat meninggal,
tidak sedang hamil tapi hamil dalam 42 hari sebelum kematian, tidak sedang
hamil tapi hamil dalam 43 hari sampai 1 tahun sebelum kematian, tidak
diketahui apakah hamil dalam 1 tahun terakhir
Item 37. Cara meninggal. Pilih alami, kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan,
investigasi tertunda, tidak bisa ditentukan
Item 38. Tanggal injuri petunjuk = item 24
Item 39. Waktu injuri petunjuk = item 25
Item 40. Tempat injuri
Tuiskan nama tempatnya secara umum, bukan nama perusahaan atau nama
spesifik. Contoh : restoran, lapangan sepak bola, pabrik dsb. Jangan menulis :
Efka Chicken Resto dsb
Item 41. Injuri saat kerja? Pilih Ya atau Tidak
Item 42. Lokasi injuri. Tuliskan provinsi, kota, jalan, nomor, kode pos
Item 43. Deskripsi bagaimana injuri terjadi
Tuliskan dalam bentuk narasi yang singkat dan jelas bagaimana injuri terjadi.
Contoh : penumpang mobil dalam tabrakan mobil dengan truk, jatuh dari
tangga saat mengecat tembok rumah, dsb. Tuliskan tipe senapan dan tipe
kendaraan jika sesuai.
Item 44. Jika injuri lalu lintas, apakah operator, penumpang, pejalan kaki, atau
lainnya
Item 45. Sertifier / pembuat keterangan. Tuliskan nama & tanda tangan
Item 46. Nama, alamat, kode pos pembuat sertifikat / surat keterangan (SK)
Item 47. Gelar pembuat SK
Item 48. SIP / nomor izin
Item 49. Tanggal pembuatan SK petunjuk = item 24
Item 50. Tanggal pengisian form petunjuk = item 24
Dari sekian item yang perlu diisikan oleh dokter, yang perlu perhatian khusus
pengisiannya adalah item 32 yaitu penyebab kematian. Berikut cuplikan form
item 32-37.

Bentuk surat keterangan kematian RSUP Dr. Sardjito

Pelaporan Kematian (Catatan Sipil)


Pelayanan pelaporan kematian dilayani di kantor kelurahan tempat
tinggal pada hari dan jam kerja tanpa dipungut biaya. Data penduduk yang
dilaporkan kematiannya akan dihapuskan dari Kartu Keluarga dan Nomor Induk
Kependudukan (NIK) yang pernah dimiliki dan segera dinon-aktifkan secara
sistem agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab. Sebagai hasil pelaporan kematian, diterbitkan Kartu Keluarga baru dan
Akta Kematian dari catatan sipil.
Syarat-syarat yang perlu dibawa adalah :
Surat Pengantar RT/RW
Surat Keterangan Kematian dari Rumah Sakit (Visum) oleh dokter
Fotocopy Kartu Keluarga / Kartu Tanda Penduduk yang dilegalisir Lurah
Surat Keterangan Tamu/KIPEM bagi yang bukan Penduduk Propinsi DKI Jakarta
Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Tetap (SKPPT) bagi Penduduk WNA
Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Sementara (SKPPS) bagi Orang Asing
Penduduk Sementara

Referensi
Nurhantari Y. 2010. Slide Kuliah Surat Keterangan Kematian. Yogyakarta : FK UGM
Suciningtyas M. 2011. Slide Kuliah Death Sertification. Yogyakarta : FK UGM
CDC. 2003. Physicians Handbook on Medical Sertification of Death. Maryland :
Department of Health and Human Resources, National Center for Health
Statictics
Disdukcapil
DKI
Jakarta.
2008.
Pelaporan
Kematian
dalam
http://www.kependudukan capil.go.id/index.php/produk-a-layanan/29. Jakarta :
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta
PENGGUNAAN AKTA KEMATIAN/SURAT KETERANGAN LAHIR MATI DALAM
PENGURUSAN PERTANAHAN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan dan Peraturan Bupati Nomor 65 Tahun 2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan, dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan tertib
administrasi kependudukan, khususnya dalam pencatatan peristiwa kematian atau lahir
mati, maka pihak keluarga wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah, melalui
Instansi Pelaksana yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dengan memenuhi
persyaratan yang diperlukan dalam pencatatan sipil.
Bahwa Surat Keterangan Kematian yang diterbitkan oleh Kepala Desa/ Lurah
bukanlah dokumen final dalam penentuan status kematian atau lahir mati seseorang,
namun sifatnya adalah sebagai pelaporan pertama atas peristiwa tersebut yang
selanjutnya digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk pencatatan peristiwa
kematian atau lahir mati oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 3 Tahun 2010
Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 93 ayat (1) huruf a dan ayat (2) dinyatakan bahwa Setiap
peristiwa lahir mati wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling
lambat 30 (tiga) puluh hari sejak tanggal lahir mati.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 3 Tahun 2010
Pasal 42 ayat (1) dan Pasal 93 ayat (1) huruf i dan ayat (2) dinyatakan bahwa Setiap
kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada Instansi
Pelaksana paling lambat 30 (tiga) puluh hari sejak tanggal kematian.
Pada saat ini, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kulon Progo terkait dengan
pengurusan mutasi tanah yang melibatkan penduduk yang sudah mati atau lahir mati,
telah mensyaratkan kepada pemohon untuk menggunakan dokumen final dalam
pencatatan kelahiran yaitu berupa Kutipan Akta Kematian atau Surat Keterangan Lahir
Mati.
Pelaporan Pencatatan Kematian dilakukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan
mengisi Formulir Laporan Kematian dengan melampirkan persyaratan masing-masing 1

(satu) lembar, sebagai berikut :


1. Surat Keterangan Kematian dari Desa/Kelurahan;
2. Akta Kelahiran asli atau Surat Keterangan Kelahiran dari Desa/Kelurahan;
3. Foto copy Kartu Keluarga (KK) yang masih memuat nama yang sudah meninggal
dunia, dilegalisasi oleh Kecamatan/Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
4. Surat Kuasa bermaterai cukup apabila ahli waris tidak bisa datang sendiri;
5. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon, dilegalisasi oleh
Kecamatan/Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
6. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) 2 (dua) orang Saksi, dilegalisasi oleh
Kecamatan/Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
7. Bagi yang meninggal dunia lebih dari 1 (satu) tahun atau keanggotaan keluarga
sudah dihapus, ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c. di atas tidak
berlaku, namun diganti dengan Surat Keterangan Penduduk dari Desa/Kelurahan.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 5 Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 66 Tahun
2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akta Catatan Sipil, besarnya
retribusi untuk Akta Kematian sebesar Rp. 5.000,- (bila tidak terlambat), namun apabila
terlambat maka selain retribusi dikenai denda sebesar Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu
rupiah) dan untuk Orang Asing dikenai denda sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu
rupiah).
http://dukcapil.kulonprogokab.go.id/article-5-penggunaan-akta-kematiansurat-keterangan-lahirmati-dalam-pengurusan-pertanahan.html

Prosedur pelayanan Pencatatan Kematian bagi WNI adalah sebagai berikut:


1. Pemohon mengisi formulir dengan melampirkan persyaratan lengkap
2. Petugas melakukan verifikasi dan validasi atas isian formulir dan persyaratan kemudian
mencatat dalam registrasi Akta Kematian
3. Petugas melakukan proses pencatatan, penerbitan dan selanjutnya penandatanganan register
dan kutipan Akta oleh Kepala Instansi Pelaksana
4. Proses pembuatan Pencatatan Kematian diselesaikan setelah persyaratan dinyatakan lengkap
(http://disdukcapil.bogorkab.go.id/index.php/multisite/layanan_detail/64#alur)

Persyaratan

A. Pencatatan Kematian Bagi WNI yang Kematiannya terjadi diluar Tempat Domisili
1. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam Pencatatan Kematian adalah:
1. Surat Kematian (visum) dari dokter/petugas kesehatan
2. Surat Keterangan Kematian dari Kepala Desa/Kelurahan

3. KK dan KTP yang bersangkutan


4. Akta Kelahiran yang meninggal
5. Kutipan Akta Nikah/Surat nikah, bagi yang meninggal dengan status menikah
6. Surat Ganti Nama dari pengadilan, apabila yang bersangkutan telah ganti nama
7. Foto copy KTP pemohon 2(dua) orang saksi kematian
8. Pencatatan Kematian yang melampaui batas waktu 1(satu) tahun, dilaksanakan
berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri
B. Pencatatan kematian bagi WNA
1. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam Pencatatan Kematian adalah:
1. Surat Kematian (visum) dari dokter/petugas kesehatan
2. Surat Kematian dari Desa/Kelurahan
3. Akta Kelahiran yang meninggal
4. KK dan KTP yang bersangkutan bagi WNA yang berstatus tinggal tetap
5. SKTT yang bersangkutan bagi WNA yang berstatus tinggal tetap
6. Dokumen imigrasi yang bersangkutan bagi WNA dengan izin singgah atau visa
kunjungan
7. Kutipan Akta Nikah/Surat Nikah bagi yang meninggal dengan status menikah
http://disdukcapil.bogorkab.go.id/index.php/multisite/layanan_detail/64#persyaratan

Akta Kematian
A. DASAR HUKUM

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007

Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008

Perda Nomor 10 Tahun 2010

Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2012

B. PERSYARATAN
1. Surat keterangan meninggal dunia dari rumah sakit atau kepala desa / kelurahan
C. PROSEDUR PELAYANAN
1. Pelapor keluarga
2. Pelapor mengisi formulir yang tersedia di pendaftaran
3. Petugas memberikan nomor pendaftar
4. Petugas mengentry data kematian dan mengeluarkan konsep kutipan akta kematian
5. Petugas mencetak blangko kutipan akta kematian apabila konsep sudah disahkan / acc
6. Kepala Dinas mendatangi kutipan akta perceraian beserta buku regesternya
7. Petugas memberikan kutipan akta perceraian kepada pelapor setelah kutipan akta di cap
dinas
D. BIAYA

Gratis (Tidak dipungut biaya)

http://cianjurkab.go.id/Content_Nomor_Menu_10_2.html

PERSYARATAN
AKTA KEMATIAN

1. PENGISIAN FORMULIR F.2.32 DAN DIKETAHUI OLEH KEPALA DESA ATAU


LURAH.

2.
PENGISIAN FORMULIR F.2.33.

3.
PENGISIAN FORMULIR LAPORAN KEMATIAN.

4.
SURAT KEMATIAN (VISUM) DARI DOKTER / PETUGAS KESEHATAN.

5.
KTP DAN KARTU KELUARGA YANG BERSANGKUTAN.

6.
AKTA KELAHIRAN YANG MENINGGAL (BAGI YANG MEMILIH)

7.
DATA SAKSI-SAKSI (2 ORANG SAKSI)

8.
SURAT KETERANGAN LURAH F.2.16 (ASLI)
http://disdukcapil.rokanhulukab.go.id/persayaratan-akta-kematian

Jika Peserta Meninggal Dunia Dunia atau mengalami Cacat Tetap Total atau Sebagian, maka dalam
waktu selambat-lambatnya 90 (Sembilan puluh) hari kalender setelah tanggal terjadinya Peristiwa
yang dipertanggungkan, Pemegang Polis dan/atau Peserta dan/atau Yang Ditunjuk harus
mengajukan pemberitahuan tertulis kepada Penanggung.

Dokumen yang diperlukan untuk pengajuan manfaat asuransi:


1. Meninggal Dunia:
h. Bukti Kepesertaan (Asli); dan
i. Formulir klaim Meninggal Dunia beserta Surat keterangan dari dokter (Asli). Surat
Keterangan Dokter tersebut wajib dilegalisasi minimal oleh Konsulat Jenderal RI setempat,
apabila Peserta Meninggal Dunia di luar negeri; dan
j. Akta Kematian (Asli/Fotokopi legalisisasi); dan
k. Salinan kartu identitas Peserta dan Yang Ditunjuk; dan
l. Surat Keterangan Kepolisian/Surat Kronologi Kejadian; dan
m. Dokumen lain yang diperlukan dalam rangka pembayaran Manfaat asuransi
HAL-HAL YANG TIDAK DIJAMIN
Manfaat asuransi sebagaimana tersebut di atas tidak dapat dibayarkan, apabila kecelakaan yang
terjadi adalah sebagai akibat dari hal-hal tersebut di bawah ini:
1. Percobaan bunuh diri atau melukai diri sendiri baik secara sadar maupun tidak sadar;
2. Perang (dinyatakan atau tidak), terlibat dalam pemogokan, kerusuhan, huru-hara (SRCC), perang
saudara, kudeta dan kecelakaan selama menjalani tugas militer;

3. Peserta ikut dalam suatu penerbangan dengan suatu pesawat udara atau sejenisnya, selain sebagai
penumpang pesawat komersiil yang sah yang dipergunakan oleh Maskapai Penerbangan resmi yang
mempunyai rute dan jadwal penerbangan yang tetap;
4. Peserta melakukan atau ikut serta dalam tindakan melawan hukum dan/atau peraturan yang
berlaku di negara di mana tindakan tersebut dilakukan oleh Peserta;
5. Peserta mengemudikan segala jenis kendaraan dalam keadaan mabuk, di mana kadar alkohol
dalam darah Peserta melebihi tingkat yang diizinkan oleh hukum dan/atau peraturan yang berlaku di
negara tempat Kecelakaan terjadi;
6. Reaksi Nuklir dan kontaminasi Radio Aktif;
7. Pengaruh Narkotika, penyakit jiwa/gila yang secara langsung maupun tidak langsung
menimbulkan kecelakaan pada diri Peserta;
8. Keterlibatan Peserta dalam kegiatan berbahaya (atau ikut serta dalam latihan khusus untuk itu),
termasuk tetapi tidak terbatas pada kegiatan menyelam dengan menggunakan alat pernafasan,
pendakian gunung dengan menggunakan tali atau penunjuk jalan, pot holing, terjun payung, layang
gantung, olahraga musim dingin dan/atau yang melibatkan es atau salju termasuk tetapi tidak
terbatas pada ski es dan kereta luncur, hoki es, bungee jumping, serta olahraga profesional atau
olahraga lainnya yang menggunakan kendaraan tertentu; Tinju, Karate, Judo, Silat, Jiujitsu, Kungfu
dan sejenisnya dengan itu, Gulat, Ski Air, Terjun Payung, Hockey, Perlombaan Ketangkasan,
Kecepatan dan sebagainya yang menggunakan kendaraan bermotor, Kuda, Perahu, Pesawat udara
atau sejenisnya dengan itu;
9. Keterlibatan Peserta dalam tugas militer pada Angkatan Bersenjata atau suatu badan
Internasional;
10. Kehamilan, kelahiran,atau keguguran dan komplikasi yang terjadi sebagai akibatnya.
(5) Akibat penyakit, sebab-sebab alami, pengobatan, maupun akibat tindakan operasi baik
secara langsung atau tidak langsung;

BAB III
Kesimpulan
1. Asuransi adalah
2.
3. Hukum asuransi
4. Surat mati

5. Akta Mati
6. Alur Klaim

You might also like