You are on page 1of 113

GUBERNUR JAWA TIMUR

PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR


NOMOR 80 TAHUN 201
14
TENTANG
PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT
SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR,
Menimbang : bahwa dalam rangka mengatur pemanfaatan ruang pada
kawasan yang
memerlukan pengawasan khusus dan
pembatasan pamanfaatannya
pamanfaatannya,, maka untuk mempertahankan
daya dukung, mencegah dampak negatif dan menjamin proses
pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 124 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Jawa Timur Tahun 2011
2011-2031, perlu membentuk Peraturan
Gubernur Jawa Timur tentang Pemanfaatan R
Ruang Pada
Kawasan Pengendalian Ketat Skala Regional di Provinsi Jawa
Timur
Timur;
Mengingat :

1. Undang
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Propinsi Djawa Timur (Himpunan
Himpunan Peraturan Peraturan
Negara Tahun 1950)) sebagaimana telah diubah dengan
Undang
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan
dalam Undang
Undang-Undang
Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan
Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950);
2. Undang
Undang-Undang
Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3419);
3. U
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888);
4. Undang
Undang-Undang
Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377);
5. Undang-Undang

- 25. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4444);
6. Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2007
tentang
Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4722);
7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
8. Undang-Undang
Nomor
1
Tahun
2009
tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4956);
9. Undang-Undang
Nomor
4
Tahun
2009
tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
10. Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2009
tentang
Perlindungan
dan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5168);
12. Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2014
tentang
Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4624);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4655);
15. Peraturan

- 315. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air


Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4859);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan
Perkeretaapian
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5070);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5111);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5112);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata
Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5116);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5217);

24. Peraturan

- 424. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang


Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5230);
25. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan
Pengembangan Wilayah Surabaya Madura sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun
2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor
27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah
Surabaya Madura
26. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan
Bawah Tanah;
27. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
28. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang
Penetapan Cekungan Air Tanah;
29. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Penetapan Wilayah Sungai;
30. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun 2004
tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di
Sekitar Bandar Udara Juanda Surabaya;
31. Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
Nomor
20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan
Penggunaan Bagian-Bagian Jalan;
32. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 0225K/11/MEM/2010 tentang Rencana Induk
Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional
Tahun 2010 2025;
33. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011
tentang
Pedoman
Pinjam
Pakai
Kawasan
Hutan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kehutanan
Nomor
P.38/Menhut-II/2012
tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan;
34. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2011
tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Jalur Kereta
Api dengan Bangunan Lain;
35. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2011
tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional;

36. Peraturan

- 536. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011


tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan
Sendiri;
37. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011
tentang Pengerukan Dan Reklamasi;
38. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013
tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional;
39. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan
Lindung di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
(Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Tahun 1991 Nomor 1 Seri C);
40. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Pertambangan Bahan
Galian Golongan C di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Timur (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Timur Tahun 1996 Nomor 3 Seri B);
41. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 Nomor 5 Seri D,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur
Nomor 5);
42. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun
2011-2031 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
2012 Nomor 3 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Nomor 15);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan

PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMANFAATAN RUANG


PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL
DI PROVINSI JAWA TIMUR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Timur.
2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
3. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan
kegiatannya serta memelihara kelangsungan kehidupannya.
4. Rencana

- 6-

4. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.


5. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata
ruang meliputi penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
6. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
7. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan
berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya, mulai
dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri
oleh garis sempadan.
8. Sumber Daya Air adalah air, sumber air dan daya air yang
terkandung didalamnya.
9. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau
buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah.
10. Wilayah Sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah
kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu
atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil
yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km.
11. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS
adalah

suatu

wilayah

daratan

yang

merupakan

satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang


berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan.
12. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disingkat CAT adalah
suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat
semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan,
pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
13. Pemohon

adalah

perorangan,

badan,

atau

instansi

pemerintah yang melakukan pembangunan di kawasan


pengendalian ketat.
14. Badan

- 714. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang


merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan
Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi,
Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan,
Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau Organisasi
yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk
Badan lainnya.
15. Skala Regional adalah batasan fisik, lingkup pelayanan dan
fungsional dari kegiatan yang terdapat pada Kawasan
Pengendalian Ketat yang menjadi lingkup kewenangan
Pemerintah Provinsi untuk mengaturnya.
16. Instansi teknis tertentu adalah instansi vertikal yang
mempunyai kewenangan pengelolaan kawasan tertentu.
17. Izin Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat IPR
adalah
izin
yang
dipersyaratkan
dalam
kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
18. Izin Prinsip adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah untuk menyatakan suatu kegiatan
secara prinsip diperkenankan untuk diselenggarakan atau
beroperasi.
19. Tim Asistensi adalah tim yang bertugas memberikan
rekomendasi
dan/atau
pertimbangan
teknis
atas
permohonan Izin Pemanfaatan Ruang pada kawasan
pengendalian ketat skala regional di Provinsi Jawa Timur.
20. Tim Pengendalian adalah tim teknis yang beranggotakan
Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Timur dan Instansi teknis dengan
tugas melaksanakan pengawasan terhadap pemanfaatan
ruang baik yang sudah memiliki Izin Pemanfaatan Ruang
maupun yang belum memiliki Izin Pemanfaatan Ruang.
BAB II
KAWASAN PENGENDALIAN KETAT
Pasal 2
Kawasan pengendalian ketat (High Control Zone) merupakan
kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan
dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya
dukung, mencegah dampak negatif, dan menjamin proses
pembangunan yang berkelanjutan.
Pasal 3

- 8Pasal 3
Kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 mempunyai kriteria:
a. bersifat strategis terhadap upaya mewujudkan penataan
ruang;
b. pemanfaatan ruang pada kawasan sekitarnya yang
berdampak pada penurunan kualitas dan merusak
lingkungan;
c. pemanfaatan ruang pada kawasan yang memiliki dampak
lintas wilayah;
d. kecenderungan perkembangan tinggi; dan
e. bersifat strategis dalam mendukung perwujudan tujuan
pembangunan wilayah.
Pasal 4
Kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 meliputi:
a. kawasan perdagangan regional;
b. kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya dan
Kabupaten Bangkalan yang meliputi kawasan tertentu/fair
ground, interchange jalan akses dan/atau rencana reklamasi
pantai;
c. wilayah aliran sungai, sumber air dan stren kali dengan
sempadannya;
d. kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian
lingkungan hidup meliputi kawasan resapan air atau
sumber daya air, dan kawasan konservasi hutan bakau;
e. transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian,
area/lingkup kepentingan pelabuhan, dan kawasan sekitar
bandara;
f. prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti area
di sekitar jaringan pipa gas, jaringan Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), dan Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) terpadu;
g. kawasan rawan bencana;
h. kawasan lindung prioritas dan pertambangan skala regional;
i. kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat unik
dan khas;
j. kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan baku
dan/atau mempunyai pengaruh antar wilayah di Jawa
Timur;
k. kawasan

- 9k. kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan


administratif Jawa Timur; dan
l. kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan
pengendalian ketat.
Pasal 5
(1) Kawasan perdagangan regional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf a merupakan tempat yang
dipergunakan untuk aktivitas perdagangan antar wilayah
yang didorong untuk memenuhi kebutuhan regional
dan/atau nasional.
(2) Kawasan perdagangan regional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menampung kegiatan perdagangan dari
semua komoditas baik pertanian, industri pengolahan
maupun jasa dalam jumlah besar, serta merupakan pusat
koleksi dan distribusi barang dengan jaminan kualitas dan
harga yang ditunjang oleh infrastruktur transportasi yang
memadai.
Pasal 6
(1) Kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya dan
Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf b merupakan kawasan yang memiliki kesatuan
fungsional dengan pembangunan Jembatan Suramadu yang
pengembangannya diarahkan untuk kawasan permukiman,
perdagangan dan jasa, pariwisata, serta pengembangan
kawasan industri.
(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. kawasan tertentu/fair ground;
b. interchange jalan akses; dan/atau
c. rencana reklamasi pantai.
Pasal 7
(1) Wilayah aliran sungai, sumber air, dan stren kali dengan
sempadannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c
merupakan kawasan yang terkait dengan upaya menjaga
fungsi tanah serta kualitas dan kuantitas air dalam rangka
pemenuhan kebutuhan air yang bersifat lintas wilayah.
(2) Wilayah aliran sungai, sumber air, dan stren kali dengan
sempadannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. DAS dan sumber air;
b. Mata Air dan waduk.
(3) DAS

- 10 (3) DAS dan sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, meliputi:
a. WS Bengawan Solo yang terdiri dari DAS Bengawan Solo,
dan DAS Kali Lamong;
b. WS Brantas yaitu DAS Brantas;
c. WS Welang Rejoso yang terdiri dari DAS Legundi, DAS
Banyubiru, DAS Gending, DAS Pesisir, DAS Welang, DAS
Kedunggalen, DAS Petung dan DAS Gembong;
d. WS BaruBajulmati yang terdiri dari DAS Baru, DAS
Glondong, DAS Bajulmati, DAS Bomo, dan DAS
Blambangan;
e. WS PekalenSampean yang terdiri dari DAS Pekalen,
DAS Sampean, DAS Deluwang, DAS Penjalinan, dan DAS
Banyuputih;
f. WS MaduraBawean yang terdiri dari DAS Budur, DAS
Bumianyar, DAS Tamberu, dan DAS Blega; dan
g. WS Bondoyudo-Bedadung yang terdiri dari DAS
Bondoyudo, DAS Bedadung, DAS Mayang, dan DAS
Gladak.
(4) Mata air dan waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, meliputi:
a. Mata Air Umbulan; dan
b. Waduk yang berada di WS Bengawan Solo, WS Brantas,
WS Welang Rejoso, WS Pekalen Sampean, WS Baru
Bajulmati, WS Bondoyudo Bedadung, dan WS Kepulauan
Madura.
Pasal 8
(1) Kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf d merupakan kawasan lindung yang terkait dengan
fungsi kelestarian lingkungan hidup.
(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
kawasan resapan air atau sumber daya air dan kawasan
konservasi hutan bakau/mangrove.
(3) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang harus
dikendalikan pemanfaatannya terdiri dari:
a. kawasan hutan lindung yang berada di wilayah
kabupaten/kota;
b. kawasan konservasi yang terdiri atas cagar alam, suaka
margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, dan
taman hutan raya;
c. Kawasan

- 11 c. Kawasan pantai berhutan bakau/mangrove yang


tersebar di sepanjang pantai utara, pantai timur, dan
pantai selatan Jawa Timur serta wilayah pesisir
kepulauan; dan
d. Kawasan imbuhan air tanah yang merupakan daerah
resapan air yang mampu menambah air tanah secara
alamiah pada cekungan air tanah.
Pasal 9
(1) Lokasi kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a terdapat di Kabupaten
Bangkalan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar,
Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
Jember, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten
Lamongan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Magetan, Kabupaten Malang, Kabupaten
Mojokerto,
Kabupaten
Nganjuk,
Kabupaten
Ngawi,
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten
Pasuruan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Situbondo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Tuban, Kabupaten Tulungagung,
Kota Batu, dan Kota Kediri.
(2) Lokasi kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) huruf b, meliputi:
a. Kawasan yang memiliki fungsi hutan cagar alam terdapat
di Kabupaten Sumenep, Kabupaten Malang, Kabupaten
Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten Kediri, Kabupaten
Ponorogo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bondowoso,
Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi;
b. Kawasan suaka margasatwa berlokasi di Dataran Tinggi
terletak di Kecamatan Krucil, Sumber Malang, Panti, dan
Sukorambi,
Kabupaten
Situbondo,
Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten
Jember serta Pulau Bawean di Kecamatan Sangkapura
dan Kecamatan Tambak di Kabupaten Gresik;
c. Taman Nasional berlokasi di Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru, Taman Nasional Baluran, Taman
Nasional Meru Betiri, dan Taman Nasional Alas Purwo;
d. Taman Wisata Alam berlokasi di Gunung Baung yang
berada di Kecamatan Purwosari dan Tretes di Kecamatan
Prigen Kabupaten Pasuruan dan di Kawah Ijen
Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi dan Kecamatan
Klabang Kabupaten Bondowoso; dan
e. Taman

- 12 e. Taman Hutan Raya (Tahura) terletak di Kabupaten


Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang,
Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, dan Kota Batu.
(3) Lokasi
kawasan
pantai
berhutan
bakau/mangrove
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf c,
meliputi:
a. pesisir pantai timur Surabaya dan Sidoarjo;
b. konservasi pesisir Teluk Lamong;
c. pesisir Situbondo;
d. Segoro Anakan Banyuwangi;
e. pesisir selatan pantai Pulau Nusa Barung Kabupaten
Jember;
f. pesisir selatan Pantai Pulau Sempu Kabupaten Malang;
g. reboisasi hutan mangrove di bagian pesisir selatan Jawa
Timur kecuali pada kawasan yang digunakan sebagai
budidaya; dan
h. pesisir utara dan selatan Madura.
(4) Lokasi kawasan imbuhan air tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) huruf d, meliputi:
a. daerah imbuhan pada 4 CAT lintas provinsi, meliputi:
CAT Lasem, CAT Randublatung, CAT Wonosari dan CAT
Ngawi-Ponorogo; dan
b. daerah imbuhan pada Cekungan Air Tanah Lintas
Kabupaten/Kota meliputi CAT Surabaya-Lamongan, CAT
Tuban, CAT Panceng, CAT Brantas, CAT Bulukawang,
CAT Pasuruan, CAT Probolinggo, CAT Jember-Lumajang,
CAT Besuki, CAT Bondowoso-Situbondo, CAT Wonorejo,
CAT Ketapang, CAT Sampang-Pamekasan, dan CAT
Sumenep.
Pasal 10
Transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian,
kawasan/lingkup kepentingan pelabuhan, dan kawasan sekitar
bandara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e
merupakan kawasan di sekitar prasarana transportasi regional
yang memiliki aksesbilitas tinggi dan bersifat regional.
Pasal 11
(1) Kawasan jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 yang merupakan Kawasan Pengendalian Ketat, meliputi:
a. Kawasan jaringan jalan dengan kewenangan nasional
dan provinsi, jaringan jalan dengan fungsi arteri primer
dan kolektor primer, jaringan jalan bebas hambatan,
serta jaringan jalan strategis provinsi dan nasional.
b. Kawasan

- 13 b. Kawasan jaringan jalan berdasarkan bagian-bagiannya,


terdiri atas:
1. ruang manfaat jalan, meliputi badan jalan, saluran
tepi jalan dan ambang pengaman;
2. ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan
sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan;
3. ruang pengawasan jalan yaitu ruang tertentu di luar
ruang milik jalan yang ada dibawah pengawasan
penyelenggara jalan; dan
4. daerah diluar ruang pengawasan jalan
(2) Area Pengendalian Ketat pada kawasan sekitar rencana
pembangunan jalan baru mengikuti ketentuan bagianbagian jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
sesuai dengan lokasi/titik koordinat rencana trase jaringan
jalan.
(3) Perizinan pemanfaatan ruang pada bagian Jalan Nasional
harus terlebih dahulu mendapat persetujuan prinsip dari
penyelenggara jalan.
(4) Perizinan pemanfaatan ruang pada bagian Jalan Provinsi
harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi teknis dari
Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi.
Pasal 12
Kawasan jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik
jalur kereta api, ruang pengawasan jalur kereta api, dan
kawasan di luar ruang pengawasan jalur rel kereta api.
Pasal 13
(1) Kawasan/lingkup kepentingan pelabuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 meliputi Kawasan Keselamatan
Operasional Pelayaran di sekitar Pelabuhan, terdiri atas:
a. Kawasan Alur Pelayaran di dalam Daerah Lingkungan
Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan
(DLKp) Pelabuhan;
b. Kolam Pelabuhan terkait kedalaman terhadap dasar laut
(seabad);
c. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan kapal;
d. Kawasan di dalam DLKr dan DLKp yang menyebabkan
perubahan garis dan kontur pantai akibat reklamasi dan
pengerukan;
e. Kawasan

- 14 e. Kawasan di sekitar daerah operasional pelabuhan di


wilayah DLKr dan DLKp meliputi area tempat berlabuh,
area alih muat kapal, area tempat sandar kapal, area
kolam putar, area pemanduan dan penundaan kapal,
area keperluan keadaan darurat, area alur pelayaran,
area fairway, areal pindah labuh kapal, area percobaan
berlayar, area perairan wajib pandu, area fasilitas
pembangunan
dan
pemeliharaan
kapal,
area
penempatan kapal mati dan area pengembangan
pelabuhan lainnya sesuai Rencana Induk Pelabuhan
(RIP); dan
f. Kawasan di sekitar penempatan Alat Bantu Navigasi
Pelayaran (ABNP).
(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
kawasan di sekitar pelabuhan pengumpul, pelabuhan
pengumpan regional, pelabuhan pengumpan lokal dan di
Terminal Khusus (Tersus), baik pelabuhan yang sudah ada
maupun yang akan direncanakan yang tercantum dalam
dokumen perencanaan.
Pasal 14
Kawasan sekitar bandara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
10,
merupakan
Kawasan
Keselamatan
Operasi
Penerbangan di sekitar bandar udara yang meliputi:
a. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas;
b. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;
c. kawasan di bawah permukaan transisi;
d. kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;
e. kawasan di bawah permukaan kerucut;
f. kawasan di bawah permukaan horizontal luar; dan
g. kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi
penerbangan.
Pasal 15
Kawasan sekitar prasarana wilayah dalam skala regional seperti
area di sekitar jaringan pipa gas, Jaringan SUTET, dan TPA
terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f
merupakan kawasan yang dapat dipergunakan untuk
pembangunan fasilitas penunjang keberadaan prasarana
tersebut serta untuk pembangunan fasilitas umum seperti jalan
dan Ruang Terbuka Hijau dengan tidak membahayakan dan
mengganggu kinerja prasarana wilayah.
Pasal 16

- 15 Pasal 16
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf g merupakan kawasan bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa yang disebabkan oleh alam, baik
kawasan
yang
sudah
ditetapkan
dalam
RTRW
Kabupaten/Kota, maupun yang belum ditetapkan dalam
RTRW Kabupaten/Kota.
(2) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi kawasan:
a. rawan tanah longsor;
b. rawan letusan gunung api; dan
c. rawan luapan lumpur.
(3) Pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana alam
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kawasan
sekitarnya dapat dilakukan dengan tidak mengganggu fungsi
lindung dan dengan persyaratan yang ketat.
Pasal 17
(1) Kawasan lindung prioritas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf h merupakan kawasan yang diutamakan
dalam upaya menjaga fungsi lindung kawasan meliputi
Gunung Prahu dan kawasan cagar alam geologi berupa
kawasan keunikan bentang alam.
(2) Kawasan lindung prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak dapat dialihfungsikan dan hanya digunakan
sebagai pelestarian sumberdaya alam.
(3) Kawasan keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa kawasan bentang alam karst.
Pasal 18
Kawasan pertambangan skala regional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf h merupakan kawasan di area
pertambangan yang menjadi kewenangan Pemerintah dan/atau
Pemerintah Provinsi yang dalam pengelolaannya dapat
memberikan dampak pada penurunan kualitas lingkungan,
konflik sosial, dan konflik pemanfaatan ruang.
Pasal 19
(1) Kawasan konservasi alam, budaya dan yang bersifat unik
dan khas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf i,
merupakan
kawasan
untuk
melestarikan
dan
mengembangkan sumber daya alam, manusia dan buatan.
(2) Kawasan

- 16 (2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


a. kawasan keunikan batuan dan fosil;
b. kawasan keunikan proses geologi;
c. cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan
d. kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.
Pasal 20
(1) Kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan baku
dan/atau mempunyai pengaruh antar wilayah di Jawa
Timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf j,
merupakan kawasan yang melayani kegiatan dan produksi
yang

dianggap

berpengaruh

secara

luas

lintas

kabupaten/kota.
(2) Kegiatan

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

perlu

dikendalikan untuk menciptakan sinergitas dan efisiensi


antar kegiatan, antar fungsi, ataupun antar kawasan.
Pasal 21
(1) Kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan
administratif Jawa Timur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf k, merupakan kegiatan yang mencakup
wilayah lintas kabupaten/kota, atau dapat berupa kegiatan
yang berdampak lintas kabupaten/kota sehingga perlu
adanya pengendalian oleh provinsi dalam rangka menjaga
keterhubungan antar kabupaten/kota yang memperhatikan
aspek lingkungan hidup berkelanjutan.
(2) Kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan
administratif Jawa Timur sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa kawasan perbukitan/pegunungan yang tidak
termasuk kawasan lindung.
Pasal 22
(1) Kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan
pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf l, merupakan kawasan pengendalian ketat yang
memenuhi kriteria tertentu dan dapat ditetapkan sebagai
kawasan yang perlu dikendalikan secara ketat.
(2) Kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan
pengendalian ketat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Kawasan

- 17 a. Kawasan Khusus Madura dengan luas wilayah 600


(enam ratus) Ha dalam satu kesatuan dengan wilayah
pelabuhan peti kemas dengan perumahan dan industri
termasuk jalan aksesnya; dan
b. Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang
merupakan kawasan lahan pertanian yang ditetapkan
sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan yang
harus dilindungi dan dilarang untuk dialihfungsikan.
BAB III
IZIN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 23
(1) Pemanfaatan Ruang pada kawasan pengendalian ketat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus mendapatkan
IPR dari Gubernur.
(2) IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sebelum pelaksanaan izin lingkungan dan pembangunan
fisik.
(3) IPR berfungsi sebagai dasar dalam pemberian izin prinsip,
izin lokasi di kabupaten/kota, dan izin teknis lainnya yang
disyaratkan.
(4) Pemanfaatan ruang yang diharuskan mendapatkan IPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. kegiatan
pemanfaatan
ruang
yang
baru
akan
dilaksanakan; dan/atau
b. pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan pada
kawasan yang telah terbangun.
(5) Jenis pelayanan yang diberikan terkait dengan IPR meliputi
perizinan langsung dan perizinan tidak langsung.
(6) Perizinan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
merupakan perizinan yang prosesnya melibatkan satu
institusi yang berwenang langsung terhadap perizinan pada
kawasan pengendalian ketat.
(7) Perizinan tidak langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) merupakan perizinan yang prosesnya melibatkan
lebih dari satu institusi yang memiliki kewenangan pada
kawasan pengendalian ketat.
Pasal 24
(1) Permohonan IPR dilakukan dengan mengisi formulir
permohonan yang ditanda tangani oleh pemohon perorangan
atau pemimpin badan usaha, dengan dilampiri:
a. data

- 18 a. data pemohon, terdiri atas:


1. foto copy KTP/Kartu Identitas lainnya; dan
2. foto copy NPWP.
b. foto copy akte pendirian perusahaan dan/atau akte
perubahan yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang, apabila permohonan IPR diajukan oleh
Badan Usaha;
c. Surat kuasa, berupa:
1. Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur
utama/direktur) kepada yang ditunjuk dalam Badan
Usaha dimaksud apabila permohonan diajukan bukan
oleh Pimpinan Badan Usaha; atau
2. Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang
ditunjuk bilamana pengurusan dilakukan oleh orang
lain tersebut.
d. uraian rencana/proposal pemanfaatan lahan dan alokasi
waktu pelaksanaan kegiatan (hardcopy dan softcopy);
e. peta yang disertai koordinat geografis dan foto lokasi
(hardcopy dan softcopy);
f.

bahan presentasi IPR (hardcopy dan softcopy) untuk jenis


perizinan tidak langsung;

g. rekomendasi teknis dan/atau pertimbangan teknis dari


instansi teknis untuk perizinan langsung.
(2) Dalam hal perizinan yang dimohonkan merupakan perizinan
penggunaan ruang pengawasan jalan pada Jalan Nasional,
maka harus melampirkan surat persetujuan prinsip dari
Penyelenggara Jalan dan rekomendasi teknis dari Dinas
Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi;
(3) Dalam hal perizinan yang dimohonkan merupakan perizinan
penggunaan ruang pengawasan jalan pada Jalan Provinsi,
maka harus melampirkan surat rekomendasi teknis dari
Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi;
(4) Dalam hal perizinan yang dimohonkan berada pada kawasan
yang merupakan kewenangan instansi teknis tertentu dan
kegiatan tidak diatur dalam rencana tata ruang wilayah,
maka diperlukan rekomendasi persetujuan pemanfaatan
ruang kawasan dari instansi teknis tersebut.
(5) Kegiatan yang harus mendapat IPR adalah keseluruhan
rangkaian

fungsi

kegiatan

walaupun

ada

bagian

dari

kegiatan tidak berada di kawasan pengendalian ketat.


(6) Semua

- 19 (6) Semua berkas persyaratan perizinan yang telah diserahkan


dan sesuai dengan ketentuan menjadi hak Pemerintah
Provinsi.
Pasal 25
(1) Permohonan IPR yang sudah sesuai persyaratan akan
diproses sesuai jenis pelayanan perizinannya.
(2) Bagi jenis perizinan tidak langsung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (7), proses penerbitan IPR dilakukan
melalui rapat koordinasi Tim Asistensi.
(3) Apabila

dalam

proses

pembahasan

rapat

koordinasi

diperlukan peninjauan lapangan, maka Tim Asistensi dapat


melakukan peninjauan lapangan sesuai kesepakatan dalam
rapat koordinasi.
Pasal 26
(1) IPR diberikan Gubernur setelah mendapatkan rekomendasi
teknis dari Ketua Tim Asistensi.
(2) Tim

Asistensi

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.


Pasal 27
(1) IPR berlaku selama tidak terjadi perubahan data sesuai
dengan ketentuan dalam IPR yang sudah diterbitkan.
(2) Dalam rangka memastikan pelaksanaan kegiatan sesuai IPR
yang diterbitkan dilakukan pemantauan dan evaluasi.
(3) Pemantauan dan Evaluasi dilakukan oleh Tim Asistensi
bersama Tim Pengendalian.
Pasal 28
(1) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2)
dilakukan

untuk

memantau

pelaksanaan

kegiatan

pemanfaatan ruang agar sesuai dengan kewajiban pemegang


izin yang dipersyaratkan dalam dokumen IPR.
(2) Pemantauan untuk kegiatan yang telah mendapatkan IPR
dilaksanakan dengan ketentuan:
a. untuk kegiatan dengan alokasi waktu kurang dari
2 (dua) tahun, pemantauan dilaksanakan sekurangkurangnya

(satu)

kali

sebelum

kegiatan

selesai

dilaksanakan.
b. untuk

- 20 b. untuk kegiatan dengan alokasi waktu 2 (dua) tahun atau


lebih, pemantauan dilaksanakan pada 1 (satu) tahun
pertama.
(3) Dalam kaitannya dengan kegiatan pemantauan, penerima
IPR diwajibkan melaporkan data perizinan yang disyaratkan
sebelum melaksanakan kegiatan fisik kepada administrator
pelayanan perizinan terpadu.
Pasal 29
(1) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2)
dilakukan

untuk

menilai

pelaksanaan

kegiatan

sesuai

alokasi waktu yang direncanakan dan ketentuan minimal


kegiatan yang harus dilaksanakan sesuai dengan proposal
permohonan izin.
(2) Evaluasi dilaksanakan dengan ketentuan:
a. untuk kegiatan dengan alokasi waktu kurang dari 2
(dua) tahun, evaluasi dilakukan pada saat kegiatan
selesai dilaksanakan sesuai dengan alokasi waktu dalam
proposal permohonan izin;
b. untuk kegiatan dengan alokasi waktu 2 (dua) tahun atau
lebih,

evaluasi

selanjutnya

dilakukan

evaluasi

setiap

dilakukan

pada

(dua)
saat

tahun,
kegiatan

selesai dilaksanakan.
(3) Apabila kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan
alokasi waktu dan/atau tidak memenuhi persyaratan minimal
kegiatan yang harus dilaksanakan pada saat evaluasi, maka
pemegang IPR dengan persyaratan tertentu dapat diberikan
tambahan waktu untuk menyelesaikan kegiatan.
Pasal 30
(1) Pemberian tambahan waktu sebagaimana dimaksud pada
Pasal 29 ayat (3) diberikan kepada pemegang IPR, dengan
syarat :
a. sedang mengurus izin lainnya yang diwajibkan dalam
IPR dan dibuktikan dengan surat pernyataan dari
pejabat

instansi

terkait

yang

menjelaskan

bahwa

pemegang IPR sedang melaksanakan proses perizinan;


atau
b. sudah

- 21 b. sudah menyelesaikan kewajiban perizinan dalam IPR


tetapi waktu penyelesaian proses perizinannya melebihi
perkiraan alokasi waktu dalam proposal pengajuan
permohonan IPR.
(2) Pemberian tambahan waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pemberian tambahan waktu diberikan paling banyak 2
(dua) kali;
b. pemberian waktu pertama diberikan selama 2 (dua)
tahun dan 1 (satu) tahun untuk pemberian tambahan
waktu kedua;
c. pemohon mengajukan permohonan pemberian tambahan
waktu penyelesaian kegiatan;
d. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c harus
diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
hasil evaluasi diterima oleh pemohon;
e. apabila ketentuan waktu sebagaimana dimaksud pada
huruf d tidak dipenuhi, maka IPR menjadi tidak berlaku;
dan
f. proses permohonan pemberian tambahan waktu
penyelesaian kegiatan IPR dilakukan sesuai prosedur
dan mekanisme pengajuan permohonan IPR baru dengan
mengajukan surat permohonan pemberian tambahan
waktu penyelesaian kegiatan yang ditanda tangani oleh
pemohon perorangan atau pemimpin badan usaha,
dengan melampirkan:
1) surat
izin
pemanfaatan
ruang
yang
sudah
diterbitkan;
2) surat pernyataan dari pejabat instansi terkait yang
menjelaskan
bahwa
pemegang
IPR
sedang
melaksanakan
proses
perizinan
sebagaimana
disyaratkan dalam dokumen IPR;
3) persyaratan perizinan yang sudah dipenuhi sesuai
dokumen IPR;
4) berita acara hasil evaluasi terhadap IPR yang sudah
diterbitkan sebelumnya;
5) surat kuasa bila diurus oleh orang lain yang bukan
pemohon atau Surat kuasa dari pemimpin badan
usaha bila permohonan diajukan bukan oleh
pemimpin badan usaha dan dokumen pergantian
pimpinan bila terjadi pergantian pimpinan yang tidak
sesuai dengan data permohonan IPR; dan
6) dokumen persyaratan permohonan IPR sebelumnya
yang mengalami perubahan data.
Pasal 31

- 22 Pasal 31
(1) Dalam hal kegiatan yang sudah mendapatkan IPR tidak
memenuhi ketentuan alokasi waktu dan/atau persyaratan
minimal kegiatan dan tidak melebihi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), maka IPR dibatalkan.
(2) Pemohon yang IPRnya dibatalkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat mengajukan permohonan IPR baru.
(3) Permohonan IPR baru oleh pemohon yang sama pada lokasi
yang sama hanya dapat diajukan maksimal 2 (dua) kali.
(4) Pengajuan IPR baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat dilakukan maksimal 6 (enam) bulan sejak IPR
dibatalkan.
(5) Bagi pemohon yang telah mendapat IPR baru sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang pada saat evaluasi kegiatan
belum memenuhi ketentuan persyaratan minimal kegiatan
yang harus dilaksanakan sesuai alokasi waktu, tetapi
memenuhi ketentuan pada Pasal 30 Ayat (1) dapat diberikan
tambahan waktu 1 (satu) tahun untuk menyelesaikan
kegiatan sesuai ketentuan.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan hak orang lain/atau Badan Usaha lain
untuk memperoleh IPR pada lokasi yang sama.
Pasal 32
(1) Dalam hal terjadi perubahan data dalam IPR yang sudah
ditetapkan
kegiatan

dan/atau

akan

dimungkinkan

dilakukan

untuk

pengembangan

dilakukan

perubahan

terhadap IPR yang sudah diterbitkan.


(2) Proses perubahan IPR dilakukan sesuai prosedur dan
mekanisme pengajuan permohonan IPR baru.
(3) Permohonan perubahan dilakukan dengan mengajukan
surat permohonan perubahan IPR yang ditanda tangani oleh
pemohon perorangan atau pemimpin badan usaha, dengan
melampirkan:
a. surat IPR yang sudah diterbitkan;
b. persyaratan

perizinan

yang

sudah

dipenuhi

sesuai

dokumen IPR;
c. berita acara hasil tinjauan lapangan terhadap IPR yang
sudah

diterbitkan

sebelumnya

(apabila

dilakukan

tinjauan lapangan);
d. proposal

- 23 d. proposal terkait perubahan kegiatan pemanfaatan ruang;


e. surat kuasa bila diurus oleh orang lain yang bukan
pemohon; dan
f.

dokumen persyaratan permohonan IPR sebelumnya yang


mengalami perubahan data.

(4) Dalam hal pemohon berbentuk badan usaha, ketentuan


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditambah dengan surat
kuasa

dari

pemimpin

badan

usaha

bila

permohonan

diajukan bukan oleh pemimpin badan usaha dan dokumen


pergantian pimpinan bila terjadi pergantian pimpinan yang
tidak sesuai dengan data permohonan IPR yang akan
diubah.
Pasal 33
(1) IPR yang telah diberikan dapat dicabut apabila:
a. tidak

memenuhi

ketentuan

sebagaimana

dimaksud

dalam Pasal 29 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (1);


b. melanggar ketentuan-ketentuan yang disyaratkan dalam
surat izin dan peraturan perundang-undangan; dan
c. izin yang dikeluarkan instansi yang menjadi syarat
dalam IPR dibatalkan dan/atau dicabut.
(2) Pencabutan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b dilakukan setelah pemegang izin
mendapatkan

surat

peringatan

sebanyak

(tiga)

kali

berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 7


(tujuh) hari kerja.
BAB IV
PEMBINAAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 34
(1) Pembinaan, pemantauan dan evaluasi dilakukan secara
berkala terhadap IPR yang dilakukan oleh tim sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Pembinaan,

pemantauan

dan

evaluasi

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang teknis, operasional


dan administrasi.
(3) Pembinaan

sebagaimana

merupakan

upaya

pemanfaatan

ruang

dimaksud

untuk
yang

pada

meningkatkan

terkait

dengan

ayat

(1)

kinerja

pengendalian

pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat.


(4) Pengawasan

- 24 (4) Pemantauan terhadap pemanfaatan ruang dilaksanakan


untuk mengetahui:
a. pemanfaatan ruang yang belum memiliki izin dan/atau
rekomendasi;
b. pemanfaatan ruang yang sudah memiliki rekomendasi
dari Kabupaten/Kota tetapi belum memiliki izin dari
Pemerintah Provinsi; dan
c. pemanfaatan ruang yang sudah sesuai dengan ketentuan
dalam izin yang diterbitkan.
(5) Evaluasi terhadap pemanfaatan ruang dilaksanakan untuk
mengetahui:
a. pelaksanaan pemanfaatan ruang yang disesuaikan
dengan alokasi waktu yang direncanakan dan ketentuan
persyaratan dalam IPR.
b. permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan ruang
sesuai IPR yang diterbitkan.
Pasal 35
(1) Bentuk pembinaan, meliputi:
a. koordinasi penyelenggaraan pemanfaatan ruang pada
kawasan pengendalian ketat;
b. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman
pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang yang
terkait dengan kawasan pengendalian ketat;
c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi
pelaksanaan pengendalian ruang pada kawasan
pengendalian ketat;
d. pelatihan;
e. penelitian dan pengembangan;
f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi
penataan ruang pada kawasan pengendalian ketat;
g. penyebarluasan informasi terkait kawasan pengendalian
ketat kepada masyarakat; dan
h. pengembangan
kesadaran
dan
tanggung
jawab
masyarakat.
(2) Bentuk pemantauan, meliputi:
a. pemantauan rutin;
b. pemeriksaan data; dan
c. pelaporan
(3) Bentuk evaluasi, meliputi:
a. pemeriksaan data;
b. penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang; dan
c. pelaporan
Pasal 36

- 25 Pasal 36
Uraian lebih rinci mengenai pemanfaatan ruang pada kawasan
pengendalian ketat dan album petanya, mekanisme perizinan,
pelaksanaan pembinaan, pemantauan dan evaluasi; Formulir
Permohonan

IPR;

Formulir

pemberian

tambahan

waktu

penyelesaian kegiatan IPR; Formulir Perubahan IPR; Formulir


pengecekan kelengkapan persyaratan teknis dan administrasi;
Formulir

Berita

Pemanfaatan
Lapangan

Ruang;

dan

Pemanfaatan

Acara

Rapat

Formulir

Formulir
Ruang

Koordinasi
Berita

Berita

Acara

tercantum

Tim

Acara

Asistensi
Peninjauan

Evaluasi

dalam

Kegiatan

Lampiran

yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur


ini.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 37
(1) Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku:
a. pemanfaatan

ruang

yang

baru

dalam

tahap

pembangunan dan belum memiliki IPR harus segera


mengajukan IPR dan menghentikan kegiatannya sampai
diterbitkannya IPR; dan
b. pemanfaatan ruang yang sudah beroperasi dan belum
mempunyai IPR, harus segera mengurus IPR tanpa
harus menghentikan kegiatannya dan dalam waktu
paling lama 6 (enam) bulan harus sudah memiliki IPR.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b tidak dipenuhi, maka kegiatan pemanfaatan ruang
harus segera dihentikan.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan
Gubernur

Jawa

Timur

Nomor

61

Tahun

2006

tentang

Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Pengendalian Ketat di


Provinsi Jawa Timur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 39

-1LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR


TANGGAL : 26 NOPEMBER 2014
NOMOR : 80 TAHUN 2014

PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN


KETAT SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR
A. ARAHAN

KAWASAN

PENGENDALIAN

KETAT

DALAM

RTRW

PROVINSI JAWA TIMUR


Arahan pengelolaan pengendalian ketat dalam RTRW Provinsi
Jawa Timur dijabarkan sebagai berikut:
1. PADA KAWASAN PERDAGANGAN REGIONAL
Sektor

pertanian

yang

meliputi

tanaman

pangan,

perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan sejak dahulu


telah menjadi basis pembangunan perekonomian Indonesia demikian
pula di Jawa Timur. Peluang pasar dan adanya potensi yang sangat
besar terhadap permintaan produk pertanian di pasar dalam negeri
dan pasar global tersebut harus disambut Provinsi Jawa Timur
dengan segera membangun fasilitasi produk pertanian di berbagai
daerah dalam satu lokasi yang representatif.
Perdagangan

Regional

merupakan

tempat

yang

dipergunakan untuk aktivitas perdagangan antar wilayah yang


didorong untuk memenuhi kebutuhan regional bahkan nasional.
Sudah saatnya Jawa Timur memiliki kawasan perdagangan skala
regional, yang dapat menampung kegiatan perdagangan dari semua
komoditas seperti pertanian, industri pengolahan dan jasa dalam
jumlah besar serta merupakan pusat koleksi dan distribusi barang.
Dari data PDRB menunjukan bahwa 45% pertumbuhan ekonomi
Jawa Timur masih bertumpu pada sektor pertanian. Akan tetapi
kalau dilihat secara riil, dampak ekonomi yang menyentuh dan
dirasakan oleh para pelaku pertanian masih sangat kecil. Salah satu
penyebabnya adalah mekanisme pasar atas perdagangan yang
mereka lakukan, sudah menjadi pola pertanian di Indonesia pada
umumnya dan Jawa Timur pada khususnya.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan pertanian perlu
didirikan

tempat

perdagangan

perdagangan

hasil

pertanian

Perdagangan

Regional.

skala

atau

Kawasan

regional

disebut

dengan

Perdagangan

khususnya
Kawasan

Regional

akan

dijadikan pusat distribusi barang/hasil pertanian dengan jaminan


kualitas dan harga yang dapat memberikan nilai tambah bagi petani.

-2Lokasi kawasan perdagangan regional minimal harus berada pada


simbul kontribusi dan distribusi hasil pertanian, serta ditunjang oleh
infrastruktur transportasi yang memadai.
Pengembangan kawasan perdagangan regional ini harus
dapat memberi akses kepada petani yang secara langsung dapat
memasarkan hasil pertaniannya ke pembeli sehingga diperoleh harga
yang pantas. Kawasan perdagangan regional tersebut digunakan
untuk:
a. Memberikan tempat kepada pedagang untuk berusaha dan
sekaligus membuka lapangan kerja baru bagi tenaga/buruh
bongkar muat barang.
b. Sebagai transit, penampungan, terminal, distribusi/penyaluran
komoditi pertanian di dalam jumlah yang besar.
c. Sebagai stabilitas/pengendalian harga.
d. Sebagai tempat/stock/pengendalian, sehingga komoditi primer
ini dapat dilokalisir dan mudah dicapai.
Kawasan perdagangan regional memiliki fungsi strategis
dalam rangka mendukung perekonomian di Jawa Timur, sehingga
perlu dilakukan pengendalian kegiatan pada sekitar kawasan
perdagangan

regional

termasuk

akses

jalan

menuju

kawasan

dimaksud. Setiap kegiatan yang akan dilakukan pada area sekitar


kawasan perdagangan regional termasuk jaringan jalannya harus
mendapat izin dari Gubernur. Kawasan yang perlu dikendalikan
adalah dengan radius 100 meter sekitar kawasan perdagangan
regional dan 50 meter sekitar jalan akses kawasan perdagangan
regional

dan/atau

dimaksud.

kegiatan

yang

menggunakan

akses

jalan

-3-

-42. KAWASAN KAKI JEMBATAN SURAMADU DI KOTA SURABAYA DAN


KABUPATEN
BANGKALAN
YANG
MELIPUTI
KAWASAN
TERTENTU/FAIR
GROUND,
INTERCHANGE
JALAN
AKSES
DAN/ATAU RENCANA REKLAMASI PANTAI
Kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya dan
Kabupaten Bangkalan yang meliputi kawasan tertentu/fair ground,
interchange jalan akses dan/atau rencana reklamasi pantai
merupakan kawasan yang memiliki kesatuan fungsional dengan
pembangunan Jembatan Suramadu yang pengembangannya
diarahkan untuk kawasan permukiman, perdagangan dan jasa,
pariwisata serta pengembangan kawasan industri.
Pada dasarnya kawasan di sekitar kaki Jembatan Suramadu
sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan industri,
pariwisata, fair ground, termasuk penyediaan kawasan yang
diarahkan pada berbagai kegiatan ekonomi tinggi yang dilengkapi
dengan adanya area permukiman bagi karyawan industri serta
mendukung pengembangan pelabuhan di Kabupaten Bangkalan
bagian utara. Mengingat kawasan ini sangat potensial dan mudah
mengalami perubahan peruntukan, maka harus dikendalikan secara
ketat atau ditetapkan sebagai high control zone, kondisi tersebut
diupayakan untuk dilakukan penataan disekitar area kaki
Suramadu agar tidak terjadi adanya kawasan liar (squater).
Reklamasi pantai di sekitar area interchange Suramadu pada sisi
Surabaya dan Bangkalan memerlukan penanganan yang terarah dan
mengikuti kaidah kelestarian lingkungan hidup.
Kawasan kaki jembatan suramadu yang perlu dikendalikan
terdiri dari:
a. wilayah di sisi Surabaya 250 Ha (dua ratus lima puluh hektar);
dan
b. wilayah di sisi Madura 600 Ha (enam ratus hektar).
Beberapa hal yang harus dijaga dalam upaya kawasan
pengendalian ketat antara lain:
a. Pengembangan kawasan perlu mencermati kemungkinan dampak
lingkungan yang akan terjadi, serta memperhatikan konteks
dengan bagian kota disekitarnya.
b. Koridor pemandangan dari kota kearah laut dan sebaliknya perlu
dipeliharan dan diciptakan.
c. Kawasan perlu memikirkan konteks dengan lingkungan kotanya,
menyangkut kesejarahan, kaitan hubungan dengan kota lainnya
serta ketersediaan akses publik ke kawasan pantai.

-5d. Pengembangan

jalan

tepian

pantai,

promenade,

esplanade,

pesisir pantai serta taman umum dapat dimanfaatkan sebagai


sarana untuk mengamankan kawasan pantai agar tidak berubah
menjadi kawasan privat.
e. Pemanfaatan

ruang

pantai

untuk

pengembangan

ekonomi

perkotaan, hendaknya perlu menghindari terjadinya akumulasi


penduduk untuk bermukim di kawasan pantai.
Pengembangan kegiatan yang akan diberikan izin harus
mendapatkan persetujuan teknis (lokasi dan peruntukan) dari
BPBPWS. Pemegang izin kegiatan pada Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu wajib:
a. Mempertahankan daya dukung lingkungan.
b. Mencegah dampak negatif.
c. Menjamin

proses

pembangunan

yang

berkelanjutan

sesuai

dengan rencana detail tata ruang kawasan kaki jembatan


suramadu (KKJS) sisi Madura dan sisi Surabaya.

-6KLASIFIKA SI ZONA

KODE ZONA

KAWASAN LINDUNG
Perlindungan Setempat

PS

RTH
KAWASAN BUDIDAYA
Perum ah an Kepadatan Tinggi

RTH

Perum ah an Kepadatan Sedang

R-2

Perkanto ran Pemerin tahan

KT

R-1

Saran a P elayanan Umu m

SPU

Ruang Terbuka Non H ijau

RTNH

Pariwisata

Campuran 1
(Peru mahan
Perkanto ran )

PW

C-1

Perjas

Campuran 2
(Perkan toran Perjas)

C-2

DA FTAR KEGIATA N
Hu tan Man grove
Water Treatment Plan t
Tam an
Ru mah susun
Apartemen
Fasilitas u mu m
Perumahan nelayan
Fasilitas u mu m
Fasilitas p endukun g wisata
Temp at pen go lah an ikan
Kanto r pelayan an lingku ngan
Kanto r din as pemerintahan
Polsek/Polsekta
Fasilitas o lah raga
Fasilitas p endidikan
Fasilitas keseh atan
Tam an ko ta
Lapangan o lah raga
Temp at bermain an ak
Bio skop
Teater
Resor t
Ho tel
Kafe
Restoran
Tam an Hibu ran
Museum
Pusat perbelanjaan
Pusat perkan toran
Apartemen
Ho tel
Pusat perbelanjaan
Pusat perkan toran

-7-

-83. WILAYAH ALIRAN SUNGAI, SUMBER AIR DAN STREN KALI DENGAN
SEMPADANNYA
Wilayah aliran sungai dan sumber air merupakan kawasan
yang terkait dengan upaya menjaga fungsi tanah serta kualitas dan
kuantitas air dalam rangka pemenuhan kebutuhan air yang bersifat
lintas wilayah. Sumber daya air merupakan salah satu kebutuhan
pokok, dimana dalam pengelolaan serta penggunaannya masih
terdapat beberapa ketimpangan. Wilayah aliran sungai dan sumber
air terdiri dari Daerah Aliran Sungai dan Mata Air serta Waduk.
Pengelolaan Sumber daya air di Provinsi Jawa Timur mengacu pada
pola pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai meliputi:
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air,
pengendalian daya rusak air, sistem informasi sumber daya air dan
pemberdayaan masyarakat.
a. Potensi sumber daya air yang merupakan sumber utama
penyediaan air bersih harus dijaga dan dilindungi dalam rangka
memenuhi ketersediaan air di beberapa wilayah di Provinsi Jawa
Timur,

sehingga

diperlukannya

upaya

pengendalian

pada

kawasan-kawasan dimaksud, yaitu sebagai berikut :


1) Mata air Umbulan yang merupakan mata air terbesar di Jawa
Timur dengan debit total 4.600 lt/detik yang terletak di
sebelah tenggara Kota Pasuruan. Saat ini pemanfaatannya
masih relatif kecil yakni PDAM Surabaya 1000 l/det

dan

PDAM Pasuruan 530 l/det Kota Pasuruan 110 l/det dan Kab
Pasuruan 420 l/det) dan untuk irigasi didaerah sekitarnya
sekitar 500 l/det, sedangkan wilayah lainnya yang menyerap
air

tersebut

adalah

Kabupaten

Gresik

dan

Kabupaten

Sidoarjo.
2) Kali Brantas dimanfaatkan bersama-sama PDAM Sidoarjo
sebesar 30 l/det di Kanal Mangetan dan PDAM Mojokerto
sebesar 250 l/det sebelum percabangan Kali Surabaya serta
Dam

Lengkong.

Dan

Kali

Surabaya

yang

merupakan

percabangan Sungai Brantas dimanfaatkan bersama-sama


PDAM Gresik dan PDAM Surabaya.
3) PDAM Situbondo masih memanfaatkan Kali Sampean sebesar
17 l/det.
4) PDAM Jember Kali Dinoyo sebesar 10 l/det.
5) PDAM Lamongan memanfaatkan kali Bengawan Solo sebesar
190 l/det

-9b. Untuk memantapkan pengaturan pemanfaatan ruang Daerah


Aliran Sungai maka harus dilakukan secara serasi, terpadu dan
berimbang meliputi sumber daya alam, sumber daya buatan,
sumber daya manusia dan aktifitasnya.
1) Pengendalian pencemaran sumber-sumber air dan badan air
pada Daerah Aliran Sungai yang ditimbulkan oleh limbah
domestik, industri dan residu pertanian.
2) Reboisasi lahan rusak di dalam kawasan hutan, terutama
hutan produksi yang bertujuan untuk mengendalikan
besarnya erosi dan sedimentasi.
3) Pembinaan mineral bukan logam.
4) Pengendalian ketersediaan, alokasi dan distribusi air baku
untuk irigasi, industri, pemukiman dan keperluan lainnya.
5) Pembangunan
dan
rehabilitasi
serta
operasi
dan
pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana pengairan.
6) Peningkatan kualitas sumber daya manusia di segala strata
baik masyarakat maupun di aparatur pemerintahan.
7) Pengendalian banjir sepanjang Daerah Aliran Sungai yang
berfungsi untuk mencegah daya rusak air.
8) Meningkatkan kinerja pengelola sumber daya air pada Daerah
Aliran Sungai yang berfungsi untuk mencegah daya rusak air.
9) Meningkatkan kinerja lembaga pengelola sumber daya air
pada Daerah Aliran Sungai baik dari aspek teknis, finansial
maupun manajemen.
10) Pengembangan mekanisme kerjasama lintas kabupaten/kota
dalam pelestarian dan pengelolahan daerah aliran sungai.
c. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi adalah
mengatur, menetapkan dan memberi izin atas penyediaan,
peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air
pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
d. Beberapa hal yang harus dijaga dalam upaya pengendalian
kawasan secara ketat antara lain:
1) pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran yang
ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas
air yang masuk dan yang ada pada sumber air;
2) pengelolaan kualitas air dengan cara memperbaiki kualitas
air yang dilakukan melalui upaya aerasi pada sumber air dan
dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas dan prasarana
sumber air;
3) pengendalian pencemaran air dilakukan melalui upaya tidak
membuang sampah ke sumber air, dan mengolah air limbah
sebelum dialirkan ke sumber air yang dilakukan dengan cara

- 10 mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan


prasarana sumber air;
4) setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan
yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya,
menganggu upaya pengawetan air dan/atau mengakibatkan
pencemaran air dan juga mengakibatkan berkurangnya daya
tampung atau fungsi sumber air.
e. Kawasan pengendalian ketat pada daerah aliran sungai adalah
kawasan yang masuk dalam lingkup sempadan sungai pada
sungai-sungai yang merupakan lingkup Daerah Aliran Sungai
sebagai berikut:
1) Wilayah Sungai Bengawan Solo:
a) DAS Bengawan Solo
b) Kali Lamong
2) Wilayah Sungai Brantas:
-

DAS Brantas

3) Wilayah Sungai Welang Rejoso:


a) DAS Rejoso Welang
b) DAS Kedunggalen
c) DAS Petung
d) DAS Gembong
4) Wilayah Sungai Baru Bajulmati:
a) DAS Baru
b) DAS Bajulmati
c) DAS Bomo
d) DAS Blambangan
e) DAS Setail
5) Wilayah Sungai PekalenSampean:
a) DAS Pekalen
b) DAS Sampean
c) DAS Klatakan
d) DAS Lobawang
e) DAS Deluwang
f)

DAS Selowogo

g) DAS Banyuputih
6) Wilayah Sungai MaduraBawean:
a) DAS Kemuning (Sampang)
b) DAS Blega (Bangkalan)
c) DAS Semajid (Pamekasan)
d) DAS Sarokah (Sumenep)
e) DAS Bawean (Pulau Bawean Gresik)

- 11 7) Wilayah Sungai BondoyudoBedadung:


a) DAS Bondoyudo
b) DAS Bedadung
c) DAS Mayang
d) DAS Tanggul
e) DAS Mujur
f.

Untuk

kawasan

mata

air

di

Provinsi

Jawa

Timur

perlu

dikendalikan pemanfaatan ruang disekitar kawasannya untuk


menjaga keberlangsungan mata air sebagai sumber air, yaitu
kawasan sekitar mata air Umbulan. Kawasan sekitar mata air
dikendalikan dengan ketentuan jarak mengelilingi mata air paling
sedikit berjari-jari 200 m (dua ratus meter) dari sumber mata air
dan/atau radius pada kawasan penyangga.
g. Sedangkan

untuk

kawasan

sekitar

waduk,

pengendalian

pemanfaatan ruangnya adalah radius 200 meter, meliputi:


1) di Wilayah Sungai Bengawan Solo meliputi:
a) Waduk Kedung Bendo di Kabupaten Pacitan;
b) Telaga Ngebel Dam, Waduk Bendo, Waduk Slahung, dan
Bendungan Badegan di Kabupaten Ponorogo;
c) Bendung Gerak Bojonegoro, Waduk Nglambangan, Waduk
Kedung

Tete,

Waduk

Pejok,

Waduk

Kerjo,

Waduk

Gonseng, Waduk Mundu, Waduk Belung, dan Bendungan


Belah di Kabupaten Bojonegoro;
d) Bendung Gerak Karangnongko, Waduk Kedung Bendo,
Waduk Sonde, Waduk Pakulon, Waduk Alastuwo, dan
Bendungan Genen di Kabupaten Ngawi;
e) Waduk Kresek dan Waduk Tugu di Kabupaten Madiun;
f)

Waduk Tawun dan Waduk Ngampon di Kabupaten Tuban;

g) Bendung Gerak Sembayat, Waduk Gondang, dan Waduk


Cawak di Kabupaten Lamongan; dan
h) Waduk Gonggang di Kabupaten Magetan;
2) di Wilayah Sungai Brantas meliputi:
a) Bendungan Genteng I, Bendungan Lesti III, Bendungan
Kepanjen,

Bendungan

Lumbangsari,

Bendungan

Kesamben, Bendungan Kunto II, serta Karangkates III dan


IV di Kabupaten Malang;
b) Bendungan Tugu, dan Bendungan Bagong di Kabupaten
Trenggalek;

- 12 c) Bendungan

Beng

dan

Bendungan

Kedungwarok

di

Kabupaten Jombang;
d) Bendungan

Ketandan,

Bendungan

Semantok,

dan

Bendungan Kuncir di Kabupaten Nganjuk;


e) Bendungan Babadan di Kabupaten Kediri; dan
f)

Bendungan Wonorejo di Kabupaten Tulungagung;

3) di Wilayah Sungai Welang Rejoso meliputi:


a) Bendung Licin di Kabupaten Pasuruan; dan
b) Waduk Suko, Waduk Kuripan, dan Embung Boto di
Kabupaten Probolinggo;
4) di Wilayah Sungai Pekalen Sampean meliputi:
a) Waduk Taman, Embung Pace, Embung Gubri, Embung
Klabang, Waduk Tegalampel, Waduk Karanganyar, Waduk
Sukokerto, Waduk Botolinggo, Embung Blimbing, dan
Embung Krasak di Kabupaten Bondowoso; dan
b) Embung

Banyuputih,

Embung

Tunjang,

Embung

Wringinanom, dan Embung Nogosromo di Kabupaten


Situbondo;
5) di

Wilayah

Sungai

Baru

Bajulmati

meliputi

Embung

Singolatri, Waduk Kedawang, Waduk Bajulmati, Embung


Bomo,

dan

Embung

Sumber

Mangaran

di

Kabupaten

Banyuwangi;
6) di Wilayah Sungai Bondoyudo Bedadung, yaitu Waduk
Antrogan di Kabupaten Jember;
7) di Wilayah Sungai Kepulauan Madura meliputi:
a) Waduk Nipah di Kabupaten Sampang;
b) Waduk Blega di Kabupaten Bangkalan;
c) Waduk Samiran di Kabupaten Pamekasan; dan
d) Waduk Tambak Agung di Kabupaten Sumenep.
h. Batas Sempadan Sungai kawasan yang ditetapkan sebagai
kawasan pengendalian ketat sebagai berikut :
Kawasan
Sungai

Kawasan Perkotaan
Dalam Palung

Sempadan
Sungai

Sungai

3m

X 10m

Tidak

3m 20m

X 15m

20m

X 30m

Bertanggul

Diluar Kawasan Perkotaan


Dalam Palung

Sempadan
Sungai

Luas DAS
500km2

X 50m

Luas DAS

X 100m

500km2

- 13 Sungai
Bertanggul

Sungai
Pasang
Surut Air

Tidak
Diperhatikan

X 3m

Tidak

X 5m

Diperhatikan

3m

X 10m

3m

3m 20m

X 15m

3m 20m

20m

X 30m

20m

X 10m

Diukur dari

Diukur dari tepi

tepi muka

muka air pasang

air pasang

rata - rata

X 15m
X 30m

rata - rata
Paparan

X 50m dari

X 50m dari

Danau

Tepi muka

Tepi muka

air tertinggi

Banjir

air tertinggi

Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai

i.

Bangunan yang diperbolehkan berada di sempadan sungai


sebatas tidak menganggu kegiatan normalisasi sungai antara
lain:
1) prasarana sumberdaya air
2) jembatan dan dermaga sungai
3) jalur pipa gas dan pipa air minum
4) rentang kabel listrik dan telekomunikasi
5) reklame

j.

Kewajiban pemegang izin kegiatan pada ruang sungai:


1) melindungi dan memelihara kelangsungan fungsi sungai;
2) melindungi dan mengamankan prasarana sungai;
3) mencegah terjadinya pencemaran air sungai;
4) menanggulangi

dan

memulihkan

fungsi

sungai

dari

pencemaran air sungai;


5) mencegah gejolak sosial yang timbul berkaitan dengan
kegiatan pada ruang sungai; dan
6) memberikan

akses

terhadap

evaluasi, dan pemeriksaan.

pelaksanaan

pemantauan,

- 14 4. KAWASAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN ASPEK PELESTARIAN


LINGKUNGAN HIDUP MELIPUTI KAWASAN RESAPAN AIR ATAU
SUMBER

DAYA

AIR,

KAWASAN

KONSERVASI,

HUTAN

BAKAU/MANGROVE
Kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian
lingkungan hidup meliputi kawasan resapan air atau sumber daya
air,

kawasan

konservasi

hutan

bakau/mangrove

merupakan

kawasan lindung yang terkait dengan fungsi kelestarian lingkungan


hidup. Kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian
lingkungan hidup yang akan dikendalikan pemanfaatannya terdiri
dari kawasan hutan lindung yang berada di wilayah kabupaten/kota;
kawasan konservasi yang terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa,
taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya; kawasan
pantai berhutan bakau/mangrove yang tersebar di sepanjang pantai
utara, pantai timur, dan pantai selatan Jawa Timur serta wilayah
pesisir kepulauan; dan kawasan imbuhan air tanah adalah daerah
resapan air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada
cekungan air tanah.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan,

pengendalian,

pemeliharaan,

pengawasan,

dan

penegakan hukum. Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi


tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah negara maupun wilayah
administratif. Akan tetapi, lingkungan hidup yang berkaitan dengan
pengelolaan harus jelas batas wilayah wewenang pengelolaannya.
Terpeliharanya

keberlanjutan

fungsi

lingkungan

hidup

merupakan kepentingan masyarakat sehingga menuntut tanggung


jawab, keterbukaan, dan peran stakeholder, yang dapat disalurkan
untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan
pembangunan. Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup,
termasuk sumber daya alam, menjadi sarana untuk mencapai
keberlanjutan

pembangunan

dan

menjadi

jaminan

bagi

kesejahteraan dan mutu hidup. Oleh karena itu, lingkungan hidup


harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup
yang serasi, selaras, dan seimbang untuk menunjang pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

- 15 Dalam

izin

melakukan

usaha

atau

kegiatan

harus

ditegaskan kewajiban yang berkenaan dengan penaatan terhadap


ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang harus
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan dalam
melaksanakan usaha atau kegiatannya. Bagi usaha atau kegiatan
yang diwajibkan untuk membuat atau melaksanakan analisis
mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana pengelolaan dan
rencana pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan
oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan harus dicantumkan dan
dirumuskan dengan jelas dalam izin melakukan usaha atau
kegiatan. Apabila suatu rencana usaha atau kegiatan, menurut
peraturan

perundang-undangan

yang

berlaku

diwajibkan

melaksanakan analisis dampak lingkungan hidup.


Kawasan pantai berhutan bakau/mangrove tersebar di
sepanjang pantai utara, pantai timur, dan pantai selatan Jawa Timur
serta wilayah pesisir kepulauan. Arahan pengelolaan kawasan pantai
berhutan bakau/mangrove meliputi pengelolaan kawasan pantai
berhutan bakau yang dilakukan melalui penanaman tanaman bakau
dan nipah di pantai dan pengembangan pariwisata berwawasan
edukasi tanpa mengubah rona alam di kawasan pantai berhutan
bakau.
Kawasan yang berhubungan dengan sumber daya air
mencakup 2 aspek, yaitu :
a. Aspek air permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah
b. Aspek air tanah yang merupakan air yang terdapat dalam lapisan
tanah atau batuan di bawah permukaan tanah
Air tanah dapat digolongkan menjadi air tanah dangkal dan
air tanah dalam. Pengelolaan air tanah didasarkan pada Cekungan
Air Tanah dimana merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, yaitu tempat semua kejadian hidrogeologis seperti
proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah. Berkaitan
dengan upaya konservasi air tanah di atas maka perlu adanya
tindakan untuk mencegah terhambatnya proses hidrogeologis dan
perlu pengawasan terhadap daerah imbuhan, daerah pengaliran dan
daerah lepasan air tanah dengan persyaratan khusus apabila akan
melakukan kegiatan terutama pada kawasan imbuhan dan kawasan
pelepasan air tanah yang berupa mata air. Perlindungan terhadap
kawasan imbuhan (recharge area) perlu diperketat terhadap
pemanfaatan lahan pada kawasan imbuhan pada masing-masing
Cekungan Air Tanah, sehingga harus selektif dalam penggunaan

- 16 lahan yang dapat menghambat meresapnya air hujan ke dalam


lapisan tanah.
Area yang perlu dikendalikan adalah kawasan lereng
gunung/pegunungan yang mempunyai kemiringan lebih dari 40
derajat yang ada di Jawa Timur untuk tidak melakukan kegiatan
perubahan fungsi hutan yang ada, apabila terpaksa melakukan
kegiatan pada lokasi imbuhan diharuskan untuk membuat suatu
bangunan rekayasa teknik untuk menampung dan meresapkan air
hujan.
Kawasan imbuhan air tanah adalah daerah resapan air yang
mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air
tanah. Cekungan Air Tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan
air tanah berlangsung, sehingga kawasan resapan air dan sumber air
perlu dilindungi dengan melestarikan tanaman lindung dan
diperlukan penanganan lintas wilayah. Arahan pengelolaan pada
kawasan imbuhan air tanah meliputi pemertahanan kemampuan
imbuhan air tanah, pelarangan kegiatan pengeboran, penggalian,
atau kegiatan lain dalam radius 200 (dua ratus) meter dari lokasi
pemunculan mata air, dan pembatasan penggunaan air tanah
kecuali
untuk
pemenuhan
kebutuhan
pokok
sehari-hari.
Perlindungan terhadap daerah lepasan air tanah perlu adanya
batasan untuk melakukan pengeboran dalam radius kawasan
lindung yaitu harus lebih dari 200 meter dari sumber mata air.
Perlindungan terhadap wilayah pengaliran air tanah juga harus
memperhatikan dengan pembatasan debit pengambilan untuk
mengantisipasi penurunan debit mata air, terutama pada daerah
pengaliran air di wilayah sumber Umbulan di Pasuruan, sumber
Ronggojalu di wilayah Leces, Probolinggo, dan lain-lain.
Dalam melestarikan hutan lindung dan sumber alam hayati
lainnya diperlukan metode penanganan sesuai dengan karakteristik
wilayah, namun dalam hal pengelolaan sumber daya alam yang
berfungsi sebagai kawasan lindung di sekitar perbatasan dengan
wilayah lain diperlukan kerjasama antar wilayah sebagai upaya
sinkronisasi kewenangan dalam pengelolaan kawasan tersebut,
yaitu:
a. Kerjasama Antar Kawasan Lindung Antar Wilayah
Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang

- 17 mencakup sumber daya alam dan sumberdaya buatan. Kawasan


lindung ini bisa berada dalam satu wilayah administratif, namun
ada pula yang berada pada beberapa wilayah administratif/kota.
Kawasan lindung sebagai kawasan pengendalian ketat, meliputi:
1) Kawasan Hutan Lindung yang terdapat di wilayah Kabupaten
Bangkalan; Kabupaten Banyuwangi; Kabupaten Blitar;
Kabupaten Bojonegoro; Kabupaten Bondowoso; Kabupaten
Jember; Kabupaten Jombang; Kabupaten Kediri; Kabupaten
Lamongan; Kabupaten Lumajang; Kabupaten Madiun;
Kabupaten
Magetan;
Kabupaten
Malang;
Kabupaten
Mojokerto; Kabupaten Nganjuk; Kabupaten Ngawi; Kabupaten
Pacitan; Kabupaten Pamekasan; Kabupaten Pasuruan;
Kabupaten Ponorogo; Kabupaten Probolinggo; Kabupaten
Situbondo; Kabupaten Sumenep; Kabupaten Trenggalek;
Kabupaten Tuban; Kabupaten Tulungagung; Kota Batu; dan
Kota Kediri.
2) Sedangkan Kawasan yang memiliki fungsi hutan cagar alam
terdapat di Kabupaten Sumenep, Kabupaten Malang,
Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten
Pasuruan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, dan
Kabupaten Banyuwangi. Namun dari kawasan pegunungan
yang masih aktif dan sering mengeluarkan abu/lahar dingin
terdapat di kawasan Gunung Tarub dimana terdapat tiga
wilayah kabupaten yang harus waspada antara lain,
Kabupaten Jember, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten
Lumajang. Kawasan Gunung Bromo-Tengger-Semeru dimana
terdapat empat wilayah kabupaten yang harus bekerjasama
dalam upaya pengendalian bahaya gunung berapi yaitu
Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten
Lumajang, dan Kabupaten Malang. Kawasan Gunung Arjuno
Welirang merupakan gunung yang masih aktif dengan luas
area yang mencakup Kabupaten Pasuruan, Malang, dan
Mojokerto. Kawasan Gunung Kelud merupakan gunung
berapi yang masih beraktifitas dan sering mengeluarkan
banyak material, adapun wilayah yang mengalami dampak
langsung adalah Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, dan
Kabupaten Kediri.
Kawasan Gunung Ijen dan Kawasan Gunung Raung yang
masih aktif dan terdapat pada perbatasan Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi.
Kawasan Cagar Alam sebagai kawasan pengendalian ketat,
meliputi:

- 18 a) Besowo Gadungan di Kabupaten Kediri dengan luas


sekurang-kurangnya 7 ha;
b) Cagar Alam Ceding di Kabupaten Bondowoso dengan luas
sekurang-kurangnya 2 ha;
c) Cagar Alam Sungai Kolbu Iyang Plateu di Kabupaten
Bondowoso dengan luas sekurang-kurangnya 19 ha;
d) Cagar Alam Watangan Puger I di Kabupaten Jember
dengan luas sekurang-kurangnya 2 ha;
e) Curah Manis IVIII di Kabupaten Jember dengan luas
sekurang-kurangnya 17 ha;
f)

Gunung Abang di Kabupaten Pasuruan dengan luas


sekurang-kurangnya 50 ha;

g) Gunung

Picis

di

Kabupaten

Ponorogo

dengan

luas

sekurang-kurangnya 28 ha;
h) Gunung Sigogor di Kabupaten Ponorogo dengan luas
sekurang-kurangnya 190,50 ha;
i)

Guwo Lowo/Mlirip di Kabupaten Tuban dengan luas


sekurang-kurangnya 3 ha;

j)

Kawah

Ijen

Merapi

Unggup-Unggup

di

Kabupaten

Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi dengan luas


sekurang-kurangnya 2.468ha;
k) Manggis Gadungan di Kabupaten Kediri dengan luas
sekurang-kurangnya 12 ha;
l)

Nusa Barong di Kabupaten Jember dengan luas sekurangkurangnya 6.100 ha;

m) Pancuran Ijen I dan II di Kabupaten Bondowoso dengan


luas sekurang-kurangnya 9 ha;
n) Pulau

Bawean

di

Kabupaten

Gresik

dengan

luas

sekurang-kurangnya 725 ha;


o) Pulau Noko dan Pulau Nusa di Kabupaten Gresik dengan
luas sekurang-kurangnya 15 ha;
p) Pulau Saobi di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep
dengan luas sekurang-kurangnya 430 ha;
q) Pulau

Sempu

di

Kabupaten

Malang

dengan

luas

sekurang-kurangnya 877 ha; dan


r)

Janggangan Rogojampi I/II di Kabupaten Banyuwangi


dengan luas sekurang-kurangnya lebih 7,50 ha

3) Taman Nasional yang ada yang dalam pemanfaatannya perlu


dikendalikan terdiri dari: Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru dengan luas kurang lebih 50.276 ha; Taman Nasional

- 19 Baluran dengan luas kurang lebih 25.000 ha; Taman


Nasional Meru Betiri dengan luas kurang lebih 58.000 ha;
dan Taman Nasional Alas Purwo dengan luas kurang lebih
43.420 ha.
4) Hutan

dengan

fungsi

lindung

sebagai

kawasan

suaka

margasatwa berlokasi di Dataran Tinggi Yang terletak di


Kecamatan Krucil, Sumber Malang, Panti, dan Sukorambi,
Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
Probolinggo, dan Kabupaten Jember serta Pulau Bawean di
Kecamatan

Sangkapura

dan

Kecamatan

Tambak

di

Kabupaten Gresik.
5) Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo terletak di Kabupaten
Mojokerto,

Kabupaten

Kabupaten

Jombang,

Pasuruan,
dan

Kota

Kabupaten
Batu.

Arahan

Malang,
dalam

pengelolaan Tahura meliputi pelestarian alam yaitu flora,


fauna, dan ekosistemnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, pengelolaan tahura partisipatif dengan
masyarakat desa penyangga, rebosisasi dengan melakukan
penanaman

pohon

endemic/konservatif

yang

dapat

digunakan sebagai perlindungan, dan pemanfaatan jalur


wisata alam jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa
memiliki terhadap alam.
6) Disisi lain yang perlu terus dilestarikan adalah hutan
mangrove/bakau, perlu diketahui bahwa di Jawa Timur
banyak terdapat wilayah yang mempunyai pantai atau pesisir.
Maka pengembangan budidaya tanaman mangrove perlu
ditingkatkan, sejalan dengan perlindungan pantai terhadap
abrasi dan sebagai upaya menghambat gelombang tsunami
akibat adanya gempa tektonik di dasar laut. Adapun kawasan
yang perlu dikendalikan adalah ditetapkan pada wilayah
pesisir pantura selain area yang ditetapkan sebagai kawasan
budidaya, Pesisir Pantai Timur Surabaya dan Sidoarjo,
konservasi pesisir Teluk Lamong, Pesisir Situbondo, Segoro
Anakan Banyuwangi, Pesisir selatan pantai Pulau Nusa
Barung

Jember,

pesisir

selatan

Pantai

Pulau

Sempu

Kabupaten Malang, reboisasi hutan mangrove di bagian


pesisir selatan Jawa Timur kecuali pada kawasan yang
digunakan sebagai budidaya, pesisir utara Madura diarahkan
pada upaya pelestarian tanaman mangrove yang sudah ada,

- 20 mengganti atau mereboisasi tanaman mangrove yang rusak


dan penanaman mangrove yang baru.
b. Sinkronisasi pola pemanfaatan lahan, terutama kawasan lindung
di sekitar perbatasan kabupaten/kota.
Sinkronisasi pola pemanfaatan lahan pada kawasan lindung di
sekitar perbatasan kabupaten/kota perlu upaya koordinasi dan
integrasi antara pemerintah kabupaten/kota yang berbatasan
dengan pemerintah provinsi agar terjadi kesesuaian pemanfaatan
ruang pada wilayah yang berbatasan dan tidak menimbulkan
konflik keruangan.

- 21 -

- 22 5. TRANSPORTASI TERKAIT KAWASAN JARINGAN JALAN, JALUR


PERKERETAAPIAN, DAERAH KEPENTINGAN PELABUHAN, DAN
KAWASAN SEKITAR BANDAR UDARA
a. Kawasan Jaringan Jalan
Bagian jalan yang harus dimiliki pada jaringan jalan
dalam rangka menunjang jaringan jalan dapat berfungsi dengan
baik yaitu meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan
ruang pengawasan jalan. Pemanfaatan bagian-bagian jalan yang
diperbolehkan berupa bangunan bangunan, jaringan utilitas,
iklan dan media informasi, penanaman pohon, dan prasarana
moda transportasi. Sedangkan pemanfaatan ruang diluar bagianbagian jalan yang status jalannya berupa jalan Nasional maupun
Provinsi dan menggunakan akses utama pada jalan Nasional
maupun Provinsi termasuk dalam bagian kawasan pengendalian
ketat. Pemanfaatan lahan di luar bagian-bagian jalan yang status
jalannya berupa jalan Nasional maupun Provinsi diperlukan
batas dan pengendalian lahan, kondisi ini diperlukan untuk
mengantisipasi

adanya

peruntukan

bangunan

yang

akan

menimbulkan bangkitan, termasuk kegiatan yang menggunakan


akses jalan keluar masuk pada jaringan jalan tersebut.
Adapun pengendalian ketat di kawasan sekitar jalan
bebas hambatan adalah penggunaan kawasan pada bagianbagian jalan (ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang
pengawasan jalan) serta pada area di luar bagian-bagian jalan
yang

diperkirakan

keamanan

dan

dapat

mengganggu

kenyamanan

pada

jalan

tingkat

pelayanan

bebas

hambatan,

sehingga pengendalian perlu dilakukan pada kawasan sekitar


jalan bebas hambatan.
Untuk pemanfaatan ruang yang berada pada sekitar
rencana pembangunan jalan baru termasuk untuk rencana jalan
bebas hambatan dan/ataujalan tol diperlukan pembatasan,
kondisi ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan perubahan
titik koordinat rencana trase jalan tol dan/atau jalan bebas
hambatan. Sehingga rencana trase jalan tol dan/atau jalan bebas
hambatan

dapat

diimplementasikan

sesuai

rencana

dan

kemungkinan perubahan rencana dengan tingkat pelayanan dan


keamanan minimal.
Pengaturan kawasan pengendalian ketat di sekitar jalan
ditentukan sebagai berikut:

- 23 1) Status jalan merupakan jalan Nasional dan Provinsi dengan


fungsi arteri primer dan kolektor primer, jaringan jalan bebas
hambatan, jaringan jalan strategis provinsi dan nasional.
2) Kegiatan/pemanfaatan ruang yang menggunakan jalan keluar
masuk pada bagian jalan Nasional dan Provinsi.
3) Deliniasi kawasan yang perlu dikendalikan pemanfaatan
ruangnya adalah sebagai berikut:
a) Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi
jalan dan ambang pengaman jalan, dengan ketentuan
paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut:
1. Jalan Arteri 24 (dua puluh empat) meter
2. Jalan Kolektor 16 (enam belas) meter
3. Strategis Provinsi 16 (enam belas) meter
4. Strategis Nasional 24 (dua puluh empat) meter
5. Jalan bebas hambatan 28,5 (dua delapan koma lima)
meter
b) Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan
sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan paling
sedikit dengan ukuran sebagai berikut :
1. Jalan Arteri 30 (tiga puluh) meter
2. Jalan Kolektor 25 (dua puluh lima) meter
3. Strategis Provinsi 25 (dua puluh lima) meter
4. Strategis Nasional 30 (tiga puluh) meter
5. Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter
c) Ruang pengawasan jalan, merupakan ruang tertentu di
luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah
pengawasan penyelenggara jalan, dengan ketentuan dari
tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai
berikut :
1. Jalan Arteri 15 (lima belas) meter
2. Jalan Kolektor 10 (sepuluh) meter
3. Strategis Provinsi 10 (sepuluh) meter
4. Strategis Nasional 15 (lima belas) meter
d) Daerah

diluar

ruang

pengawasan

jalan

dengan

10

(sepuluh) meter diukur dari batas paling luar sisi kiri dan
kanan ruang pengawasan jalan.
e) Rencana jaringan jalan mengikuti ketentuan deliniasi
pada bagian jalan

dan daerah diluar bagian jalan

berdasarkan titik rencana jaringan jalan

- 24 -

5m

d
c

x
a

b
1,5 m

= Ruang
pengawasan jalan(Ruwasja)
= Ruang
manfaat jalan (Rumaja) d = ambang
a = jalur
lalu lintas
pengaman
b = bahu
jalanmilik jalan (Rumija)
x = b+a+b ==Bangunan
badan jalan
= Ruang
c = saluran tepi

- 25 -

- 26 b. Kawasan Pengendalian Sekitar Jalur Perkeretaapian


Perkeretaapian sebagai angkutan massal merupakan
pilihan yang tepat untuk dikembangkan karena merupakan
transportasi

darat

yang

selain

aman,

bebas

macet

juga

murah/ekonomis. Selama ini yang ada di Provinsi Jawa Timur


dan di Indonesia pada umumnya adalah perkeretaapian satu
jalur (one track) dimana setiap ada perkeretaapian yang akan
berpapasan maka salah satu dari perkeretaapian tersebut harus
berhenti. Untuk lebih meningkatkan kinerja perkeretaapian
dalam

pelayanan

kepada

masyarakat

maka

dikembangkan

perkeretaapian double track (dua jalur). Pengembangan jalur


kereta

api

perlu

didukung

oleh

kebijakan

pengendalian

pemanfaatan ruang pada sekitar jalur kereta dalam kaitannya


menjaga fungsi rel kereta api dan mengimplementasikan rencana
pengembangan jalur rel. Dalam kaitannya dengan pengendalian
pemanfaatan ruang di sekitar jalur rel kereta api perlu tetapkan
deliniasi

kawasan

yang

perlu

dikendalikan

pemanfaatan

ruangnya. Kawasan dimaksud dapat berupa:


1) Ruang manfaat jalur kereta api
Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel pada
permukaan tanah harus diukur dari sisi terluar jalan reI
beserta bidang tanah di kiri dan kanannya yang digunakan
untuk konstruksi jalan rel, termasuk bidang tanah untuk
penempatan fasilitas operasi kereta api dan bangunan
peIengkap lainnya termasuk tanah bagian bawahnya dan
ruang di atasnya setinggi batas tertinggi ruang bebas
ditambah ruang konstruksi untuk penempatan fasilitas
operasi kereta api.
2) Ruang milik jalur kereta api:
a) Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang
terletak pada permukaan tanah diukur dari batas paling
luar sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api,
yang lebarnya paling sedikit 6 (enam) meter.
b) Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan reI yang
terletak di bawah permukaan tanah diukur dari batas
paling luar sisi kiri dan kanan serta bagian bawah dan
atas ruang manfaat jalur kereta api, yang lebarnya paling
sedikit 6 (enam) meter.
c) Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang
terletak di atas permukaan tanah diukur dari batas paling

- 27 luar sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api,
yang lebarnya paling sedikit 6 (enam) meter.
d) Jalan rel yang terletak di atas permukaan tanah berada di
atas atau berhimpit dengan jalan, batas ruang milik jalur
kereta api dapat berhimpit dengan batas ruang manfaat
jalur kereta api.
e) Ruang milik jalur kereta api dapat digunakan untuk
keperluan lain atas izin pemilik prasarana perkeretaapian
dengan ketentuan tidak membahayakan konstruksi jalan
rel, fasilitas operasi kereta api, dan perjalanan kereta api,
seperti pipa gas, pipa minyak, pipa air, kabel telepon,
kabel listrik, dan menara telekomunikasi.
3) Ruang pengawasan jalur kereta api:
a) Ruang pengawasan jalur kereta api meliputi bidang tanah
atau bidang lain di kiri dan di kanan ruang milik jalur
kereta api digunakan untuk pengamanan dan kelancaran
operasi kereta api.
b) Batas ruang pengawasan jalur kereta api untuk jalan rel
yang terletak pada permukaan tanah diukur dari batas
paling luar sisi kiri dan kanan ruang milik jalur kereta
api, masing-masing selebar 9 (sembilan) meter.
c) Jalan rel yang terletak pada permukaan tanah berada di
jembatan yang melintas sungai dengan bentang lebih
besar dari 10 (sepuluh) meter, batas ruang pengawasan
jalur kereta api masing-masing sepanjang 50 (lima puluh)
meter ke arah hilir dan hulu sungai.
4) Pembangunan yang memerlukan persinggungan dengan jalur
kereta api harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) di luar ruang manfaat jalur;
b) tidak mengganggu pandangan bebas;
c) tidak mengganggu stabilitas konstruksi jalan rel;
d) memperhatikan rencana pengembangan jalur kereta api;
e) tidak mengganggu fungsi saluran tepi; dan
f)

tidak

mengganggu

bangunan

pelengkap

lainnya

(bangunan pelengkap lainnya adalah gardu perlintasan,


gardu

penjaga

terowongan,

dan

tempat

berlindung

petugas di jembatan dan terowongan, serta fasilitas


pemeliharaan, tidak termasuk menara telekomunikasi).
5) Deliniasi kawasan yang perlu dikendalikan pemanfaatan
ruangnya adalah sebagai berikut:

- 28 a) Ruang manfaat jalur rel kereta api ;


b) Ruang milik jalur rel kereta api ;
c) Ruang pengawasan jalur rel kereta api; dan
d) Kawasan di luar ruang pengawasan jalur rel kereta api
dengan jarak 25 m (dua puluh lima meter) pada
permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri
dan kanan ruang pengawasan jalur kereta api.

- 29 -

- 30 c. Area/Lingkup Kepentingan Pelabuhan


Memperhatikan peran pelabuhan yang sangat strategis
sebagai

akses

perencanaan

transportasi

pelabuhan

maupun

dikategorikan

perdagangan,
dalam

maka

perencanaan

kawasan pengendalian ketat. Dalam RTRW, kawasan pelabuhan


diarahkan untuk diatur dalam peraturan khusus. Berdasarkan
peran dan skala fasilitas regional, maka perencanaan kawasan
pelabuhan diarahkan melalui perizinan pemerintah provinsi.
Perencanaan

kawasan

pelabuhan

meliputi

daerah

lingkungan kerja (DLKR) dan daerah lingkungan kepentingan


pelabuhan (DLKP). Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan
pelabuhan

dengan

memperhatikan

kelestarian

lingkungan,

kualitas dan kuantitas air, serta keselamatan pelayaran.


Pengaturan

kawasan

Pelabuhan

termasuk

ruang

disekitar kawasan Pelabuhan yang harus dikendalikan yaitu:


1) Kawasan Keselamatan Operasi Pelayaran yang meliputi:
a) Kawasan Alur Pelayaran;
b) Kawasan kemungkinan bahaya kapal medan;
c) Kawasan Pemandu Kapal;
d) Kawasan yang menyebabkan perubahan garis pantai
disekitar

pelabuhan

reklamasi

dan

termasuk

pengerukan

di

rencana
wilayah

pekerjaan
DLKR/DLKP

Pelabuhan.
2) Kawasan disekitar penempatan alat Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran (SBNP) maupun bagian yang tidak terpisahkan dari
Kawasan Keselamatan Pelayaran.

- 31 -

- 32 -

NAMA GAMBAR

Kawasan Pengendalian
Ketat Skala Regional Di
Provinsi Jawa Timur
LEGENDA :

DLKP

DLKP BERSAMA

DLKR PELABUHAN TG. PERAK


TELUK LAMONG, GRESIK,
SOCAH DAN TG, BULUPANDAN

C
Tg. BULUPANDAN

Klampis

Pangkah Wetan
Pangkah

Tg. Bulupandan
P. Karangjamuang

Arosbaya Barat
Binteng

DLKR

Lancang

Baruk

E
I

Sidayu

Pocongan
Gebang

A = 112 34' 29.4931" E


6 46' 12.4779" S
B = 112 52' 28.1433" E
6 46' 8.6508" S
C = 112 52' 29.7901" E
6 53' 11.6467" S
D = 112 49' 7.1564" E
6 50' 49.1462" S
E = 112 41' 8.0009" E
7 1' 45.1511" S
F = 112 40' 22.4870" E
7 3' 53.2105" S
G = 112 41' 39.9539" E
7 3' 48.0480" S
H = 112 41' 44.0989" E
7 5' 36.9826" S
I = 112 39' 4.5120" E
7 0' 58.2599" S
J = 112 34' 35.5156" E
6 51' 1.0466" S

Sabean
Sobaneh
Bancaran

Tg Wedoro
KAMPEK

G H

Jungpiring
Barat

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
LAMPIRAN SURAT NO.
DARI SURAT KEPUTUSAN
MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR
:
TANGGAL
:
DISAHKAN DI : JAKARTA
TANGGAL
:

BANGKALAN

Mertajasa

Tg Sawo
Sembila ngan

Tanahmerahdaya

JEKAN

SOCAH

SRAGIH

PETA ORIENTASI

DLKR

SABAREH

KEMERE

SERENG

PETA INDEKS

GRESIK

Sukalela

Tg. Tanjungan
KAMAL

Batuporon

DLKR

Karangpandan
Tebul

Kwanyar

Karanganyar

LOKASI :

SKALA

Tg. Perak

Tambakwedi

Teluk Lamong
Kenjeran
Sukolilo

DIGAMBAR
TANGGAL
DIRENCANAKAN
TANGGAL
DISETUJUI
TANGGAL
KODE :

SUMBER

JUMLAH

LEMBAR

- 33 d. Pengendalian Kawasan Di Sekitar Bandar Udara.


Fasilitas bandar udara merupakan fasilitas transportasi
yang tidak dapat dipandang dalam perspektif lokal. Bandar udara
memerlukan perencanaan khusus, baik perencanaan ruang
maupun

manajemen

penerbangannya.

Bandar

udara

satu

dengan yang lain sangat terkait. Bandar udara juga merupakan


prasarana angkutan yang sangat strategis dan merupakan isu
nasional terutama masalah kelayakannya.
Kelayakan yang dimaksud adalah kelayakan terkait
lokasi geografis dan perencanaan ruangnya, kelayakan terkait
efektifitas

keberadaan

sebuah

bandar

udara

dalam

mengakomodasi kebutuhan transportasi regional yang cepat dan


efisien, keamanan penerbangan, juga terkait masalah kelayakan
dari

sisi

bisnis

penerbangan

dan

masalah

pengembangan

wilayah.
Pembangunan bandar udara memerlukan perencanaan
ruang khusus. Kawasan disekitar bandar udara hingga beberapa
kilometer, merupakan wilayah yang berinteraksi langsung dengan
kawasan bandar udara. Sehingga menata kawasan bandar udara
adalah merencanakan ruang lebih luas dari kawasan bandar
udara itu sendiri.
Perencanaan

kawasan

bandar

udara

meliputi

pengaturan terhadap kawasan bandar udara dan kawasan


disekitar bandar udara. Tipe bandar udara akan menyangkut
jumlah, jenis dan frekuensi penerbangan. Tipe bandar udara
berpengaruh terhadap ruang di sekitar kawasan bandar udara,
sehingga pemanfaatan ruang di kawasan sekitar bandar udara
perlu untuk dikendalikan secara ketat.
Pengaturan kawasan bandar udara termasuk ruang di
sekitar kawasan bandar udara yang harus dikendalikan, yaitu:
1) Kawasan

Keselamatan

Operasi

Penerbangan

(KKOP)

merupakan wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang


udara disekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan
operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan
penerbangan, meliputi :
a) Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas;
b) Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;
c) Kawasan di bawah permukaan transisi;
d) Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;
e) Kawasan di bawah permukaan kerucut; dan

- 34 f)

Kawasan di bawah permukaan horizontal luar.

2) Kawasan

di

sekitar

penempatan

alat

bantu

navigasi

penerbangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari


Kawasaan Keselamatan Operasi Penerbangan.
Ketentuan kegiatan yang perlu dikendalikan dalam
kaitannya
kegiatan

dengan
yang

kawasan

memiliki

sekitar

Bandar

kecenderungan

Udara

memiliki

adalah
dampak

mengganggu aktivitas bandar udara khususnya kegiatan yang


pembangunannya secara vertikal.

- 35 -

- 36 -

PETA KAWASAN SEKITAR BANDARA JUANDA SIDOARJO SURABAYA

- 37 -

PETA KAWASAN BLOK SEKITAR BANDARA JUANDA SIDOARJO SURABAYA

- 38 -

PETA KAWASAN
PENERBANGAN

SEKITAR

BANDARA

JUANDA

UNTUK

KAWASAN

ALAT

BANTU

NAVIGASI

- 39 6. KAWASAN

SEKITAR

PRASARANA

WILAYAH

DALAM

SKALA

REGIONAL LAINNYA SEPERTI AREA DI SEKITAR JARINGAN PIPA


GAS, JARINGAN SUTET, DAN TPA TERPADU
Kawasan sekitar prasarana wilayah dalam skala regional
merupakan kawasan yang dapat dipergunakan untuk pembangunan
fasilitas penunjang keberadaan prasarana tersebut serta untuk
pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan ruang terbuka hijau
dengan tidak membahayakan dan mengganggu kinerja prasarana
wilayah.
a. Jaringan Pipa Gas
Dalam

pengembangan

pemanfaatan

migas

untuk

domestik

adalah pembangunan jaringan pipa migas, yang didistribusikan


melalui jaringan pipa ke depo migas. Pembangunan jaringan pipa
gas harus sesuai dengan standar pengembangan mulai dari jenis
pipa hingga teknis pelaksanaannya yang menggunakan kaidah
lingkungan.
Jaringan pipa tersebut ada yang di alirkan melalui permukaan
tanah dan di tanam dalam tanah, karena pipa-pipa tersebut
mengalirkan

zat-zat

yang

sangat

mudah

terbakar

dan

membahayakan daerah sekitarnya apabila rusak atau bocor,


maka diperlukan sosialisasi kepada masyarakat dan adanya
amdal.
Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya pengendalian pada
sekitar

kawasan

jaringan

pipa

gas

agar

kegiatan

yang

dilaksanakan pada kawasan sekitar pipa gas tidak mengganggu


fungsi pipa gas dan tidak membahayakan masyarakat yang
memanfaatkan ruang.
Deliniasi

kawasan

yang

perlu

dikendalikan

pemanfaatan

ruangnya adalah kawasan dengan radius 50 meter dari jalur pipa


gas.
b. Jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi ( SUTET)
SUTET adalah saluran udara tegangan ekstra tinggi dengan
kekuatan tegangan 500 KV, dalam arus listrik yang terdapat di
SUTET merupakan medan listrik dan medan magnet dalam
kelompok radiasi non-pengion. Radiasi ini relatif tidak berbahaya,
berbeda sama sekali dengan radiasi jenis pengion seperti radiasi
nuklir atau radiasi sinar rontgen.
Dalam pemilihan jalur SUTET diupayakan tidak melintas pada
daerah pemukiman, hutan lindung maupun cagar alam. Di

- 40 beberapa daerah pemukiman yang padat mungkin tidak bisa


dihindari jalur SUTET untuk melintas, tetapi baik medan listrik
maupun medan magnet tidak boleh diatas ambang batas yang
diperbolehkan.

Medan

Listrik

di

bawah

jaringan

dapat

menimbulkan beberapa hal, meliputi:


1) Menimbulkan suara/bunyi mendesis akibat ionisasi pada
permukaan penghantar (konduktor) yang kadang disertai
cahaya keunguan, bulu/rambut berdiri pada bagian badan
yang terpanjang akibat gaya tarik medan listrik yang kecil,
lampu neon dan tes-pen dapat menyala tetapi redup, akibat
mudahnya gas neon di dalam tabung lampu dan tes-pen
terionisasi.
2) Kejutan lemah pada sentuhan pertama terhadap benda-benda
yang mudah menghantar listrik (seperti atap seng, pagar besi,
kawat jemuran dan badan mobil).
Arahan dilakukan dalam rangka peningkatan kondisi lingkungan
akibat adanya SUTET perlu diperhatikan pengamanan terhadap
loncatan listrik instalasi di atas atap bangunan didasarkan pada
Peraturan

Menteri

01.P/47/MPE/1992,

Pertambangan
yaitu

jarak

dan

minimum

Energi
titik

No.

tertinggi

bangunan (pohon) terhadap titik terendah kawat penghantar


SUTET 500 KV harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Jarak minimum titik tertinggi bangunan tahan api terhadap
titik terendah kawat penghantar SUTET 500 KV adalah 8,5
meter.
2) Jarak minimum titik tertinggi jembatan besi terhadap titik
terendah kawat penghantar SUTET 500 KV adalah 8,5 meter
3) Jarak minimum jalan perkeretaapian terhadap titik terendah
kawat penghantar SUTET 500 KV adalah 15 meter.
4) Jarak minimum lapangan terbuka terhadap titik terendah
kawat penghantar SUTET 500 KV adalah 11 meter.
5) Jarak minimum titik tertinggi bangunan tidak tahan api
terhadap titik terendah kawat penghantar SUTET 500 kV
adalah 15 meter.
6) Jarak minimum jalan raya terhadap titik terendah kawat
penghantar SUTET 500 KV adalah 15 meter.
7) Ruang bebas adalah ruang sekeliling penghantar yang
dibentuk oleh jarak bebas minimum sepanjang SUTET yang
di dalam ruang itu harus dibebaskan dari benda-benda dan

- 41 kegiatan lainnya. Ruang bebas ditetapkan berbeda-beda


dalam luas dan bentuk. Sementara ruang aman adalah ruang
yang berada di luar ruang bebas. Dalam ruang aman
pengaruh kuat medan listrik dan kuat medan magnet sudah
dipertimbangkan dengan mengacu kepada peraturan yang
berlaku.
8) Ruang bebas dan ruang aman dapat diatur besarnya sesuai
kebutuhan pada saat mempersiapkan rancang bangun.
Ruang aman dapat diperluas dengan cara meninggikan
menara dan/atau mempendek jarak antara menara, sehingga
bila ada pemukiman yang akan dilintasi SUTET yang akan
dibangun berada di dalam ruang yang aman.
Berdasarkan akibat dan kerentanan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh jaringan SUTET, maka diperlukan pengendalian
pemanfaatan ruang disekitar jaringan SUTET dalam rangka
menjaga fungsi jaringan dan mencegah terjadinya dampak buruk
bagi kegiatan yang memanfaatkan ruang disekitar SUTET.
Deliniasi daerah sekitar jaringan SUTET yang perlu dikendalikan
pemanfaatan ruangnya adalah daerah dengan jarak 50 m (lima
puluh meter) dari titik terluar jaringan SUTET dengan tetap
menjaga area kepentingan jaringan sesuai dengan ketentuan
jarak aman minimum.
c. Tempat Pemrosesan Akhir Terpadu
Tempat pemrosesan akhir terpadu merupakan tempat
pengolahan sampah yang dikelola bersama antar wilayah, TPA
terpadu ini perlu dikembangkan sebagai upaya atau antisipasi
semakin

berkembangnya

suplai

sampah

akibat

banyaknya

aktifitas dan bertambahnya penduduk terutama di perkotaan.


Masalah yang dihadapi dalam pengelolaan sampah
masih berkutat di sekitar metode dan lokasi pemindahan fisik
sampah dari TPS (tempat pembuangan sementara) ke TPA
(tempat pemrosesan akhir). Sampah secara mekanis dibuang,
ditumpuk, ditimbun, diratakan, dipadatkan, dan dibiarkan
membusuk serta mengurai sendiri secara alami di TPA. Sebagian
lain dibakar secara langsung di tempat dengan atau tanpa
menggunakan fasilitas insinerator (tungku pembakaran).
Dengan dasar tersebut penentuan TPA terpadu harus di
dasari atas kesepakatan bersama antar wilayah dan lokasi
tersebut jauh dari permukiman penduduk, maka di area sekitar

- 42 TPA diupayakan untuk dibudidayakan tanaman pepohonan yang


berfungsi sebagai kawasan/selat hijau untuk kontrol polusi
udara (greenbelt) dan upaya membatasi kawasan terbangun.
Dalam rangka menjaga fungsi lingkungan dan prasarana, maka
diperlukan adanya pengendalian pemanfaatan ruang di sekitar
prasarana TPA.
Terdapat 8 cluster TPA regional yang perlu dikendalikan
pemanfaatan ruangnya seperti dalam arahan Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur dan akan dimasukkan
dalam kawasan pengendalian ketat adalah:
1) Kabupaten Gresik yang melayani Kota Surabaya, Kabupaten
Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik;
2) Malang Raya yang melayani Kota Malang, Kota Batu, dan
Kabupaten Malang;
3) Mojokerto yang melayani Kota Mojokerto dan Kabupaten
Mojokerto;
4) Madiun yang melayani Kota Madiun dan Kabupaten Madiun;
5) Kediri yang melayani Kota Kediri dan Kabupaten Kediri;
6) Blitar yang melayani Kota Blitar dan Kabupaten Blitar;
7) Pasuruan yang melayani Kota Pasuruan dan Kabupaten
Pasuruan; dan
8) Probolinggo yang melayani Kota Probolinggo dan Kabupaten
Probolinggo.
Pengendalian pemanfaatan ruang yang dapat dilakukan
adalah dengan menjaga berkembangnya pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang dapat mengganggu
fungsi prasarana dan menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Deliniasi kawasan sekitar prasarana TPA sebagai kawasan yang
perlu dikendalikan pemanfaatan ruangnya adalah pemanfaatan
lain di dalam TPA dan kawasan radius 500 m (lima ratus meter)
dari titik terluar area TPA.

- 43 -

- 44 7. KAWASAN RAWAN BENCANA


Kawasan rawan bencana merupakan wilayah tertentu di
Jawa Timur yang harus mendapat perhatian serius dalam upaya
pemanfaatan ruang, karena potensi dan kerentanannya terhadap
bencana alam, seperti rawan tanah longsor, rawan letusan gunung
api, dan rawan luapan lumpur.
Pengendalian

pada

wilayah

rawan

bencana

perlu

diupayakan untuk mewujudkan tertib tata ruang di kawasan rawan


bencana alam agar sesuai dengan fungsi kawasan dan sesuai dengan
rencana tata ruang yang ada. Sehingga tingkat resiko yang akan
diterima oleh masyarakat dapat diminimalisir.
Dalam pemberian IPR pada kawasan rawan bencana, harus
mengacu pada Rencana Rencana Tata Ruang dan/atau Rencana
Penanggulangan Bencana wilayah setempat. Jika rencana tata ruang
dan/atau rencana penanggulangan bencana wilayah setempat belum
disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, maka pemberian IPR
harus berdasarkan pada tingkat resiko dan/atau daya dukung lahan
dan/atau analisa risiko bencana yang tersedia.

- 45 -

- 46 8. KAWASAN LINDUNG PRIORITAS DAN PERTAMBANGAN SKALA


REGIONAL
Kawasan lindung atau kawasan konservasi tidak dapat
dialihfungsikan, kawasan tersebut digunakan sebagai pelestarian
sumberdaya alam yang diutamakan dalam upaya menjaga fungsi
lindung, yaitu:
a. Kawasan Gunung Prahu yang berlokasi di Kabupaten Pasuruan
karena kawasan itu merupakan kawasan yang digunakan
sebagai pelestarian sumberdaya alam yang sekaligus menjadi
kawasan perlindungan bawahan, dan terdapat Gudang Amunisi
Kodam V Brawijaya, Balai Pengamatan Dirgantara LAPAN, Gua
Bekas Peninggalan Jepang, Situs Petilasan Batu Rantai, dan
Lapangan Tembak Pusdik Brimob.
b. Kawasan cagar alam geologi berupa kawasan keunikan bentang
alam yaitu kawasan bentang alam karst yang berada di wilayah:
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Blitar, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Malang, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pamekasan,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Sampang, Kabupaten Sumenep,
Kabupaten

Trenggalek,

Kabupaten

Tuban,

dan

Kabupaten

Tulungagung.
Kawasan
ditetapkan

oleh

pertambangan
Pemerintah

skala

regional

melalui

tersebut

penetapan

dapat
wilayah

pertambangan yang diarahkan di Provinsi Jawa Timur maupun


kawasan pertambangan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah yang disesuaikan dengan adanya potensi pertambangan.
Kawasan tersebut perlu dikendalikan dalam upaya menjamin
kesesuaian peruntukan dengan rencana tata ruang, mencegah
dampak negatif apabila terjadi perubahan peruntukan karena lokasi
potensi pertambangan dapat berada diwilayah dengan peruntukan
lahan bukan pertambangan.

- 47 -

- 48 9. KAWASAN KONSERVASI ALAMI, BUDAYA, DAN YANG BERSIFAT


UNIK DAN KHAS
Kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat unik
dan khas merupakan kawasan yang diupayakan untuk melestarikan
dan mengembangkan sumber daya alam, buatan, dan manusia.
Pengendalian di kawasan konservasi alami, budaya, dan
yang

bersifat

unik

dan

khas

dengan

memperhatikan

fungsi,

kelestarian, dan keberlangsungan lingkungan hidup, sosial, dan


budaya kawasan sekitar. Kawasan yang perlu dikendalikan terkait
dengan kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat unik
dan khas adalah kawasan keunikan batuan dan fosil, kawasan
keunikan proses geologi, cagar budaya dan ilmu pengetahuan, serta
kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.
a. Kawasan keunikan batuan dan fosil, meliputi:
1) Situs geologiarkeologi (geoarkeologi) Trowulan di Kabupaten
Mojokerto;
2) Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
3) Tanah Diatomea Kecamatan Kabuh di Kabupaten Jombang;
4) Situs geologiarkeologi (geoarkeologi) Perning di Kabupaten
Mojokerto;
5) Situs

geologiarkeologi

(geoarkeologi)

Wringanom

di

Kabupaten Gresik;
6) Situs geologiarkeologi (geoarkeologi) Trinil di Kabupaten
Ngawi;
7) Formasi Kujung Kecamatan Panceng di Kabupaten Gresik;
8) Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;
9) Teluk Grajagan di Kabupaten Banyuwangi;
10) Desa Trinil di Kabupaten Mojokerto, yang merupakan lokasi
penemuan pertama fosil manusia homo erectus;
11) Sepanjang

Bengawan

Solo

di

sekitar

Ngandong,

yang

merupakan lokasi penemuan homo ngandongensis; dan


12) Kedungbrubus di timur laut Ngawi, yang merupakan lokasi
penemuan fosil vertebrata.
b. Kawasan keunikan proses geologi, meliputi:
1) Mud Vulcano di Desa Katol Barat Kecamatan Geger di
Kabupaten Bangkalan, Gununganyar di Kota Surabaya, dan
Kalanganyar di Kabupaten Sidoarjo; dan
2) Semburan Lumpur Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo.

- 49 c. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan, meliputi:


1) Benteng Pendem Van den Bosch di Kabupaten Ngawi;
2) Pelestarian bangunan pabrik gula di Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten

Madiun,

Kabupaten

Magetan,

Kabupaten

Bondowoso, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Malang;


3) Makam Proklamator, Museum Bung Karno, Istana Gebang,
Petilasan Aryo Blitar, dan Monumen PETA (Soeprijadi) di Kota
Blitar, dan bangunan bersejarah dan cagar budaya di Kota
Surabaya;
4) Arca Totok Kerot di Kabupaten Kediri;
5) Candi

Cungkup,

Makam

Gayatri,

dan

Candi

Dadi

di

Kabupaten Tulungagung;
6) Candi Jawi di Kabupaten Pasuruan;
7) Candi Jolotundo di Kabupaten Mojokerto;
8) Candi Penataran dan Candi Simping di Kabupaten Blitar;
9) Candi Singosari, Candi Jago, Candi Kidal, dan Candi Badut di
Kabupaten Malang;
10) Kawasan Trowulan di Kabupaten Mojokerto; dan
11) Kebun Raya Purwodadi di Kabupaten Pasuruan seluas
kurang lebih 85 ha.
d. Kawasan Lindung Spiritual dan Kearifan Lokal,meliputi:
1) Kawasan permukiman budaya suku Samin di Kabupaten
Bojonegoro;
2) Kawasan permukiman budaya suku Tengger di Kabupaten
Probolinggo,

Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, dan

Kabupaten Lumajang;
3) Kawasan permukiman budaya suku Osing di Kabupaten
Banyuwangi; dan
4) Kawasan permukiman budaya di Gunung Kawi.
Pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan pada kawasan
tersebut dilakukan di dalam area kawasan dan area radius
100 m (seratus ratus meter) di luar kawasan dan/atau pada area
sesuai

dengan

berdasarkan

zonasi

kawasan

yang

sudah

ditetapkan

pembagian

zona

(zona

inti,

penyangga,

pengembangan, penunjang, dll).

- 50 10. KAWASAN UNTUK KEGIATAN YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKU


DAN/ATAU MEMPUNYAI PENGARUH ANTARWILAYAH DI JAWA
TIMUR
Kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan baku
dan/atau

mempunyai

pengaruh

antarwilayah

di

Jawa

Timur

merupakan kawasan yang melayani kegiatan dan produksi yang


dianggap berpengaruh secara luas lintas kabupaten/kota, dimana
kegiatan tersebut perlu dikendalikan untuk menciptakan sinergitas
dan efisiensi antarkegiatan, antarfungsi, ataupun antarkawasan.
Kawasan yang dimaksud sebagai kawasan untuk kegiatan
yang menggunakan bahan baku dan/atau mempunyai pengaruh
antarwilayah di Jawa Timur berupa kawasan industri (pabrik,
tempat pengolahan, dan lain sebagainya) dan kawasan pertanian
dan/atau perkebunan yang komoditasnya diperlukan sebagai bahan
baku pada kawasan industri dimaksud. Misalnya untuk pabrik gula
dan perkebunan tebu yang merupakan satu kesatuan kegiatan yang
saling membutuhkan dan dapat bersifat lintas wilayah.
11. KAWASAN UNTUK KEGIATAN YANG MENGUBAH RONA WILAYAH
DAN ADMINISTRATIF JAWA TIMUR
Kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan
administratif Jawa Timur merupakan kegiatan yang mencakup
wilayah lintas kota/kabupaten dan/atau wilayah dengan lingkup
kewenangan provinsi, serta dapat juga berupa kegiatan yang
berdampak

lintas

kota/kabupaten

sehingga

perlu

adanya

pengendalian oleh pemerintah provinsi dalam rangka menjaga


keterhubungan

antarkota/antarkabupaten

yang

memperhatikan

aspek lingkungan hidup berkelanjutan. Kawasan yang memiliki


kecenderungan mengakibatkan perubahan rona wilayah adalah
kegiatan

yang

diarahkan

pada

perbukitan/pegunungan.

Pemanfaatan ruang yang dapat mengubah rona wilayah pada


kawasan perbukitan/pegunungan berupa pemotongan bukit dan
pengurugan lahan. Ketentuan wilayah pada kawasan perbukitan dan
pegunungan tersebut ada pada beberapa perbukitan/pegunungan
yang bukan merupakan kawasan lindung.

- 51 12. KAWASAN

LAINNYA

YANG

DIANGGAP

MEMENUHI

KRITERIA

KAWASAN PENGENDALIAN KETAT


Kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan
pengendalian ketat merupakan kawasan pengendalian ketat yang
memenuhi kriteria tertentu dan dapat ditetapkan sebagai kawasan
yang perlu dikendalikan secara ketat. Kawasan lainnya yang
dianggap memenuhi kriteria kawasan pengendalian ketat meliputi:
a. Kawasan Khusus Madura
Kawasan Khusus Madura dengan luas wilayah 600 Ha dalam
satu kesatuan dengan wilayah pelabuhan petikemas dengan
perumahan dan industri termasuk jalan aksesnya. Kawasan
Khusus Madura dalam RTRW Kabupaten Bangkalan masuk
dalam Kawasan Pengembangan Pelabuhan Peti Kemas Tanjung
Modung Buluh Pandan yang merupakan kawasan strategis
ekonomi.

Pengembangan

Kawasan

Khusus

Madura

dalam

menunjang kegiatan pelabuhan peti kemas diarahkan untuk


kegiatan

industri,

pergudangan,

perdagangan

jasa

dan

permukiman.
Kawasan

khusus

Madura

perlu

dikendalikan

pemanfaatan

ruangnya karena kawasan tersebut merupakan kawasan yang


memiliki nilai strategis dalam rangka mendukung pengembangan
ekonomi dan wilayah Madura. Kawasan tersebut diarahkan
untuk mendukung kegiatan pelabuhan yang diarahkan di
Kabupaten Bangkalan dan diharapkan menjadi prime mover
kegiatan industri di wilayah Madura pasca adanya akses
Jembatan Suramadu ke wilayah Madura.
b. Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan
kawasan

lahan

pertanian

yang

ditetapkan

sebagai

lahan

pertanian pangan berkelanjutan yang harus dilindungi dan


dilarang untuk dialihfungsikan.
Ciri-ciri

Kawasan

Peruntukan

Pertanian

Tanaman

Pangan,

sebagai berikut:
1) Lokasi mengacu pada RTRW provinsi dan kabupaten/kota,
dan mengacu pada kesesuaian lahan baik pada lahan basah
maupun lahan kering.

- 52 2) Pengembangan

komoditas

tanaman

pangan

pada

lahan

gambut mengacu pada kelas kesesuaian lahan gambut yang


telah berlaku.
3) Dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, swasta dan/atau masyarakat sesuai dengan biofisik
dan sosial ekonomi dan lingkungan.
4) Berbasis komoditas tanaman pangan nasional dan daerah
dan/atau komoditas lokal yang mengacu pada kesesuaian
lahan.
5) Dapat diintegrasikan dengan komoditas budidaya lainnya Kawasan pertanian pangan pada lahan basah yang telah
diusahakan secara terus menerus tanpa melakukan alih
komoditas yang mencakup satu atau lebih dari 7 (tujuh)
komoditas utama tanaman pangan (padi, jagung, kedelai,
kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar).
6) Kawasan pertanian pangan pada lahan kering yang telah
diusahakan secara terus menerus di musim hujan tanpa
melakukan alih komoditas yang mencakup satu atau lebih
dari 7 (tujuh) komoditas utama tanaman pangan (padi,
jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan
ubi jalar), dan tanaman pangan alternatif sesuai potensi
daerah masing-masing.
Berdasarkan ciri-ciri kawasan pertanian pangan berkelanjutan
tersebut, dapat ditentukan bahwa kawasan lahan pertanian
pangan

berkelanjutan

yang

ditetapkan

sebagai

kawasan

pengendalian ketat di Provinsi Jawa Timur adalah kawasan


pertanian (lahan basah dan/atau lahan kering) yang ditetapkan
oleh pemerintah Provinsi bersama pemerintah Kabupaten/Kota.

- 53 -

- 54 -

Hirarki I

Kode Zona

Hirarki II

Kode Zona

Hirarki III

IG.1.

IG

Kawasan Peruntukan
Industri dan
Pergudangan

Industri Manufaktur (Skala


Besar, Sedang dan Kecil)

IG.2.

Pergudangan Terbuka dan


Tertutup

K.1.

Perkantoran

Kawasan Peruntukan
Perdagangan dan Jasa

K.2.
K.3.
R.1.

Kawasan Budidaya

Kawasan Peruntukan
Permukiman

R.2.

R.3.

RTH

Kawasan Peruntukan
Terbuka Hijau

Perdagangan dan Jasa


Tunggal
Perdagangan dan Jasa
Deret (Mix-Used)
Perumahan
Intensitas/kepadatan
Rendah
Perumahan
Intensitas/kepadatan
Sedang
Perumahan
Intensitas/kepadatan
Tinggi

RT.1.

Ruang Terbuka Hijau

RT.2.

RTH Non Sarana

- 55 -

B. JENIS PEMANFAATAN RUANG


Pengaturan

jenis

dan

skala

kegiatan

pemanfaatan

ruang

dilakukan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pemberian IPR yang


berada pada Kawasan Pengendalian Ketat yang sudah ditetapkan
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Jenis dan skala kegiatan
pemanfaatan ruang yang harus mendapat IPR, meliputi:

1.

Bidang Multisektor
No

Jenis Usaha/Kegiatan

Skala/Besaran

1.

Pemotongan bukit dan pengurugan lahan volume 5.000 m3

2.

Budidaya sapi potong dan burung unta

Populasi 100 ekor


campuran
(terletak pada satu
hamparan lokasi)

2.

Bidang Pertahanan
No

Jenis Usaha/Kegiatan

1.

Pembangunan pangkalan TNI AL dan TNI


AU
Pembangunan pusat latihan tempur

2.
3.
4.

3.

Pembangunan Lapangan Tembak TNI


AD, TNI AL, TNI AU dan Polri
Pembangunan gudang munisi

Skala/Besaran
Semua Besaran
Semua Besaran Luas
(Ha)
Semua Besaran (Ha)
Semua Besaran

Bidang Kehutanan
No

Jenis Usaha/Kegiatan

1.

Penangkaran satwa liar di hutan lindung

Semua Besaran

2.

Penangkaran satwa liar di hutan


produksi
Pemanfaatan aliran air di hutan lindung
dan hutan produksi
Pemanfaatan air di hutan lindung dan
hutan produksi

Semua Besaran (Ha)

Wisata alam di hutan lindung dan hutan


produksi
Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu
Restorasi Ekosistem dalam hutan alam
pada hutan produksi

Semua Besaran

3.
4.

5.
6.

Skala/Besaran

Semua Besaran
Dengan volume
pengambilan air kurang
dari 30% dari
ketersediaan sumber
daya atau debit

Semua Besaran (Ha)

- 56 7.

8.
9.
10.

11.
12.

13.

4.

Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu


dalam hutan tanaman pada hutan
produksi:
a. Hutan tanaman industri (HTI)
b. Hutan tanaman rakyat (HTR)
c. Hutan tanaman hasil rehabilitasi
(HTHR)
Usaha pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu (UPHHBK) dalam hutan alam pada
hutan produksi
Usaha pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu dalam hutan tanaman pada hutan
produksi
Industri primer hasil hutan:
a. Industri primer hasil hutan kayu
(industri penggergajian kayu,
industri serpih kayu, industri
veneer, industri kayu lapis, dan
laminated veneer lumber)
b. Industri primer hasil hutan bukan
kayu
Pembangunan taman safari, kebun
binatang.
Pengusahaan Pariwisata Alam (PPA) di
zona pemanfaatan taman nasional, atau
di blok pemanfaatan taman wisata alam,
atau di blok pemanfaatan taman hutan
raya dengan luas bagian zona/blok
pemanfaatan yang menjadi obyek
pembangunan sarana dan prasarana
Pengusahaan taman buru dengan luas
total sub blok pengelolaan dan sub blok
non buru pada blok pemanfaatan

Semua Besaran (Ha)


Semua Besaran (Ha)
Semua Besaran (Ha)
Semua Besaran (Ha)
Semua Besaran (Ha)

Semua Besaran
Kapasitas Produksi
(m3)
Semua Besaran (Ha)
Semua Besaran (Ha)
Semua Besaran (Ha)

Semua Besaran (Ha)

Bidang Perhubungan
No

Jenis Usaha/Kegiatan

1.

Pembangunan Terminal Angkutan Jalan

Semua Besaran

2.

Luas 0,25 Ha

5.

Depo/Pool Angkutan/ Depo Angkutan;


Pembangunan Depo Peti Kemas
Pembagunan terminal terpadu Moda dan
Fungsi
Pembangunan Terminal Angkutan
Barang
Pembangunan Jaringan Jalur Kereta Api

6.

Terminal peti kemas

Semua Besaran

7.

Depo dan balai yasa

Luas 0,5 Ha

8.

Stasiun

Luas 0,5 Ha

3.
4.

Skala/Besaran

Semua Besaran
Luas 0,25 Ha
Panjang> 100 m

- 57 9.

Kegiatan penempatan hasil keruk


(dumping) di darat.
- Volume, atau
- Luas area dumping.
10. Pembangunan pelabuhan dengan salah
satu fasilitas berikut:
a. Dermaga dengan bentuk konstruksi
sheet pile atau open pile.
- Panjang, atau
- Luas
b. Kedalaman Tambatan
c. Penahan gelombang (talud) dan/atau
pemecah gelombang (break water).
- Panjang
d. Bobot Kapal Standar
e. Trestle Dermaga
f. Single Point Mooring Boey
- Untuk kapal
11. Prasarana pendukung pelabuhan
a. Terminal Penumpang
b. Terminal Peti Kemas
c. Lapangan Penumpang
d. Gudang
e. Prasarana Penampungan Curah Cair
12. Pengerukan dan Reklamasi
a. Pengerukan untuk Pemeliharaan
(maintanance)
b. Pengerukan perairan dengan capital
dredging
c. Reklamasi/Pengurugan
- Luas, atau
- Volume
d. Volume Dumping
e. Pekerjaan bawah air (panjang)
13. Pengerukan/perataan batu karang
14. Pekerjaan bawah air (PBA):
a. Pipa minyak/gas (panjang)
b. Kabel listrik (tegangan)
c. Kabel telekomunikasi
15. Pengembangan bandar udara beserta
salah satu fasilitas berikut:
a. Landasan Pacu
b. Terminal Penumpang atau Terminal
Kargo
c. Pengambilan Air Tanah

Semua Besaran
Semua Besaran

Semua Besaran
Semua Besaran
Kedalaman - 0,4
LWS
Semua Besaran
Bobot 1000 DWT
Luas 750 m2
Semua Besaran
Semua
Semua
Semua
Semua
Semua

Besaran
Besaran
Besaran
Besaran
Besaran

Semua Besaran (m3)


Semua Besaran (m3)
Semua Besaran (Ha)
Semua Besaran (m3)
Volume 100.000 m3
Semua Besaran (km)
Semua Besaran
Semua Besaran (Km)
Semua Besaran (kV)
Panjang 10 km
Semua Besaran (m)
Semua Besaran (m2)
Semua Besaran
(liter/detik)
(dari 1 sumur sampai
dengan 5 sumur dalam
satu area, luas semua
besaran)

- 58 16. Pembangunan bandar udara baru


beserta fasilitasnya (untuk fixedwing
maupun rotary wing).

5.

(termasuk kelompok
Bandar udara di luar
kelas A, B, dan C
beserta hasil studi
rencana induk yang
telah disetujui)

Bidang Perindustrian
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

6.

Semua besaran

Jenis Usaha/Kegiatan

Skala/Besaran

Industri galangan kapal dengan sistem


graving dock
Industri petrokimia hulu

Semua Besaran
(DWT)
Semua Besaran

Kawasan Industri (termasuk komplek


industri yang terintegrasi)
Industri semen (yang dibuat melalui
produksi klinker)
Industri pulp atau industri pulp dan
kertas yang terintegrasi dengan Hutan
Tanaman Industri
Industri petrokimia hulu

Semua Besaran

Industri propelan, amunisi dan bahan


peledak
Industri peleburan timah hitam

Semua Besaran

Kegiatan industri yang tidak termasuk


angka 1 sampai dengan angka 8 yang
menggunakan areal dengan luas

Luas 0,5 ha

Semua Besaran
Kapasitas 300.000
ton pulp per tahun
Semua Besaran

Semua Besaran

Bidang Pekerjaan Umum


No

Jenis Usaha/Kegiatan

Skala/Besaran

Sumber Daya Air


1.

2.

3.
4.

Pembangunan bendungan/ waduk atau


jenis tampungan air lainnya
- Tinggi;
- Luas genangan;
- Volume tampungan
Daerah Irigasi
a. Pembangunan baru dengan luas;
b. Peningkatan dengan luas;
c. Pencetakan sawah, luas
(perkelompok)
Pengembangan rawa (reklamasi rawa
untukbudidaya pertanian).
Pembangunan pengaman pantai dan
perbaikan muara sungai.

6 meter
50 Ha
300.000 m3
500 Ha
500 Ha
100 Ha
500 Ha

- 59 a. Sejajar pantai (sea wall/revetment)


b. Tegak lurus pantai (groin break
water)

> 1 Km
Panjang 10 m

Jalan dan Jembatan


1.

2.
3.

Pembangunan/Peningkatan Jalan
(termasuk Jalan Tol) yang membutuhkan
pengadaan tanah di luar rumija (ruang
milik jalan)
a. Panjang
b. Pengadaan Tanah
Pembangunan subway/underpass,
terowongan/tunnel, jalan layang/flyover,
dan jembatan
Pembangunan jembatan (di atas
sungai/badan air)
- Panjang bentang utama

>1 Km
> 2 Ha
Semua Besaran
Panjang (Km)

100 m

Kecipta-karyaan
1.

Persampahan
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
dengansystem controlled landfill atau
sanitary landfilltermasuk instalasi
penunjang.
a. Luas kawasan
b. Kapasitas Total
TPA daerah pasang surut
a. Luas kawasan
b. Kapasitas Total
Pembangunan transfer station

Pembangunan instalasi pembuatan


kompos
Pembangunan Perumahan/Permukiman

Semua Besaran (ha)


500 (ton)
Kapasitas 500
(ton/hari)
Kapasitas 500
(ton/hari)
Kapasitas 500
(ton/hari)
Kapasitas 50
(ton/ha)
Semua Besaran (ha)

Pembangunan instalasi pengolahan


limpur tinja (IPLT) termasuk fasilitas
penunjang.
- Luas; atau
- Kapasitas

Semua Besaran (ha)


Semua Besaran

Pembangunan instalasi pengolahan


sampah terpadu
Pembangunan incinerator

2.
3.

Semua Besaran (ha)


500 (ton)

(m3/hari)

4.

Pembangunan instalasi pengolahan air


limbah
(IPAL).
- Luas; atau
- Beban organik

Semua Besaran (ha)


Semua Besaran
(ton/hari)

- 60 5.

6.

7.

8.

Pembangunan sistem perpipaan air


limbah (sewerage/off-site sanitation
system) diperkotaan/permukiman.
- Luas layanan; atau
- Debit air limbah
Drainase Permukiman
a. Pembangunan saluran primer dan
sekunder
b. Pembangunan kolam retensi/polder
di area/kawasan pemukiman
Air Minum
a. Pembangunan jaringan distribusi
(luas layanan)
b. Pembangunan jaringan pipa
transmisi (dengan panjang).
c. Pengambilan air baku dari sungai,
danau dan sumber air permukaan
lainnya (debit).
- Sungai/danau;
- Mata air.
d. Pembangunan instalasi pengolahan
air dengan pengolahan lengkap
e. Pengambilan air tanah dalam untuk
kebutuhan:
- Pelayanan masyarakat oleh
penyelenggara SPAM;
- Kegiatan lain dengan tujuan
komersil.
Pembangunan gedung
a. Pembangunan gedung di atas
tanah/bawah tanah
- Fungsi usaha, meliputi bangunan
gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi,
terminal dan bangunan gedung
tempat penyimpanan
- Fungsi keagamaan, meliputi
bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja
termasuk kapel, bangunan pura,
bangunan vihara, dan
bangunankelenteng
- Fungsi sosial dan budaya,
meliputi bangunan gedung
pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan,
laboratorium, dan bangunan
gedung pelayanan umum
b. Pembangunan gedung di atas
tanah/bawah tanah yang melintasi

Semua Besaran (ha)


Semua Besaran
(ton/hari)
Semua Besaran (km)
Luas 1 Ha
Luas 100 Ha
Panjang 5 Km

Debit 50 liter/detik
Debit 2,5 liter/detik
Debit > 50 liter/detik

Debit 2,5 liter/detik


Debit 1 liter/detik

Luas 5000 m2

Luas 5000 m2

Luas 5000 m2

- 61 -

9.

7.

prasarana dan/atau sarana umum


- Fungsi usaha, meliputi bangunan
gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi,
terminal dan bangunan gedung
tempat penyimpanan
- Fungsi keagamaan, meliputi
bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja
termasuk kapel, bangunan pura,
bangunan vihara, dan
bangunankelenteng
- Fungsi sosial dan budaya,
meliputi bangunan gedung
pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan,
laboratorium, dan bangunan
gedung pelayanan umum
Pengembangan kawasan permukiman
baru
a. Pengembangan kawasan
permukiman baru sebagai pusat
kegiatan sosial ekonomi lokal
perdesaan
b. Pengembangan kawasan
permukiman baru dengan
pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan
Siap Bangun/Lingkungan Siap
Bangun)

Luas 5000 m2

Luas 5000 m2

Luas 5000 m2

Semua Besaran

Bidang Sumber Daya Energi dan Mineral


No

Jenis Usaha/Kegiatan

Skala/Besaran

Mineral, Batubara, dan Panas Bumi


1.

2.

3.

Eksploitasi (Operasi Produksi) Mineral,


Batubara dan Panas Bumi
a. Luas Perizinan
b. Luas daerah terbuka untuk
pertambangan
Eksploitasi (Operasi Produksi) Batubara
a. Kapasitas, dan/atau
b. Jumlah material penutup yang
dipindahkan
Eksploitasi (Operasi Produksi) Mineral
logam
a. Kapasitas biji, dan/atau
b. Jumlah material penutup yang
dipindahkan

Luas > 5 Ha
Luas > 5 Ha
(kumulatif/tahun)
> 100.000 ton/tahun
> 400.000 bank cubic
meter (bcm)/tahun
Semua Besaran
Semua Besaran

- 62 4.

5.

6.

7.

8.

Eksploitasi (Operasi Produksi) Mineral


bukan logam atau mineral batuan
a. Kapasitas, dan/atau
b. Jumlah material penutup yang
dipindahkan
Eksploitasi (Operasi Produksi) Panas
Bumi dan pengembangan uap panas
bumi untuk listrik
a. Kapasitas, dan/atau
b. Jumlah material penutup yang
dipindahkan
Pengolahan dan pemurnian:
a. mineral logam
b. mineral bukan logam
c. batuan
d. batubara
e. mineral radioaktif
Eksploitasi (Operasi Produksi) Mineral
radioaktif

Penambangan di laut

9.

Melakukan penempatan tailing di bawah


laut
Minyak dan Gas Bumi
1.

2.

3.

4.

Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi serta


pengembangan produksi
a. Lapangan Minyak Bumi
- Darat
- Laut
b. Lapangan Gas Bumi
- Darat
- Laut
Pipanisasi minyak bumi, gas bumi dan
bahan bakar minyak di laut dan darat
a. panjang, atau
b. tekanan
Pembangunan Kilang
a. Liquefied Petroleum Gas (LPG)
b. Liquefied Natural Gas (LNG)
c. Minyak Bumi
Terminal regasifikasi LNG (darat/laut)

> 50.000 m3/tahun


> 200.000 m3/tahun

Semua Besaran
Semua Besaran

Semua besaran
50.000 m3/tahun
50.000 m3/tahun
100.000 m3/tahun
Semua besaran
Semua besaran
(ton/tahun), kecuali
untuk tujuan
penelitian dan
pengembangan
Semuabesaran
Semua besaran

Semua besaran
Semua besaran
Semua besaran
Semua besaran
Semua besaran
Semua besaran
Semua
Semua
Semua
Semua

besaran
besaran
besaran
Besaran

(MMSCFD = million metric


square cubic feet per day
= juta metrik persegi kaki
kubik per hari)

5.

Kilang minyak pelumas (termasuk


fasilitas penunjang)

Semua Besaran

- 63 6.

7.
8.

Pengembangan lapangan Coal Bed


Methane (CBM)/Gas Metana Batubara
pada tahap eksploitasi dan
pengembangan produksi yang
mencakup:
a. Pemboran sumur produksi;
b. Pembangunan fasilitas produksi dan
fasilitas pendukung;
c. Kegiatan operasi produksi; dan
d. Pasca operasi
Kegiatan penyimpanan BBM di darat
dan/atau di perairan
Stasiun Kompresor gas

9.

Semua Besaran

Semua Besaran
Semua Besaran

Blending premix; bahan bakar khusus,


Blending minyak pelumas
10. Stasiun pengisian aspal curah

Semua Besaran
(ton/tahun)
Semua Besaran

11. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum


di darat dan di perairan
12. Stasiun pengisian bahan bakar gas,
stasiun pengisian bulk elpiji
13. Stasiun mini CNG

Semua Besaran (kilo


liter)
Semua Besaran (ton)
Semua Besaran
(MMSCFD)

Ketenagalistrikan
1.

2.

3.

Pembangunan jaringan transmisi


a. Saluran Udara Tegangan Tinggi
b. Saluran Kabel Tegangan Tinggi
c. Kabel laut Tegangan Tinggi
Pembangunan jaringan distribusi
Kabel laut tegangan menengah
Pembangunan
a. PLTG/PLTGU
b. PLTU Batubara
c. PLTU Minyak
d. PLTD
e. Pembangunan PLTP
f. Pembangunan PLTA dengan:
- Tinggi bendung, atau
- Luas genangan, atau
- Kapasitas daya (aliran langsung)
g. PLT Sampah (PLTSa) dengan proses
methane harvesting
h. Pembangunan pembangkit listrik dari
jenis lain (antara lain: PLT Surya,
Angin, PLT Biomassa/Gambut, PLT
Bayu)
Tenaga Listrik untuk kepentingan
sendiri

150 kV
150 kV
150 kV
20 kV

20 MW (dalam satu lokasi)


5 MW (dalam satu lokasi)
5 MW (dalam satu lokasi)
5 MW (dalam satu lokasi)

5m
10 ha
5 MW
30 MW

20 MW

> 1 MW(Dalam satu


lokasi)

> 0,5 MW

- 64 -

8.

Bidang Kebudayaan dan Pariwisata


No

Skala/Besaran

1.

Kawasan Pariwisata

Semua besaran

2.

Lapangan golf (tidak termasuk driving


range)
Daya Tarik Wisata (Buatan/Binaan)
- Kebun raya dan kebun binatang
- Taman buru dan kebun buru
- Theme Park (taman bertema)
- Taman rekreasi (non theme)
- Wisata buatan lainnya
Penyediaan akomodasi
- Hotel
- Villa
- Pondok wisata
- Bumi perkemahan
- Persinggahan karavan
- Penyediaan akomodasi lainnya

Semua besaran

3.

4.

9.

Jenis Usaha/Kegiatan

Semua besaran

Semua besaran

Bidang Pengembangan Nuklir


No

Jenis Usaha/Kegiatan

1.

Pembangunan dan pengoperasian


reaktor nuklir, yang meliputi:
a. Reaktor Daya
b. Reaktor Non Daya
Pembangunan dan pengoperasian
instalasi nuklir non reaktor, yang
meliputi kegiatan:
a. pengayaan bahan nuklir, konversi
bahan nuklir, dan/atau permurnian
bahan nuklir

2.

3.

4.

b. pengolahan ulang bahan bakar


nuklir bekas
c. penyimpanan sementara bahan
bakar nuklir bekas
d. penyimpanan lestari
Pembangunan dan Pengoperasian
Instalasi Pengelolaan Limbah Radioaktif,
yang meliputi kegiatan konstruksi dan
operasi tahap:
pengolahan limbah radioaktif tingkat
rendah dan sedang dan penyimpanan
(disposal) limbah radioaktif tingkat
rendah dan sedang
Produksi Radioisotop

Skala/Besaran

Semua Kapasitas
> 100 kW thermal

Semua kapasitas
(kecuali untuk tujuan
penelitian dan
pengembangan)
Semua kapasitas
> 3.000 MW thermal
Semua kapasitas

Semua kapasitas
(kecuali untuk tujuan
penelitian dan
pengembangan)
Semua kapasitas
yang berasal dari
reaksi fisi

- 65 5.
6.
7.

Kedokteran Nuklir Invivo di luar kegiatan Instalasi untuk


Rumah Sakit
pemanfaatan terapi
Pembangunan dan pengoperasian
Daya < 100 kW
reaktor nuklir reaktor penelitian
- Daya termal
Pembangunan dan pengoperasian
instalasi nuklir non reaktor
a. Fabrikasi bahan bakar nuklir
a. Produksi < 125
elemen bakar/tahun
- Produksi
b. Produksi <
b. Pengolahan dan pemurnian uranium
100ton/tahun
- Produksi yellow cake
c.
Aktivitas < 37.000
c. Pembangunan irradiator (Tipe Kolam)
TBq
- Aktivitas sumber

Aktivitas < 100.000 Ci

8.

Kedokteran nuklir diagnostikIn Vivo

Semua Besaran

9.

Jenis-jenis industri penghasil TENORM

Wajib SPPL

10. Bidang Kesehatan


No

Jenis Usaha/Kegiatan

1.

RS Umum dan RS khusus

2.

Puskesmas dengan rawat inap

3.

Lab kesehatan (BLK, B/BTKL PPM,


Labkesda), BPFK (Balai Pengawasan
Fasilitas Kesehatan)
Industri farmasi yang memproduksi
bahan baku obat

4.

Skala/Besaran
Semua Besaran
(Kelas A, B, C atau
sejenis)
Semua Besaran
Semua Besaran
Semua Besaran

11. Bidang Pengelolaan Limbah B-3


No
1.

2.

Jenis Usaha/Kegiatan

Skala/Besaran

Industri jasa pengelolaan limbah B3 yang


Semua Besaran
melakukan kombinasi 2 (dua) atau lebih
kegiatan meliputi: pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan limbah B3
Pemanfaatan limbah B3
Semua Besaran
a. Pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan
bakar sintetis pada kiln di industri
semen, kecuali pemanfaatan limbah B3
yang dihasilkan sendiri dan berasal dari
1 (satu) lokasi kegiatan
b. Pemanfaatan limbah B3 dalam bentuk
pembuatan bahan bakar sintetis (fuel
blending) dari limbah B3
c. Pemanfaatan limbah B3 sebagai material
alternatif pada industri semen, kecuali

- 66 -

3.

4.
5.

pemanfaatan yang hanya menggunakan


fly ash
d. Pemanfaatan limbah B3 oli bekas
sebagai bahan baku industri daur ulang
pelumas (lubricant), termasuk sebagai
bahan baku pembuatan base oil
e. Pemanfaatan limbah B3 pelarut bekas
(used solvents) untuk industri daur
ulang pelarut (solvents)
f. Pemanfaatan limbah B3 aki bekas
melalui proses peleburan timbal (Pb)
g. Pemanfaatan limbah B3 batere dan/atau
aki kering bekas dengan pembentukan
ingot
h. Pemanfaatan limbah B3 katalis bekas
dalam bentuk daur ulang (recycle)
dan/atau perolehan kembali (recovery)
Pengolahan limbah B3
Semua Besaran
a. Pengolahan limbah B3 secara termal
menggunakan insinerator, kecuali
mengolah limbah B3 yang dihasilkan
sendiri dan berasal dari 1 (satu) lokasi
kegiatan
b. Pengolahan limbah B3 secara biologis
(composting, biopile, landfarming,
bioventing, biosparging, bioslurping,
alternate electron acceptors, dan/atau
fitoremediasi), sebagai kegiatan utama
(jasa pengolahan limbah B3)
c. Injeksi dan/atau Reinjeksi limbah B3 ke
dalam formasi
Penimbunan limbah B3 dengan landfill kelas Semua Besaran
1, kelas 2, dan/atau kelas 3
Semua Besaran
Setiap kegiatan pengumpulan limbah B3
sebagai kegiatan utama skala kecil seperti
pengumpul minyak kotor dan slope oil,
timah dan fluxsolder, minyak pelumas
bekas, aki bekas, solventbekas, atau limbah
lainnya yang terkontaminasi limbah B3.

C. MEKANISME PERIZINAN
1. JENIS PELAYANAN
Jenis pelayanan yang diberikan terkait dengan IPR, meliputi
perizinan langsung dan perizinan tidak langsung.
a. Perizinan Langsung
adalah proses administrasi perizinan dimana berdasarkan proses
penapisan, untuk menerbitkan IPR atas berkas permohonan

- 67 perizinan
hanya
memerlukan
rekomendasi
dan/atau
pertimbangan teknis dari satu Instansi Teknis Terkait, sehingga
dalam
proses
pengajuan
IPR
tidak
diperlukan
rekomendasi/masukan dari dinas teknis lainnya melalui rapat
koordinasi Tim Asistensi maupun survei untuk peninjauan
lokasi.
b. Perizinan Tidak Langsung
adalah suatu proses administrasi perizinan dimana berdasarkan
proses penapisan, berkas permohonan IPR yang diajukan perlu
mendapat rekomendasi teknis dari Tim Asistensi sebagai dasar
pertimbangan untuk proses Penerbitan IPR.
2. SUBSTANSI DALAM PERIZINAN
Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan
Pengendalian Ketat, maka Tim Asistensi melakukan penilaian dan
evaluasi terhadap aspek teknis dan yuridis yang antara lain meliputi:
a. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan
Kabupaten/Kota,
b. Kesesuaian dengan Rencana Rinci Tata Ruang, dan
c. Kesesuaian dengan Peraturan Perundangan bidang teknis
lainnya.
3. PROSES DAN PROSEDUR PERIZINAN
a. Proses dalam perizinan pemanfaatan ruang di Kawasan
Pengendalian Ketat meliputi:
1) Proses pengajuan izin, yaitu Pemohon mengajukan
permohonan/pemberian waktu penyelesaian pekerjaan/
perubahan IPR di Kawasan Pengendalian Ketat kepada
Gubernur Jawa Timur melalui Badan Penanaman Modal
Provinsi Jawa Timur selaku Administrator Pelayanan
Perizinan Terpadu.
2) Proses penapisan (screening), yaitu proses identifikasi yang
dilakukan untuk memastikan rencana pemanfaatan ruang
yang dimohonkan merupakan bagian dari kawasan
pengendalian ketat dan identifikasi terhadap proses analisis.
3) Proses pemeriksaan kelengkapan berkas administrasi yaitu
pemeriksaan berkas administrasi pemohon sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Dinas/Badan/Lembaga
terkait.
4) Proses analisis:
a) Perizinan
Langsung,
analisis
dilakukan
oleh
Dinas/Badan/Lembaga terkait melalui prosedur yang

- 68 berlaku, serta kegiatan lain yang diperlukan untuk dapat


memberikan pertimbangan teknis terhadap berkas
permohonan
pemanfaatan
ruang
di
Kawasan
Pengendalian Ketat.
b) Perizinan Tidak Langsung, dilakukan oleh Tim melalui
kegiatan rapat koordinasi maupun kegiatan lainnya yang
diperlukan sampai dengan diterbitkannya Rekomendasi
Tim Asistensi berdasarkan berita acara rapat koordinasi
sebagai dasar pertimbangan penerbitan IPR.
5) Proses penerbitan izin:
a) Perizinan Langsung, Izin diterbitkan sesuai rekomendasi
Ketua

Tim

Asistensi

berdasarkan

pertimbangan/

rekomendasi dari Dinas/Badan/Lembaga teknis terkait


sebagai

dasar

pertimbangan

penerbitan

izin

yang

disampaikan kepada Kantor UPT Pelayanan Perizinan


Terpadu (P2T) Provinsi Jawa Timur untuk dilakukan
proses penerbitan IPR.
b) Perizinan

Tidak

berdasarkan

Langsung,

surat

Izin

rekomendasi

yang
teknis

diterbitkan
ketua

Tim

Asistensi Pemanfaatan Ruang yang ditujukan kepada


Kepala UPT P2T Provinsi Jawa Timur untuk dilakukan
proses penerbitan IPR.
b. Prosedur dalam perizinan pemanfaatan ruang di Kawasan
Pengendalian Ketat meliputi:
1) Pemohon mencari informasi tentang syarat-syarat perizinan
terkait dengan proses penerbitan IPR.
2) Informasi syarat-syarat perizinan dapat diperjelas dengan
cara:
a) Pemohon datang sendiri ke Kantor UPT P2T Provinsi Jawa
Timur,
b) Pemohon

mendapat

informasi

melalui

website:

www.p2t.jatimprov.go.id,
3) Pemohon
melengkapi

mengambil
persyaratan

contoh

surat

(administrasi

permohonan
dan

teknis)

dan
yang

menjadi ketentuan sesuai dengan informasi yang diperoleh.


4) Pemohon

menyampaikan

permohonan

izin

beserta

kelengkapan berkas administrasi yang menjadi ketentuan ke


Kantor UPT P2T Provinsi Jawa Timur untuk diproses lebih
lanjut.

- 69 5) Tim Teknis melakukan penapisan dan/atau verifikasi berkas


administrasi pengajuan permohonan perizinan.
6) Apabila berkas kelengkapan persyaratan (administrasi dan
teknis)

tidak

memenuhi

kepada

pemohon

dan

ketentuan

sebaliknya

maka

dikembalikan

bilamana

persyaratan

dinyatakan lengkap dan benar, maka untuk:


a) Perizinan Langsung segera diproses dengan meminta
rekomendasi dari Ketua Tim Asistensi Pemanfaatan Ruang
sesuai ketentuan dalam penerbitan IPR.
b) Perizinan

Tidak

Langsung

segera

diproses

untuk

dilakukan rapat koordinasi dalam rangka memperoleh


pertimbangan dan/atau masukan dari Tim Asistensi.
7) Apabila proses penerbitan IPR memerlukan Rapat Koordinasi,
maka Kantor P2T Provinsi Jawa Timur akan melaksanakan
rapat koordinasi membahas permohonan IPR dalam rangka
memberikan pertimbangan dan/atau masukan terkait IPR
kepada Ketua Tim Asistensi.
8) Dalam

rapat

koordinasi

dilakukan

analisis

terhadap

kesesuaian pemanfaatan lahan dengan RTRW Provinsi Jawa


Timur maupun RTRW Kabupaten/Kota, rencana rinci tata
ruang, peraturan perundangan bidang teknis terkait lainnya
oleh seluruh peserta rapat terkait dengan permohonan IPR.
Apabila diperlukan, dapat dilakukan tinjauan lapangan untuk
melihat kondisi dan situasi sekitar lokasi yang dimohon.
9) Selain

itu

juga

dapat

dilakukan

konfirmasi

kepada

Pemerintah Kabupaten/Kota terkait peruntukan lahan di


lokasi yang diajukan pemohon dan status perizinan yang
telah atau yang akan dilaksanakan (izin lokasi, dll) agar
sesuai dengan peraturan yang berlaku di Kabupaten/Kota
terkait.
10) Proses penerbitan dan/atau penolakan IPR dilaksanakan
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal
diterimanya berkas permohonan secara lengkap dan benar.
11) Gubernur Jawa Timur melalui Kepala BPM Provinsi Jawa
Timur selaku Administrator P2T Provinsi Jawa Timur dengan
pertimbangan

yang

diajukan

oleh

Tim

Asistensi,

mengeluarkan keputusan atas permohonan IPR di Kawasan


Pengendalian

Ketat

kepada

Pemohon

dengan

tembusan

kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau dinas/instansi


terkait.

- 70 12) Pengajuan

permohonan

pekerjaan/perubahan

pemberian
IPR

pekerjaan/perubahan

waktu

untuk

dilakukan

penyelesaian
menyelesaikan

sesuai

prosedur

dan

mekanisme pengajuan permohonan IPR baru.


Untuk pemberian tambahan waktu penyelesaian kegiatan
sesuai IPR, akan dilakukan evaluasi terlebih dahulu oleh Tim
Asistensi bersama Tim Pengendalian untuk memastikan
pemanfaatan ruang yang telah dilakukan oleh pemohon dan
memberikan

penilaian

terhadap

persetujuan

pemberian

tambahan waktu penyelesaian kegiatan IPR.


Untuk perubahan IPR, apabila diperlukan akan dilakukan
peninjauan

lapangan

oleh

Tim

Asistensi

bersama

Tim

Pengendalian untuk mengecek pelaksanaan pemanfaatan


ruang berdasarkan IPR yang telah diterbitkan.
4. WAKTU PENGAJUAN
IPR di Kawasan Pengendalian Ketat diajukan sebelum pengajuan izin
prinsip

dan/atau

izin

lokasi

ke

Pemerintah

Kabupaten/Kota

dan/atau sebelum mengurus perizinan teknis lainnya (kecuali ada


peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan lainnya).
Gambar
Prosedur Perizinan Izin Pemanfaatan Ruang

Perizinan Tidak
Langsung

Perizinan
Langsung

- 71 -

D. PELAKSANAAN PEMBINAAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI


1. Pembinaan, Pemantauan dan Evaluasi
Pelaksanaan pembinaan dilakukan dengan cara:
a. Koordinasi penyelenggaraan pemanfaatan ruang pada kawasan
pengendalian ketat melalui upaya meningkatkan kerjasama antar
pemangku kepentingan dalam proses perizinan pada kawasan
pengendalian ketat;
b. sosialisasi

peraturan

perundang-undangan

dan

pedoman

pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang yang terkait


dengan

kawasan

pengendalian

ketat

merupakan

upaya

penyampaian secara interaktif substansi peraturan perundangundangan

dan

pedoman

yang

terkait

dengan

kawasan

pengendalian ketat;
c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan
pengendalian
merupakan

ruang
upaya

pada
untuk

kawasan

pengendalian

mendampingi,

mengawasi,

ketat
dan

memberikan penjelasan kepada pemangku kepentingan terkait


perizinan pada kawasan pengendalian ketat;
d. pelatihan,

yaitu

merupakan

upaya

untuk

mengembangkan

kemampuan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan


penataan ruang termasuk perizinan pada kawasan pengendalian
ketat;
e. penelitian

dan

pengembangan

pengembangan,
ilmu

yaitu

pengetahuan

merupakan

upaya

teknologi

untuk

dan

menghasilkan inovasi atau penemuan baru dalam meningkatkan


peran dan fungsi kawasan pengendalian ketat bagi pelaksanaan
pengendalian pemanfaatan ruang;
f.

pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang


pada kawasan pengendalian ketat, yaitu
untuk

mengembangkan

penataan

ruang

pada

sistem

informasi

kawasan

merupakan upaya
dan

pengendalian

komunikasi
ketat

yang

mutakhir, efisien, dan terpadu melalui penyediaan basis data dan


informasi dengan mengembangkan jaringan sistem elektronik;
dan
g. penyebarluasan informasi terkait kawasan pengendalian ketat
kepada

masyarakat,

mempublikasikan

yaitu

berbagai

merupakan
aspek

dalam

upaya

untuk

pengendalian

pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat melalui

- 72 media informasi dan media cetak yang mudah dijangkau oleh


masyarakat.
Berkaitan dengan pelaksanaan pemantauan, dilakukan dengan cara:
a. pemantauan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan secara
rutin dalam rangka memantau pemanfaatan ruang pada kawasan
pengendalian

ketat,

baik

pemanfaatan

ruang

yang

sudah

mendapat IPR maupun yang belum mendapat IPR;


b. pemeriksaan data merupakan kegiatan memeriksa data dan
informasi terkait kelengkapan perizinan untuk pemanfaatan
ruang pada kawasan pengendalian ketat;
c. pelaporan,

yaitu

merupakan

kegiatan

menyampaikan

hasil

pemantauan kepada pemangku kepentingan terkait dengan


proses

perizinan

dan

pemanfaatan

ruang

pada

kawasan

pengendalian ketat; dan


d. pelaporan kegiatan pemantauan dilaporkan Tim Pengendalian
kepada

Sekretaris

Tim

Asistensi

dengan

tembusan

UPT

Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T).


Sedangkan terkait dengan pelaksanaan evaluasi, dilakukan dengan
cara:
a. pemeriksaan data merupakan kegiatan memeriksa data dan
informasi pelaksanaan kegiatan sesuai IPR.
b. penilaian terhadap kesesuaian penyelenggaraan kegiatan sesuai
alokasi

waktu

penyelesaian

kegiatan

dan

kelengkapan

persyaratan perizinan yang disyaratkan dalam IPR;


c. pelaporan,
evaluasi

yaitu

merupakan

kepada

pemangku

kegiatan

menyampaikan

kepentingan

terkait

hasil

dengan

pelaksanaan kegiatan sesuai IPR yang telah diterbitkan; dan


d. pelaporan kegiatan evaluasi dilaporkan Tim Pengendalian kepada
Sekretaris Tim Asistensi dengan tembusan UPT Pelayanan
Perizinan Terpadu (P2T).

2. Pelaksana Pembinaan, Pemantauan, dan Evaluasi


Organisasi

pelaksana

yang

diatur

disesuaikan

dengan

pelaksanaan proses perizinan pemanfaatan ruang pada Kawasan


Pengendalian Ketat, yang terdiri dari:

- 73 a. TIM ASISTENSI
1) Susunan Keanggotaan:
Ketua

: Asisten Perekonomian dan Pembangunan


Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur

Sekretaris

: Kepala Badan Perencanaan Pembangunan


Provinsi Jawa Timur

Anggota Tetap

: 1. Kepala

Badan

Penanaman

Modal

Provinsi Jawa Timur.


2. Kepala

Biro

Hukum

Setda.

Provinsi

Jawa Timur.
3. Kepala Biro Administrasi Pembangunan
Setda. Provinsi Jawa Timur
4. Kepala

Badan

Lingkungan

Hidup

Provinsi Jawa Timur.


5. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta
Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa
Timur
Anggota
Tidak Tetap

: 1. Kepala

Dinas/Badan

terkait

di

lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa


Timur.
2. Bupati/Walikota pada Kabupaten/Kota
terkait di Provinsi Jawa Timur.
3. Unsur lainnya yang terkait
2) Tugas:
Memberikan rekomendasi dan/atau pertimbangan teknis
kepada Gubernur atas permohonan pemanfaatan ruang di
Kawasan Pengendalian Ketat berdasarkan kriteria untuk
menunjang daya dukung lingkungan, mencegah dampak
negatif, serta menjamin pembangunan yang berkelanjutan
berdasarkan Rencana Tata Ruang dan ketentuan teknis.
3) Sekretariat:
Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa
Timur
Jl. Pahlawan No. 102-108 Surabaya.

- 74 b. TIM PEMBINAAN
1) Koordinator : Badan

Perencanaan

Pembangunan

Daerah

Provinsi Jawa Timur


2) Anggota

: 1. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan


Tata Ruang Provinsi Jawa Timur.
2. UPT Pelayanan Perizinan Terpadu, Badan
Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur
3. Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
Jawa Timur

3) Tugas:
Melaksanakan pembinaan aparat Pemerintah Daerah dalam
rangka mendukung upaya meningkatkan kinerja penataan
ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan
masyarakat khususnya terkait dengan pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang
c. TIM PENGENDALIAN
1) Koordinator : Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi
Jawa Timur.
2) Anggota

: 1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah


Provinsi Jawa Timur
2. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa
Timur
3. Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
Jawa Timur
4. UPT Pelayanan Perizinan Terpadu, Badan
Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur

3) Tugas:
Melaksanakan kegiatan pemantauan dan evaluasi dalam
rangka menjamin penyelenggaraan penataan ruang yang
sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan perundangundangan.

- 75 -

E. FORMULIR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERIZINAN


1. FORMULIR PERMOHONAN IZIN
Surabaya,...............20..
Nomor
Lampiran
Perihal

Kepada YTH :

:
:
: Permohonan Izin
Pemanfaatan Ruang

Gubernur Jawa Timur


c.q
Kepala Badan Penanaman Modal
Provinsi Jawa Timur
selaku
Administrator Pelayanan
Perizinan Terpadu (P2T)
Jl. Pahlawan 116
di
SURABAYA

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama

: ......................................................................
.

mengajukan

permohonan

izin

pemanfaatan

ruang

untuk

kegiatan:

.....................................
dengan keterangan sebagai berikut:
A. DATA PEMOHON:
1. Nama Pemohon/Badan hukum : ...................
..................................................................
2. Jabatan

: .........................

3. Alamat

: ............................
...................

4. Nomor Telepon/HP

: ............................
..................................................................

5. Akte Pendirian

: ...

6. NPWP

: ................

B. KONDISI LAHAN :
1. Luas/Panjang

: .... m/meter

2. Letak

a. Jalan

: ..................................................................................

b. Desa/Kelurahan : ................................
c. Kecamatan

: ......................................................

d. Kabupaten/Kota : ..................................................................................
3. Status

: ................................................
..................................................................................

4. Penggunaan sekarang :

...................................

- 76 Untuk melengkapi permohonan, bersama ini kami lampirkan persyaratan


sebagai berikut :
a. Data pemohon, terdiri atas:
-

foto copy KTP/Kartu Identitas lainnya; dan

foto copy NPWP.

b. Foto copy akte pendirian perusahaan dan/atau akte perubahan yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang**;
c. Surat kuasa
1. Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur utama/direktur) kepada
yang ditunjuk dalam Badan Usaha dimaksud bilamana permohonan
diajukan bukan oleh Pimpinan Badan Usaha.
2. Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang ditunjuk bilamana
pengurusan dilakukan oleh orang lain tersebut;
d. Uraian rencan/proposal pemanfaatan lahandan alokasi waktu pelaksanaan
kegiatan (hardcopy dan softcopy);
e. Peta yang disertai koordinat geografis dan foto lokasi (hardcopy dan softcopy;
f. Bahan presentasi IPR (hardcopy dan softcopy) untuk jenis perizinan tidak
langsung;
g. Rekomendasi teknis dan/atau pertimbangan teknis dari .*;
h. Surat persetujuan prinsip dari Penyelenggara Jalan dan rekomendasi teknis dari
Dinas PU Bina Marga Provinsi***;
i. Rekomendasi Teknis Dinas PU Bina Marga Provinsi****;
Bersama ini kami menyatakan bahwa informasi diatas adalah benar, akurat, dan
lengkap. Bila dikemudian hari diketahui ketidakbenarannya maka kami bersedia
menanggung segala konsekuensinya.
Demikian, atas terkabulnya permohonan ini kami sampaikan terima kasih.
Hormat Kami
Pemohon,
Materai Rp6.000,..........................
*) Dari instansi teknis, bagi perizinan langsung;
**) Apabila izin yang diajukan oleh perusahaan;
***) Apabila IPR yang dimohon merupakan pemanfaatan ruang pada bagian jalan
nasional;
****) Apabila IPR yang dimohon merupakan pemanfaatan ruang pada bagian jalan
provinsi

- 77 2. FORMULIR
KEGIATAN

PEMBERIAN

TAMBAHAN

WAKTU

PENYELESAIAN

Surabaya,...............20..
Nomor
Lampiran
Perihal

:
:
: Permohonan Pemberian
Tambahan
Waktu
Penyelesaian Kegiatan
Izin Pemanfaatan Ruang

Kepada YTH :
Gubernur Jawa Timur
c.q
Kepala Badan Penanaman Modal
Provinsi Jawa Timur
selaku
Administrator Pelayanan
Perizinan Terpadu (P2T)
Jl. Pahlawan 116
di
SURABAYA

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama

: ......................................................................
.

mengajukan permohonan pemberian tambahan waktu penyelesaian kegiatan izin


pemanfaatan ruang berdasarkan Izin Pemanfaatan Ruang nomor: tanggal:
......... untuk kegiatan: ...........
dengan keterangan sebagai berikut:
A. DATA PEMOHON:
1. Nama Pemohon/Badan hukum : ...................
..................................................................
2. Jabatan

: .........................

3. Alamat

: ............................
...................

4. Nomor Telepon/HP

: ............................
..................................................................

5. Akte Pendirian

:...

6. NPWP

:................

B. KONDISI LAHAN :
1. Luas/Panjang

: .... m/meter

2. Letak

a. Jalan

: ..................................................................................

b. Desa/Kelurahan : ................................
c. Kecamatan

: ......................................................

d. Kota

: ..................................................................................

3. Status

: ................................................
..................................................................................

4. Penggunaan sekarang :

...............................

- 78 Untuk melengkapi permohonan, bersama ini kami lampirkan persyaratan


sebagai berikut :
a. surat izin pemanfaatan ruang yang sudah diterbitkan;
b. surat pernyataan dari pejabat instansi terkait yang menjelaskan bahwa
pemegang

IPR

sedang

melaksanakan

proses

perizinan

sebagaimana

berdasarkan

persyaratan

disyaratkan dalam dokumen IPR *);


c. persyaratan

perizinan

yang

sudah

dipenuhi

dokumen IPR;
d. berita acara hasil evaluasi terhadap IPR yang sudah diterbitkan sebelumnya;
e. Surat kuasa, dengan ketentuan :
1. Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur utama/direktur)
kepada yang ditunjuk dalam Badan Usaha dimaksud apabila permohonan
diajukan bukan oleh Pimpinan Badan Usaha.
2. Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang ditunjuk bilamana
pengurusan dilakukan oleh orang lain tersebut; dan/atau
f. dokumen pergantian pimpinan bila terjadi pergantian pimpinan yang tidak
sesuai dengan data permohonan IPR yang telah diterbitkan;
g. dokumen

persyaratan

permohonan

IPR

sebelumnya

yang

mengalami

perubahan data *).


Bersama ini kami menyatakan bahwa informasi diatas adalah benar, akurat, dan
lengkap. Bila dikemudian hari diketahui ketidakbenarannya maka kami bersedia
menanggung segala konsekuensinya.
Demikian, atas terkabulnya permohonan ini kami sampaikan terima kasih.
Hormat Kami
Pemohon,
Materai Rp6.000,..........................

*) Apabila diperlukan

- 79 -

3. FORMULIR PERUBAHAN IZIN


Surabaya,...............20..
Nomor
Lampiran
Perihal

Kepada YTH :

:
:
: Perubahan
Izin
Pemanfaatan Ruang

Gubernur Jawa Timur


c.q
Kepala Badan Penanaman Modal
Provinsi Jawa Timur
selaku
Administrator Pelayanan
Perizinan Terpadu (P2T)
Jl. Pahlawan 116
di
SURABAYA

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama

: ......................................................................
.

mengajukan

permohonan

perubahan

izin

pemanfaatan

ruang

sesuai

Izin

Pemanfaatan Ruang nomor: tanggal: ......... untuk kegiatan: ...........


dengan keterangan sebagai berikut:
A. DATA PEMOHON:
1. Nama Pemohon/Badan hukum : ...................
..................................................................
2. Jabatan

: .........................

3. Alamat

: ............................
...................

4. Nomor Telepon/HP

: ............................
..................................................................

5. Akte Pendirian

: ...

6. NPWP

: ................

B. KONDISI LAHAN IPR LAMA :


1. Luas/Panjang

: .... m/meter

2. Letak

a. Jalan

: ..................................................................................

b. Desa/Kelurahan : ................................
c. Kecamatan

: ......................................................

d. Kota

: ..................................................................................

3. Status

: ................................................

- 80 ..................................................................................
4. Penggunaan sekarang :

...............................

C. KONDISI LAHAN PERMOHONAN PERUBAHAN:


1. Luas/Panjang

: .... m/meter

2. Letak

a. Jalan

: ..................................................................................

b. Desa/Kelurahan : ................................
c. Kecamatan

: ......................................................

d. Kota

: ..................................................................................

3. Status

: ................................................
..................................................................................

4. Penggunaan sekarang :

...............................

Untuk melengkapi permohonan, bersama ini kami lampirkan persyaratan


sebagai berikut :
a. surat izin pemanfaatan ruang yang sudah diterbitkan;
b. persyaratan perizinan yang sudah dipenuhi sesuai dokumen IPR;
c. berita acara hasil evaluasi terhadap IPR yang sudah diterbitkan sebelumnya;
d. proposal terkait perubahan kegiatan pemanfaatan ruang;
e. surat kuasa, dengan ketentuan:
1. Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur utama/direktur)
kepada

yang

ditunjuk

dalam

Badan

Usaha

dimaksud

apabila

permohonan diajukan bukan oleh Pimpinan Badan Usaha.


2. Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang ditunjuk bilamana
pengurusan dilakukan oleh orang lain tersebut;
f. dokumen pergantian pimpinan bila terjadi pergantian pimpinan yang tidak
sesuai dengan data permohonan IPR yang telah diterbitkan;
g. dokumen

persyaratan

permohonan

IPR

sebelumnya

yang

mengalami

perubahan data.
Bersama ini kami menyatakan bahwa informasi diatas adalah benar, akurat, dan
lengkap. Bila dikemudian hari diketahui ketidakbenarannya maka kami bersedia
menanggung segala konsekuensinya.
Demikian, atas terkabulnya permohonan ini kami sampaikan terima kasih.
Hormat Kami
Pemohon,
Materai Rp6.000,..........................

- 81 4. FORMULIR PENGECEKAN KELENGKAPAN PERSYARATAN TEKNIS


DAN ADMINISTRASI
A. Permohonan IPR
File/SuratNo :
Form Pengecekan Kelengkapan Persyaratan Teknis dan Administasi
Check List Petugas
(,X, )

No

Persyaratan Teknis dan administrasi

1.
2.

Surat Permohonan Izin Pemanfaatan Ruang


Data Pemohon :
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk
b. Fotokopi NPWP
Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang
Surat kuasa
a) Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur
utama/direktur) kepada yang ditunjuk dalam
Badan Usaha dimaksud bilamana permohonan
diajukan bukan oleh Pimpinan Badan Usaha.
b) Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang
ditunjuk bilamana pengurusan dilakukan oleh
orang lain tersebut
uraian rencana/proposal pemanfaatan lahan dan
alokasi waktu pelaksanaan kegiatan (hardcopy dan
softcopy)
Peta yang disertai koordinat dan foto lokasi
Bahan presentasi IPR (hardcopy dan softcopy) untuk
jenis perizinan tidak langsung
Rekomendasi teknis dan/atau pertimbangan teknis
dari instansi teknis untuk perizinan langsung
Surat persetujuan prinsip dari Penyelenggara Jalan
dan rekomendasi teknis dari Dinas PU Bina Marga
Provinsi (perizinan penggunaan bagian jalan pada
Jalan Nasional)
Rekomendasi teknis dari Dinas PU Bina Marga Provinsi
(perizinan penggunaan bagian jalan pada Jalan
Provinsi)

3.
4.

5.
6.
7.
8.
9.

10.

Keterangan :

: disertakan
X
: tidak disertakan

: tidak diperlukan
Diterima tanggal :
Tindakan yang diambil : ( ) Diproses ( ) Dikembalikan

Tanggal :

Dinyatakan Lengkap tanggal :


Tindakan yang diambil : ( ) Diproses ( ) Dikembalikan
Penerima

Pemroses

Tanggal :
Verifikator

- 82 B. Permohonan Pemberian Tambahan Waktu Penyelesaian Kegiatan


IPR
No
1.
2.
3.

4.
5.
6.

7.

Persyaratan Teknis dan administrasi

Check List Petugas


(,X, )

Surat Permohonan pemberian tambahan waktu


penyelesaian kegiatan Izin Pemanfaatan Ruang
Surat izin pemanfaatan ruang yang sudah
diterbitkan.
Surat pernyataan dari pejabat instansi terkait yang
menjelaskan
bahwa
pemegang
IPR
sedang
melaksanakan proses perizinan sebagaimana
disyaratkan dalam dokumen IPR
Persyaratan perizinan yang sudah dipenuhi
berdasarkan dokumen IPR
Berita acara hasil evaluasi terhadap IPR yang
sudah diterbitkan sebelumnya
Surat kuasa
c) Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha
(direktur
utama/direktur)
kepada
yang
ditunjuk dalam Badan Usaha dimaksud
bilamana permohonan diajukan bukan oleh
Pimpinan Badan Usaha.
d) Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain
yang ditunjuk bilamana pengurusan dilakukan
oleh orang lain tersebut
Dokumen persyaratan permohonan IPR sebelumnya
yang mengalami perubahan data

C. Permohonan Perubahan IPR


No
1.
2.
3.

4.
5.
6.

7.
8.

Persyaratan Teknis dan administrasi


Surat Permohonan Perubahan Izin Pemanfaatan
Ruang
Surat izin pemanfaatan ruang yang sudah
diterbitkan.
Surat pernyataan dari pejabat instansi terkait yang
menjelaskan
bahwa
pemegang
IPR
sedang
melaksanakan proses perizinan sebagaimana
disyaratkan dalam dokumen IPR
Persyaratan perizinan yang sudah dipenuhi sesuai
dokumen IPR
Berita acara hasil evaluasi terhadap IPR yang
sudah diterbitkan sebelumnya
Untuk pemohon berbentuk badan usaha, surat
kuasa
dari
pemimpin
badan
usaha
bila
permohonan diajukan bukan oleh pemimpin badan
usaha dan dokumen pergantian pimpinan bila
terjadi pergantian pimpinan yang tidak sesuai
dengan data permohonan IPR yang akan telah
diterbitkan
Surat kuasa bila diurus oleh orang lain yang bukan
pemohon
Dokumen persyaratan permohonan IPR sebelumnya
yang mengalami perubahan data

Check List Petugas


(,X, )

- 83 5. FORMULIR BERITA ACARA RAPAT KOORDINASI TIM ASISTENSI


PEMANFAATAN RUANG

BERITA ACARA RAPAT KOORDINASI

Hari/Tanggal : .., tanggal - bulan - tahun


Tempat :

I.
II.

PIMPINAN RAPAT :
.
PESERTA RAPAT :
Nama :
1. .
2. .
3. .

III.

Instansi :
- .
- ....
- .

SUBSTANSI :
Pembahasan
Izin
Pemanfaatan
Ruang
..

IV.

(IPR)

untuk

kegiatan

NOTULEN RAPAT :
1.

Pimpinan Rapat
.

2.

..
...

3.

..

KESIMPULAN:
Berdasarkan surat permohonan dari . Nomor.. tanggal .. ...., tentang
Permohonan/Pemberian Tambahan Waktu Penyelesaian Kegiatan/Perubahan Izin
Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan .., pada rapat koordinasi saat ini
dihasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara prinsip Pengajuan Permohonan IPR oleh ..dapat/tidak
dapat diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
2. Permohonan diwajibkan segera melengkapi perizinan sesuai dengan peraturan
perundangan yaitu izin:
a.
b. ..
c. ..
3. ...

PIMPINAN RAPAT
..

- 84 Demikian BERITA ACARA RAPAT KOORDINASI ini dibuat dengan penuh rasa
tanggung jawab untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya
Mengetahui :
No.
1.
2.
dst.

Nama

Tanda Tangan
1.
2.
3.

- 85 6. FORMULIR BERITA ACARA RAPAT PENINJAUAN LAPANGAN

BERITA ACARA PENINJAUAN LAPANGAN


..
Hari/Tanggal :.., ..
Tempat : .

Pada hari .., tanggal Bulan . Tahun ., telah dilakukan peninjauan


lokasi (survey) terkait rencana . yang berlokasi di . oleh :
. dengan hasil kesepakatan bersama sebagai berikut :
1.
Secara prinsip IPR yang diajukan oleh .. dapat/belum dapat
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
2.
.
3.
Pemegang Izin diwajibkan juga mengikuti segala ketentuan prasyarat yang
ditetapkan dalam rapat koordinasi yang dilaksanakan pada hari/tanggal
, .. di .. dan melaksanakan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku

Demikian berita acara peninjauan lokasi ini kami buat dengan penuh rasa
tanggung jawab untuk dipergunakan sebagaimana mestinya

Mengetahui :
No.
1.
2.
dst

Nama

TandaTangan
1.
2.
3.

You might also like