Professional Documents
Culture Documents
OLEH
PROGRAM STUDI
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
gangguan pernafasan maupun gangguan kesehatan lain yang dapat mengganggu
optimalisasi mereka dalam bekerja, disini saya akan membahas penyakit apa yang
sangat beresiko terjadi pada pekerja tambang batubara dan manajemen kesehatan
seperti apa yang digunakan untuk mengurangi resiko tersebut, serta apa upaya
perusahaan tambang untuk melindungi pekerjanya dari resiko kesehatan kerja.
Untuk itu sangat diperlukan manajemen yang tepat serta upaya-upaya untuk
melindungi pekerja tambang dari dampak negative bagi kesehatan yang timbul karena
pekerjaan mereka, untuk itu diperlukan pencegahan serta perlindungan yang tepat
untuk pekerja tambang.
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah agar kita mampu memberikan promosi
serta pencegahan terhadap resiko-resiko kesehatan yang mungkin muncul dalam
pekerjaan pertambangan, selain itu agar kita mengetahui prinsip-prinsip dasar
manajemen kesehatan kerja yang dapat dijadikan kerangka dasar dalam
melaksanakan pencegahan tersebut.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
4
3. Kapasitas Kerja, Beban Kerja dan Lingkungan Kerja
Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen
utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal.
Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik.Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai (modal)
awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi
awal seseorang untuk bekerja dapat depengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja
dan lain-lain.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang
terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang
pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.Kondisi lingkungan kerja
(misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain) dapat merupakan beban
tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi
tidak hanya oleh bahaya kesehatan ditempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga
oleh factor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor lainnya.
Penyakit akibat kerja dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh
pemajanan dilingkungan kerja. Dewasa ini terdapat kesenjangan antara pengetahuan
ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk
mencegahnya. Misalnya antara penyakit yang sudah jelas penularannya dapat melaui
darah dan pemakaian jarum suntik yang berulang-ulang, atau perlindungan yang
belum baik pada para pekerja Rumah sakit dengan kemungkinan terpajan melalui
kontak langsung. Untuk mengantisipasi permasalahan ini maka langkah awal yang
penting adalah pengenalan / identifikasi bahaya yang bisa timbul dan di Evaluasi,
5
kemudian dilakukan pengendalian. Untuk mengantisipasi dan mengetahui
kemungkinan bahaya dilingkungan kerja ditempuh tiga langkah utama, yakni:
Pengenalan linkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan
mengenal (walk through inspection), dan ini merupakan langkah dasar yang
pertama-tama dilakukan dalam upaya kesehatan kerja. Hal ini dilakukan agar
pekerja tambang mengenal serta memahami kondisi lingkungan tempat mereka
bekerja disamping itu dengan pengenalan lingkungan yang baik akan dapat
mencegah resiko kesehatan bagi mereka.
6
pekerja terpajan terhadap zat tertentu yang berbahaya dapat
menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja.
Kebersihan perorangan dan pakaiannya, merupakan hal yang penting,
terutama untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan
dengan bahan kimia serta partikel lain.
DEFINISI
Paru-paru Hitam (pneumoconiosis pekerja tambang, penyakit pekerja tambang,
miner's asthma, anthracosis, anthrasilicosis ) adalah suatu penyakit pernafasan yang
terjadi karena menghirup debu batubara dalam jangka panjang.
Pneumokoniosis pekerja batubara terjadi dalam 2 bentuk, yaitu simplek dan
komplikata (fibrosis masif progresif). Tipe simplek biasanya bersifat ringan,
sedangkan tipe komplikata bisa berakibat fatal. Pada paru-paru hitam simplek, serbuk
batubara berkumpul di sekeliling saluran nafas kecil (bronkiolus). Walupun relatif
lembam dan tidak menimbulkan banyak reaksi, serbuk batubara akan menyebar ke
seluruh paru-paru dan terlihat sebagai bercak-bercak kecil pada foto dada. Serbuk
batubara tidak menyumbat saluran nafas. Tetapi setiap tahunnya, 1-2% penderita
paru-paru hitam simplek, akan berkembang menjadi bentuk penyakit yang lebih serius
yang disebut sebagai fibrosis masif progresif, yang ditandai dengan terbentuknya
jaringan parut yang luas di paru-paru (minimal dengan diameter 1 cm). Meskipun
sudah tidak lagi terjadi pemaparan debu batubara, tetapi fibrosis masif progresif akan
semakin memburuk. Jaringan parut bisa menimbulkan kerusakan pada jaringan dan
pembuluh darah paru-paru.
Sindroma Caplan
7
PENYEBAB
Paru-paru hitam merupakan akibat dari terhirupnya serbuk batubara dalam jangka
waktu yang lama. Merokok tidak menyebabkan meningkatnya angka kejadian paru-
paru hitam, tetapi bisa memberikan efek tambahan yang berbahaya bagi paru-paru.
Resiko menderita paru-paru hitam berhubungan dengan lamanya dan luasnya
pemaparan terhadap debu batubara. Kebanyakan pekerja yang terkena berusia lebih
dari 50 tahun. Penyakit ini ditemukan pada 6 dari 100.000 orang.
GEJALA
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen dada dan tes fungsi
paru-paru. Yang menentukan apakah pekerja tambang tersebut mengalami gangguan
kesehatan atau tidak.
Silikosis
Penyakit ini terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung
kristalin silikon dioksida atau silika bebas. Pada berbagai jenis pekerjaan yang
berhubungan dengan silika penyakit ini dapat terjadi, seperti pada pekerja
8
5. Penuangan besi dan baja
6. Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan
gelas.
8. Pabrik semen
• Silikosis Akut
• Silikosis Kronik
9
minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi, kelainan paru dapat menjadi
progresif sehingga terjadi fibrosis yang masif.
• Silikosis Terakselerasi
Bronkitis Industri
10
endotoksin bakteri, antigen binatang, dan debu inert) berperan menimbulkan
bronkitis.
Asma Kerja
Asma kerja adalah penyakit yang ditandai oleh kepekaan saluran nafas
terhadap paparan zat di tempat kerja dengan manifestasi obstruksi saluran
nafas yang bersifat reversibel. Penyakit ini hanya mengenal sebagian pekerja
yang terpapar, dan muncul setelah masa bebas gejala yang berlangsung antara
beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pada tiap individu masa bebas gejala
dan berat ringannya penyakit sangat bervariasi.
Berbagai debu dan zat di tempat kerja tepat menimbulkan asma kerja.
Zat itu tepat berasal dali tumbuh-tumbuhan seperti tepung gandum, debu kayu,
kopi, buah jarak, colophony, binatang seperti binatang pengerat, anjing,
kucing, kutu ganchim, ulat sutra, kerang; zat kimia seperti isosionat, garam
platina, khrom, enzim seperti iripsin dan papain. Dapat juga berasal dari obat-
obatan seperti pada produksi piperazin, tetrasiklin, spinamisin dan penisilin
sintetik.
11
Pada individu atopik keluhan asma timbul setelah bekerja 4 atau 5
tahun, sedangkan pada individu yang notatopik keluhan ini muncul beberapa
tahun Iebih lama. Pada tempat yang mengandung zat paparan kuat seperti
isosionat dan colophony gejala dapat timbul lebih awal bahkan kadang-kadang
beberapa minggu setelah mulai bekerja. Keluhan asma yang khas adalah
mengi yang berhubungan dengan pekerjaan. Gejala pada tiap individu
bervariasi, kebanyakan membaik pada akhir pekan dan waktu libur. Analisis
riwayat penyakit yang rinci penting untuk menegakkan diagnosis. Ada
individu yang terserang setelah paparan beberapa menit, pada individu lain
sering timbul beberapa jam sesudah paparan dengan gejala yang mengganggu
pada malam berikutnya.
1.) Bila pekerja diduga menderita asma kerja tapi tidak diketahui zat yang
menyebabkannya.
2.) Bila pekerja terpapar oleh lebih dari satu zat yang dapat menyebabkan
asma kerja.
adalah uji kulit, yaitu dengan tes goresan. Sebagian penderita yang tidak
mempunyai gejala akan menunjukkan reaksi positif sesudah uji kulit. Tidak
12
6) Kanker Paru
13
Tahun Bidang/Subjek/ Nama Instansi
Sektor
14
mengendalikan debu/ serat asbes
di lingkungan kerja, termasuk
memastikan adanya ventilasi dan
teknik penyaringan; alat
pelindung
diri bagi pekerja;
memasyarakatkan
upaya kesehatan dan
keselamatan;
dan menyelenggarakan
pemeriksaan
kesehatan bagi pekerja. Pekerja
berkewajiban memakai alat
pelindung diri, berganti pakaian,
dan
menyimpan pakaian kerja dan
alat
pelindung diri di tempat khusus
1992 Kesehatan kerja Undang-undang Kesehatan, No. DEPKES
23, 1992
15
Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan
Khusus untuk mencegah pekerja dari bahaya paparan debu dan partikel-partikel
wajib dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Petunjuk Kerja
Untuk setiap jenis tempat kerja dan tugas, Pengusaha Pertambangan harus
menjamin bahwa lembaran petunjuk kerja yang berkaitan dengan peraturan dan
prosedur proteksi radiasi yang digunakan untuk tempat kerja dan tugas tersebut,
ditempatkan atau ditempel pada tempat yang mudah dilihat, dan bahwa
pemberitahuan ini harus menggunakan bahasa (termasuk pictogram) yang dipahami
oleh semua pekerja tambang, dan bahwa semuanya itu selalu dalam keadaan masih
dapat dibaca, petunjuk kerja sebaiknya mengenai :
17
• Nama-nama dokter, Petugas Proteksi Radiasi dan Petugas Ventilasi, serta
nama-nama dan alamat wakil BAPETEN dan pekerja di tambang.
• Perlu memberitahukan setiap masalah kesehatan.
• Tindakan pertolongan pertama
Pengawasan
Pengawasan bertujuan dalam mengevaluasi paparan debu terhadap pekerja dan
memperoleh data yang diperlukan untuk pengendalian batas dosis yang
diperbolehkan.
1. Dalam wilayah kerja tambang
• Mengawasi daerah kerja dimana paparan tahunan yang diterima
perorangan dapat melampaui dosis yang ditetapkan dan harus di monitor di
bawah pengawasan Petugas Proteksi dan berkonsultasi dengan Petugas
Ventilasi.
• Pemonitoran debu dan zat-zat berbahaya harus dilaksanakan secara teratur,
apabila di dalam tambang dan instalasi pengolahan terdapat kemungkinan
masuknya debu ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan atau
pencernaan. Frekuensi pemonitoran ini harus ditentukan dengan
memperhatikan konsentrasi debu dan potensi.
• Munculnya debu harus dikurangi dengan menggunakan teknik
penambangan dengan pola peledakan yang tepat, penggunaan air, dan
sebagainya, dan diharapkan tidak menyebar kemudian sebelum dibuang ke
lingkungan harus melalui filter. Penyebaran debu dikendalikan dengan
sirkulasi pertukaran udara untuk mengencerkan tingkat konsentrasi debu
yang diperbolehkan.
• Pengendalian debu sebaiknya dioperasikan terus-menerus.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja
dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh
produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23). Konsep dasar
dari Upaya Kesehatan Kerja ini adalah : Identifikasi permasalahan, Evaluasi dan
dilanjutkan dengan tindakan pengendalian, serta perlunya penerapan konsep dasar
kesehatan kerja. Adapun penyakit-penyakit yang mungkin timbul pada pekerja
tambang adalah seperti Silokisis, Bronkitis Paru-paru, Asma kerja, dan Penyakit paru-
paru hitam tetapi resiko terswebut dapat dikurangi dengan penerapan konsep
pengaturan ventilasi oleh petugas, petunjuk kerja yang tepat, serta pengawasan
terhadap paparan debu serta partikel-partikel yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan kepada pekerja tambang tersebut
3.2 Saran
19
4. Untuk membatasi penerimaan dosis paparan debu atau pun
radiasi pada pekerja yang ditimbulkan oleh kegiatan
persiapan penambangan, penggalian, produksi, pemrosesan
dan penanganan bijih yang radioaktif harus memperhatikan
sistem pembatasan dosis, yang mencakup pembenaran
kegiatan yang dilakukan, optimasi proteksi radiasi dan
pembatasan dosis ekivalen terhadap seseorang.
5. Penggolongan daerah kerja dan pembagian daerah kerja
dilakukan untuk membatasi pekerja menerima dosis lebih dari
yang ditentukan.
20
DAFTAR PUSTAKA
21