You are on page 1of 10

ACARA V

KULTUR JARINGAN WORTEL


A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam
sepanjang tahun. Terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu
udara dingin dan lembab, kurang lebih pada ketinggian 1200 meter di atas
permukaan laut. Tumbuhan wortel mernbutuhkan sinar matahari dan
dapat turnbuh pada sernua musim. Tanaman wortel berupa rumput dan
menyimpan cadangan makanannya di dalam umbi. Mempunyai batang
pendek, basah, berakar tunggang, sekumpulan tangkai daun yang keluar
dari ujung umbi bagian atas yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi
umbi bulat dan memanjang. Umbi berwarna kuning kemerah-merahan,
berkulit tipis, dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis.
Daun majemuk berganda, pangkal tangkai melebar menjadi upih,
lonjong, tepi bertoreh, ujung runcing, pangkal berlekuk, panjang 15-20
cm, lebar 10-13 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau. Bunga
berkumpul dalam payung majemuk, mahkota berbentuk bintang, halus,
berwarna putih. Batang bunga tumbuh setinggi sekitar 1 m. Menurut para
botanis, wortel (Daucus carota) dapat dibedakan atas beberapa jenis, di
antaranya: Wortel (Daucus carota, Linn.). Jenis imperator, yakni wortel
yang memiliki umbi akar berukuran panjang dengan ujung meruncing dan
rasanya kurang manis. Perbanyakan secara kultur in vitro pada wortel
dilakukan untuk memperbanyak tanaman dan juga sebagai bahan
pelatihan kultur jaringan karena perlakuan sterilisasi dan penanaman
relatif lebih mudah.

41

42

2. Tujuan Praktikum
Praktikum acara IV kultur jaringan wortel mempunyai tujuan,
yaitu :
a. Mengetahui teknik kultur jaringan wortel
b. Mengetahui pengaruh BAP terhadap pertumbuhan dan perkembangan
eksplan wortel
B. Tinjauan Pustaka
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah
pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi
pertumbuhan baru. Pada tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik atau
aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik
berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini
juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi
pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan
bagian

tanaman

yang

tumbuhnya

paling

kuat,untuk

perbanyakan

(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell 2008).


Dalam mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi, eksplan harus
disterilisasi. Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminan
mikroorganisme yang menempel di permukaan eksplan. beberapa bahan
kimia yang dapat digunakan untuk mensterilkan permukaan eksplan adalah
NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2 (Mariska 2004).
Kesesuaian bagian tanaman untuk dijadikan eksplan, dipengaruhi oleh
banyak faktor. Tanaman yang memiliki hubungan kekerabatan dekat pun,
belum tentu menunjukkan respon in-vitro yang sama. Penggunaan eksplan
yang tepat merupakan hal penting yang juga harus diperhatikan pada tahap
ini. Umur fisiologis dan ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan
bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan, merupakan faktor penting
dalam tahap ini. Bagi kebanyakan tanaman, eksplan yang sering digunakan
adalah tunas pucuk (tunas apikal) atau mata tunas lateral pada potongan
batang berbuku. Namun belakangan ini, eksplan potongan daun yang dulunya
hanya digunakan untuk tanaman-tanaman herba, seperti violces, begonia,

43

petunia dan tomat, ternyata dapat digunakan juga untuk tanaman-tanaman


berkayu seperti Ficus lyrata, Annona squamosa, dan melinjo. Eksplan yang
dapat

digunakan

untuk

memperbanyak

tanaman

Anthurium

sendiri

diantaranya adalah tunas pucuk, daun, tangkai daun muda, tangkai bunga,
spate, spandik, biji, ruas batang dan anther (Yusnita 2004).
Sifat Totipotensi merupakan potensi pada setiap sel penyusun jaringan
dewasa untuk mengadakan pembelahan dan membentuk individu baru.
Totipotensi dalam biologi sel menunjukkan kemampuan suatu sel untuk dapat
memperbanyak diri dalam keseluruhan (total) kemungkinan perkembangan
yang dimungkinkan. Sel punca, termasuk Zigot memiliki kemampuan ini,
Pada tumbuhan meristem yang berada pada titik tumbuh juga memiliki
kemampuan ini. Sel Punca atau Sel Induk merupakan sel yang belum
berdiferensiasi dan mempunyai potensi untuk dapat berdiferensiasi menjadi
menjadi jenis sel lain. Kemampuan tersebut memungkinkan sel induk
menjadi system perbaikan tubuh dengan menyediakan sel sel terbaru selama
organisme bersangkutan hidup. Teori totipotensi ini dikemukakan oleh G.
Heberlandt tahun 1898. Dia adalah seorang ahli fisiologi yang berasal dari
Jerman. Pada tahun 1969, F.C.Steward menguji ulang teori tersebut dengan
menggunakan objek empulur wortel. Dengan mengambil satu sel empulur
wartel, F.C. Steward bisa menumbuhkannya menjadi satu individu wortel
(Allard 2005).
Zat pengatur tumbuh dari golongan auksin berperan antara lain dalam
pembentukan kalus, morfogenesis akar dan tunas serta embriogenesis.
Pemilihan konsentrasi dan jenis auksin ditentukan antara lain oleh tipe
pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang dikehendaki. Penggunaan
auksin dengan daya aktivitas kuat (antara lain 2,4-D, NAA atau
dikombinasikan dengan sitokinin dengan konsentrasi rendah) umumnya
digunakan untuk induksi kalus embriogenik. Selain itu, jenis dan konsentrasi
hormon, jenis asam amino serta rasio auksin dan sitokinin sangat menentukan
dalam menginduksi pembentukan kalus (Purnamaningsih 2006)

44

C. Metode Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara IV kultur jaringan wortel dilaksanakan pada hari
Jumat 19 April 2013 pukul 13.00-selesai, bertempat di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat
a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen
b. Petridish dan botol-botol kultur
c. Peralatan diseksi yaitu pinset besar/kecil dan pisau pemes
3. Bahan
a. Eksplan : pucuk batang pohon wortel (Daucus carota)
b. Media kultur
c. Alkohol 70 %
d. Aquadest steril
e. Spiritus
f. Chlorox (Sunclin)
4. Cara Kerja
a. Mempersiapkan eksplan
b. Melakukan sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)
1) Merendam eksplan dalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama
+12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25% (Sunclin 100%)
selama +3 menit.
2) Membilas eksplan dengan aquadest steril
c. Menanam eksplan:
1) Membuka plastik penutup botol media kultur.
2) Mengambil eksplan dan menanamnya dalam media kultur dengan
pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar di atas api.
3) Mendekatkan mulut botol dengan api untuk menghindari
kontaminasi, selama penanaman

45

d. Memelihara eksplan
1) Menempatkan botol-botol kultur berisi eksplan di rak-rak kultur.
2) Menjaga lingkungan diluar botol meliputi; suhu, kelembaban, dan
cahaya.
3) Menyemprot botol-botol kultur dengan spiritus 2 hari sekali untuk
mencegah kontaminasi
e. Melakukan Pengamatan Selama 5 minggu, meliputi:
1) Saat muncul akar, tunas, daun, dan kalus (HST), pengamatan
dilakukan setiap hari.
2) Jumlah akar, tunas, daun, dan kalus, pengamatan dilakukan setiap
seminggu sekali.
3) Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir
pengamatan.
4) Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Pengaruh BAP Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Eksplan Wortel (Daucus carota)
Eksplan

Wortel

Tanggal
19/4/2013
23/4/2013
26/4/2013

Akar
-

30/4/2013

Saat Muncul (HST)


Tunas Daun Kalus
-

Sumber : Laporan Sementara

Akar
-

Jumlah
Tunas Daun
-

Keterangan
Penanaman
Media
terkontaminasi
bakteri
Eksplan
terkontaminasi
jamur
berwarna
putih

46

Gambar 5.1 Kondisi Kultur


Wortel Awal Pengamatan
2. Pembahasan

Gambar 5.2 Kondisi Kultur Wortel


Akhir Pengamatan

Umur fisiologis dan umur ontogenetik jaringan tanaman yang


dijadikan eksplan juga berpengaruh terhadap potensi morfogenetiknya.
Umumnya, eksplan yang berasal dari tanaman juvenile mempunyai daya
regenerasi tinggi untuk membentuk tunas lebih cepat dibandingakan
dengan eksplan yang berasal dari tanaman yang sudah dewasa.
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya
pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini
disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang
timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman
induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan
atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
Eksplan atau dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme
seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organismeorganisme tersebut
secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat
non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman
inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme
competitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi

47

in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam
konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai
mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat,
mengalahkan eksplan.
Usaha sterilisasi untuk menciptakan lingkungan yang aseptic
sudah sering dilakukan, namun kontaminasi masih sering terjadi.
Kontaminasi yang terjadi diperkirakan disebabkan oleh mikrobia
golongan protista. Kapang lendir seluler yang menurut Fennel (2000)
adalah genus Dictyostelium. Hal ini ditentukan berdasarkan morfologi
koloni yaitu adanya plasmodium yang tersebar di seluruh permukaan
medium kultur yang terkontaminasi. Plasmodium ini lama kelamaan
membentuk agregrat berupa benang miselium yang sangat halus dan
menjadi pusat koloni. Pada pengamatannya, terdapat lendir berwarna
kuning. Kontaminasi tersebut terjadi pada kultur umbi wortel.
Kontaminasi oleh jamur ditandai dengan munculnya benangbenang yang berwarna putih, yang merupakan miselium jamur. Jamur
dapat menginfeksi jaringan secara sistemik (umum tersebar diseluruh
organ) terlihat setelah jaringan tersebut dipotong dan akan menyebar
sehingga jaringan tersebut akan mati. Sedangkan kontaminasi oleh bakteri
ditandai dengan munculnya bercak-bercak putih pada medium terlihat
agak berlendir. Bakteri lebih sulit dideteksi dibanding jamur, karena
selain menginfeksi secara sistemik bakteri juga akan masuk kedalam
ruang antar sel (Fitrianti 2006).
Sebagai sumber utama kontaminan, eksplan memiliki perlakuan
khusus pada proses sterilisasinya. Diantranya adalah pencucian dengan
menggunakan deterjen ditujukan untuk menghilangkan sisia-sisa tanah
pada umbi eksplan. Selanjutnya di rendam dalah alcohol untuk
menghilangkan atau membunuh kuman. Selanjutnya dicelupkan pada
larutan klorok untuk membunuh mikroba terutama yang ada di bagian
dalam eksplan. Digunakan pula fungisida untuk membunuh spora ataupun
cendawan yang diperkirakan ada pada eksplan.

48

Hasil dari kultur wortel pada praktikum kultur jaringan yaitu


terjadi browning dan kontaminasi. Masalah ini sering dihadapi dalam
kultur jaringan. Menurut Husen (2008), eksplan wortel mengalami
browning yang disebabkan oleh adanya senyawa fenol yang muncul
sebagai akibat adanya perlukaan. Munculnya fenol ini merupakan bentuk
dari mekanisme penyembuhan luka sehingga menyebabkan bekas luka
tersebut menjadi kehitaman. Untuk mencegah terjadinya browning salah
satunya adalah dengan mencelupkan eksplan ke dalam vitamin C. Cara ini
kurang efektif karena vitamin C mudah rusak bila terkena panas. Pada
praktikum ini tidak dilakukan pencelupan eksplan ke dalam vitamin C.
Selain

browning

masalah

yang

dihadapi

adalah

adanya

kontaminasi yang ditandai dengan munculnya bakteri pada media kultur


di dalam botol. Pada praktikum sterilisasi eksplan wortel direndam dalam
larutan sunlight yang sudah dikonsentrasikan dengan aqudes selama 20
menit. Namun kontaminasi yang terjadi disebabkan oleh bakteri. Jadi
seharusnya sterilisasi pada eksplan menggunakan larutan bakterisida.
Penyebab kontaminasi eksplan adalah organisme kecil yang
masuk dalam media, botol kultur atau alat-alat tanam, serta bahan tanam
yang kurang steril, lingkungan kerja dan ruang kultur yang kurang bersih,
kecerobohan dalam pelaksanaan. Cara mencegah kontaminasi antara lain
menjaga sterilitas eksplan, alat media, lingkungan kerja dan ruang kultur
yang digunakan. Yang paling penting adalah berhati-hati dan menjaga
kebersihan dalam pelaksanaan.

49

E. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
a. kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan
hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang
hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan
berkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan.
b. Kontaminasi oleh jamur ditandai dengan munculnya benang-benang
yang berwarna putih, yang merupakan miselium jamur pada hari ke11.
c. Kontaminasi oleh bakteri ditandai dengan munculnya bercak-bercak
putih pada medium terlihat agak berlendir pada hari ke-7.
d. Eksplan wortel mengalami browning yang disebabkan oleh adanya
senyawa fenol yang muncul sebagai akibat adanya perlukaan.
2. Saran
Berdasarkan keadaan akhir dari pengamatan dimana kontaminasi
masih menjadi masalah utama maka saran yang bisa diberikan hanyalah
mencegah kontaminasi antara lain menjaga sterilitas eksplan, alat media,
lingkungan kerja dan ruang kultur yang digunakan. Yang paling penting
adalah berhati-hati dan menjaga kebersihan dalam pelaksanaan.

50

DAFTAR PUSTAKA
Allard, R,W,. 2005. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons, New
York.
Fennel, S. dan Bohorova N. 1999. The Type of Medium Sterilization. Journal of
Biotechnology 23 : 34-39.
Fitrianti, A 2006. Efektivitas Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan Kinetin
pada Medium MS dalam Induksi Kalus Sambiloto dengan Eksplan
Potongan Daun. Skripsi. Sarjana FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Husen, M. 2008. Kontaminasi Dalam Kultur Jaringan. http://eshaflora.com.
Diakses pada tanggal 6 Mei 2013.
Mariska, I., E. Sjamsudin, D. Soepandie, S. Hutami, A. Husni, M. Kosmiatin, A.
Vivi. 2004. Peningkatan Ketahanan Tanaman Kedelai terhadap
Aluminium Melalui Kultur In Vitro. J. Litbang. Vol 23 (2) : 46-52.
Purnamaningsih, R. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas
Padi melalui Kultur In Vitro. Jurnal AgroBiogen. Vol 2(2):74-80.
Wetherel, D.F. 2008. Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing
Group Inc. New Jersey
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara memperbanyak tanaman secara efisien.
Agromedia Pustaka, Jakarta. 105 hlm.

You might also like