You are on page 1of 41

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

REFERAT
OKTOBER 2012

UNIVERSITAS HASANUDDIN

PEMERIKSAAN-PEMERIKSAAN UNTUK DETEKSSI DINI


PREEKLAMPSIA

Disusun oleh :
Amelia Kurnia Ekasari
C111 07 015
Pembimbing :
dr. Sitti Arafah
Konsulen :
Dr. Efendi Lukas, Sp.OG (K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama

: Amalia Kurnia Ekasari

NIM

: C111 07 015

Judul Laporan Kasus : Penyakit Jantung dalam Kehamilan


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Oktober 2012

Konsulen

Pembimbing

Dr. Efendi Lukas, Sp.OG (K)

dr. Sitti Arafah

DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT


Hari/tanggal

: Jumat / 12 Oktober 2012

Tempat

: Gedung Pinang

Pembimbing

: dr. Sitti Arafah

Supervisor

: Dr. Efendi Lukas, Sp.OG (K)

Judul

: Pemeriksaan-pemeriksaan untuk Deteksi Dini Preeklampsia

NO

NAMA

STAMBUK

MINGGU

TTD

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Makassar,

Oktober 2012

Mengetahui,

Konsulen

Pembimbing

Dr. Efendi Lukas, Sp.OG (K)

dr. Sitti Arafah

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................

ii

DAFTAR HADIR PEMBACAAN LAPORAN KASUS .............................

iii

DAFTAR ISI..................................................................................................

iv

A. PENDAHULUAN....................................................................................
B. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO.............................................
C. ETIOLOGI...........................................................................................
D. PATOFISIOLOGI.........................................................................
E. KLASIFIKASI.........................................................................................
F. DIAGNOSIS PREEKLAMPSIA.............................................................
G. DETEKSI DINI PADA PREEKLAMPSIA .............................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

1
2
6
10
12
14
16
21

LAMPIRAN

DETEKSI DINI PADA PREEKLAMPSIA

A. Pendahuluan
Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada
kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga didapati pada kelainan
perkembangan plasenta, dimana digambarkan disuatu kehamilan hanya terdapat trofoblas
namun tidak terdapat jaringan fetus (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi
preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal
kehamilan. Telah dinyatakan bahwa pathologic hallmark adalah suatu kegagalan total atau
parsial dari fase kedua invasi trofoblas saat kehamilan 16-20 minggu kehamilan, hal ini pada
kehamilan normal bertanggung jawab dalam invasi trofoblas ke lapisan otot arteri spiralis.
Seiring dengan kemajuan kehamilan, kebutuhan metabolik fetoplasenta makin meningkat.
Bagaimanapun, karena invasi abnormal yang luas dari plasenta, arteri spiralis tidak dapat
berdilatasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang makin meningkat tersebut, hasil dari
disfungsi plasenta inilah yang tampak secara klinis sebagai preeklampsia. Meskipun menarik,
hipotesis ini tetap perlu ditinjau kembali.1
Pre-eklampsia berat dan eklampsia merupakan risiko yang membahayakan ibu di
samping membahayakan janin melalui placenta. Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di
dunia karena eklampsia. Insidens eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai
1:1700. Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan.
Pada stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami kejang. Jika eklampsia
tidak ditangani secara cepat

akan

terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena

kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. Oleh karena itu
kejadian kejang pada penderita eklampsia harus dihindari. Karena eklampsia menyebabkan
angka kematian sebesar 5% atau lebih tinggi.2
Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu
berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50

persen. Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10 persen dari total
kematian maternal. Kematian preeklampsia dan eklampsia merupakan kematian obsetrik
langsung, yaitu kematian akibat langsung dari kehamilan, persalinan atau akibat komplikasi
tindakan pertolongan sampai 42 hari pascapersalinan.3
Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik preeklampsia
meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan sebagai suatu tekanan darah
yang menetap 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensif), onset baru
proteinuria ( didefinisikan sebagai 300 mg/24 jam atau +2 pada urinalisis bersih tanpa
infeksi traktus urinarius), dan onset baru edema yang bermakna. Pada beberapa konsensus
terakhir dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis.1

B. Epidemiologi dan Faktor Resiko


Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2 6 % dari ibu hamil
nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar antara 4 18 %.
Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75 % dan preeklampsia berat terjadi 25 %. Dari seluruh
kejadian preeklampsia, sekitar 10 % kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian
preeklampsia meningkat pada wanita dengan riwayat preeklampsia, kehamilan ganda,
hipertensi kronis dan penyakit ginjal. Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia
muda lebih sering menderita preeklampsia dibandingkan dengan multigravida. Faktor
predisposisi lainnya adalah ras hitam, usia ibu hamil dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun,
mola hidatidosa, polihidramnion dan diabetes.4
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi
terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi;5
a. Usia

Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita
hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih
dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten.
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih
tinggi untuk preeklampsia berat. Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi
primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida
muda. Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap
kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling
aman. Pada The New England Journal of Medicine tercatat bahwa pada kehamilan
pertama risiko terjadi preeklampsia 3,9% , kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga
1,8%.2
Kehamilan dengan preeklampsia lebih umum terjadi pada primigravida, keadaan ini
disebabkan secara

imunologik

pada

kehamilan

pertama pembentukan blocking

antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna sehingga timbul responimun yang
tidak menguntungkan terhadap histoincompability placenta.3
c. Ras hitam
Analisa kehamilan pada 5.622 nulipara yang melahirkan di Rumah Sakit Parkland dalam
tahun 1986, dan 18% wanita kulit putih, 20% wanita Hispanik serta 22% wanita kulit
hitam menderita hipertensi yang memperberat kehamilan (Cuningham dan Leveno, 1987).
Insiden hipertensi dalam kehamilan untuk multipara adalah 6,2% pada kulit putih, 6,6%
pada Hispanik, dan 8,5% pada kulit hitam, yang menunjukkan bahwa wanita kulit hitam
lebih sering terkena penyakit hipertensi yang mendasari.2
d. Faktor Genetik

Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko


meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan
genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan penyakit yang
diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita
preeklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/ eklampsia dalam keluarga.
Kecenderungan untuk preekalmpsia-eklampsia akan diwariskan. Chesley dan Cooper
(1986) mempelajari saudara, anak, cucu dan menantu perempuan dari wanita penderita
eklampsia yang melahirkan di Margareth Hague Maternity Hospital selam jangka waktu
49 tahun, yaitu dari tahun 1935 sampai 1984. Mereka menyimpulkan bahwa preeklampsia
eklampsia bersifat sangat diturunkan, dan bahwa model gen-tunggal dengan frekuensi
0,25 paling baik untuk menerangkan hasil pengamatan ini; namun demikian, pewarisan
multifaktorial juga dipandang mungkin.2
e. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain :
kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga
lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
f. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama
hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih
tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat baring yang cukup selama hamil
mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.

g. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih
tinggi daripada monozigotik.

h. Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola,
hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil
pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada preeklampsia.
i. Riwayat preeklampsia.Kehamilan pertama
Hasil

penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan

terdapat

83 (50,9%)

bahwa

kasus preeklapmsia mempunyai riwayat preeklapmsia, sedangkan

pada kelompok kontrol terdapat 12 (7,3%) mempunyai riwayat preeklampsia berat.2


j. Obesitas
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan
kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15%
dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang
terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung.
Sehingga dapat menyumbangkan terjadinya preeklampsia. 2
k. Kehamilan multipeL
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105
kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia.
Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia uterus.
Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%)
kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada
kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.

l. Diabetes
Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan sofoewan menyebutkan bahwa dalam
pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari

140 mg % terdapat 23 (14,1%)


9

kasus preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol (bukan preeklampsia) terdapat 9


(5,3%).2
C. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui.
Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari penyakit ini tetapi tidak
ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat
menjelaskan tentang mengapa preeklampsia meningkat prevalensinya pada primigravida,
hidramnion, kehamilan ganda dan mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat
menjelaskan penyebab bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia
kehamilan, penyebab terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam
kandungan, penyebab jarang timbul kembali preeklampsia pada kehamilan berikutnya dan
penyebab timbulnya gejala-gejala seperti hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan
penyebabnya, oleh karena itu disebut penyakit teori. Namun belum ada yang memberikan
jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia
adalah teori iskemia plasenta. Teori ini pun belum dapat menerangkan semua hal yang
berkaitan dengan penyakit ini (Rustam, 1998).4,6
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin, renin,
dan aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme

dapat

berlangsung. Pada pre-eklampsia dan eklampsia, terjadi penurunan angiotensin, renin,


dan

aldosteron, tetapi

dijumpai edema, hipertensi, dan proteinuria. Berdasarkan teori

iskemia implantasi plasenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi, yang dapat
meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II, renin, dan aldosteron, spasme pembuluh
darah arteriol dan tertahannya garam dan air. Teori iskemia daerah implantasi plasenta,
didukung kenyataan sebagai berikut:2
10

1. Pre-eklampsia dan eklampsia lebih banyak terjadi pada primigravida, hamil ganda, dan
mola hidatidosa.
2. Kejadiannya makin meningkat dengan makin tuanya umur kehamilan
3. Gejala penyakitnya berkurang bila terjadi kamatian janin.
Dampak terhadap janin, pada pre-eklapsia / eklampsia terjadi vasospasmus yang
menyeluruh termasuk spasmus dari arteriol spiralis deciduae dengan akibat menurunya aliran
darah ke placenta. Dengan demikian terjadi gangguan sirkulasi fetoplacentair yang berfungsi
baik sebagai nutritive maupun oksigenasi. Pada gangguan yang kronis akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin didalam kandungan disebabkan oleh mengurangnya pemberian
karbohidrat, protein, dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang seharusnya diterima oleh
janin. 2
Adapun teori-teori lainnya adalah ;
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang,
sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh
trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron
menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak
50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.5, 6
2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama
terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna
sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas
Plasenta. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen.
Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria. 5, 6
3. Peran Faktor Genetik

11

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat


diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor
genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain: 5, 6
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu
ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia.
4. Iskemik dari uterus.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik
uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat
dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Disfungsi plasenta juga
ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 -25 (OH)2 dan
Human Placental Lactogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari
saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi
perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai
penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang
yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel
mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah.5
Pada preekslampsia terjadi perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta
adalah patofisiologi yang terpenting pada preeklampsia, dan merupakan faktor yang
menentukan hasil akhir kehamilan. Perubahan aliran darah uterus dan plasenta
menyebabkan terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
Selain itu hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang
mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan
vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi

12

tonus pembuluh darah yang lebih tinggi. Oleh karena gangguan sirkulasi uteroplasenter
ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya terjadi gangguan
pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.5
5. Defisiensi kalsium.
Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi dari
pembuluh darah.2
6. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
pathogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel yang
mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil dengan
preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama
kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan.4
Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal seperti shear stress
hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin inflamasi dan
hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi abnormal dan disebut disfungsi
endotel. Pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan substansi vasoaktif sehingga dapat
terjadi hipertensi. Disfungsi endotel juga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat
sehingga menyebabkan edema dan proteinuria. Jika terjadi disfungsi endotel maka pada
permukaan endotel akan diekspresikan molekul adhesi. seperti vascular cell adhesion
molecule-1(VCAM-1) dan intercellular cell adhesion molecule-1 (ICAM-1). Peningkatan
kadar soluble VCAM-1 ditemukan dalam supernatant kultur sel endotel yang diinkubasi
dengan serum penderita preeklampsia, tetapi tidak dijumpai peningkatan molekul adhesi
lain seperti ICAM-1 dan E-selektin. Oleh karena itu diduga VCAM-1 mempunyai
peranan pada preeklampsia. Namun belum diketahui apakah tingginya kadar sVCAM-1
dalam serum mempunyai hubungan dengan beratnya penyakit. Disfungsi endotel juga
mengakibatkan permukaan non trombogenik berubah menjadi trombogenik, sehingga
bisa terjadi aktivasi koagulasi. Sebagai petanda aktivasi koagulasi dapat diperiksa Ddimer, kompleks trombin-antitrombin, fragmen protrombin 1 dan 2 atau fibrin monomer.7
13

D. Patofisiologi Preeklampsia
Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler .
Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang menyebabkan
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan vasoaktif (vasopresor),
sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal
kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin
dengan akibat meningkatnya thromboksan yang mengakibatkan menurunnya sintesis
angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi
hipertensi.4
2. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%,
sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga mencapai 30-40%
kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan
peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi
menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik
dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta
mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin yang
terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan kematian janin
intrauterin.4
3. Vasokonstriksi pembuluh darah
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac output
meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan
hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga
keluarnya

bahan-

bahan

vasoaktif

dalam

tubuh

dengan

cepat

menimbulkan

vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah artiole


14

dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya
hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan
berada dalam syok kronik. Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti
presumtif bahwa preeklampsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah
yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya membuat
nekrosis berbagai organ. Gambaran patologis pada fungsi beberapa organ dan sistem,
yang kemungkinan disebabkan oleh vasospasme dan iskemia, telah ditemukan pada
kasus-kasus preeklampsia dan eklampsia berat. Vasospasme bisa merupakan akibat dari
kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi,
maupun radikal bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan/jejas endotel
yang

kemudian

akan

mengakibatkan

gangguan

keseimbangan

antara

kadar

vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan vasodilatator


(nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel juga menyebabkan
gangguan pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran endotelial berupa konstituen
darah termasuk platelet dan fibrinogen.4,8
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi
normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas efek terhadap ibu
dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung secara simultan. Gangguan ibu
secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap perubahan pada sistem
kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme, serta aliran darah regional.
Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena penurunan perfusi uteroplasenta.8

E. Klasifikasi4
Menurut The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Working
Group, penyakit hipertensi pada kehamilan dibagi menjadi empat grup yaitu (Lim, 2009) :
1. Hipertensi dalam kehamilan (Gestational hipertensi)
15

Gejala yang timbul adalah peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih pada awal
kehamilan, tidak terdapat proteinuria, tekanan darah kembali normal kurang dari 12
minggu setelah kelahiran dan diagnosis bisa ditegakkan jika setelah pasien melahirkan.
2. Hipertensi Kronis
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang terjadi sebelum kehamilan atau sebelum
usia kehamilan 20 minggu dan bukan merupakan penyebab dari penyakit tropoblastik
kehamilan. Hipertensi yang terdiagnosa setelah usia kehamilan 20 minggu dan menetap
selama lebih dari 12 minggu setelah melahirkan termasuk dalam klasifikasi hipertensi
kronis.
3. Preeklampsia atau Eklampsia
Pasien dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah usia kehamilan 20 minggu
dengan sebelumnya memiliki tekanan darah normal dan disertai proteinuria ( 0,3 gram
protein dalam spesimen urin 24 jam). Eklampsia dapat didefinisikan sebagai kejang yang
bukan merupakan dikarenakan penyebab apapun pada wanita dengan preeklampsia.
4. Superimposed Preeklampsia (dalam Hipertensi Kronis)
Proteinuria dengan onset yang cepat (>300 mg dalam urin 24 jam) dengan wanita hamil
dengan hipertensi tetapi tidak terjadi proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Peningkatan tekanan darah atau proteinuria atau penurunan jumlah platelet hingga
dibawah 100.000 secara tiba-tiba pada wanita dengan hipertensi atau proteinuria sebelum
usia kehamilan 20 minggu.
Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Preeklampsia ringan didefinisikan dengan terdapatnya hipertensi (tekanan darah 140/90
mmHg) yang terjadi dua kali dalam rentang waktu paling sedikit 6 jam. Proteinuria adalah
terdapatnya protein 1+ atau lebih dipstick atau paling sedikit 300 mg protein dalam urin 24

16

jam. Edema dan hiperrefleksia sekarang bukan merupakan pertimbangan utama dalam
kriteria diagnosis preeklampsia ringan.4
Kriteria diagnosa preeklampsia berat adalah apabila terdapat gejala dan tanda sebagai
berikut : 4

Sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg yang terjadi dua kali dalam waktu
paling sedikit 6 jam

Proteinuria lebih dari 5 gram dalam urin 24 jam - Edema pulmonal - Oligouria (<400 ml
dalam 24 jam)

Sakit kepala yang menetap

Nyeri epigastrium dan atau kerusakan fungsi hati

Trombositopenia

Keterbatasan perkembangan intrauterus

Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus

Skotoma dan gangguan visus lain

Perdarahan retina

Koma

F. Diagnosis Preeklampsia
1. Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala
ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa
eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan
proteinuria bertambah meningkat.9
17

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik
30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg.
Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai
kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu,
edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak.9
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua
golongan yaitu; 9,10
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan
riwayat tekanan darah normal.

Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter
atau midstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

Terdapat edema paru dan sianosis

Hemolisis mikroangiopatik

Trombositopeni (< 100000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)


18

Gangguan fungsi hati

Pertumbuhan janin terhambat.

Sindrom HELLP

3. Penemuan Laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat hemokonsentrasi. Trombositopenia
biasanya terjadi. Penurunan produksi benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi.
Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa
meningkat pada preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat.
Laktat dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan
elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis dapat
ditemukan proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast.4

G. Deteksi Dini Preeklampsia


Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan
dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat
mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Diagnosis dini
bertujuan untuk memulai terapi preventif dengan pembarian asetilsalisilasid 100 mg sebelum
kehamilan 16 minggu (mengurangi risiko preeclampsia berat). Deteksi dini didasarkan pada
tiga kunci utama yang terfokus dan melengkapi satu sama lainnya: riwayat medis yang
lengkap, sejumlah biofisikal parameter seperti tekanan darah, kekakuan areri dan
pemeriksaan Doppler pembuluh darah maternal dan penentuan parameter biokimiawi yang
menunjukkan gangguan

plasental. Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan

pengawasan hamil yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan
tekanan darah, dan pemeriksaan untuk menentukan proteinuria.2,10
19

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Karena para wanita
biasanya tidak mengemukakan keluhan dan jarang memperhatikan tanda-tanda preeklampsia
yang sudah terjadi, maka deteksi dini keadaan ini memerlukan pengamatan yang cermat
dengan masa-masa interval yang tepat. Sebuah studi populasi yang didukung oleh Fetal
Medicine Foundation yang bertujuan untuk mengembangkan suatu model untuk memprediksi
preeclampsia berdasarkan factor maternal dan marker biofisika dan biokimia pada kehamilan
11-13 minggu menunjukkan bahwa prediksi yang efektif dapat dicapai pada usia kehamilan
tersebut.11
Tidak ada prediktor tunggal preeklampsia antara perempuan risiko rendah atau tinggi.
Perempuan dengan peningkatan risiko preeklamsia harus dipertimbangkan untuk stratifikasi
risiko melibatkan multivariabel klinis dan pendekatan laboratorium. Banyak penanda
biokimia yang digunakan untuk meramalkan adanya preeclampsia. Marker tersebut umumnya
dipilih berdasarkan abnormalitas patofisiologik spesifik seperti disfungsi plasenta, aktivasi
koagulasi dan endothelial dan inflamasi sistemik. Konsentrasi biomarker ini dapat meningkat
atau menurun di awal kehamilan sebelum onset preeclampsia. Namun, beberapa data
menunjukkan bahwa marker tersebut inkonsisten, dan banyak marker tidak cukup spesifik
atau prediktif untuk penggunaan klinik rutin. Sebuah review sistematik memperlihatkan
bahwa parameter maternal seperti IMT, status medis ibu sebelumnya dan riwayat obstetric,
meningkatkan akurasi prediktif preeclampsia dengan kombinasi penanda biokimiawi dan
ultrasonografi.10,12,13,14,15
USG Dopler merupakan suatu metode yang digunakan dalam menilai velositas aliran
darah arteri uterine pada trimester kedua. Gelombang velositas abnormal yang terbentuk
ditaandai dengan indeks resistansi yang tinggi atau early diastolic notch (unilateral atau
bilateral). Komplikasi kehamilan dengan temuan dopler abnormal arteri uterine pada

20

trimester kedua berhubungan dengan peningkatan lebih dari enam kali kejadian
preeclampsia.13

I. Penilaian Klinik
a. Penilaian Factor Risiko
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada
tahun 20072009 berdasarkan tingkat ANC ibu Kejadian preeklampsia/eklampsia didominas
oleh kelompok penderita yang melakukan ANC kurang dari 4 kali 76,3%, sedangkan 23,7%
terjadi pada kelompok penderita yang melakukan ANC lebih dari dan sama dengan 4 kali.
Hasil ini sesuai dengan teori faktor penyebab preeklampsia/eklampsia.3
Tujuan dari antental care (ANC) adalah mengenal dan menangani sedini mungkin
penyulit yang terdapat saat kehamilan, saat persalinan dan kala nifas. Mengenal dan
menangani penyakit yang menyertai kehamilan serta memberikan nasihat dan petunjuk yang
berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi dan aspek keluarga berencana
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak. Pelayanan antenatal meliputi
permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan secara umum, deteksi

secara dini

terhadap risiko tinggi pada kehamilan, screening untuk mengidentifkasi factor risiko, upaya
pengobatan untuk mencegah komplikasi dari penyakit yang diderita dan intervensi dalam
upaya mencegah penyakit yang timbul dan persalinan yang mempunyai peralatan yang
lengkap. 3
Pelayanan antenatal lengkap adalah jika seorang ibu hamil yang mendapatkan
pelayanan antenatal dengan pola standar 4 kali selama kehamilan, yaitu 1 kali pada triwulan
pertama, 1 kali pada triwulan kedua dan 2 kali pada triwulan ketiga. Pelayanan antenatal yang
berkualitas (sesuai standar) dapat mendeteksi gejala dan tanda yang berkembang selama
kehamilan. Jika ibu tidak memeriksakan diri hingga paruh kedua masa kehamilan, diagnosis
hiptertensi kronis akan sulit dibuat karena tekanan darah biasanya menurun selama trimester
21

kedua dan ketiga pada wanita dengan hipertensi. Kunjungan antenatal kurang dari 4 kali
dengan demikian akan meningkatkan risiko menderita pereklampsia/eklampsia. 3
Dalam kunjungan antenatal, factor risiko preeclampsia harus di identifikasi. Setiap
kunjungan antenatal, tekanan darah dan urinalisis dilakukan untuk mendeteksi hipertensi dan
proteinuria yang baru.16
Banyak factor risiko preeclampsia yang diketahui saat kunjungan antenatal. Di
Inngris, penanda risiko preeclampsia diidentifikasi saat kunjungan antenatal, telah
direkomendasikan sebagai screening preeclampsia di masyarakat.12
Table 1. Penanda Risiko Preeklampsia12

Butuh serangakaian pemeriksaan agar dapat meramalkan suatu preeclampsia dengan lebih
baik. Praktisi kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi factor risiko preeclampsia dan
mengontrolnya, sehingga memudahkan dilakukannya pencegahan primer.

Table 2. Klasifikasi Risiko yang Dapat Dinilai pada kunjungan antenatal pertama17
Risiko Tinggi Untuk Preeklampsia

Preeclampsia pada kehamilan sebelumnya


22

Kehamilan multiple
Penyakit yang menyertai kehamilan
Hipertensi kronik
Diabets mellitus
Penyakit ginjal kronis
Sindroma antifosfolipid
Factor Risiko Tambahan

b.

IMT > 35
Penyakit vascular dan pembuluh darah
Usia ibu > 40 tahun
Nullipara/kehamilan pertama pada pasangan baru/kehamilan sebelumnya
berjarak > 10 tahun
Riwayat preeclampsia pada ibu dan saudara perempuan
Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
Tekanan diastolic > 80 mmHg
Prooteinuria (dipstick > +1 pada 2 kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam atau
secara kuantitatif 300 mg/24 jam
Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
Hipertensi adalah tanda yang paling sering dan potensial sebagai manifestasi klinis

yang paling berbahaya pada kelainan hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan.
Peningkatan tekanan darah pada kelainan ini disebabkan oleh peningkatan resistensi
perifer sistemik dan merupakan ciri-ciri penyakit yang cukup dini. Pengukuran tekanan
darah atau MAP pada trimester kedua tidak berguna untuk diagnosa dini preeklampsia.
Jika terjadi peningkatan tekanan darah diastolik, atau MAP trimester kedua bisa berarti
apapun, ini adalah hipertensi transient tapi bukan penyakit preeklampsia-eklampsia yang
sebenarnya, dengan hubungannya terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal. Evaluasi
perubahan peningkatan tekanan darah merupakan metode yang tidak berguna dalam
skrining wanita hamil yang rawat jalan terhadap impending eklampsia atau
preeklampsia.18
Tekanan darah menurun dengan adanya kehamilan, dan secara signifikan lebih rendah
di akhir trimester pertama. Karena diagnosis preeclampsia berdasarkan pada pengukuran

23

tekanan darah, maka ini harus dilakukan secara akurat. Pengukuran tekanan darah
bergantung pada alat, tekhnik dan kesalahan pengamat. Sphygmomanometer merkuri
tradisional digunakan untuk mengukur tekanan darah dalam kehamilan. Kesalahan alat
termasuk ketidakmampuan untuk melihat meniscus, meniscus tidak kembali ke nol dan
kesalahan pada pompa. Kesalahan teknik termasuk posisi pasien yang salah, kesalahan
ukuran manset yang menyebabkan estimasi berlebihan (5-10 mmHg diastolic dan 7-13
mmHg sistolik) jika manset terlalu kecil menyebabkan estimasi yang rendah, gagal
menempatkan manset pada level jantung.. Sphygmomanometer aneroid juga digunakan
secara luas di masyarakat, meskipun validasinya terbatas pada wanita hamil. Aneroid
dapat menjadi kurang akurat dan membutuhkan kalibrasi regular (biasanya enam
bulan).19
Rekomendasi pengukuran tekanan darah:12,15
1. Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan lengan pada level
jantung.
2. Menggunakan ukuran manset yang sesuai (panjang 1.5 kali dari lingkar lengan).
3. Korotkoff fase V digunakan untuk menandakan diastolic.
4. Jika tekanan darah pada salah satu lengan lebih tinggi, lengan dengan nilai lebih
tinggi digunakan untuk seluruh pengukuran tekanan darah.
5. Tekanan darah dapat diukur dengan sphygmomanometer merkuri, alat aneroid, atau
alat tekanan darah otomatis yang telah divalidasi untuk digunakan pada
preeclampsia.
c.

Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema


Salah satu tanda yang terlihat pada kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan
adalah pembengkakkan, tetapi ini bukanlah tanda yang dapat dipercaya. Edema sedang
dapat ditemukan pada 60%-80% kehamilan normotensi, dan edema pedis, yang meluas
ke tibia bagian bawah, adalah hal yang sering ditemukan pada wanita hamil normal.
Edema mengenai 85% wanita dengan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan.
Tanda-tanda diagnostik dari kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan biasanya
24

mendahului gejala.Tanda-tanda klasik yang terjadi adalah edema, peningkatan tekanan


darah, dan proteinuria. Walaupun demikian, penampakkan yang lain dapat terjadi, dan
edema bukanlah hal yang sangat diperlukan untuk mendiagnosis kelainan hipertensi
yang disebabkan kehamilan. Peningkatan berat badan tidak dapat digunakan untuk
memprediksikan perkembangan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan, dan
peningkatan berat badan yang berlebihan saja tidak memberikan prognosis yang tidak
baik terhadap luaran perinatal.18
Table 3. Peningkatan berat badan yang direkomendasikan oleh Institute of Medicine
(1990) berdasarkan kategori IMT sebelum kehamilan.20
Kategori
Rendah
Normal
Tinggi
Obesitas

BMI

Peningkatan Berat Badan Total yang

<19,8
19.8 26
26 29
>29

direkomendasikan (kg)
12.5 - 18
11.5 16
7 11.5
>7

II. Petanda Biokimia


Penting untuk memperhatikan bahwa kebanyakan wanita dengan kelainan hipertensi
yang diinduksi kehamilan adalah asimptomatik. Kurangnya gejala ini, pada kenyataannya,
adalah bagian yang penting dari rasionalnya kunjungan perawatan antenatal yang sering pada
kehamilan lanjut. Tes-tes laboratorium telah digunakan untuk memprediksikan, diagnosis,
dan memonitor progresifitas penyakit. Diagnosis preeklampsia seringkali didasarkan pada
tes laboratorium.18
a. Asam urat.
Preeklampsia hiperurisemia disebabkan oleh penurunan urat clearance oleh ginjal,
dan asam urat clearance turun secara tidak proposional pada preeklampsia dibandingkan
dengan kreatinin dan urea clearance. Penjelasan patofisiologi untuk penurunan yang
spesifik dari urat

clearance didasarkan pada pola bifasik keterlibatan ginjal dalam


25

preeklampsia. Kerusakan fisiologi tubular, suatu ciri dini keterlibatan ginjal dalam
preeklampsia, menghasilkan berkurangnya renal clearance terhadap asam urat sehingga
terjadi peningkatan kadar asam urat plasma. Kemudian dalam perkembangan penyakit,
saat proteinuria nampak, fungsi glomerular bersama dengan urea dan kreatinin clearance
menjadi rusak. Preeklampsia hiperurisemia sedikit banyak

berhubungan dengan

penurunan volume plasma dan aktifitas plasma renin. 18


Preeklampsia hiperuresemia kemungkinan disebabkan oleh kombinasi vasokonstriksi
intrarenal (peritubular) dan hipovolemia. Peningkatan kadar asam urat

berhubungan

dengan beratnya lesi preeklampsia pada biopsi ginjal, derajat patologi uteroplasenta
vaskuler, dan jeleknya keadaan janin. 18
Hiperurisemia telah dilaporkan menjadi prediktor yang lebih baik daripada tekanan
darah terhadap luaran perinatal yang tidak baik. Pada kebanyakan pasien, peningkatan
kadar urat nampaknya bersamaan dengan terjadinya peningkatan tekanan darah dan
terjadi sebelum perkembangan stadium proteinuria dari penyakit. Kadar asam urat telah
digunakan untuk diagnosis dini preeklampsia tapi tidak untuk hipertensi itu sendiri. 18
Secara keseluruhan, nilai asam urat dalam memprediksikan preeklampsia nampaknya
terbatas. Pengukuran serial kadar asam urat (dimulai pada kadar trimester pertama) pada
pasien-pasien

dengan

risiko

tinggi

(seperti

hipertensi

kronik)

untuk

perkembanganpreeklampsia berguna untuk diagnosis dini preeklampsia dan identifikasi


pasien-pasien hipertensi dengan peningkatan risiko untuk luaran perinatal yang tidak
baik. Sebagai tambahan, asam urat mungkin digunakan sebagi indikator untuk
memperkirakan beratnya penyakit dalam menyebabkan terjadinya preeklampsia. 18
b.

Proteinuria

26

Adanya proteinuria bermakna adalah hal yang diperlukan untuk diagnosis klasik dari
preeklampsia. Proteinuria adalah tanda lanjut dari kelainan hipertensi yang diinduksi
kehamilan dan adalah refleksi dari penyakit yang lanjut. HELLP (hemolysis, elevated
liver enzymes, low trombosits)

syndrome dan eklampsia (didahului kejang-kejang)

dapat terjadi tanpa proteinuria. 18


Terjadinya proteinuria adalah ekspresi dari disfungsi glomelular dan biasanya
bersamaan dengan penurunan kreatinin

clearance. Hipertensi ditambah proteinuria

berhubungan dengan peningkatan risiko kematian perinatal, dibandingkan dengan


kehamilan normotensi dan hipertensi tanpa proteinuria. Karena perkembangan
proteinuria merupakan ciri lanjut dari penyakit, penggunaan rutin dari dipstick urin pada
populasi risiko rendah normotensi hanya merupakan pengukuran yang tidak efektif
terhadap peningkatan berat badan maternal. Tes mikroalbuminuria telah dicoba dengan
tujuan untuk memprediksikan preeklampsia. Secara keseluruhan, tampaknya nilainya
kecil dalam penggunaan teknik yang tepat untuk mendeteksi proteinuria dalam diagnosis
dini preeklampsia. Tanda lainnya, seperti peningkatan tekanan darah, penurunan jumlah
trombosit, dan peningkatan kadar asam urat plasma, tampaknya mendahului terjadinya
mikroalbuminuria yang dapat dideteksi. 18
Ekskresi protein urin meningkat pada kehamilan normal, dengan batas teratas 200260 mg dalam 24 jam dan ekskresi albumin urin 29 mg dalam 24 jam. Gold standard
untuk menetukan proteinuria adalah ekskresi protein urin 24 jam. Tes dipstick untuk
protein urin merupakan cara yang mudah dan simple namun tidak akurat. Konsentrasi
protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa factor, termasuk jumlah
urin. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan pembersih, dan urin
yang bersifat basa. Consensus Australian Society for the Study of hypertension in
Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan oleh Royl College og Obstetric and

27

Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstick hanya dapat


digunakan sebagai tes skrining dengan angka positif palsu yang tinggi, dan harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin tamping 24 jam atau rasio protein banding
kreatinin.12,15,17
c. Ekskresi kalsium urin.
Hipokalsiuria terjadi pada kebanyakan pasien dengan stadium lanjut dari penyakit.
Preeklampsia hipokalsiuria (seperti penurunan urat

clearance) adalah ekspresi dari

disfungsi tubular. Sanchez-Ramos dkk mempelajari nilai kalsium urin sebagai petanda
dini untuk preeklampsia pada 103 wanita nulipara. Pada 10 - 24 minggu kehamilan,
pasien-pasien yang kemudian mengalami preeklampsia mengekresikan kalsium urin lebih
sedikit secara bermakna daripada pasien-pasien yang tetap normotensi. Pengurangan ini
terus terjadi selama kehamilan. Perbedaan insidensi (87%) preeklampsia antara wanita
hamil dengan nilai ekskresi kalsium pada atau dibawah nilai ambang 195 mg/24 jam dan
dengan mereka yang nilainyadiatas kadar tersebut (2%) adalah sangat bermakna. 18
Karena fungsi tubular dirusak pada stadium lebih dini dari proses penyakit
preeklampsia daripada fungsi glomerular, rasio kalsium : kreatinin urin (Uca/Ucr) telah
digunakan untuk diagnosis dini preeklampsia. Rodriguez dkk menghitung nilai rasio
Uca/Ucr antara kehamilan 24 - 34 minggu. Rasio Uca/Ucr 0.04 atau lebih rendah
dilaporkan memiliki sensitifitas 70%, spesifitas 95%, nilai duga positif 64%, dan nilai
duga negatif 96% (11.4% insiden preeklampsia). Sebagai perbandingan, Hutchesson dkk
serta beberapa peneliti lainnya tidak mampu menunjukkan reduksi

dalam ekskresi

kalsium urin pada wanita preeklampsia yang terjadi sebelum onset hipertensi dan
keterlibatan ginjal. Masse dkk, menemukan tidak ada perbedaan eksresi kalsium urin
antara preeklampsia dan pasien normotensi. Secara keseluruhan, mengukur ekskresi
kalsium urin tampaknya terlalu kecil atau tidak bernilai dalam diagnosis dini atau prediksi
preeklampsia. 18
d. Human Chorionic Gonadotropin (hCG).
28

Beberapa penelitian menemukan peningkatan kadar -hCG pada kelainan hipertensi


yang diinduksi kehamilan, dan hal ini didukung bahwa determinasi

-hCG dapat

memiliki nilai untuk diagnosis dini preeklampsia. Hasil dari penelitian besar
dipublikasikan oleh Muller dkk. Dalam program skrining prospektif trisomi 21 hCG, data
dari 5776 pasien diperiksa untuk menilai hubungan antara hCG dan hipertensi yang
diinduksi kehamilan (PIH = pregnancy induced hypertension; n = 234), preeklampsia
(n=34), small for gestational age (SGA) neonatus (n = 236); kadar hCG (dengan median
yang multipel) lebih tinggi pada tiga populasi dengan kelainan patologik. Perbedaan ini
secara statistik bermakna pada pasien dengan SGA neonatus dan preeklampsia tapi tidak
pada PIH. Penulis tidak menyediakan data untuk menghitung nilai duga positif, tapi datadata mereka menunjukkan bahwa dengan nilai cut-off hCG 2 median multipel, 10%
populasi akan dipertimbangkan berada pada risiko dan 30% kasus preeklampsia akan
diidentifikasi.

Dengan nilai cut-off hCG 1 median multiple, 50%

populasi

dipertimbangkan berada pada risiko dan 100% kasus preeklampsia akan diidentifikasi. 18
Secara keseluruhan, kebanyakan penelitian menemukan bias yang besar dan
cenderung tumpang tindih antara kadar

-hCG pada kehamilan normotensi dan

hipertensi. Sehingga, nilai klinik pengukuran

-hCG untuk memprediksikan atau

memantau kelainanhipertensi yang diinduksi kehamilan tampaknyasangat terbatas. 18


III.Petanda Hematologi
a. Faktor VIII-Related Antigen/ Factor VIIIc.
Rasio faktor VIII-related Antigen terhadap faktor VIIIc (rasio fVIIIrag/fVIIIc) pada
orang sehat adalah 1.0 . Peningkatan numerator pada rasio ini, fVIIIrag, berhubungan
dengan pelepasan endotelial terhadap antigen ini. Beberapa penulis telah menunjukkan
peningkatan dini dari rasio fVIIIrag/FVIIIc pada penyakit hipertensi yang diinduksi
kehamilan dan hubungan positif antara derajat peningkatan rasio dan beratnya penyakit,
derajat hiperurisemia, infark plasenta, luaran perinatal yang jelek, dan hubungan negatif
yang kuat antara rasio ini dan masa hidup trombosit. Peningkatan fVIIIrag, dan oleh
29

karena itu rasio adalah paling mudah dicatat dalam preeklampsia yang berhubungan
dengan hambatan pertumbuhan janin. Pelepasan endotelial terhadap fVIIIrag tidak
meningkat pada hipertensi kronik. Pengukuran fVIIIrag atau rasio fVIIIrag/fVIIIc
berguna dan merupakan indikator yang lebih sensitif untuk

beratnya dan derajat

kerusakan sel endotelial dan meluasnya insufisiensi plasenta pada kelainan hipertensi
yang diinduksi kehamilan. Rasio tersebut berhubungan dengan retardasi pertumbuhan
janin dan morbiditas dan mortalitas perinatal. Dalam waktu, peningkatan fVIIIrag
menjadi pararel dengan peningkatan kadar asam urat serum dan peningkatan tekanan
darah. 18
b. Fibronektin.
Fibronektin adalah glikoprotein permukaan sel yang utama. Bentuk yang larut dalam
plasma terutama disintesis oleh sel-sel endotelial dan hepatosit. Kadar fibronektin plasma
sama atau hanya sedikit meningkat pada kehamilan normal dibandingkan dengan individu
yang tidak hamil. Karena wanita hamil dengan hipertensi kronik memiliki kadar
fibronektin normal, peningkatan fibronektin plasma bukan merupakan konsekuensi yang
sederhana dari hipertensi. Dalam menyebabkan preeklampsia, kebanyakan studi
menunjukkan secara konsisten peningkatan sekitar dua sampai tiga lekukan pada kadar
fibronektin plasma. Sumber yang pasti dari peningkatan kadar fibronektin tidaklah pasti;
ini dapat berasal dari (1)

kerusakan sel endotelial atau aktivasi dalam sirkulasi

uteroplasenta atau sistemik, atau keduanya atau (2) peningkatan produksi hepatosit, atau
ini dapat menjadi tanda kerusakan plasenta. Ballegeer dkk membandingkan plasma
fibronektin, plasminogen activator inhibitor (PAI-1), fVIIIrag, dan asam urat dan
menyimpulkan bahwa fibronektin adalah prediktor preeklampsia terbaik. Evaluasi adanya
peningkatan kadar fibronektin pada minggu 25 - 32 kehamilan pada diagnosis dini
preeklampsia, mereka menemukan sensitifitas 96% dan spesifisitas 94%. Berdasarkan

30

penulis ini, peningkatan plasma fibronektin mendahului peningkatan tekanan darah pada
rata-rata 4- 6 minggu. 18
Sebelumnya, ditemukan bahwa peningkatan fibronektin mendahului peningkatan
tekanan darah sekitar 4 minggu pada pasien-pasien dengan hipertensi gestasional dan
sekitar 12 minggu pada pasien dengan preeklampsia sebelumnya. Mengukur kadar
fibronektin dapat dilakukan dengan tehnik immunokimia yang tersedia pada kebanykan
rumah sakit dan mungkin menolong dalam diagnosis dini preeklampsia, khususnya tipe
berat dengan onset dini. 18
c. Hitung Trombosit.
Masa hidup trombosit lebih pendek secara bermakna pada kelainan hipertensi yang
diinduksi kehamilan, khususnya ketika terjadi komplikasi retardasi pertumbuhan janin,
dibandingkan dengan kehamilan tanpa komplikasi. Pada wanita preeklampsia, turunnya
hitung trombosit terjadi kurang lebih bersamaan dengan peningkatan kadar asam urat, dan
keduanya mendahului perkembangn proteinuria sekitar 3 minggu. Standar deviasi pada
jumlah sirkulasi trombosit wanita hamil normotensi dan hipertensi menghalangi
penggunaan hitung trombosit sebagai metode yang efektif untuk deteksi dini pada wanita
nulipara risiko rendah. 18
d. Kadar Hemoglobin, Hematokrit, Mean Corpuscular Volume.
Peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit abnormal (Hb/Hct) adalah prediktor
yang lebih baik terhadap luaran perinatal yang jelek daripada kadar estriol atau human
placental lactogen (hPL) rendah abnormal. Kadar Hb/Hct ibu yang tinggi berhubungan
dengan berat badan lahir rendah dan berat plasenta rendah, peningkatan insiden
prematuritas dan mortalitas perinatal, dan peningkatan resistensi vaskuler perifer, dan
bentuk hipertensi maternal. 18
Pengukuran serial Hb/Hct sangat berguna dalam memantau kehamilan dengan risiko
tinggi terjadi insufisiensi uteroplasenta dan dalam memantau bentuk penyakit yang
menyebabkan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan atau komplikasi kehamilan
oleh retardasi pertumbuhan janin, atau keduanya. Peningkatan kadar petanda hemoglobin

31

pada trimester kedua mendahului perkembangan kelainan hipertensi yang diinduksi


kehamilan dan berguna sebagai prediktor. Nilai prediktif kadar hemoglobin yang dinilai
adalah rendah. 18
IV. Penilaian Doppler Ultrasound pada Sirkulasi Uteroplasenta.
Ada tidaknya perubahan fisiologi pembuluh darah uteroplasenta adalah dasar
patofisiologi untuk penggunaan pemeriksaan aliran Doppler dalam diagnosis dini
preeklampsia. Peningkatan resistensi gelombang velositas aliran uteroplasenta menunjukkan
hubungan dengan hasil pemeriksaan patologi placental bed dan plasenta. Perubahan vaskuler
patologis ini terdapat dalam proporsi yang bermakna pada kehamilan normotensi dengan
komplikasi retardasi pertumbuhan janin. Resistensi indeks = RI gelombang velositas aliran
darah uteroplasental (FVWs = Flow Velocity Waveforms) menurun pada kehamilan dini
sampai minggu 20-26 kehamilan dan kemudian menjadi stabil sampai aterm. Velositas aliran
darah end-diastolic yang tinggi dan rasio yang rendah selama separuh akhir kehamilan
menunjukkan resistensi perifer yang rendah pada uteroplasental vascular bed. Tidak ada
metode standar yang mendukung FVWs uteroplasenta.Pearce dan McParland mendukung
bahwa kedua sisi uterus sebaiknya diperiksa dan FVWs dilaporkan sebagai berikut: 18
1. Resistensi rendah seragam: FVWs dari kedua sisi uterus memiliki RI kurang dari 0.58.
2. Resistensi tinggi seragam: FVWs dari kedua sisi uterus memliki RI lebih besar dari 0.58.
3. Bentuk resistensi campuran: satu gelombang (bervariasi dari sisi plasenta) adalah resistensi
rendah (RI<0.58); gelombang dari sisi lainnya adalah resistensi tinggi.
Ada banyak informasi tentang bentuk gelombang daripada hanya indeks FVWs. Ada
tidaknya noktah adalah sangat penting dalam hal ini. Noktah diastolik dini pada FVWs
uteroplasenta telah dilaporkan pada kehamilan normal sampai sekitar minggu 26 kehamilan.
Pada sisi plasental uterus, hal ini jarang ditemukan setelah kehamilan 20 minggu. Pada tahun

32

1986, Campbell dkk adalah yang pertama melaporkan penggunaan velosimetri Doppler
uteroplasenta sebagai tes skrining pada kehamilan dini untuk hipertensi, retardasi
pertumbuhan janin, dan asfiksia janin. Studi pertama ini memberikan hasil yang menjanjikan
secara ekstrim. Nilai duga yang sempurna ditemukan pada studi ini disebabkan oleh rate
komplikasi 25 % pada kelompok studi. 18
Penelitian akhir-akhir ini melaporkan dalam literatur mengenai nilai klinik evaluasi
Doppler Ultrasound terhadap sirkulasi uteroplasenta menghasilkan hasil yang sangat
bervariasi. Variasi-vaariasi ini mungkin berhubungan dengan perbedaan teknik yang luas
sama seperti definisi yang berbeda tentang kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan.,
retardasi pertumbuhan janin, gawat janin, dan luaran perinatal

yang jelek. Walaupun

demikian, alasan utama kesimpulan yang bervariasi mengenai nila FVWs Doppler pembuluh
darah uteroplasenta adalah kemungkinan peneliti menggunakan proses seleksi yang berbeda
dalam membagi populasi dengan bentuk aliran Doppler uteroplasenta normal atau abnormal.
Ketidaknormalan kadangkala didasarkan pada FVWs yang sangat jelek, rata-rata RI empatsisi, atau kadangkala FVWs terbaik. Bias terjadi pada lesi-lesi preeklampsia dalam arteri
spiralis mendukung bahwa hal ini lebih masuk akal untuk mencari bentuk aliran Doppler
terjelek, dan peneliti-peneliti yang menggunakan FVWs terjelek secara konsisten melaporkan
hasil yang paling baik dengan Doppler uteroplasenta dalam deteksi dini preeklampsia. Hasil
pemeriksaan Doppler ultrasound terhadap sirkulasi uteroplasenta sebagai tes skrining untuk
berbagai derajat hipertensi mengecewakan, tapi dalam deteksi dini preeklampsia berat yang
berhubungan dengan luaran perinatal yang jelek, Doppler uteroplasenta telah memiliki
sensitivitas yang tinggi. Keuntungan lainnya adalah relatif mudah digunakan, tidak mahal,
dan tidak invasif. Penggunaan aliran Doppler dapat dilakukan pada kehamilan dini dan cocok
untuk intervensi terapeutik dengan usaha untuk mengurangi insiden preeklampsia dan
komplikasi-komplikasinya. 18
33

Hasil dari beberapa studi dengan velosimetri aliran Doppler berwarna dalam diagnosis
dini preeklampsia adalah menjanjikan. Harrington dkk menemukan bahwa noktah bilateral
pada kehamilan 19 - 21 minggu memiliki sensitivitas lebih dari 70% dan nilai duga positif
27%, 31.2%, dan 37.5%, secara respektif, untuk preeklampsia, Bayi-bayi SGA, dan beberapa
komplikasi. Pada studi lainnya 652 wanita dengan kehamilan tunggal, Harrington dkk
menunjukkan bahwa adanya noktah bilateral pada akhir trimester pertama (kehamilan 12-16
minggu) berhubungan dengan rasio odd tipikal 42 (Confidence interval 95% (CI) 5.66-312)
untuk berkembang menjadi preeklampsia kemudian dalam kehamilan. Oleh sebab itu, untuk
sesaat tidak ada tes yang baik yang tersedia untuk memprediksikan preeklampsia. Evaluasi
Doppler ultrasound terhadap sirkulasi uteroplasenta sebagai metode skrining secara
keseluruhan dan pengukuran (serial) kadar fibronektin pada pasien-pasien risiko tinggi
memungkinkan mendapatkan tes terbaik saat ini. 18
V. Biomarker Lainnya
Sebagai penyakit yang heterogen, sindrom preeclampsia memiliki fenotip yang
berbeda dengan etiologi yang berbeda dan melibatkan berbagai system organ yang berbeda
pula. Dengan adanya lebih dari satu penyebab preeclampsia sehingga diperlukan lebih dari
satu biomarker yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi semua individu dengan risiko
preeclampsia. Biomarker yang berbeda untuk fetal/plasenta atau factor maternal
menunjukkan kelompok risiko atau fenotip yang berbeda.19

34

Gambar 1. Marker biokimia dan biofisikal yang menentukan etiologi fetal/placental dan
maternal yang menentukan risiko terjadinya preeclampsia.

1. Factor Fetal/placental
1) Invasi tropoblas
a. PLGF
Regulasi Placenta-like growth factor (PLGF) dapat terganggu pada preeclampsia.
Penurunan kadar PLGF bebas terjadi pada wanita yang akan berkembang menjadi
preeclampsia. 19
b. IGFBP-1, PAPP-A
Pengukuran protein plasenta yang meregulasi invasi trofoblas membantu
memprediksi preeclampsia. Insulin like growth factor IGFII dan Insulin like
growth factor binding protein IGFBP-1 terlibat pada migrasi dan invasi sel
trofoblas ekstravili. Beberapa studi longitudinal menunjukkan bahwa pada awal
kehamilan penurunan IGFBP-1 ditemukan dari 16 minggu selanjutnya pada
wanita yang nantinya preeclampsia. Penurunan IGFBP-1 mRNA desidua
ditemukan pada plasenta preeclampsia. Pengukuran pregnancy associated plasma
protein A (PAPP-A), protease spesifik IGF binding protein yang disekresi
sinsiotrofoblas, dilaporkan berguna untuk memprediksi hasil kegamilan yang
buruk. Penurunan level PAPP-A terjadi selama trimester pertama kehamilan pada
sirkulasi ibu yang nantinya berkembang menjadi preeclampsia.10,19
35

c. HLA-G
Adanya studi provokatif terbaru menunjukkan bahwa variasi gen HLA fetal
berperan penting pada implantasi dini, kegagalan pada tingkat ini menyebabkan
kegagalan atau berkontribusi terhadap perkembangan preeclampsia. HLA-G
merupakan antigen kelas I nonklasik yang diekspresikan pada invasi sitotrofoblas
dimana antigen ini dipercaya menghambat aktivasi sel NK dan T maternal pada
desidua. Ekspresi HLA-G dihubungkan dengan peningkatan invasi. 19
2) Hipoksia plasenta
a. sFlt-1
Pada kehamilan normal, serum sFlt-1 meningkat sesuai bertambahnya usia
kehamilan. Namun, levelnya meningkat enam kali lebih tinggi pada preeclampsia,
mungkin dikarenakan kurangnya fungsi VEGF. Preeclampsia terjadi dalam dua
tahap. Pada preklinikal tahap 1, endotelialisasi sitotrofoblas terganggu dan invasi
arteri spiralis ke miometrium tidak adekuat. Tahap kedua pada akhir kehamilan.
Stress oksidatif plasenta menghasilkan protein anti-angiogenik seperti sFlt-1,
prostaglandin dan sitokin kedalam sirkulasi maternal. Bersamaan dengan itu,
plasenta yang hipoksik mengurangi produksi factor pro-angiogenik seperti PIGF
dan VEGF. Rasio sFlt-1 dan sEng terhadap PIGF merupakan penanda yang lebih
baik daripada pengukuran secara tersendiri. Plasental protein 13 dilaporkan juga
berguna sebagai biomarker trimester pertama, terutama jika dikombinasi dengan
pemeriksaan Dopler. 19,21,22
b. VEGF
Vascular endothelial growth factor (VEGF) berperan dalam gangguan system
vascular pada kehamilan namun beberapa menyatakan dalam ekspresi VEGF
plasenta. VEGF bekerja melalui dua reseptor dengan afinitas yang tinggi, fms like
tyrosine kinase (Flt atau VEGFR1) dan kinase domain receptor (KDR atau
VEGFR2). Flt-1 solubel (sFlt-1) yang bersirkulasi di plasma, mengikat VEGF dan
PLGF dan mengurangi aktifitas bilogiknya. Hal ini sekarang yang dinyatakan

36

bahwa preeclampsia ditandai dengan total VEGF yang normal atau tinggi namun
VEGF bebas dan PLGF rendah karena produksi berlebihan dari sFLT. Produksi
VEGF atau VEGFR-1 meningkat pada preeclampsia. 19
VEGF165b merupakan isoform dari VEGF-A (VEGF konvesional) yang bekerja
menghambat efek VEGF165 dengan berikatan pada reseptor utamanya VEGFR-2
dan menghamnbat kerjanya, seperti proliferasi sel enotelial dan

migrasinya.

VEGF165b juga berikatan dan mengaktivasi Flt-1 meningkatkan konduktivitas


hidraulik kapiler. Pada kehamilan 12 minggu, konsentrasi VEGF165b plasma secara
bermakna lebih rendah pada pasien yang nantinya menjadi preeclampsia
dibandingkan dengan plasma dari kehamilan normotensi. Hasil penelitian saat ini
menunjukkan bahwa VEGF165b gagal untuk diregulasi pada trimester pertama
kehamilan yang nantinya berkomplikasi pada preeclampsia.23
3) Oksigen reaktif- lipid peroksidase
Preeclampsia ditandai dengan disfungsi endotel vaskuler menyeluruh. Adanya
penanda umum stres oksidatif seperti peningkatan malondialdehid, marker lipid
peroksidase yang dapat digunakan pada wanita dengan preeclampsia, semakin banyak
penanda spesifik yang dapat digunakan. 19
4) Fungsi plasenta
a. Aktivin/inhibin
Konsentrasi aktivin A, peptide derivate plasenta, meningkat pada semester
pertama pasien yang nantinya menjadi preeclampsia dibandingkan wanita dengan
kehamilan normal. Konsentrasi serum inhibin A, pro C yang memuat inhibin dan
total aktivin A meningkat secara bermakna pada pasien preeclampsia yang
menandakan bahwa marker ini sensitive.10,24
b. CRH/CRHBP
Konsentrasi corticotrophin-releasing hormone (CRH) yang disintesis trofoblas
meningkat secara eksponensial selama kehamilan. CRH meningkat pada pasien
preeclampsia yang disertai dengan penurunan CRH binding protein (CRHbp). 19
c. PAI-2

37

Molekul lainnya yang berhubungan dengan sel endothelial seperti plasminogen


activator inhibitor -1 dan 2 (PAI-1 dan PAI-2) dan factor von Willebrand telah
diamati sebagai marker yang cocok dalam mengukur status fungsional vascular
uterin dan sistemik.25
2. Predisposisi maternal
1) Sindrom metabolic
a. Leptin
Leptin yang diproduksi dan disekresi oleh adiposity juga disintesis di plasenta dan
prosuksinya meningkat sepanjang kehamilan, kemungkinan untuk meningkatkan
sirkulasi asam lemak dan glukosa. Pada preeclampsia, peningkatan leptin secara
signifikan berbeda dari minggu ke 20 kehamilan dan seterusnya pada wanita yang
nantinya menjadi preeclampsia. 19
b. Insulin, Glukosa, SHBG
Peningkatan resistensi insulin terlihat pada kehamilan dan paling tinggi pada
trimester ketiga ketika hipertensi muncul. Terdapat hubungan yang kuat anatara
intoleransi glukosa dan perkembangan hipertensi pada kehamilan. Tidak ada level
glukosa yang pasti yang dapat membedakan wanita yang nantinya akan tetap
normotensi dan mereka yang nantinya menjadi hipertensi pada kehamilan. Insulin
plasma puasa pada kehamilan 20 minggu wanita Afrika-Amerika yang nantinya
berkembang menjadi preeclampsia secara signifikan lebih besar disbanding
mereka yang nantinya tetap normotensi. Akhir-akhir ini, serum SHBG diteliti
sebagai penanda resistensi insulin pada kehamilan. SHBG potensial sebagai
penanda resistensi insulin

karena variabilitasnya minimal antara puasa dan

postprandial. Peningkatan SHBG pada trimester pertama secara independen


berhubungan dengan peningkatan risiko preeclampsia. 19
2) Fungsi endothelial
a. PAI-1
Pada preeclampsia, aktivitas plasminogen activator inhibitor (PAI-1) meningkat
secara bermakna dan merupakan marker disfungsi endotelial. 19
3) Antioksidan vitamin C dan E

38

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Klemmensen et al. menunjukkan penurunan


preeclampsia berat/eklampsia/ HELLP dengan peningkatan asupan vitamin C dan
sedikit meningkat keparahan penyakit dengan intake vitamin E yang tinggi.25
4) Fungsi imun autoantibody AT1R
Hadirnya autoantibody terhadap reseptor angiotensin II AT1 ditemukan pada serum
pasien dengan preeclampsia. Antibody ini juga meregulasi AT1 dengan cara yang
sama seperti angiotensin II namun merangsang produksi superoksida dari plasenta
atau jaringan vascular. Mereka juga menghambat invasi trofoblas dan meningkatkan
produksi trofoblas PAI-1. 19

DAFTAR PUSTAKA

1. Pangemanan Wim T. Komplikasi akut pada preeklampsia. Disampaikan pada acara


Ilmiah lustrum VIII FK Unsri; 2002 Oktober 4; Palembang.
2. Rozikhan. Faktor-faktor risiko terjadinya preeklampsia berat di rumah sakit Dr.H.
Soewondo Kendal (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro; 2007.
3. Djannah SN, Arianti IS. Gambaran epidemiologi kejadian preeclampsia/eklampsia di
RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2007-2009. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan 2010 Okt; 13(4):378-385.

39

4. Universitas Sumatra Utara. Hubungan antara peeklampsia dengan bblr. Sumatera Utara:
FK USU;2009.
5. Murni AM, Adriany D, Hartuti A, HT Lorenta, Hamdja I. Preeklampsia (referat).
Purwokerto:Universitas Jendral Sudirman; 2011.
6. Simona Gabriella R. Patofisiologi preeclampsia (referat). Maluku:Universitas Pattimura:
2009.
7. Dharma R, Wibowo N, dan Raranta HPT. Disfungsi endotel pada preeklampsia. Makara,
Kesehatan 2005 Des; 9(2): 63-69.
8. Hipertensi Dalam Kehamilan. Scribd [serial online] 2005 (Cited 2012 Sept 1); [16
screens]. Available from: URL: http://www.scribd.com.htm
9. Universitas Sumatra Utara. Peeklampsia. Sumatera Utara:FK USU; 2007.
10. Mikat B, Gellhaus A, Wagner N, Birdir C, Kimmig R, and Koninger A. Review article:
early detection of maternal risk for preeclampsia. ISRN International Scholarly Research
Network Obstetrics and Gynecology [serial online] 2012 June 19 (Cited 2012 Sept 1);
2012:
[16
screens].
Available
from:
URL:
http://jcem.endojournals.org/content/96/2/403/full.html.
11. Akolekar R, Syngelaki A, Sarquis R, Zvanca M, and Nicolaides KH. Prediction of early,
intermediate and late pre-eclampsia from maternal factors, biophysical and biochemical
markers at 11-13 weeks. Prenatal Diagnosis [serial online] 2011 (Cited 2012 Sept 1);
31:66-74. Available from: URL: http://www.fetalmedicine.com/fmf/preeclampsia.html.
12. Timothy Rowe, editor. Diagnosis, evaluation and management of the hypertensive
disorder of pregnancy. JOGC Journal of Obstetrics and Gynecology Canada 2008
March; 30(3) Suppl 1:1-23.
13. Sibai B, Dekker G, Kupferminc M. Pre-eclampsia. Lancet 2005; 365:785-99.
14. Giguere Y, Charland M, Bujold E, Bernard N, Grenier S, Rousseau F et al. Combining
biochemical and ultrasonographic markers in predicting preeclampsia: a systematic
review. Clinical Chemistry 2010; 56(3):361-374.
15. Shennan A. Chapter 25: hypertensive disorders. In: Edmonds DK, editor. Dewhursts
Textbook of Obstetrics and Gynecology. 7th ed. Massachusetts (USA): Blackwell
Publishing; 2007. p.227-35.
16. Abbott D, Shennan A. Hypertension in pregnancy and preeclampsia. Scribd [serial
online] 2005 (Cited 2012 Sept 1); [7 screens]. Available from: URL:
http://www.scribd.com.html .
40

17. Wibowo N, Irwinda R, Gumilar E, Mose J, Rukmono, Kristanto H et al. Pedoman


Nasional Pelayanan Kedokteran Preeklampsia. Bakti Husada.
18. Pangemanan Wim T. Pencegahan preeklampsia. Scribd [serial online] (Cited 2012 Sept
1); [23 screens]. Available from: URL: http://www.scribd.com.html.
19. Myatt L and Carpenter LB. Prediction of pre-eclampsia. In: Lyall F, Belfort M,
editors.Pre-eclampsia Etiology and Clinical Practice. UK: Cambridge University Press;
2007. p.215-31.
20. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, editors.
Chapter 8. prenatal care. In: Williams Obstetrics. 23rd ed. USA: The McGraw-Hill
Companies; 2010. p.
21. Chen Y. Novel angiogenic factors for predicting preeclampsia: sFlt-1, PIGF, and soluble
endoglin. The Open Clinica Chemistry Journal 2009; 2:1-6.
22. Li Y, Puryer M, Lin E, Hale K, Salamonsen LA, Manuelpilai U et al. Placental hTRa3 is
regulated by oxygen tension and serum levels are altered during early pregnancy in
woman destined to develop preeclampsia. JCEM Journal of Clinical Endocrinology &
Metabolism 2011 February 1; 96(2):403-11.
23. Bills VL, Varet J, Millar A, Harper SJ, Soothill PW, Bates DO. Failure to up regulate
VEGF165b in maternal plasma is a first trimester predictive marker for pre-eclampsia.
Clinical Science 2009; 116:265-72.
24. Kanagasabai S. Biochemical markers in the prediction of pre-eclampsia, are we there
yet?. The Internet Journal of Gynecology and Obstetrics [serial online] 2010 (Cited 2012
Sept 1); 14(1): [screens]. Available from: URL: http://www.ispub.com/journal/theinternet-journal-of-gynecology-and-obstetrics/volume-14-number-1/biochemicalmarkers-in-the-prediction-of-pre-eclampsia-are-we-there-yet.html.
25. Perkin Elmer. Maternal health educational series towards early detection pre-eclampsia.
Finland: TPerkinElmer Inc; 2010. p.29-41.

41

You might also like