Professional Documents
Culture Documents
Nama Mahasiswa
NIM
: Muhajir Syamsu
: 1571600723
lagi
ke
Mungkin anda sudah mengetahui berita terbaru seputar kasus seorang ibu
pedagang warteg di Serang yang menjadi berita heboh karena dagangannya
diambil Satpol PP ketika mengadakan razia
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/samuelhenry/kekuatan-netizen-dikasus-warteg-serang_575c50b3cd9273a40588d014
Kekuatan Sosial Media
Gerakan donasi ini sekali lagi menunjukkan bahwa media sosial seperti Twitter
mampu menjadi wadah bagi netizen dalam mengumpulkan empati dan gerakan
sosial terhadap satu isu yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Jika selama
ini kita lebih terbiasa dan aktif bergerak dengan gosip serta isu politik, kini kita
bisa melihat satu aspek lain yaitu aspek sosial dan humanis yang bisa
menggetarkan
nurani
banyak
orang.
Netizen: Politik atau Nurani?
Yang menarik dari gerakan donasi ini adalah, apakah donasi yang dikumpulkan
ini bisa dikatakan sebagai gerakan murni berdasarkan empati dan simpati? Atau
akan bergeser dengan sendirinya ke ranah politik? Saya kira pendapat ini tidak
asal muncul di benak kita jika melihat berbagai kasus media sosial lainnya
seperti kasus Teman Ahok, Ahmad Dhani & Ratna Sarumpaet, dsb. Selalu ada
pro dan kontra untuk setiap isu sosial, apalagi bila menyangkut isu SARA
seperti pada kasus warteg diatas
Haries pun keberatan jika perda yang dibatalkan tersebut dinilai bertentangan
dengan konstitusi.
"Perda itu hasil musyawarah para perwakilan rakyat. Letak langgar
konstitusinya di mana?:m tanyanya lagi.
Mencermati perda yang dibatalkan oleh Jokowi adalah perda-perda yang
berkaitan dengan syariat Islam, Haries menegaskan, jangan asal main cabut
perda.
"Kalau alergi dengan kata-kata syariat, jangan yang dihapus perdanya. Toh pada
umumnya, Perda-Perda Islami tak buat judul Perda Syariat,"tandasnya.
Netizen lain menegaskan bahwa kasus Satpol PP ini hanya dijadikan alasan bagi
kelompok tertentu untuk menyudutkan umat Islam.
"Karena agama mereka bukan itu.. Jadi Islam harus ikut aturan mreka. ,Secara
tidak langsung sangat jelas misi mereka. Kasus satpol hanya alasan," tulis
Iskandar, pemilik akun @kandargalang.
Pemilik akun @susi)raharjo ikut mencermati langkah Jokowi ini. Ia bahkan
lebih objektif dengan tak menyangkutkan pembatalan perda semata karena
agama.
"Apa urusannya coba orang pusat hapus-hapus Perda orang daerah. udah
SDAnya diambilin, perda pun diusilin juga," tulis Susi.
Jurnalis senior Edy Ahmad Effendi juga menyatakan kebingungannya akan
penghapusan perda oleh pemerintah pusat.
"Perda Kab Bengkulu, Perda No. 05 Tahun 2014. Tentang Wajib Baca Al Quran
bagi Siswa dan Calon Pengantin. Saya bingung, kok perda ini dihapus?",
tanyanya melalui akun @eae18.
Lain lagi tanggapan I Wayan Suarjaya, seorang anggota TNI dari Bali yang
memahami keberatan penghapusan perda yang berisi sejumlah peraturan terkait
agama tertentu,
"Saya bisa bayangkan.. Kalau saat Nyepi di Bali lalu ada yang berisik pun, kami
akan marah," terang pria beragama Hindu ini.
Pun, lanjutnya, bagi daerah dengan kelompok masyarakat yang didominasi
Wali Kota Serang: Razia Warteg Ibu Saeni oleh Satpol PP Salah
Prosedur
Razia rumah makan atau warung tegal (warteg) milik ibu Saeni (53) atau sering
disapa ibu Eni, oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota
Serang dengan alasan menegakkan peraturan daerah (perda) melarang rumah
makan buka siang hari selama Ramadan, dinilai telah terjadi salah prosedur.
Kesalahan itu terletak pada tindakan petugas Satpol PP yang menyita makanan
milik ibu Saeni.
Wali Kota Serang, Tubagus Haerul Jaman mengaku menyesalkan insiden
penertiban warung makan milik ibu Saeni yang dilakukan anggota Satpol PP
Jumat (10/6) lalu. Menurutnya, tindakan itu telah menyalahi prosedur aturan
karena petugas mengangkut barang dagangan milik wanita tua tersebut.
Seharusnya kan ditegur saja. Tidak perlu menyita makanan seperti itu. Ada
kesalahan prosedur yang dilakukan oleh pihak Satpol PP, ujarnya, di Serang,
Kesimpulan