You are on page 1of 8

ACCURACY OF NON-INVASIVE C-UREA BREATH TEST

COMPARED TO INVASIVE TESTS FOR HELICOBACTER


PYLORI DETECTION
Rakhshanda Bilal, Bushra Khaar,* Tabinda Zafar Qureshi,** Shakeel Ahmed Mirza,*** Tanvir
Ahmad, Zahid Latif, Imran Jaffery and Muhammad Omar*

ABSTRACT
Objektif: Untuk membandingkan sensitivitas, spesifisitas, dan Positive Predictive
Value(PPV) histologi, test Campylobacter-Like Organism(CLO), kultur and C-Urea
Breath Test (UBT) untuk mendiagnosis dari infeksi Helikobakter Pylori (H.Pylori)
Design: Descriptive study.
Tempat dan Durasi Penelitian: District Headquarter Hospital, Rawalpindi, Military
Hospital, Rawalpindi and Pakistan Institute of Science and Technology (PINSTECH),
Nilore, Islamabad dari June 2002 sampai 2003.
Metode dan Pasien: Tiga spesimen biopsi mucosa yang diperoleh dari endoskopi 90
pasien simptomatik. Histologi, test CLO, dan kultur menggunakan 3 spesimen tersebut.
Sample dari pernapasan untuk tes C-UBT dikumpulkan dan dikirim ke RIAD,
PINSTECH pada hari yang sama untuk dilakukan rasio isotop masa spektometri. Untuk
tujuan penganalisisan, setiap tes sudah di pastikan dan dibandingan dengan gold standar.
Dengan tambahan, jika dua dari tiga tes dinyatakan positif, maka akan dilakukan tes-tes
selanjutnya untuk menilai sensitifitas, spesifisitas, akurasi, dan PPV dari tes yang lain.
Hasil: Urea breath test memiliki sensitifitas yang tertinggi, dengan jangkauan antara 95100%, dibandingan dengan gold standar yang hanya memiliki jangkauan antara 55-100%,
dimana sensitifitas dari tes histologic sekitar 98% tapi memiliki spesifitas yang rendah
(sekitar 49-89%). Tes CLO memiliki jangkauan sensitifitas antara 86-100% dan
spesifisitas 67-100%. Yang kadar sensitifitasnya paling minimum adalah kultur (59-70%),
tetapi spesifitasnya paling tinggi diantara gold standar yang lain (96-100%). Umur dan
jenis kelamin tidak memiliki efek ada p-value dari setiap tes maupun dalam
kombinasinya.
Kesimpulan: Urea breath test telah menunjukkan kemampuan tertinggi untuk
mendeteksi microorganisme dengan kemampuan sensitifitasnya 95-100% pada individu
simptomatik dan specifisitasnya yang dapat di bandingkan dengan tes lain.
KEY WORDS: Helicobacter pylori. C-Urea breath test. Sensitivity. Specificity.

PENDAHULUAN
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif yang sering
ditemukan di saluran cerna. Cara transmisinya bisa melalui oro-ral, fekal-oral,
gastro-oral dan gastro-gastrik. Infeksi yang oleh H. Pylori disertai dengan respon
inflamasi dapat menyebabkan gastritis akut persisten yang bisa menjadi kronik.
Ada hubungan yang kuat antara organisme ini dengan terjadinya Mucosa
Associated Lymphoid Tissue (MALT) tumor, yang mana 92% sudah menunjukkan
adanya hubungan dengan H. pylori. Metode diagnostik konvensional untuk H.

pylori, seperti histopatologi, kultur dan CLO, membutuhkan prosedur endoskopi


invasif. Baru-baru ini sudah ditemukan suatu cara untuk mendiagnosis kolonisasi
H. Pylori di gaster dengan cara non-invasif. Tes ini percaya bahwa sebenarnya H.
Pylori menghasilkan sejumlah besar urease yang dapat dilihat dengan C-urea
breath tes (C-UBT). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sensitifitas,
spesifisitas dan PPV antara tes histologi, kultur, CLO dengan C-UBT dan untuk
menetapkan validitas C-UBT untuk mendiagnosis adanya infeksi H. pylori.

PASIEN DAN METODE


Merupakan sebuah anlisis deskriptif yang berlangsung sejak Juni 2002
hingga 2003 di District Headquarters Hospital, Military Hospital, Rawalpindi dan
PINSTECH, Nilore, Islamabad.
Sejumlah 90 pasien bergejala dengan usia antara 17 hingga 70 tahun, usia
rata-rata 38.94, dengan 79 pria dan 11 wanita secara acak dipiih untuk penelitian
ini. Pasien dengan usia kurang dari 15 tahun yang mengonsumsi antagonis
reseptor H2, proton-pump inhibitor (PPI), antibiotik dan antasida tidak
dimasukkan ke dalam penelitian. Semua tanda dan gejala yang berhubungan
dengan penyakit gastrointestinal dari setiap pasien dicatat setelah adanya
informed consent.
Mengumpulkan tiga sampel biopsi mukosa antral. Sampel kemudian
diinokulasi secara acak pada: (1) agar semi solid (OXOID) untuk kultur, (2) agar
Christensens urea untuk tes CLO dan (3) 10% formalin sebagai transport ke
laboratorium mikrobiologi untuk tes histologi.
Spesimen biopsy yang diinokulasi pada agar semisolid diinkubasi dalam
kondisi mikroaerofilik pada 37C menggunakan sebuah tempat anaerobik dalam
media selektif yang mengandung agar Columbia + 7% + 7% lysed horse RBCs +
suplemen antibiotik SR 147. Piring kultur diinspeksi pada hari ke 3 dan ke 10.
Bila terdeteksi koloni H. Pylori berbentuk tetesan embun berukuran 0.5-1 mm
kemudian dipaparkan pada hydrogen peroksida 3% untuk tes katalase (untuk

konfirmasi lebih lanjut H. pylori). Kultur dianggap negatif bila tidak ada
pertumbuhan yang dapat diobservasi setelah 10 hari inkubasi. Sampel diinokulasi
pada agar Christensens urea diobservasi perubahan warnanya dari kuning
menjadi merah muda selama 24 jam inokulasi (CLO tes). Spesimen yang
ditambahkan formalin 10% diproses dan diwarnai dengan hematoksilin eosin dan
cat giemsa untuk pemeriksaan mikroskopik. UBT dilakukan setelah endoskopi
dan penyembuhan dari sedasi. Prosedurnya termasuk pengumpulan satu sampel
napas dasar yang diikuti oleh pemberian 75mg C-urea secara oral untuk menunda
pengosongan gaster. Diikuti dosis C-urea, tiga sampel napas diambil kembali
dengan interval waktu 10, 20 dan 30 menit. Sampel napas dikumpulkan dengan
cara ditiupkan ke dalam tabung extainer 10ml melalui sedotan. Pasien diminta
untuk meletakkan sedotan pada bagian bawah tabung exetainer kemudian mulai
meniup ke dalam sedotan sekaligus menarik sedotan keluar dan setelah itu dengan
segera menutup tabung. Cara ini membutuhkan waktu sekitar 30 detik dibawah
pengawasan teknisi terlatih.
Kelimpahan rasio dari 13CO2 12CO2 yang dikeluarkan saat menghela nafas
kemudian diukur menggunakan masa rasio spektrometri gas isotopik dan hasilnya
dipresentasikan dalam besaran delta per mil () versus Pee Dee Beleminite
(PDB) standard dari the limestone. Hasil positif untuk Helicobakter pylori telah
ditentukan sebanyak 5 d0/00 Delta Over Baseline (DOB).
Satu dari beberapa tes sudah di pastikan dengan gold standar pada setiap
analisis dan sensitifitas, spesifisitas, akurasi dan PPV dan p-values dari setiap tes
dikalkulasi dan dibandingkan. Saat peneliti menggunakan CLO sebgai glod
standar, parameter dari C-UBT, kulturm dan histologi dihitung menurut CLO dan
pasien dianggap berpenyakit apabila hasil dari CLO-nya positif, dan tidak
berpenyakit apabila hasil CLO-nya negatif.
Begitu juga dengan tes yang lain, setiap tes dijadikan sebagai gold standar
dan tes yang lainnya dibandingkan dari segi sensitifitas, spesifisitas, PPV dan
akurasinya terhadap setiap gold standar. Sebagai langkah kedua, dua tes diambil
sebagai gold standar dan tes yang lain dibandingkan dan pasien akan dinyatakan

sakit apabila hasil dari kedua tes tersebut positif. Langkah ketiganya, apa saja
macam tiga-tes pasien yang positif dianggap sakit dan memilih gold standar dan
sensitifitas, spesifisitas, PPV dan akurasinya terhadap tes lain di kalkulasi.

HASIL
Hasil dari kalkulasi paraeter (ensitifitas, spesifisitas, PPV dan akurasinya
terhadap individual gold dan gold kumulatif standar) diberikan di Tabel 1. Tabel II
menunjukkan kombinasi dengan efek dari umur. Table III menunjukkan p-values
dari tes dengan memperhatikan gold standar. UBT menunjukkan sensitifitas
tertinggi, 100%, dibandingkan dengan kultur (70%), dan histologi (98%), akan
tetapi kultur memiliki spesifisitas tertinggi (100%), dengan UBT yang hanya
memiliki ke-spesifisitas-an 82%, dan histologi 74%. Kultur memiliki nilai PPV
tertinggi (100%), dan UBT memiliki akurasi tertinggi (93%). P-value dari UBT
dan histologi berbeda secara signifikan 0.03 dan 0.02, p-value untuk umur adalah
0.48.
Dengan histologi sebagai gold standar, UBT menunjukkan sensitifitas
sebesar 95%, dimana lebih tinggi dari CLO(86%) dan kultur(59%), akan tetapi
spesifisitas setiap tes adalah sama i.e. 96%. Ppv dari semua tes berkisar antara
97% dan akurasi dari UBT adalah yang tertinggi (96%) diikuti oleh kultur dan
CLO. P-value untuk UBT adalm 0.63 dan CLO adalah 0.02. umur tidak ada
efeknya pada histologi (p=0.67).
Dengan kultur sebagai gold standar, CLO dan UBT menunjukkan
sensitifitas 100% diikuti dengan histologi 97%. Spesifisitas dari CLO adalah yang
tertinggi (67%) diikuti oleh UBT (55%) dan 49% untuk histologi. PPV dari CLO
adalah 70% kemudian diikuti oleh UBT(63%), dan histologi(49%). Nilai
akurasinya sama dengan PPV. Ketiga tes memperoleh 0.00 p-value, dimana pvalue dari umur adalah 0.79.
Dengan UBT tes sebagai gold standar, histologi memunyai sensitifitas yan
tertinggi (98%), diikuti oleh CLO(90%), dan kultur (63%). Kultur dan CLO

memiliki tingkat ke spesitifitasan tertinggi yaitu 100% dan 63%. Kultur dan CLO
memiliki tingkat ke spesifitasan yang tinggi, sedangkan pada histologi tidak
terlalu tinggi dengan angka 89%. PPV memiliki spesifisitas dan akurasi yang
mirip dengan histologi, tetapi melebihi kultur dan CLO. Umur menunjukkan pvalue 0.45, CLO adalah 0.03, dan kultur adalah 0.00.
Dengan dua tes sebagai gold standar, UBT memiliki hasil sensitifitas yang
tertinggi diikuti oleh histologi dan CLO. Kultur memiliki sensitifitas yang
terburuk. Spesifisitas dan nilai PPV semuanya kecuali histologi adalah 100%,
dimana akurasi dari UBT adalah 100%, diikuti oleh histologi (96%), CLO(93%),
dan yang terendah adalah kultur (74%). P-values dari umur pada grup ini tidak
terlalu signifikan (0.45). p-values dari kombinasi gol standar ditunjukkan pada
tabel IV.
Dengan tiga positif tes sebagai gold standar, nilai dari sensitifitas dari
keseluruhan tes mirip dengan dua positif sebagai gold standar kecuali CLO
dimana kesensitifitasannya mencapai 100%. Spesfisitas dan PPV dari UBT
menurun dari 100% menjadi 82% dan 90%, saat yang lain menunjukkan
kesamaan hasil dengan dua positif sebagai gold standar. Akurasi dari UBT dan
histologi menurun disaat akurasi dari kultur dan CLO meningkat.

DISKUSI
Sebagian besar penelitian untuk mendeteksi H. Pylori mengandalkan
biopsi mukosa lambung melalui endoskopi. Tetapi karena banyaknya laporan
tentang penularan nosokomial antara pasien yang menjalani endoskopi, maka dari
itu mulai dilakukan tes untuk mendeteksi H. Pylori secara non-invasif dan nondarah, terutama pada area-area khusus dan tidak tersedianya fasilitas endoskopi.
Kegunaan dari

13

C-UBT

untuk pengamatan setelah perawatan sudah

banyak laporkan dalam penelitian-penelitian, tetapi masih sangat sedikit penelitian


yang menemukan kegunaanya sebagai tes skrining

Dengan adanya penambahan tes baru, masih belum ada kesepakatan


bahwa tes-tes biopsi seperti kultur, histopatologi, dan CLO dapat digunakan
sebagai gold standar, tetapi semua metode ini bersifat invasif dan bisa saja tidak
akurat karena ketergantungannya terhadap lokasi diambilnya sampel dan teknik
dari sang operator.
Pasien dianggap positif atau negatif berdasar ditemukan atau tidaknya
bakteri dalam tes emas. Gold standarnya merukapan satu tes dan kemudian
dikombinasikan dengan dua tes lain atau tiga tes lainnya.
Ketika salah satu tes diambil sebagai gold standar, 13C-UBT menunjukkan
sensitifitas tertinggi dengan spesifisitas relatif rendah bila dibandingkan dengan
tes lainnya, tetapi mungkin penjelasan untuk spesifisitas yang rendah bisa saja
karena infeksi H. Pylori pada dasarnya tidak sempurna dan dipilihnya biopsi
sebagai gold standar mungkin saja organsimenya tidak terdeteksi dari pemilihan
sample tunggal. Sedangkan, 13C-UBT merupakan detektor umum untuk H. Pylori
karena ketergantungannya terhadap urease. Selain itu, H. Pylori sensitif terhadap
oksigen dan mungkin saja H. Pylori mati dalam perjalanan pengiriman ke
laboratorium mikrobiologi setelah selang waktu 2 jam endoskopi. Tetapi gold
standar menjadi negatif untuk infeksi dengan hasil spesifisitas yang rendah pada
tes

13

C-UBT tunggal. Ketiga, mungkin saja terjadi kontaminasi oral yang

menyebabkan hasil positif palsu.


El-Zimaity dan Genta memiliki stres yang selektif pada setidaknya dua
sampel biopsi dari deteksi H. Pylori dengan menggunakan tes invasif dengan
membandingkan dengan tes yang lain. Hasil tes tersebut kemudian di observasi
pada penelitian selanjutnya apakah pemilihan gold standar akan mempengaruhi
dari sensitifitas, spesifisitas, dan parameter lain dalam tes dibawah pengawasan.
Hasilnya, C-UBT memiliki sensitifitas yang tertinggi dibandingkan dengan tes
invasif yang lain, akan tetapi spesifisitasnya meningiat dikarenakan kemungkinan
hilangnya bakteri H. Pylori dikurangi dengan menggunakan dua atau tiga sampel
biopsi, yang didikung juga oleh penggunaan El-Zimaity dan Genta. Penemuan ini
juga ditemukan oleh Eggers et al, dimana awalnya mereka menilih satu tes dan

tiga tes invasif sebagai gold standar dan menemukan C-UBT 98% sensitif dan
memiliki spesifisitas 88% dengan PPV 93%. Good et al, mendapatkan hasil
sensitifitas 94% dan 98% spesifisitas dari C-UBT dibandingkan dengan kultur
(single gold) dan kemudian kultur, histopatologi, dan CLO (tiga tes sebagai gold).
Megraud membandingkan antara sensitifitas dan spesifisitas dari tes
diagnostik pada 62 pasien yang terinfeksi oleh H. Pylori dan menemukan C-UBT
100% sensitif dan spesifik.
Sedikit berkurangnya sensitifitas diikutu dengan meningkatnya spesifisitas
dari pemeriksaan histologi dan tes CLO dapat dijelaskan dengan menggunakan
biopsi, infeksi alamiah, dan teknik dari operator. Genta dan Graham juga
menunjukkan bahwa histologi dan kultur kurang efektif pada pemeriksaan sampel
tunggal. Kultur kurang spesifik namun memiliki tingkat ke spesifisitasan yang
tinggi pada penelitian ini ,hal itu juga dikemukakan oleh Taj et al, bahwa 64%
sensitif dan 100% spesifik. Megraud menemukan bahwa kultur jauh lebih spesifik
akan tetapi kurang sensitif dibandingkan dengan histologi dan tes CLO. umur
tidak mempunyai efek pada histologi, UBT, kuktur, CLO, dua positif, dan tiga
positif tes. Tes kemampuan diagnostik pada segala macam tes ini tidak
menunjukkan hal yang signifikan terhadap kelompok umur. Tidak ada satupun
dari tes yang memiliki efek pada jenis kelamin dan semua hasil p>0.3, akan tetapi
ini tidak bisa dibilang sah, mengingat hanya ada 11 perempuan.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa C-UBT mempunyai kemampuan
untuk mendeteksi H. Pylori dibagian manapun di perut. Tes ini memiliki tingkat
kesensitifitasnan yang tinggi dan spesifikasi dan akurasi dari tes ini membuktikan
bahwa test ini dapat digunakan sebagai tes tunggal terbaik, dengan harga yang
efektif, dan tes non-infasif yang sangat handal untuk tujuan epidemiologikal dan
screening.
Hanya saja tes ini memiliki satu kelemahan, yaitu kemungkinan dari
kontaminasi oral dapat menunjukkan hasil yang "false positif". Obat kumur sangat
dianjurkan sebelum melakukan UBT.

KESIMPULAN
C-Urea Breath Tes merupakan tes yang aman, mudah dilakukan,
terjangkau, dapat dilakukan berulang kali dan sangat dapat dipercaya untuk
mendeteksi bakteri.

You might also like