You are on page 1of 9

ACARA II

KULTUR JARINGAN SANSIVERA


A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Sansievera merupakan tanaman hias yang sekarang sedang
digemari oleh para pecinta tanaman. Selain mempunyai corak daun yang
indah dan unik, mempunyai bentuk dan ukuran bervariasi, tanaman ini
juga berfungsi sebagai penyerap polutan di udara sekitar tempat
tumbuhnya. Hal inilah yang menyebabkan pecinta tanaman kembali
melirik tanaman sansievera.
Tanaman

sansevieria

mempunyai

banyak

ragam

karena

perbanyakan yang dilakukan pada tanaman ini tidak selalu menghasilkan


jenis yang sama dengan induknya. Kecantikan sansevieria ditunjukkan
dari ragam jenis, bentuk, ukuran dan warna daun. Ragam jenis yang ada
di alam tidak hanya diperoleh dari persilangan tanaman tetapi juga karena
mutasi. Tanaman ini mudah mengalami mutasi, bahkan saat dilakukan
pengembangbiakan melalui stek daun, yang seharusnya anakan akan
seperti induknya namun pada sansevieria akan sering terjadi mutasi
sehingga anaknya berbeda dengan induknya. Selain itu keistimewaanya
adalah ada berbagai ukuran daun baik yang besar, kecil, bentuk
memanjang atau pendek, melebar atau membulat juga corak warna yang
juga beragam.
Penciptaan varian-varian baru terus dilakukan untuk memperbaiki
keindahan dan keunikan dari daun sansievera. Salah satu cara yang
digunakan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan
kultur jaringan pada tanaman sansievera. Diharapkan pada saat
dikulturkan secara terus-menerus terjadi perubahan genetik yang
menyebabkan keberagaman genetik dalam waktu yang relatif singkat
sehingga tidak membutuhkan waktu untuk menghasilkan satu varian yang
baru. Selain itu kultur jaringan pada sansievera juga serng digunakan

14

15

untuk menghasilkan anakan dalam jumlah yang banyak pada varietas


yang langka dan cukup sulit apabila dikembangbiakkan dengan cara
vegetatif biasa. oleh karena itu, kultur jaringan sangat bermanfaat bagi
peningkatan varietas baru dan pengembangbiakan varietas-varietas langka
yang sulit dikembangbiakkan.
2. Tujuan Praktikum
Praktikum acara II kultur jaringan sansivera mempunyai tujuan,
yaitu :
a. Mengetahui teknik kultur jaringan sansievera
b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan sansievera
B. Tinjauan Pustaka
Menurut Sharma (2009), tanaman Sansevieria diklasifikasikan
kedalam family Agavaceae yang umumnya mempunyai daun yang berdaging
tebal dan banyak mengandung air. Adapun klasifikasinya adalah sebagai
berikut: Divisio: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Subkelas: Lilidae; Ordo:
Liliales; Famili: Agavaceae; Genus: Sansevieria; Spesies: Sansevieria
cylindrica.
Bentuk daun bulat panjang seperti tongkat dengan permukaan ellips.
Daun hijau keperakan dan panjang, berhiaskan cross banding yang mirip
dengan S. trifasciata. Jenis ini tidak mempunyai saluran dipermukaan daun.
Ada beberapa varian yang kerap dijumpai. Bentuk daun bulat, panjang dan
tumbuh berpasang-pasangan. Ukuran daun panjang 150 cm dengan ketebalan
3 cm, namun daun bagian luarnya hanya 12 cm. Warna daun hijau, tangkai
bunga 90-100 cm. Ciri khas daun bulat dan ada garis memanjang
(Trubus 2008).
Pada sansievera metode kultur jaringan lebih sering diterapkan untuk
membiakkan jenis yang menghasilkan anakan seperti jenis S. cylindrica dan
jenis yang langka. Eksplan diambil dari nmata tunas pucuk rimpang atau
pucuk daun sepanjang 1 cm. sebelum ditanam eksplan disterilisasi terlebih
dahulu untuk menghindari kontaminasi (Pramono 2008)

16

Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan (tissue culture)


bertujuan untuk mendapatkan tanaman dalam jumlah banyak dan seragam
pertumbuhannya. Seiring dengan permintaan bibit sansievera yang semakin
meningkat, cara perbanyakan secara konvensional menggunakan setek,
anakan, dan cabut pucuk tidak lagi bisa mencukupi. Satu-satunya cara
perbanyakan yang sanggup memenuhi kebutuhan permintaan bibit dalam
jumlah besar itu hanyalah kultur jaringan. Eksplan yang digunakan adalah
jaringan yang masih muda. Jaringan muda ini tersusun atas sel-sel yang masih
muda dan aktif membelah sehingga diharapkan bisa menghasilkan tanaman
yang sempurna (Purwanto 2008).
Struktur kalus dari berbagai varietas yang digunakan berbeda-beda
tergantung kepada formulasi yang digunakan. Biasanya struktur kalus
menggambarkan daya regenerasinya membentuk tunas dan akar. Kalus yang
berbentuk globular (nodul-nodul) dan berwarna bening biasanya mempunyai
kemampuan lebih tinggi untuk membentuk tunas daripada kalus yang bersifat
kompak dan berwarna coklat-kehitaman. Dalam hal ini media yang
digunakan untuk memacu regenerasi kalus akan sangat menentukan.
Keseimbangan

nutrisi

dalam

pertumbuhan

kalus

maupun

media

tumbuh

diferensiasinya

sangat

mempengaruhi

membentuk

tunas

(Purnamaningsih 2006)
C. Metode Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara II kultur jaringan Sansivera dilaksanakan pada
hari Jumat 26 April 2013 pukul 13.00-selesai, bertempat di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat
a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen
b. Petridish dan botol-botol kultur
c. Peralatan diseksi yaitu pinset besar/kecil dan pisau pemes

17

3. Bahan
a. Eksplan daun sansivera (Sansevieria cylindrica)
b. Media kultur
c. Alkohol 70 %
d. Aquadest steril
e. Spiritus
f. Chlorox (Sunclin)
4. Cara Kerja
a. Mempersiapkan eksplan
b. Melakukan sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)
1) Merendam eksplan dalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama +
12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25% (Sunclin 100%) selama
+ 3 menit.
2) Membilas eksplan dengan aquadest steril
c. Menanam eksplan:
1) Membuka plastik penutup botol media kultur.
2) Mengambil eksplan dan menanamnya dalam media kultur dengan
pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar di atas api.
3) Mendekatkan mulut botol dengan api untuk menghindari
kontaminasi, selama penanaman
d. Memelihara eksplan :
1) Menempatkan botol-botol kultur berisi eksplan di rak-rak kultur.
2) Menjaga lingkungan diluar botol meliputi; suhu, kelembaban, dan
cahaya.
3) Menyemprot botol-botol kultur dengan spiritus 2 hari sekali untuk
mencegah kontaminasi
e. Melakukan Pengamatan Selama 5 minggu, meliputi:
1) Saat muncul akar, tunas, daun, dan kalus (HST), pengamatan
dilakukan setiap hari.
2) Jumlah akar, tunas, daun, dan kalus, pengamatan dilakukan setiap
seminggu sekali.

18

3) Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir


pengamatan.
4) Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Pengaruh BAP Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Eksplan Sansivera (Sansevieria cylindrica)
Eksplan

Wortel

Tanggal
19/4/2013
23/4/2013
26/4/2013

Akar
-

30/4/2013

Saat Muncul (HST)


Tunas Daun Kalus
-

Akar
-

Jumlah
Tunas Daun
-

Keterangan
Penanaman
Media
terkontaminasi
bakteri
Eksplan
terkontaminasi
jamur
berwarna
putih

Sumber : Laporan Sementara

Gambar 2.1 Kondisi Kultur


Sansivera di Awal Pengamatan

Gambar 2.2 Kondisi Kultur Sansivera


di Akhir Pengamatan

19

2. Pembahasan
Bahan tanam yang digunakan pada kultur jaringan sansievera ini
adalah potongan daun sansievera. Setelah dilakukan pencucian bahan
dengan menggunakan fungisida dan bakterisida, jaringan tanaman segera
ditanam dalam botol kultur. Pada saat penanaman dilakukan bersamaan
dengan sterilisasi eksplan yang dilakukan di dalam LAFC. Pada saat
penanaman, sebaiknya bahan atanama ditanam dalam keadaan berdiri
bukan rebah. Hal ini untuk memudahkan penyerapan nutrisi yang ada di
dalam media. Apabila penanaman dilakukan dalam keadaan rebah, bagian
daun yang mengadakan kontak dengan media merupakan daun yang tidak
mengalami pelukaan sehingga nutrisi dari media akan sulit masuk ke
dalam jaringan eksplan.
Eksplan yang mengalami kematian akibat terjadinya kontaminasi
oleh jamur dan bakteri dan juga terjadinya browning. Kontaminasi terjadi
karena sterilisasi yang kurang sempurna dan browning terjadi akibat
perendaman (untuk tujuan sterilisasi bahan) klorox yang terlalu lama
sehingga jaringan dari sansievera mengalami browning. Gejala dari
kontaminasi jamur adalah munculnya hifa dari jamur dan dalam waktu
singkat memenuhi media kultur, sedangkan gejala serangan bakteri adalah
adanya lendir pada media yang mencirikan koloni dari bakteri. Gejala dari
browning sendiri adalah perubahan warna dari eksplan menjadi hitam atau
kepucatan pada jaringan-jaringan yang berada di tepi.
Perlakuan pemberian konsentrasi BAP secara umum, semua
perlakuan mengalami penurunan persentase pertumbuhan eksplan. Hal ini
dapat terjadi karena tingkat kontaminasi dalam perbanyakan secara kultur
jaringan yang cukup tinggi karena penyebaran bakteri atau jamur dapat
terjadi di udara dan pertumbuhannya yang sangat cepat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Yuwono (2006) yang menyatakan bahwa salah satu
prasyarat utama dalam teknik kultur in vitro adalah kebersihan dan
sterilitas alat serta tempat yang digunakan. Hal ini diperlukan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi oleh bakteri atau jamur yang

20

pertumbuhannya jauh lebih cepat dibanding dengan pertumbuhan kultur


sel atau jaringan tanaman.
Yusnita (2004) menyatakan kebutuhan nutrisi mineral untuk
tanaman yang dikulturkan secara invitro pada dasarnya sama dengan
kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhkan di tanah, meliputi hara-hara
makro dan mikro. Diduga hormon sitokinin dalam jaringan sudah
mencukupi untuk pertumbuhan dan penambahan sitokinin eksogen
mengakibatkan konsentrasi sitokinin dalam jaringan menjadi berlebih
sehingga menghambat pertumbuhan tunas. Salisbury dan Ross (2002)
menyatakan sitokinin eksogen akan menghambat pertumbuhan in vitro
jika konsentrasi zpt dalam jaringan menjadi berlebihan. Disamping itu,
Santoso dan Nursandi (2001) menyatakan bahwa pengaturan proses
tumbuh dan berkembangnya eksplan dapat dilakukan dengan mengatur
macam dan konsentrasi hormon atau zpt tertentu sehingga menghasilkan
kombinasi yang tepat sesuai dengan harapan.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
a. Bahan tanam yang digunakan pada kultur jaringan sansievera ini
adalah potongan daun sansievera
b. Gejala dari kontaminasi jamur adalah munculnya hifa dari jamur dan
dalam waktu singkat memenuhi media kultur, sedangkan gejala
serangan bakteri adalah adanya lendir pada media yang mencirikan
koloni dari bakteri.
c. Gejala dari browning sendiri adalah perubahan warna dari eksplan
menjadi hitam atau kepucatan pada jaringan-jaringan yang berada di
tepi.
d. Pada hari ke-7 terjadi kontaminasi bakteri dengan munculnya hifa dari
jamur.

21

e. Pada hari ke-11 terjadi kontaminasi adanya lendir pada media yang
mencirikan koloni dari bakteri
2. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah peningkatan intensivitas
sterilisasi untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi. Sebaiknya bahan
tanaman yang akan digunakan permukaannya digosok dengan pemotong
untuk menghilangkan lapisan lilin yang melekat pada permukaan daun
agar penyerapan nutrisi berlangsung lebih mudah.

22

DAFTAR PUSTAKA
Pramono, S. 2008. Pesona Sansevieria. PT Agromedia Pustaka: Jakarta.
Purnamaningsih, R. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas
Padi melalui Kultur In Vitro. J. AgroBiogen. Vol 2(2):74-80.
Purwanto, A.W. 2008. Sansievera Flora Cantik Penyerap Racun. Kanisius
Yogyakarta
Salisbury, F. B and C. W. Ross. 2002. Plant Physiology. CBS Publisher &
Distributors: New Delhi.
Santoso, U dan F. Nursandi. 2001. Kultur Jaringan Tanaman. UMM Press:
Malang.
Sharma, O.P. 2009. Plant Taxonomy 2E. Publisher by Tata McGraw-HillI: New
Delhi.
Trubus, Redaksi. 2008. Sansevieria 200 Jenis Spektakuler. PT Trubus Swadaya:
Jakarta.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan cara memperbanyak tanaman secara efisien.
AgroMedia Pustaka: Jakarta.
Yuwono, T. 2006. Bioteknologi Pertanian. UGM Press: Yogyakarta

You might also like