You are on page 1of 6

AMAL ITU TERGANTUNG PENUTUPNYA

Dalam hadits terdapat beberapa faedah


1. Menjelaskan fase penciptaan manusia dalam perut ibunya, yaitu ada
empat fase:
Pertama, fase sperma selama 40 hari.
Kedua, fase segumpal darah selama 40 hari.
Ketiga, fase segumpal daging selama 40 hari.
Keempat, fase terakhir setelah peniupan ruh di dalamnya.
Janin dalam perut ibunya berfase sedemikian rupa.
2. Janin sebelum empat bulan tidak dihukumi sebagai manusia hi-dup. Atas
dasar hal itu, seandainya ia gugur sebelum sempurna empat bulan, maka ia
tidak dimandikan, tidak dikafani, dan tidak dishalatkan, karena ia belum bisa
disebut sebagai manusia.
3. Setelah empat bulan ruh ditiupkan padanya, dan berlaku untuknya hukum
sebagai manusia hidup. Seandainya ia gugur setelah itu, maka ia
dimandikan, dikafani, dan dishalatkan, sebagaimana se-kiranya ia telah
sempurna sembilan bulan.
4. Dalam rahim terdapat malaikat yang ditugaskan padanya, ber-dasarkan
sabdanya, "Kemudian malaikat diutus kepadanya." Yakni, malaikat yang
ditugaskan pada rahim.
5. Hal ihwal manusia itu dicatat saat ia berada dalam perut ibunya: rizkinya,
amalnya, ajalnya, dan sengsara atau bahagia. Dan catatan takdir ini telah
tertuliskan dalam Lauhul Mahfuzh
6. Menjelaskan hikmah Allah , dan bahwa segala sesuatu di sisi-Nya memiliki
ajal yang telah ditentukan dan tertulis dalam kitab, tidak didahulukan dan
diakhirkan.
7. Manusia itu wajib senantiasa dalam kekhawatiran dan ketakutan, karena
Rasul telah mengabarkan bahwa,

.


"Ada seseorang beramal dengan amalan ahli surga sehingga jarak antara
dirinya dengan surga hanya tinggal satu hasta, tapi catatan (takdir)
mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka lantas ia

memasukinya."
8. Tidak semestinya manusia berputus harapan. Sebab, adakalanya manusia
melakukan kemaksiatan dalam masa yang panjang, kemudian Allah
memberi hidayah kepadanya, sehingga mendapat-kan petunjuk di akhir
usianya.
Kisah tentang si pembunuh 100 jiwa, kisah ini terjadi pada zaman bani israil
dan Rasulullah menceritakannya pada umat nya agar diambil pelajaran :
Kisah ini menceritakan tentang orang yang telah membunuh 99 jiwa lalu dia menyesal
dan bertaubat serta bertanya tentang ahli ilmu yang ada ketika itu. Kemudian
ditunjukkan kepadanya seorang ahli ibadah.
Ternyata ahli ibadah itu hanyalah ahli ibadah, tidak mempunyai ilmu. Rahib tersebut
menganggap besar urusan itu sehingga mengatakan: Tidak ada taubat bagimu. Lakilaki pembunuh itu marah lantas membunuh ahli ibadah tersebut. Lengkaplah korbannya
menjadi 100 jiwa.
Kemudian dia tanyakan lagi tentang ahli ilmu yang ada di masa itu. Maka
ditunjukkanlah kepadanya seorang yang alim. Lalu dia bertanya, apakah ada taubat
baginya yang telah membunuh 100 jiwa? Orang alim itu menegaskan: Ya. Siapa yang
bisa menghalangimu untuk bertaubat? Pintu taubat terbuka lebar. Tapi pergilah,
tinggalkan negerimu menuju negeri lain yang di sana ada orang-orang yang beribadah
kepada Allah Subhanahu wa Taala, dan jangan pulang ke kampungmu, karena
negerimu adalah negeri yang buruk.
Akhirnya, lelaki itu pun pergi berhijrah. Dia berangkat meninggalkan kampung
halamannya yang buruk dalam keadaan sudah bertaubat serta menyesali perbuatan
dan dosa-dosanya. Dia pergi dengan satu tekad meninggalkan dosa yang dia lakukan,
memperbaiki diri, mengisi hari esok dengan amalan yang shalih sebagai ganti
kezaliman dan kemaksiatan yang selama ini digeluti.
Di tengah perjalanan menuju kampung yang baik, dengan membawa segudang asa
memperbaiki diri, Allah Subhanahu wa Taala takdirkan dia harus mati.
Maka berselisihlah malaikat rahmat dan malaikat azab tentang dia.
Malaikat rahmat mengatakan: Dia sudah datang dalam keadaan bertaubat,
menghadap kepada Allah dengan sepenuh hatinya.
Sementara malaikat azab berkata: Sesungguhnya dia belum pernah mengerjakan satu
amalan kebaikan sama sekali.
Datanglah seorang malaikat dalam wujud seorang manusia, lalu mereka jadikan dia
(sebagai hakim pemutus) di antara mereka berdua. Maka kata malaikat itu: Ukurlah

jarak antara (dia dengan) kedua negeri tersebut. Maka ke arah negeri mana yang lebih
dekat, maka dialah yang berhak membawanya.
Lalu keduanya mengukurnya, dan ternyata mereka dapatkan bahwa orang itu lebih
dekat kepada negeri yang diinginkannya. Maka malaikat rahmat pun segera
membawanya.
Takdir dan kehendak Allah Subhanahu wa Taala jua yang berlaku. Itulah rahasia dari
sekian rahasia Allah Yang Maha Bijaksana. Tidak mungkin ditanya mengapa Dia
berbuat begini atau begitu. Tetapi makhluk-Nya lah yang akan ditanya, mengapa
mereka berbuat begini dan begitu. Allah Subhanahu wa Taala Maha melakukan apa
saja yang Dia inginkan.
Adapun secara rinci, maka diterangkan dalam hadits Sahl bin Saad di atas, yaitu
bahwa amalan baik yang diamalkan oleh penghuni neraka itu hanya lahiriahnya saja
yang baik, akan tetapi hati orang tersebut bertentangan dengan amalannya, dimana
kejelekan hatinya ini tidak diketahui oleh orang lain. Dan kejelekan hatinya inilah yang
kemudian mendominasi dirinya, dan kejelekan hatinya ini muncul di akhir umurnya
dengan dia melakukan kejelekan, sehingga dia akhirnya meninggal dengan su`ul
khatimah. Sebaliknya, seorang penghuni surga terkadang melakukan banyak kejelekan
akan tetapi sebenarnya di dalam hatinya ada suatu sifat kebaikan yang tidak diketahui
oleh orang lain. Kemudian, sifat baik ini mendominasi dirinya dan baru muncul buahnya
di akhir hidupnya dengan dia berbuat kebaikan. Sehingga dia akhirnya meninggal
dengan husnul khatimah. (Iqazh Al-Himam Al-Muntaqa min Jami Al-Ulum wa Al-Hikam
hal. 94)
Intinya seorang muslim wajib beriman kepada takdir dan tidak larut mempertanyakan
atau memperbincangkan takdir. Karena takdir adalah rahasia Allah dimana tidak ada
seorangpun makhluk yang mengetahuinya. Dan sudah dimaklumi bersama bahwa
membicarakan sesuatu yang tidak diketahui adalah pekerjaan yang buang-buang waktu
dan tidak akan menghasilkan kebaikan apa-apa.

TIPS agar penutupan amal kita adalah Khusnul Khotimah adalah :


1. Selalu Istiqomah
istiqomah adalah satu hal yang harus kita tanamkan dalam hati dan diri kita.
Karena hanya istiqomahlah yang mengantarkan manusia itu ke derajat yang
paling tinggi. Kita harus istiqomah dalam aqidah, dalam artian tidak menjual
kepercayaan, keimanan dan ketauhidan kita dengan materi dunia. Kita pun harus
istiqomah dalam ibadah, dalam artian tidak mengganti ibadah-ibadah kita
dengan perkara-perkara yang sia-sia. Begitulah yang telah Allah Ta`ala
gambarkan dalam surat Fushilat ayat 30,

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, Tuhan kami adalah Allah kemudian


mereka meneguhkan pendirian mereka (beristiqomah), maka malaikat-malaikat
akan turun kepada mereka dengan berkata, janganlah kalian merasa takut dan
janganlah kalian bersedih hati dan bergembiralah kalian dengan memperoleh
surga yang telah dijanjikan kepada kalian.
Sungguh, Allah Ta`ala pun telah memerintahkan kepada nabi Muhammad secara
khusus dan kepada seluruh manusia secara umum agar mereka tetap
menyembah-Nya hingga akhir hayatnya. Allah Ta`ala berfirman

Dan sembahlah Tuhanmu sampai ajal mendatangimu. (QS. Al-Hijr: 99)
2.
Takwa
Allah swt berfirman, Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Ali Imran: 102).
Syaikh Ahmad Farid mengatakan, Allah menjanjikan orang-orang yang bertakwa
berupa jalan keluar dari kesempitan, sebagaimana firmanNya, Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke
luar. (Ath-Thalaq: 2).
Tidak diragukan lagi bahwa hamba pada saat sekarat dan dalam kesempitan,
maka jalan keluar dan keselamatan terletak dalam dzikir dan ketaatan serta
mengucapkan kalimat tauhid.
3. Berbaik sangka kepada Allah swt.
Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman, Aku menurut persangkaan hambaKu
kepadaKu. Jika menyang-ka baik, maka baik dan jika menyangka buruk, maka
buruk pula.
4. Jujur (Shidq)
Allah swt berfirman, Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah,
dan hendaklah kamu ber-sama orang-orang yang benar. (At-Taubah: 119).
Kejujuran adalah asas bangunan agama, dan tiang benteng keyakinan. Siapa
yang tidak memiliki kejujuran, maka ia orang yang terputus lagi binasa.
Sebaliknya, siapa yang memiliki kejujuran, maka kejujuran tersebut
mengantarkannya ke haribaan Dzat yang memiliki keagungan, dan menjadi
sebab husnul khatimahnya serta klimaks yang baik.
5. Taubat
Allah swt berfirman, Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu ber-untung. (An-Nur: 31).

Dalam hadits Muslim tentang wanita al-Ghamidiyyah, Rasulullah saw


bersabda, Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh ia telah
bertaubat dengan suatu taubat yang sekiranya dilakukan oleh pencukai, niscaya
Allah mengampuninya.
6. Mengingat kematian, melihat orang-orang yang sekarat, memandikan orang
mati, dan berziarah kubur.
7. Berhati-hati terhadap sebab-sebab suul khatimah, yaitu:
a. Akidah rusak dan beribadah dengan bidah.
b. Zhahir berbeda dengan batinnya.
c. Lengket dengan berbagai kemaksiatan dan tetap meneruskannya.
d. Mencintai harta duniawi.
e. Tidak istiqamah.
f. Hati bergantung kepada selain Allah
g. Meremehkan taubat.
8. Selalu berdoa kepada Allah seperti doa Rasulullah
Rabbabaa Laa Tuzigh Quluubanaa Bada Idz Hadaitanaa wa Hab Lana MinLadunka Rahmatan Innaka Antal-Wahhaab
Artinya: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong
kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya
Engkau-lah
Maha
Pemberi
(karunia).
(QS. Ali Imran: 7)
Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi Ala Diinik
Artinya: Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami
di atas agama-Mu. (HR. Ahmad dan at Tirmidzi)
Allaahumma Musorrifal Quluub, Sorrif Quluubanaa Alaa Thaaatik
Artinya: Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami
untuk taat kepadamu. (HR. Muslim)

You might also like