You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Alzheimer (Alzheimer Disease/AD) adalah bentuk paling umum dari
penyakit demensia (pikun), dan prevalensi AD meningkat dengan setiap dekade kehidupan.
Alzheimer adalah demensia progresif secara bertahap mempengaruhi kognisi, perilaku, dan
status fungsional. Mekanisme patofisiologis yang mendasari AD yang tepat tidak sepenuhnya
diketahui, dan tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkannya. Meskipun obat dapat
mengurangi gejala AD untuk sementara waktu, penyakit ini akhirnya berakibat fatal. AD
sangat mempengaruhi keluarga serta pasien. Kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan dan
bantuan meningkat sampai tahap akhir dari penyakit, ketika pasien AD menjadi sangat
tergantung pada anggota keluarga, pasangan, atau pengasuh lainnya untuk semua kebutuhan
dasar mereka. Ini adalah pengalaman yang sangat umum terjadi dari jutaan orang di Amerika
Serikat yang merawat orang dengan AD (Dipiro et al, 2008).
Terapi yang dapat diberikan untuk pasien AD yaitu terapi farmakologis dengan
penggunaan obat-obatan dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis pada pasien AD
difokuskan pada tiga domain: mempertahankan fungsi kognitif, perilaku dan gejala kejiwaan
(Dipiro et al, 2008). Sedangkan terapi non farmakologi dilakukan untuk mempertahankan
fungsi kognitif yang masih ada dengan berbagai macam program kegiatan yang dapat
diberikan, antara lain terapi relaksasi dan latihan fisik untuk menyehatkan kerja otak, serta
senam otak. (Brice, 2003)
1.2 Tujuan Farmakoterapi
Memelihara mempertahankan fungsi kognitif, perilaku dan gejala kejiwaan pasien,
menunda perkembangan penyakit, dan mengontrol gangguan/kelakuan yang tidak diinginkan.
(Dipiro et al, 2008).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etiologi
Etiologi dari penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti. Kemungkinan faktor
genetik dan lingkungan sedang diteliti ( Gen ApoE atau -secretase) (Dipiro et al, 2008).
Tabel 2.1 Faktor resiko menderita Alzheimer.
Faktor Resiko
Umur
Riwayat keluarga

Genetik
Cedera kepala
Hubungan jantung-otak
Gaya hidup

Keterangan
Kemungkinan menderita Alzheimer meningkat dua kali lipat tiap lima tahun setelah
umur 65 tahun. Setelah umur 85 tahun, resiko meningkat hingga 50%.
Penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai orangtua, saudara atau
anak yang menderita Alzheimer, lebih berisiko untuk terkena Alzheimer
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga.
Abnormalitas pada gen ApolipoproteinE (ApoE) terutama pada ras Kaukasian.
Ada hubungan yang erat antara cedera kepala yang berat dan peningkatan resiko
terjadinya Alzheimer.
Setiap kerusakan/gangguan pada jantung dan pembuluh darah akan meningkatkan
risiko terjadinya Alzheimer.
Gaya hidup yang baik biasanya akan menghasilkan otak yang sehat dan
memberikan perlindungan terhadap kemungkinan berkembangnya Alzheimer.

2.2 Patofisiologi
Terdapat beberapa mekanisme yang dikatakan sebagai penyebab tingginya kadar plak
neuritik dan neurofibrilary tangles (NFTs) pada area kortikal dan lobus temporal bagian
tengah antara lain (Chisholm-burns et al, 2008 ; Dipiro, 2008),
a. Hipotesis Amiloid Kaskade
Plak neuritik atau pikun adalah timbunan protein ekstraselular dari fibril dan agregat
amorf dari -amiloid protein. Protein ini merupakan pusat patogenesis Alzheimer. Protein amiloid hadir dalam bentuk non-toksin yang larut dalam otak manusia. Pada penyakit
Alzheimer, perubahan konformasi yang terjadi membuat bentuk tersebut larut dan
menyebabkannya untuk tertimbun ke plak difus amorf yang terkait dengan dystrophi neuritis.
Seiring waktu, timbunan menjadi terpadatkan ke dalam plak dan protein -amiloid menjadi
fibrillar dan neurotoksik. Peradangan terjadi secara sekunder untuk kelompok astrosit dan
mikroglia sekitar plak tersebut. Peradangan yang terjadi akibat protein -amiloid disebut pula
hipotesis Alzheimer berdasarkan mediator peradangan.
b. Neurofibrillary Tangles
Neurofibrillary tangles termasuk intraseluler dan terdiri dari protein tau abnormal
terfosforilasi yang terlibat dalam perakitan mikrotubulus. Tangles atau kekusutan
mengganggu fungsi saraf yang mengakibatkan kerusakan sel, dan kehadirannya telah
berkorelasi dengan keparahan dementia. Kekusutan ini tidak larut bahkan setelah sel mati, dan

tidak dapat dihilangkan. Neuron yang dominan dipengaruhi adalah neuron yang menyediakan
sebagian besar persarafan kolinergik ke korteks. Oleh karena itu, pencegahan adalah kunci
untuk terapi target kekusutan ini.
c. Hipotesis Kolinergik
Neurotransmitter asetilkolin (Ach) bertanggung jawab untuk mentransmisikan pesan
antara sel-sel saraf tertentu dalam otak. Pada penyakit Alzheimer, plak dan tangles merusak
jalur ini, menyebabkan kekurangan asetilkolin, sehingga terjadi gangguan dalam belajar dan
mengingat. Hilangnya aktivitas asetilkolin berkorelasi dengan keparahan penyakit Alzheimer.
Dasar dari pengobatan farmakologis penyakit Alzheimer adalah meningkatkan neurotransmisi
kolinergik di otak. Asetilkolinesterase adalah enzim yang mendegradasi asetilkolin di celah
sinaptik. Memblokir enzim ini mengarah ke peningkatan kadar asetilkolin dengan tujuan
menstabilkan transmisi neuro. Inhibitor kolinesterase yang disetujui di Amerika Serikat untuk
pengobatan penyakit Alzheimer meliputi tacrine, donepezil, rivastigmine, dan galantamine.
d. Abnormalitas Neurotransmitter Lain
Perubahan neurotransmitter lain pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai
peranan penting. Neurotransmitter tersebut antara lain seperti dopamin, serotonin, monoamin
oksidase, dan glutamat. Glutamat adalah neurotransmitter rangsang utama dalam sistem saraf
pusat (SSP) yang terlibat dalam memori, pembelajaran, dan plastisitas saraf. Kerjanya dengan
cara menyediakan informasi dari satu daerah otak ke daerah lain dan mempengaruhi kognisi
melalui fasilitasi dari koneksi dengan neuron kolinergik di korteks serebral dan basal
forebrain. Pada penyakit Alzheimer, salah satu jenis reseptor glutamat, N-metil-D-aspartat
(NMDA), tidak normal. Tampak pula aktivasi berlebih dari glutamat yang tak teregulasi. Hal
ini menyebabkan kenaikan ion kalsium yang menginduksi kaskade sekunder yang
menyebabkan kematian saraf dan peningkatan produksi APP. Peningkatan produksi APP
dikaitkan dengan pengembangan plak pada tingkat yang lebih tinggi dan hiperfosforilasi dari
protein tau. Memantine merupakan antagonis NMDA non-kompetitif yang bekerja
berdasarkan patofisiologi ini. Memantine saat ini satu-satunya agen di kelas ini yang disetujui
untuk pengobatan penyakit Alzheimer.
e. Kolesterol dan Penyakit Vaskular Otak
Disfungsi pembuluh darah dapat mengganggu distribusi nutrien pada sel saraf dan
mengurangi pengeluaran protein -amiloid dari otak. Peningkatan konsentrasi kolesterol juga
dikaitkan dengan penyakit Alzheimer. Kolesterol meningkatkan sintesis protein -amyloid
yang dapat memicu pembentukan plak. Selain itu, apo E4 alel dianggap terlibat dalam
metabolisme kolesterol dan berhubungan dengan tingginya kolestrol.

f. Mekanisme Lain
Estrogen tampaknya memiliki sifat yang melindungi terhadap kehilangan memori yang
berhubungan dengan penuaan normal. Telah disarankan bahwa estrogen dapat menghalangi
produksi protein -amyloid dan bahkan memicu pertumbuhan saraf pada terminal saraf
kolinergik. Estrogen juga merupakan antioksidan dan membantu mencegah kerusakan sel
oksidatif.
2.3 Gejala dan Data Klinik (Clinical Presentation)
a. Keadaan Umum
Diagnosis penyakit Alzheimer bergantung pada pengujian status mental yang menyeluruh
dan tes neuropsikologi, riwayat medis dan psikiatris, neurologis ujian, wawancara pengasuh
dan keluarga anggota, serta laboratorium dan pencitraan data untuk mendukung diagnosis dan
menyingkirkan penyebab lainnya.
b. Tanda dan Gejala (Chisholm-burns et al, 2008)

Kognitif: kehilangan memori, masalah dengan bahasa, disorientasi waktu dan tempat,
penilaian buruk atau menurun, masalah dengan belajar dan berpikir abstrak, lupa tempat
menyimpan sesuatu. Tahapan penurunan kognitif berdasarkan stadium Alzheimer dapat
dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2. Tahapan penurunan kognitif menurut GDS (Chisholm-burns et al, 2008)
Stage
Stage 1

Tipe

Stage 2

Stage 3

Level
Normal
Pelupa

Mild

Early
confusion

Stage 4

Late
confusion
(Early AD)

Stage 5

Early
dementia
(moderate
AD)

Moderate

Severe
Stage 6
Stage 7

Middle
dementia
(moderately
severe AD)
Late
dementia

Deskripsi
Tidak ada perubahan fungsi kognitif
Mengeluh kehilangan sesuatu atau lupa nama teman, tetapi tidak
mempengaruhi pekerjaan dan fungsi sosial. Umumnya merupakan
bagian dari proses penuaan yang normal
Ada penurunan kognisi yang menyebabkan gangguan fungsi sosial
& kerja. Anomia, kesulitan mengingat kata yang tepat dalam
percakapan, dan sulit mengingat. Pasien mulai sering
bingung/anxiety
Pasien tidak bisa lagi mengatur keuangan dan aktivitas rumah
tangga, sulit mengingat peristiwa yang baru terjadi, mulai
meninggalkan tugas yang sulit, tetapi biasanya masih menyangkal
punya masalah memori
Pasien tidak bisa lagi bertahan tanpa bantuan orang lain. Sering
terjadi disorientasi (waktu, tempat), sulit memilih pakaian, lupa
kejadian masa lalu. Tetapi pasien umumnya masih menyangkal
punya masalah, hanya biasanya menjadi curigaan atau mudah
depresi
Pasien butuh bantuan untuk kegiatan sehari-hari (mandi,
berpakaian, toileting), lupa nama keluarga, sulit menghitung
mundur dari angka 10. Mulai muncul gejala agitasi, paranoid, &
mengalami delusi
Pasien tidak bisa bicara jelas (bergumam atau teriak), tidak bisa
jalan atau makan sendiri. Inkontensi urin dan feses. Kesadaran bisa

berkurang dan akhirnya koma.

Non-kognitif: perubahan mood atau perilaku, perubahan dalam kepribadian, atau

kehilangan inisiatif.
Fungsional: kesulitan melakukan tugas yang familiar
c. Tes laboratorium (Chisholm-burns et al, 2008)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau computed tomography (CT) digunakan untuk
mengukur perubahan dalam ukuran otak dan volume dan menyingkirkan stroke, tumor
otak, atau edema serebral.
Tes untuk mengecualikan kemungkinan penyebab demensia meliputi depresi layar,

vitamin B12, fungsi tiroid tes [thyroid-stimulating hormone (TSH) dan triiodothyronine
bebas dan tiroksin], jumlah sel darah lengkap, dan kimia panel.
Tes diagnostik lain yang perlu dipertimbangkan untuk diagnosis diferensial: tingkat

sedimentasi eritrosit, urinalisis, toksikologi, dada x-ray, layar logam berat, tes HIV,
cairan serebrospinal (CSF), pemeriksaan electroencephalography, dan neuropsikologi
tes seperti Folstein Mini Mental Status Exam.
2.4 Terapi Alzheimer
a. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi melibatkan pasien, keluarga, atau pengasuh untuk mensupport,
menghadapi dan memahami kondisi pasien. Hidup pasien dengan penyakit Alzheimer harus
menjadi semakin lebih sederhana, terstruktur, dan keluarga pasien perlu dipersiapkan untuk
menghadapi perubahan dalam kehidupan yang akan terjadi sepanjang penyakit menjadi lebih
parah. Prinsip-prinsip dasar dalam pengobatan pasien dengan Alzheimer meliputi,
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Menggunakan pendekatan yang halus terhadap pasien


Menjamin rasa nyaman bila diperlukan
Berempati dengan masalah pasien
Menjalankan rutinitas sehari-hari secara tetap
Menyediakan lingkungan yang aman
Memberikan kegiatan di siang hari
Menghindari overstimulasi
Menggunakan barang-barang dekoratif yang akrab di ruang tamu
Menanggapi penurunan mendadak dalam fungsi dan penampilan dengan perhatian
yang lebih profesional
(Chisholm-burns et al, 2008)

b. Terapi Farmakologi
1. Farmakoterapi dari Gejala Kognitif

Terapi ini bertujuan mengatasi gejala penurunan kognisi atau menunda perkembangan
penyakit.
Golongan Inhibitor Kolinesterase
Salah satu cara mengatasi gejala penurunan kognisi atau menunda perkembangan
penyakit adalah meningkatkan neurotransmisi kolinergik di otak. Inhibitor kolinesterase
memblok enzim asetilkolinesterase yang menyebabkan peningkatan kadar asetilkolin dengan
tujuan menstabilkan transmisi neuro. Asetilkolinesterase adalah enzim yang mendegradasi
asetilkolin di celah sinaptik. Inhibitor kolinesterase yang disetujui penggunaanya di Amerika
Serikat untuk pengobatan penyakit Alzheimer meliputi tacrine, donepezil, rivastigmine, dan
galantamine (Chisholm-burns et al, 2008 ; Dipiro, 2008).
a) Donepezil
Donepezil adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer
taraf rendah hingga medium. Donepezil tersedia dalam bentuk tablet oral. Biasanya
diminum satu kali sehari sebelum tidur, sebelum atau sesudah makan. Obat ini akan
diberikan dosis rendah pada awalnya lalu ditingkatkan setelah 4 hingga 6 minggu.
Efek samping yang sering terjadi sewaktu minum Donepezil adalah sakit kepala, nyeri
seluruh badan, lesu, mengantuk, mual, muntah, diare, nafsu makan hilang, berat badan
turun, kram, nyeri sendi, insomnia, dan meningkatkan frekwensi buang air kecil
(Chisholm-burns et al, 2008).
b) Rivastigmine
Rivastigmine adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit
Alzheimer taraf rendah hingga medium. Rivastigmine biasanya diberikan dua kali
sehari setelah makan. Karena efek sampingnya pada saluran cerna pada awal
pengobatan, pengobatan dengan Rivastigmine umumnya dimulai dengan dosis rendah,
biasanya 1,5 mg dua kali sehari, dan secara bertahap ditingkatkan tidak lebih dari 2
minggu. Dosis maksimum biasanya hingga 6 mg dua kali sehari. Jika pasien
mengalami gangguan pencernaan yang bertambah parah karena efek samping obat
seperti mual dan muntah, penurunan berat badan, penurunan nafsu makan sebaiknya
minum obat dihentikan untuk beberapa dosis lalu dilanjutkan dengan dosis yang sama
atau lebih rendah (Chisholm-burns et al, 2008 ; Dipiro, 2008).
c) Galantamine
Galantamine biasanya diberikan dua kali sehari, setelah makan pagi dan malam.
Seringkali Galantamine diberikan dengan dosis rendah pada awalnya yaitu 4 mg dua
kali sehari untuk beberapa minggu dan dilanjutkan dengan 8 mg dua kali sehari untuk
beberapa minggu pengobatan selanjutnya. Meskipun demikian, beberapa pasien

membutuhkan dosis yang lebih besar. Untuk kapsul lepas lambat diminum satu kali
sehari. Obat dari golongan antikolinergik yang langsung masuk ke dalam otak, seperti
Atropin, Benztropin dan Ttriheksiphenil memberikan efek yang berseberangan dengan
Galantamine dan harus dihindari minum obat tersebut jika dalam pengobatan dengan
Galantamine. Efek samping yang sering terjadi dari Galantamine adalah mual,
muntah, diare, kehilangan berat badan. Efek samping ini umumnya terjadi pada awal
pengobatan atau ketika dosis ditingkatkan. Efek samping yang terjadi umumnya
ringan dan bersifat sementara. Minum Galantamine sesudah makan dan minum
dengan air yang cukup akan mengurangi akibat efek sampingnya (Chisholm-burns et
al, 2008).

Golongan Antagonis Reseptor NMDA


Golongan lain adalah antagonis reseptor NMDA. Pada penyakit Alzheimer, salah satu

jenis reseptor glutamat, N-metil-D-aspartat (NMDA), tidak normal. Tampak pula aktivasi
berlebih dari glutamat yang tak teregulasi. Golongan ini bekerja dengan cara menghambat
reseptor tersebut sehingga kenaikan ion kalsium yang menginduksi kaskade sekunder yang
menyebabkan kematian saraf dan peningkatan produksi APP tidak terjadi. Peningkatan
produksi APP dikaitkan dengan pengembangan plak pada tingkat yang lebih tinggi dan
hiperfosforilasi dari protein tau. Memantine saat ini satu-satunya agen di kelas ini yang
disetujui untuk pengobatan penyakit Alzheimer.
Memantin adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzhaimer
taraf sedang hingga berat. Obat ini diawali dengan dosis rendah 5 mg setiap minggu dilakukan
selama 3 minggu untuk mencapai dosis optimal 20 mg/hari.
(Chisholm-burns et al, 2008 ; Dipiro, 2008)

Golongan Obat Non Konvensional


Estrogen
Penggantian estrogen telah dipelajari secara ekstensif untuk pengobatan dan
pencegahan AD. tidak semua epidemiologi studi menunjukkan kejadian yang lebih
rendah dari AD pada wanita yang memakai terapi sulih estrogen postmenopausa. Hasil
dari survei epidemiologi mendorong peneliti untuk melihat penggunaan estrogen

preventif dan sebagai pengobatan untuk penurunan kognitif (Dipiro et al, 2008).
Agen Antiradang
Studi epidemiologi menunjukkan pelindung efek terhadap AD pada pasien yang telah
menggunakan NSAIDs. Pengobatan untuk kurang dari 2 tahun dikaitkan dengan risiko
relatif lebih rendah, namun durasi pengobatan yang lebih lama menurunkan risiko ini

lebih lanjut (Dipiro et al, 2008).


Lipid-Lowering Agents

Kepentingan dalam efek proteksi yang potensial pada pasien AD adalah agen penurun
lipid (Lipid-Lowering Agents), khususnya 3-hidroksi- 3-methylglutaryl-koenzim A
reduktase inhibitor. Studi epidemiologi menunjukkan hubungan antara tinggi usia
pertengahan, kadar kolesterol total dan AD. Uji klinis prospektif perlu dilakukan,
seperti uji untuk mengatasi kognitif, durasi efek pengobatan, efektivitas individu agen,
dan dosis yang optimal. Simvastatin telah dipelajari dalam satu percobaan klinis
menunjukkan penurunan AP pada pasien dengan AD yang ringan, tetapi tidak pada
pasien dengan tingkat penyakit yang parah. Atorvastatin saat ini sedang dipelajari

dalam uji klinis (Dipiro et al, 2008).


Antioksidan
Berdasarkan teori patofisiologis yang melibatkan oksidatif stres dan akumulasi radikal
bebas di AD, telah berkembang tentang penggunaan antioksidan dalam pengobatan
AD. Vitamin E seringkali direkomendasikan sebagai pengobatan adjunctive untuk
pasien AD. Efek samping yang terjadi dengan mengkonsumsi vitamin E adalah
gangguan hemostasis, kelelahan, mual, diare dan nyeri perut. Vitamin E dapat
menyebabkan pendarahan jika digunakan bersama dengan obat lain seperti aspirin,
ibuprofen atau naproxen. Sebuah analisis menemukan bahwa dosis tinggi vitamin E
meningkatkan kematian pada orang yang berusia lanjut. Untuk itu, perlu
menghindarkan pemberian vitamin E dalam dosis tinggi per hari pada pasien AD

(Dipiro et al, 2008).


Ginkgo biloba
Ginkgo biloba adalah ekstrak dari tanaman Ginkgo yang mengandung bahan-bahan
yang mempunyai efek yang positif pada sel-sel otak dan tubuh. Ginkgo biloba
memiliki efek antioksidan dan anti-inflamasi yang dapat melindungi membran sel, dan
mengatur kerja dari sistem saraf. Produk dari metabolisme oksidatif, seperti radikal
bebas, dapat merusak sel saraf (neurotoksik). Ginkgo biloba dapat mengurangi
kerusakan saraf yang terjadi akibat radikal bebas tersebut dan secara potensial dapat
memperlambat onset dan progresivitas penyakit Alzheimer (Chisholm-burns et al,
2008 ; Dipiro et al, 2008).

2. Farmakoterapi Gejala Non-kognitif


Inhibitor kolinesterase dan memantine
Uji klinis dengan inhibitor Kolinesterase telah secara konsisten melaporkan manfaat
sederhana dalam mengelola gejala neuropsikiatri, meskipun ini umumnya bukanlah hasil
utama yang dipelajari dalam percobaan. Dalam, percobaan placebo-controlled yang prospektif
dan acak, Donepezil secara signifikan merubah gejala perilaku AD (Alzeimer Disesase)

selama minimal 3 bulan. Bukti menunjukkan galantamine dan rivastigmine memiliki manfaat
efikasi yang sama. Memantine menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan selama
minimal 6 bulan, baik dengan dosis tunggal atau dalam kombinasi dengan cholinesterase
inhibitor. Perawatan ini dalam jangka pendek dapat memberikan perbaikan dan mungkin
memperlambat perkembangan dan progres dari gejala penyakit. Inhibitor Kolinesterase dan
memantine dapat dianggap sebagai terapi lini pertama dalam pengelolaan awal gejala perilaku
pada pasien AD (Dipiro et al, 2008).

Antipsikosis
Antipsikotik banyak digunakan dalam pengelolaan gejala neuropsikiatri pada pasien AD.

Ada bukti sederhana yang meyakinkan bahwa sebagian besar antipsikotik atipikal
memberikan beberapa manfaat bagi gejala neuropsikiatri tertentu, namun data ini telah cukup
untuk mendapatkan persetujuan Food and Drug Administration sebagai indikasi untuk
pengelolaan gejala perilaku pada pasien AD. Berdasarkan meta-analisis terakhir, hanya 17%
sampai 18% dari pasien demensia menunjukkan respon dari pengobatan atipikal antipsikotik.
Efek buruk yang terkait dengan atipikal antipsikotik adalah mengantuk, gejala
ekstrapiramidal, gaya berjalan yang abnormal, kognisi memburuk, kejadian serebrovaskular,
dan peningkatan risiko kematian. Antipsikotik tipikal juga dapat dikaitkan dengan
peningkatan risiko kematian kecil, serta efek ekstrapiramidal lebih parah dan hipotensi.
Secara keseluruhan, ada harapan yang moderat dan potensi bahaya yang juga harus
dipertimbangkan terkait dengan penggunaan antipsikotik pada pasien dengan AD (Dipiro et
al, 2008).

Antidepressan
Gejala depresi yang umum pada pasien dengan AD, terjadi pada sebanyak 50% dari

pasien. Apatisme mungkin bahkan lebih sering, namun gejala ini mungkin sulit untuk
dibedakan pada pasien demensia. Dalam prakteknya, pengobatan dengan selective serotonin
reuptake inhibitor (SSRI) dimulai paling sering pada pasien dengan AD, berdasarkan profil
efek samping dan bukti keberhasilan. Manfaat telah ditunjukkan dengan sertraline,
citalopram, fluoxetine, dan paroxetine, meskipun paroxetine menyebabkan efek antikolinergik
lebih besar dari SSRI lainnya. Serotonin / norepinefrin reuptake inhibitor seperti venlafaxine
mungkin menjadi alternatif. Fungsi serotonergik juga mungkin memainkan peran dalam
beberapa gejala perilaku lain dari AD, dan beberapa studi mendukung penggunaan SSRI
dalam pengelolaan perilaku, bahkan dalam ketiadaan depresi. Antidepresan trisiklik memiliki
khasiat

mirip

dengan SSRI, namun umumnya

antikolinergiknya (Dipiro et al, 2008).

Terapi lainnya

harus

dihindari karena aktivitas

Karena antipsikotik dan terapi antidepresan telah menunjukkan efikasi moderat dan
hanya menimbulkan resiko efek samping yang tidak diinginkan, obat-obat lainnya dapat
digunakan untuk mengobati perilaku mengganggu dan agresi pada gangguan kejiwaan dan
neurologis lainnya telah diusulkan sebagai pengobatan alternatif yang potensial. Alternatif
tersebut adalah benzodiazepin, buspirone, selegiline, karbamazepin, dan asam valproat.
Oxazepam khususnya, telah digunakan untuk mengobati kecemasan, agitasi, dan agresi, tapi
obatobat tersebut umumnya menunjukkan khasiat rendah bila dibandingkan dengan
antipsikotik. Gejala nonkognitif adalah aspek yang paling sulit dari AD untuk pengasuh.
Antipsikotik dan antidepresan telah berguna untuk manajemen yang efektif dari perilaku,
psikotik, dan gejala depresi pasien, sehingga mengurangi beban pengasuh dan memungkinkan
pasien untuk menghabiskan waktu tambahan di rumah. Efek samping tetap menjadi perhatian
penting pada pengobatan pasien (Dipiro et al, 2008).

BAB III
CASE STUDY & ANALISISNYA
3.1 Kasus Alzheimer
Norma Dale merupakan seorang wanita berumur 74 tahun yang pergi ke klinik pelayanan
geriatri untuk kunjungan rutin yang telah diatur oleh anaknya Ann. Norma didiagnosa
menderita Alzheimer 6 tahun yang lalu. Gejala inisial yang ditunjukkannya seperti lupa waktu

dan tanggal dengan mudah, salah taruh dan menghilangkan barang, mengulang pertanyaan
dan hal yang sedang terjadi, tidak mampu menjawab pertanyaan, dan meningkatnya kesulitan
dalam mengatur keuangan. Dia pada awalnya diterapi dengan tacrine yang kadang-kadang
pemberiannya dihentikan akibat kompleksitas dari dosis QID dan enzim hati yang meningkat.
Terapi dengan Aricept 10 mg pada waktu tidur telah ditoleransi dengan baik selama 4 tahun
belakangan ini, dan Norma telah berpartisipasi lebih aktif dalam keluarga dan fungsi sosial.
Mengenai masalah prilakunya telah jarang dilakukan oleh Norma semenjak divonis
Alzheimer dan tidak diterapi pada saat itu. Semenjak kunjungan klinik terakhir, Norma mulai
menggunakan pakaian dalam yang sesuai sebagai ekstra proteksi untuk kencing yang tidak
tertahankan (Scwinghammer, 2002).
Norma tinggal dengan anaknya Ann, yang menyatakan bahwa menerima Ibunya untuk
tinggal bersamanya. Sebagai perawat utama, Ann sudah mampu mengatur jadwal yang tetap
dengan aktivitas keseharian Ibunya, nutrisi, dan tanggung jawab keuangan. Akan tetapi, Ann
akan pindah dalam 1 bulan untuk tinggal lebih dekat dengan anaknya agar dapat membantu
mengurus cucunya dan telah meminta tolong kepada saudara laki-lakinya yang belum
menikah, Sam agar dapat membantu merawat Ibu mereka. Sam telah setuju untuk menjadi
perawat ibunya. Sam tinggal dan bekerja diluar kota dan ia tidak yakin akan memindahkan
Ibunya ke rumahnya. Telah dilakukan perbincangan mengenai pemindahan Norma ke fasilitas
perawatan jangka panjang. Norma terlihat kurang bersemangat dan apatis akhir-akhir ini,
terutama ketika Ann dan Sam berbicara tentang perawatannya. Ann bertanya mengenai
pengobatan Alzheimer yang diperolehnya sekarang dan sikapnya terlihat kurang kooperatif
(Scwinghammer, 2002).
3.2 Analisis Kasus
a. Subjektif
Subjektif
Riwayat Keluarga

Riwayat Sosial
Keluhan Pasien

b. Objektif

Keterangan
Tidak berkontribusi, kedua orangtuanya telah
meninggal. Memiliki 5 orang anak, keempat
diantaranya tinggal dekat dengannya.
Tinggal bersama anak perempuannya; telah menjanda
selama 10 tahun (suami meninggal akibat kanker)
Lupa waktu dan tanggal dengan mudah, salah taruh dan
menghilangkan barang, mengulang pertanyaan dan hal
yang sedang terjadi, tidak mampu menjawab
pertanyaan, meningkatnya kesulitan dalam mengatur
keuangan, terlihat kurang bersemangat, apatis dan
sikapnya terlihat kurang kooperatif.

Objektif
Riwayat Medis Sebelumnya

Keterangan
Osteoarthritis pada kedua lututnya 6 years
Didiagnosa menderita Alzheimer 6 tahun yang lalu
Riwayat Pengobatan Sebelumnya Tacrine, namun sudah dihentikan akibat kompleksitas
dari dosis QID dan enzim hati yang meningkat
Riwayat Pengobatan Sekarang
Aricept 10 mg po menjelang waktu tidur malam
Vitamin E 400 IU po sekali sehari
Meyakini minum saat dibutuhkan Acetaminophen PRN
(Pro Re Nata)
Alergi
Tidak ada
Review Of System
Dilaporkan kadang-kadang tidak mampu menahan
kencing dan rasa nyeri di lutut; no c/o heartburn, nyeri
dada, atau napas yang pendek
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
WD woman who appears her stated age
Tanda Vital
Tekanan Darah 126/76, Denyut 76, Laju Respirasi 18,
Temperatur 37C; Berat 120 lb, Tinggi 5'6''
Kulit
Tekstur dan warna kulit normal
Kepala, Mata, Telinga, Hidung,
WNL, TMs intact
dan Tenggorokan
Leher/Lymph Nodes
Neck supple without thyromegaly or lymphadenopathy
Paru-paru/Thorax
Bersih, suara napas normal
Breasts
No masses or tenderness
Kardiovaskular
RRR, no murmurs or bruits
Abdomen
Soft, NTND
Genitalia/Rectal
Normal external female genitalia
Musculoskeletal/Extremities
No CCE, normal ROM
Neurologis
Motor, sensory, CNs, cerebellar, and gait normal.
Folstein MMSE score 16/30, compared to a score of
17/30 and 19/30, last year and at the initial diagnosis,
respectively. Disoriented to season, month, date, and
day of week. Disoriented to country. Good registration
but impaired attention and very poor short-term
memory. Unable to remember any of three items after 3
minutes. Able to follow commands. Displayed apathy
during MMSE.
Hasil Laboratorium
Hasil
Range Normal
Hasil
Range Normal
Na 139 mEq/L
135-145 mEq/L
Hgb 13.5 g/dL
12,1-15,1 g/dL
K 3.7 mEq/L
3,3-4,9 mEq/L
Hct 39.0%
36,1-44,3%
Cl 108 mEq/L
97-110 mEq/L
AST 25 IU/L
11-47 IU/L
CO2 25.5 mEq/L 22-30 mEq/L
ALT 24 IU/L
7-53 IU/L
BUN 16 mg/dL
8-25 mg/dL
Alk phos 81 IU/L
38-126 IU/L
SCr 1.1 mg/dL
0,6-1,1 mg/dL
GGT 22 IU/L
0-30 IU/L
Glu 102 mg/dL
< 126 mg/dL
LDH 85 IU/L
56-194 IU/L
T. bili 0.9 mg/dL 0,3-1,1 mg/dL
Ca 9.7 mg/dL
8,6-10,3 mg/dL
D. bili 0.3 mg/dL 0-0,3 mg/dL
Phos 4.5 mg/dL
2,4-4,5 mg/dL
T. prot 7.5 g/dL
6,5-7,9 g/dL
TSH 3.6 mIU/L
0,35-6,20 mIU/L

Alb 4.5 g/dL


3,5-5,0 g/dL
T4 5.9 ng/dL
0,7-1,9 ng/dL
Chol 212 mg/dL
200-239 mg/dL
UA 6.8 mg/dL
2-7,5 mg/dL
Trig 155 mg/dL
45-155 mg/dL
CT Scan (Kepala, 4 tahun lalu)
Generalized cerebral atrophy ringan sampai sedang
(Lacy et al, 2009 ;Scwinghammer, 2002)
c. Assesment
1. Menderita Alzheimer stadium 5 berdasarkan Global Deterioration Scale (Alzheimer
sedang-dementia awal)
2. Masalah prilaku dilaporkan oleh perawat seperti kurang bersemangat, apatis, dan
kurang kooperatif (terjadi perubahan perilaku/gejala nonkognitif)
3. Tidak mampu menahan kencing sesekali (inkontenensia urin)
4. Nyeri sekunder pada lutut merujuk pada osteoarthritis
d. Planning
1. Pemberian donepenzil (Aricept 10 mg) sudah tepat untuk mengatasi perubahan
kognitif dari pasien, namun karena terjadi perubahan perilaku sebaiknya
dikombinasikan dengan golongan antagonis reseptor NMDA atau inhibitor
kolinesterase lain. Selain itu diperlukan terapi non farmakologi seperti:

Menggunakan pendekatan yang halus terhadap pasien


Menjamin rasa nyaman bila diperlukan
Berempati dengan masalah pasien
Menjalankan rutinitas sehari-hari secara tetap
Menyediakan lingkungan yang aman
Memberikan kegiatan di siang hari
Menghindari overstimulasi
Menggunakan barang-barang dekoratif yang akrab di ruang tamu
Menanggapi penurunan mendadak dalam fungsi dan penampilan dengan
perhatian yang lebih profesional

2. Perubahan nonkognitif diterapi dengan kombinasi donepenzil dan memantine dengan


dosis rendah 5 mg setiap minggu dilakukan selama 3 minggu untuk mencapai dosis
optimal 20 mg/hari.
3. Dosis vit E diperhatikan, terlampau tinggi (tidak lebih dari 1000 IU per hari)
menyebabkan kematian pada geriatri terutama yang memiliki masalah kardiovaskular.
4. Menggunakan pakaian dalam yang sesuai sebagai ekstra proteksi untuk kencing yang
tidak tertahankan.
5. Nyeri sekunder pada lutut secara umum dapat diatasi dengan baik menggunakan
Acetaminophen PRN

BAB IV
KESIMPULAN
1. Penyakit Alzheimer (Alzheimer Disease/AD) adalah bentuk paling umum dari penyakit
demensia (pikun), dan prevalensi AD meningkat dengan setiap dekade kehidupan. Penyakit
Alzheimer bukan merupakan suatu penyakit menular. Faktor resiko dari penyakit alzhaimer
adalah umur, riwayat keluarga, genetik, cedera kepala, hubungan jantung-otak dan gaya
hidup.

2. Gejala dari penderita alzhaimer adalah:

Kognitif: kehilangan memori, masalah dengan bahasa, disorientasi waktu dan tempat,
penilaian buruk atau menurun, masalah dengan belajar dan berpikir abstrak, lupa

tempat menyimpan sesuatu.


Non-kognitif: perubahan mood atau perilaku, perubahan dalam kepribadian, atau

kehilangan inisiatif.
Fungsional: kesulitan melakukan tugas yang familiar

3. Terapi medis untuk penyakit Alzheimer ada dua, yaitu terapi farmakologis (Golongan
Inhibitor Kolinesterase, Golongan Antagonis Reseptor NMDA, Farmakoterapi Gejala Nonkognitif) dan terapi non farmakologis dengan tujuan memelihara fungsi-fungsi pasien
selama mungkin, menunda perkembangan penyakit, dan mengontrol gangguan atau
kelakuan yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Brice, Alexis. 2003. Alzhaimer Disease. Paris : Orphanet
Chisholm-burns, M. A., B. G. Wells, T. L. Schwinghammer, P. M. Malone, J. M. Kolesar, J. C.
Rotschafer, and J. T. Dipiro. 2008. Pharmacotheraphy Principles and Practice. USA :
The McGraw-Hill Companies inc. P. 1372
Dipiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R Matzke, B.G. Wells, L.M. Posey. 2008.
Pharmacotherapy A Patophisiologic Approach Seventh Edition. New York : McGrawHill Companies

Lacy, C.F., L.L. Armstrong, M.P.Goldman, L.L.Lance. 2009. Drug Information Handbook: A
Comprehensive Resource for All Clinicians and Healthcare Professionals
18thEdition .North America : Lexy Comp Inc.
Scwinghammer TL., 2002, Pharmacotherapy Casebook : A Patient Focused Approach 5th
Edition, New York: McGraw-Hill Companies.

LAMPIRAN
DONEPEZIL

Dosis oral:
Anak-anak : ADHD: 5mg/hari
Dewasa : demensia pada alzaimer tipe : 5 mg/hari sebelum tidur; mungkin meningkat
10 mg/ hari sebelum tidur setelah 4-6 minggu.
Tablet, hidroklorida : Aricept: 5 mg, 10 mg

Tablet, oral disentrigrasi, dari hidroklorida: Aricept ODT: 5 mg, 10 mg


Efek samping:
>10%: System saraf pusat: insomnia (5% - 14%), Gastroinstestinal: mual (5%-19%)
diare(8%-15%),Lain-lain: kecelakaan(7%-13%), infeksi(11%)
1%-10% : Cardiovaskular: hipertensi (3%), nyeri dada(2%), hemorrhage (2%),
syncope(2%),hipertensi, fibrilasi atrial, bradikardia, ECG abnormal,edema,peripheral
edema,vasodilatasi. System saraf pusat: sakit kepala(4%-10%), nyeri (3%-9%), fatigue
(3%-8%), dizziness(2-8%), mimpi buruk (3%), depresi (2-3%), hostility (3%),
nevroness (3%), halusinasi (3%), bingung (2%), somnoince (2%), abnormal crying,
agrresion, aglitation, delusion, irritability,restlessness,seizure.
Dermatologi: bruising (4-5%), eczema (3%), pruritus, rash, skin ulcer, urticaria.
Genitourinary: urinary frekuensi (2%), hyperlipemia (2%), libido increased.
Gastroinstestinal: anokreksia(3%-8%),vormiling (3-8%), weight loss (3%), abdominal
pain, constipasi, dyspepsia, fecal incontinense, gastroententeris, GI bleeding,
bloating,epigastric pain, toothache.
Genitrourinary: urinary frekuensi (2%), urinary incontinence (2%), hematuria,
glikosuria, nocturia, UTI.
Hematologic: anemia
Hepatic: alkalin phospatase increased.
Neuromuscular & skeletal: muscle cramps (3-8%), back pain (3%), CPK increased
(3%), arthritis (2%), ataxia, bone fracture, gait abnormal, lactate dehydrogenase
increased, paresthesia,tremor, weakness.
Ocular: blurred vision, katarak, iritasi mata.
Respiratory: cought increased, dyspnea, bronchitis, pharyngitis, phenumonia, sore
throat.
Miscellaneous: diaphoeresis, fungal infection, flu symptoms, wandering.
<1%, postmarketing, adcess, breast fibroadenosis, cellulitis, cerebrovascular accident,

CHF, cholecysititis, conjungtival hemorrhage, conjunctivitis, deep vein thrombosis.


Interaksi obat:
Peningkatan efek: Donepezil mungkin meningkatkan efek dari antipisikotik, beta
bloker, kolinergik agonis, succincholine. Efek dari donepezil mungkin diturunkan dari:
kortikostreroid, gingko biloba.
Penurunan efek: Donepezil mungkin menurunkan efek dari: kolinergik, agent pemblok
neuromuscular (nondepolarizing). Efek dari donepezil mungkin diturunkan dari

antikolinergik.
Kontraindikasi
Hipersensitif dari donepezil, derivate piperidin, atau komponen lainnya dari formulasi.

PARACETAMOL
Dosis : oral, rectal
anak-anak <12 tahun: 10-15 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam.
Dewasa: 325-650 mg setiap 4-6 jam atau 1000 mg 3-4/hari; tidak boleh melebih 4
g/hari.

Efek samping:
Dermatologic : rash
Endokrin dan metabolic: mungking meningkatkan kloride, uric acid, glucose, mungkin
menurunkan sodium, bikarbonat, kalsium.
Hematologic: anemia, neutropenia, pancytopenia, leucopenia.
Hepatic: bilirubin increased, alkaline phosphatase increased.
Renal: ammonia increased, nephrotoxicity whit chronic over doses, analgesic

neprophaty.
Miscellaneous: reaksi hipersensitiv.
Interaksi obat
Meningkatkan efek: acetaminophen meningkatkan efek dari vitamin K antagonis.
Menurunkan efek: efek dari acetaminophen mungkin menurunkan dari anticonvulsant,

barbiturate, carbamacetin, clostaramin resin.


Kontraindikasi:
Hipersensitif dari acetaminophen atau komponen lainnya dari formulasi.

TACRINE
Dosis :oral
Capsul, hidroklrorida: 10 mg, 20 mg, 30 mg, 40 mg.
Efek samping:
>10%: System saraf pusat: dizziness, sakit kepala.
Gastroinstestinal: diare, nausea, vormiting
Miscellaneous: transminases increased
1%-10%: Cardiovascular: flusing
System saref pusat: antaxia, confusion, depresi, fatigue, insomnia, somnoleance.
Dermatologic: rash
Gastroinsestinal: abdominal pain, anorexia, constipasi, dyspepsia, flatulence.
Neuromuscular dan skeletal: myalgia, tremor
Respiratory: rhinitis
Interaksi obat:
Efek meningkat: tacrin mungkin meningkatkan efek dari antipsikotik,
betabloker,antagonis kolinergik, derivate teopilin.
Efek menurun: tacrin mungkin menurunkan efek dari antikolinergik, agen pemblok

neuromuscular.
Kontraindikasi:
Hipersensitif dari tacrine, derivate acridine, atau banyak komponen dari formulasi

VITAMIN E
Dosis:
Anak-anak: 1-3 tahun 6 mg, 4-8 tahun 7 mg, 9-13 tahun 11 mg, 14-18 tahun 15 mg.
Dewasa: 15 mg
Efek samping: Interaksi obat: Kontraindikasi: -

Gambar otak normal dibandingkan dengan otak penderita Alzheimer

Algoritme Penyakit Alzheimer

Pasien dengan AD

Evaluasi adanya penyakit lain atau obat yang mempengaruhi kognisi

Jika tidak ada gangguan psikiatrik

Moderate -Severe

Moderate

ChE Inhibitor,
Memantine, atau
kombinasi ChE
Inhibitor dan
Memantine + Vit E

ChE Inhibitor atau


Memantine + Vit E

MMSE Stabil
(penurunan < 4 poin per tahun)
Teruskan regimen pengobatan

MMSE Memburuk
(penurunan > 4 poin per tahun)
Berikan alternatif ChE Inhibitor
atau Memantine + Vit E

Keterangan:

ChE Inhibitor merupakan terapi standar untuk Alzheimer


Tetapi ada sebagian pasien yang tidak berespon baik terhadap suatu ChE inhibitor,
atau mengalami masalah safety/tolerability sehingga perlu switching medication

dimana konsep ini sedang dikembangkan


Ada beberapa kemungkinan untuk switching:
o Donepenzil ke rivastigmine
o Donepenzil ke galantamine

o Rivastigmine ke galantamine
Tetapi yang sudah banyak diteliti dan dipublikasikan guidelinenya adalah switching ke
rivastigmine. Sebuah studi dimana 50% pasien yang tidak responsif terhadap
donepenzil ternyata berespon baik terhadap rivastigmine.
(Dipiro et al, 2008)
FARMAKOTERAPI TERAPAN

ALZHEIMER

Oleh:
Kelompok III
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Fischer Raditya Simorangkir


Ni Luh Gede Santi Dewi
Ni Luh Putu Oggi Yulianti
Putu Eka Juniarthati
Made Windy Sofiandari
Ida Ayu Catur Anik Lestari W
I Nyoman Parta Wijaya
Yustina Wilan Feybriyanti
Yukho Cristian G. Situmorang

(1108515004)
(1108515005)
(1108515006)
(1108515007)
(1108515013)
(1108515014)
(1108515032)
(1108515033)
(1108515042)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA

2011

You might also like