You are on page 1of 9

ACARA VI

SUB KULTUR KRISAN (Chrysanthemum grandiflorum)


A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Krisan (Chrysanthemum) merupakan tanaman bunga hias berupa
perdu dengan sebutan lain Seruni atau Bunga emas (Golden Flower)
berasal dari dataran Cina. Kegunaan tanaman krisan yang utama adalah
sebagai bunga hias. Manfaat lain adalah sebagai tumbuhan obat
tradisional dan penghasil racun serangga. Sebagai bunga hias, krisan di
Indonesia digunakan sebagai bunga pot dan bunga potong. Namun potensi
bunga krisan potong sangat baik dibanding bunga krisan pot karena
peminat bunga potong lebih besar dari pada bunga krisan pot. Bunga
potong ditandai dengan sosok tanaman kecil, tingginya 20-40 cm,
berbunga lebat dan cocok ditanam di pot, polibag atau wadah lainnya.
Contoh krisan mini (diameter bunga kecil) ini adalah varietas Lilac Cindy
(bunga warna ping keungu-unguan), Pearl Cindy (putih kemerahmerahan), White Cindy (putih dengan tengahnya putih kehijau-hijauan),
Applause (kuning cerah), Yellow Mandalay (semuanya dari Belanda).
Dalam tataran kehidupan yang demikian, tingkat kebutuhan
manusia semakin banyak dan beragam, termasuk kebutuhan terhadap
produk tanaman hias. Salah satu jenis tanaman hias yang banyak digemari
masyarakat adalah tanaman krisan (Chrysanthemum sp). Tanaman ini
dikenal sebagai penghasil bunga dengan bentuk, rupa dan warna yang
menarik. Selain sebagai tanaman hias, krisan juga memiliki potensi untuk
dimanfaatkan sebagai penghasil obat tradisional. Melihat besarnya minat
masyarakat dan potensi pemanfaatan krisan menyebabkan tanaman ini
semakin banyak dikembangkan dan dibudidayakan. Adapun kendala yang
sering dihadapi dalam pengembangan dan budidaya krisan adalah
ketersediaan bibit.

51

52

2. Tujuan Praktikum
Praktikum acara VI sub kultur krisan mempunyai tujuan, yaitu
unuk mengetahui teknik sub kultur untuk beberapa jenis eksplan yang
tersedia.
B. Tinjauan Pustaka
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk menghasilkan bibit
krisan dalam jumlah banyak dan waktu relatif singkat adalah melalui teknik
kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu teknik mengisolasi bagian
tanaman, baik berupa organ, jaringan, sel atau pun protoplasma dan
selanjutnya mengkultur bagian tanaman tersebut pada media buatan dengan
kondisi lingkungan yang steril dan terkendali. Bagian-bagian tersebut dapat
beregenerasi hingga membentuk tanaman lengkap kembali (Basri 2004).
Pemindahan kultur ke media tanpa auksin atau media dengan auksin
dan sitokinin yang sangat rendah akan menginduksi pembentukan embrio
bipolar yang selanjutnya akan berkembang membentuk planlet. Kalus yang
dikulturkan tetap pada media dengan auksin tinggi biasanya perkembangan
pro-embrio akan terhambat atau kemampuan sel-sel embriogeniknya akan
hilang. Tanaman krisan menggunakan kombinasi BA 1 mg/l + GA3 mg/l
diperoleh faktor multiplikasi tunas tertinggi (Karim et al 2003).
Basri dan Muslimin (2001) menyatakan upaya perbanyakan bibit
krisan melalui kultur jaringan, memerlukan syarat mutlak untuk dilakukan
yaitu mendapatkan komposisi media yang sesuai, terutama konsentrasi dan
jenis zat pengatur tumbuh yang ditambahkan kedalam media. Zat pengatur
Tumbuh (ZPT) yang banyak berperan dalam mengatur organogenesis pada
tanaman yang dikembang-kan melalui kultur jaringan adalah sitokinin.
Menurut Muhit (2007) subkultur merupakan salah satu tahap dalam
perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Pada dasarnya subkultur kita
memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh
sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Pada dasarnya subkultur
merupakantahap kegiatan yang relatif mudah dibandingkan dengan kegiatan
lain dalam kultur jaringan. Subkultur dilakukan karena beberapa alasan yaitu

53

tanaman sudah memenuhi atau sudah setinggi botol, tanaman sudah berada
lama didalam botol sehingga pertumbuhannya berkurang dan tanaman mulai
kekurangan hara.
Media dalam botol sudah mengering. Kegiatan subkultur dilakukan
sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan. Setiap tanaman memiliki
karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Sehingga cara dan
waktu subkultur juga berbeda-beda. Tanaman yang harus segera atau relatif
cepat disubkultur adalah jenis pisang- pisangan, alokasia, dan caladium.
Tanaman yang relatif lama adalah aglaonema (Budiarta 2004).
Subkultur dapat dilakukan ketika eksplan dalam botol sudah setinggi
botol atau eksplan sudah berada lama didalam botol kultur sehingga
pertumbuhannya sudah mulai berkurang. Pertumbuhan yang sudah mulai
berkurang ini terjadi karena hara yang ada sudah mulai berkurang sehingga
tidak mampu mendukung pertumbuhan eksplan lagi. Dengan adanya
penggantian media ini diharapkan pertumbuhan eksplan akan menjadi baik
lagi karena hara yang dibutuhkan sudah tercukupi lagi dan eksplan mendapat
tempat yang luas untuk berkembang karena botol juga sudah diganti
(Juansah 2009).
C. Metode Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara VI sub kultur krisan dilaksanakan pada hari
Kamis 26 April 2013, bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan
dan Bioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Alat
a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen
b. Petridish dan botol-botol kultur
c. Peralatan diseksi yaitu pinset besar/kecil dan scalpel

54

3. Bahan
a. Eksplan : kalus, tunas/buku krisan (Chrysanthemum grandiflorum)
b. Media kultur
c. Alkohol 70 %
d. Aquadest steril
e. Spiritus
4. Cara Kerja
a. Menanam eksplan:
1) Membuka plastik penutup botol media kultur.
2) Mengambil eksplan/memecah eksplan kalus/ tunas/ buku yang ada
dan menanamnya dalam media kultur baru dengan pinset. Setelah
digunakan, pinset harus selalu dibakar di atas api.
3) Mendekatkan mulut botol dengan api untuk menghindari
kontaminasi, selama penanaman.
b. Memelihara eksplan
1) Menempatkan botol-botol kultur berisi eksplan di rak-rak kultur.
2) Menjaga lingkungan diluar botol meliputi; suhu, kelembaban, dan
cahaya.
3) Menyemprot botol-botol kultur dengan spiritus 2 hari sekali untuk
mencegah kontaminasi.
c. Melakukan Pengamatan Selama 5 minggu, meliputi;
1) Saat muncul akar, tunas, daun, dan kalus (HST), pengamatan
dilakukan setiap hari.
2) Jumlah akar, tunas, daun, dan kalus, pengamatan dilakukan setiap
seminggu sekali.
3) Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir
pengamatan.

55

D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan


1. Hasil Pengamatan
Tabel 6.1 Pengaruh BAP Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Sub
Kultur Krisan (Chrysanthemum grandiflorum)
Eksplan

Krisan

Tanggal
26/4/2013
29/4/2013
3/5/2013
10/4/2013

Akar
-

Saat Muncul (HST)


Tunas Daun Kalus
-

Akar
-

Jumlah
Tunas Daun
-

Keterangan
Penanaman
Eksplan
terkontaminasi
jamur
berwarna
hitam

Sumber : Laporan Sementara

Gambar 6.1 Kondisi Sub Kultur


Krisan di Awal Pengamatan
2. Pembahasan

Gambar 6.1 Kondisi Sub Kultur


Krisan di Akhir Pengamatan

Sub kultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan


tanaman melalui kultur jaringan. Pada dasarnya sub kultur kita
memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh
sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Sub kultur adalah
suatu usaha untuk mengganti media kultur jaringan dengan media yang
baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk kalus atau protokormus dapat
terpenuhi (Watherell 2006).
Tanaman krisan (Chrysathemum sp) merupakan salah satu jenis
tanaman hias sebagai bunga pohon dan tanaman pot yang populer di

56

Indonesia yang nilai ekonominya tinggi. Krisan sebagai bunga pohon


biasa digunakan untuk bahan dekorasi ruangan, rangkaian besar mampu
jambangan bunga dan sebagai tanaman pot krisan banyak digelar untuk
menghias lobi hotel, tanaman border, mampu menghias meja kantor,
restoran serta rumah tinggal. Krisan selain sebagai flora hias, juga
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat tradisional dan
penghasil racun serangga (hama).
Krisan dapat tumbuh pada kisaran suhu harian antara 1730oC.
Pada fase vegetatif, krisan membutuhkan kisaran suhu harian optimum
22-28oC pada siang hari dan tidak melebihi 26oC pada malam. Suhu
berpengaruh terhadap kualitas bunga yang dihasilkan. Suhu harian
optimum pada fase generatif adalah 1618oC. Pada suhu di atas 25oC
proses inisiasi bunga akan terhambat dan menyebabkan pembentukan
bakal bunga juga terhambat. Suhu yang terlalu tinggi juga mengakibatkan
bunga yang dihasilkan berwarna kusam, pucat dan pudar. Berdasarkan
tanggap tanaman terhadap panjang hari, krisan tergolong tanaman berhari
pendek fakultatif. Batas kritis panjang hari (Critical Daylenght) krisan
sekitar 13.516 jam tergantung genotipe. Krisan akan tetap tumbuh
vegetatif bila panjang hari yang diterimanya lebih dari batas kritisnya dan
akan terinduksi untuk masuk ke fase generatif (inisiasi bunga) bilamana
panjang hari yang diterimanya kurang dari batas kritis panjang harinya
(Purwanto 2009).
Media yang digunakan dalam sub kultur krisan sama dengan
media pada kultur jaringan sebelumnya yaitu Murashige dan Skoog (MS)
yang dimodifikasi dengan penambahan ZPT BAP 2 ppm. BAP
merupakan zat pengatur tumbuh berupa sitokinin yang dapat merangsang
tumbuhnya tunas (Supriyati et al 2006).
Pengaruh fisiologi zat pengatur tumbuh sitokinin sangat luas,
yang utama adalah mendorong pembelahan sel. Pengaruh biokimia yang
dirangsang oleh sitokinin adalah peningkatan sintesis RNA dan DNA.
Sitokinin juga sangat efektif dalam meningkatkan inisiasi pucuk, baik

57

secara langsung maupun tidak langsung. Zat pengatur tumbuh terdiri dari
golongan sitokinin dan auksin. Auksin mempunyai peran ganda
tergantung pada struktur kimia, konsentrasi, dan jaringan tanaman yang
diberi perlakuan. Umumnya auksin untuk menginduksi pembentukan
kalus, kultur suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu pemanjangan dan
pembelahan sel di dalam jaringan kambium (Satyavathi et al 2004).
Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat
meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan
meliputi pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida
(fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh
menjadi lebih sehat dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan
status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu
dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur
tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan
tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk
mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk
merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan
reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur (Yusnita 2004).
Eksplan yang mengalami kontaminasi oleh jamur dan juga
terjadinya browning. Kontaminasi terjadi karena sterilisasi yang kurang
sempurna dan browning terjadi akibat perendaman (untuk tujuan
sterilisasi bahan) klorox yang terlalu lama sehingga jaringan dari
sansievera mengalami browning. Gejala dari browning sendiri adalah
perubahan warna dari eksplan menjadi hitam atau kepucatan pada
jaringan-jaringan yang berada di tepi. Masalah yang sering dihadapi pada
kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian
eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul
akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses
isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat
toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan
eksplan.

58

Dalam mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi, eksplan


harus disterilisasi. Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan
kontaminan mikroorganisme yang menempel di permukaan eksplan.
Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk mensterilkan
permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
a. Sub kultur adalah suatu usaha untuk mengganti media kultur jaringan
dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk kalus atau
protokormus dapat terpenuhi.
b. Tanaman krisan (Chrysathemum sp) merupakan salah satu jenis
tanaman hias sebagai bunga pohon dan tanaman pot yang populer di
Indonesia yang nilai ekonominya tinggi.
c. Media yang digunakan dalam sub kultur krisan sama dengan media
pada kultur jaringan sebelumnya yaitu Murashige dan Skoog (MS)
yang dimodifikasi dengan penambahan ZPT BAP 2 ppm.
d. Pengaruh fisiologi zat pengatur tumbuh sitokinin sangat luas, yang
utama adalah mendorong pembelahan sel.
e. Eksplan yang mengalami kontaminasi oleh jamur dan juga terjadinya
browning.
f. Dalam mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi, permukaan
eksplan dengan NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2.
2. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah peningkatan intensivitas
sterilisasi untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi.

59

DAFTAR PUSTAKA
Basri, Z., 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas Tadulako Press, Palu.
Budiarta, Atat. 2004. Dasar Dasar Kultur Jaringan. Pusat Pengembangan dan
Penataran Guru Pertanian. Cianjur.
Juansah. 2009. Tentang Kultur Jaringan. BBPP Lembang. Lembang.
Karim, M.Z., M.N. Amin, M.A.K. Azad, F. Begum, M.M. Rahman, M.M. Islam,
and R. Alan. 2003. Effecs of different plant growth regulator on in vitro
shoot multiplication of Chrysantemum morifolium. J. Biological Science.
Vol 3 (6) : 553-560.
Muhit. A. , 2007. Teknik Produksi Tahap Benih Vegetatif Krisan. Buletin Teknik
Pertanian. Vol. 12. (1).
Muslimin. 2001. Pengaru Sitokinin terhadap Organogenesis Krisan secara In
Vitro. J. Agroland. 164-170.
Purwanto, A.W. dan Martini, T., 2009. Krisan Bunga Seribu Warna. Kanisius.
Yogyakarta.
Satyavathi, V.V., P.P. Jauhar, E.M. Elias, and M.B. Rao. 2004. Genomics,
molecular genetic and biotechnology efects of growth regulators on in
vitro plant regeneration. Crop Sci.Vol 44:1839-1846.
Supriyati, Y., I. Mariska dan Mujiman. 2006. Multiplikasi Tunas Belimbing Dewi
(Averrhoa carambola) melalui Kultur In Vitro. Buletin Plasma Nutfah. 12
(2) : 50-55.
Watherell, D. F. 2006. Steps of Tissue Culture. Avery Publishing Group Inc. New
Jersey.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan cara memperbanyak tanaman secara efisien.
AgroMedia Pustaka: Jakarta.

You might also like