You are on page 1of 77

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pada era modern seperti sekarang ini, bidang teknologi sangatlah penting

peranannya dalam berbagai hal. Dengan adanya teknologi yang baik, efisien dan efektif
maka akan mempermudah kegiatan kita sehari - hari. Salah satu alat yang dapat
digunakan untuk membantu kebutuhan sehari-hari dan dunia industri adalah mesin
conveyor. Pada umumnya, memindahkan barang di industri dikerjakan secara
tradisional, yaitu menggunakan tenaga manusia.

Kemudian

mesin

conveyor

mengalami perkembangan yang dikerjakan secara modern, yaitu menggunakan motor.


Mesin conveyor yang dikerjakan secara modern memanfaatkan energi mekanik
yang dihasilkan dari putaran mesin (motor) untuk menggerakkan poros, dan putaran
tersebut ditransmisikan dengan menggunakan pulley-belt dan sprocket

kemudian

putaran tersebut digunakan untuk menggerakkan conveyor sebagai alat transportasi di


dunia industri
Berawal dari alasan tersebut, maka kami membuat suatu perencanaan mesin
conveyor yang bertujuan agar diperoleh suatu mesin yang unggul dalam hal ini umur
pemakaian panjang (awet), dapat bekerja dengan baik dan dioperasikan dengan mudah
serta memiliki harga yang tidak terlalu mahal dan diharapkan

dapat

membantu

kebutuhan masyarakat untuk menggiling kopi.


1.2

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam laporan ini adalah bagaimana cara membuat mesin

conveyor dengan suatu perencanaan yang efektif dan efisien menggunakan motor listrik.

TUGAS BESAR ELEMEN MESIN


SEMESTER GENAP 2015/2016

1.3

Batasan Masalah
Disini kelompok kami akan merencanakan sistem transmisi pada mesin conveyor.

Perencanaan ini meliputi: Perencanaan sprocket, perencanaan poros, perencanaan


pasak, perencanaan bantalan, dan perencanaan belt dan pulley.
Jadi batasan masalah yang digunakan antara lain :
a. Putaran motor : 1200 rpm
b. Daya motor : 1 HP
c. Putaran akhir : 650 rpm
d. Hanya membahas transmisi dari poros penggerak ke motor mesin conveyor
e. Hanya komponen-komponen yang akan direncanakan meliputi spur gear, poros,
pasak, bantalan, pulley dan belt.
1.4

Tujuan Perancangan
Perencanaan sistem transmisi reduksi yang kami lakukan mempunyai beberapa

tujuan, diantaranya:
a. Agar praktikan mampu memberikan gambaran secara u m um mengenai sistem
transmisi khususnya pada mesin conveyor.
b. Agar praktikan dapat membuat atau merencanakan perancangan mengenai sprocket,
belt, pulley, shaft dan bearing.
1.5

Manfaat Perancangan

a. Dapat memberikan gambaran secara umum mengenai sistem transmisi khususnya


pada mesin conveyor.
b. Dapat digunakan sebagai referensi pengembangan perancangan mesin conveyor

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gear (Roda Gigi)
Gear adalah sebutan untuk roda gigi yang bekerja pada suatu mesin yang
fungsinya adalah untuk mentransmisikan daya. Gear merupakan bagian mesin yang
bentuk sederhananya bergerigi, dapat berputar dan biasanya terhubung dengan gear lain
untuk mengirimkan torsi. Dua buah gear atau lebih yang bekerja bersama-sama akan
menghasilkan tenaga mekanis melalui perputarannya merupakan definisi sederhana dari
mesin.
2.1.1 Macam Macam Roda Gigi
1. Roda Gigi dengan Poros Sejajar
Roda gigi dengan poros sejajar adalah roda gigi dimana giginya berjajar pada
bidang silinder/poros yang kedua bidang silinder tersebut bersinggungan dan yang
satu menggelinding pada yang lain dengan sumbu sejajar/lurus. Roda gigi dengan
poros sejajar dibedakan menjadi:
a) Roda Gigi Lurus (Spurs Gear)
Merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur roda gigi sejajar poros.
Kelebihan

: - Pembuatan mudah
- Memiliki perbandingan kecepatan yang konstan

Kekurangan

: - Memiliki tingkat kebisingan yang tinggi ketika dijalankan


pada kecepatan tinggi

Gambar 2.1 Roda gigi lurus


Sumber : Khurmi, R.S (2005 : 1026)

b) Roda Gigi Miring (Helical Gear)


Roda gigi miring mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada silinder
jarak bagi. Pada roda gigi miring ini, jumlah pasangan gigi yang saling membuat
kontak serentak (disebut perbandingan kontak) adalah lebih besar dari pada roda
gigi lurus, sehinggga perpindahan momen atau putaran melalui gigi gigi tersebut
dapat berlangsung dengan halus. Sifat ini sangat baik untuk mentransmisikan
putaran tinggi dan beban besar. Namun, roda gigi miring memerlukan bantalan
aksial dan kotak roda gigi yang besar dan kokoh, karena jalur gigi yang terbentuk
ulir tersebut menimbulkan gaya reaksi yang sejajar dengan poros.
Kelebihan :

- Kemungkinan selip kecil


- Dapat mentransmisikan beban berat
- Tidak sebising roda gigi lurus

Kekurangan :

- Memerlukan bantalan aksial kokoh


- Pengerjaan rumit

Gambar 2.2 Roda gigi miring


Sumber : Khurmi, R.S (2005 : 1074)
c) Roda Gigi Miring Ganda
Gaya aksial yang ditimbulkan pada gigi membentuk alur berbentuk V
tersebut akan saling meniadakan. Dengan roda gigi ini, perbandingan reduksi,
kecepatan keliling dan

daya

yang diteruskan

dapat

pembuatannya sukar.
Kelebihan

: - Kemungkinan selip kecil


- Dapat mentransmisikan daya yang besar

Kekurangan

: - Pembuatannya sukar

diperbesar

tetapi

Gambar 2.3 Roda gigi miring ganda


Sumber : Khurmi, R.S (2005 : 1071)
d) Roda Gigi Dalam dan Pinion
Roda gigi ini dipakai jika diingini alat transmisi dengan ukuran kecil
dengan perbandingan reduksi besar karena pinion terletak di dalam roda gigi.
Kelebihan

: - Kemungkinan selip kecil

Kekurangan

: - Kecepatan rendah

Gambar 2.4 Roda gigi dalam dan pinion


Sumber : L Mott, Robert (2004 : 327)
e) Roda Gigi dan Pinion
Merupakan dasar profil pahat pembuat gigi. Pasangan antara batang gigi
dan pinion digunakan untuk mengubah gerakan putar menjadi lurus atau
sebaliknya.
Kelebihan

: - Mengubah gerakan putar menjadi lurus


- Pembuatan sederhana

Kekurangan

: - Kemungkinan Selip

Gambar 2.5 Roda gigi dan pinion


Sumber : L Mott, Robert (2004 : 328)
2. Roda Gigi dengan Poros Berpotongan
Pada roda gigi ini, poros roda gigi satu sama lain saling tegak lurus.
Misalnya poros roda gigi 1 porosnya vertikal sedangkan poros roda gigi 2 porosnya
horizontal. Ciri-ciri roda gigi miring adalah :
Arah gigi membentuk sudut terhadap sumbu poros.
Distribusi beban sepanjang garis kontak tidak uniform.
Kemampuan pembebanan lebih besar dari pada roda gigi lurus.
Gaya aksial lebih besar sehingga memerlukan bantalan aksial dan roda gigi
yang kokoh.
a. Roda Gigi Kerucut Lurus
Dengan gigi lurus adalah yang paling mudah dibuat dan paling sering
dipakai. Tetapi roda gigi ini sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang
kecil juga konstruksinya tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua
ujung porosnya.
Kelebihan

: - Pembuatannya mudah

Kekurangan

: - Berisik
- Tidak dapat digunakan bantalan pada dua poros

Gambar 2.6 Roda gigi kerucut lurus


Sumber : L Mott, Robert (2004 : 334)

b. Roda Gigi Kerucut Spiral


Karena mempunyai perbandingan kontak yang besar, maka roda gigi ini
dapat meneruskan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros kedua roda gigi ini
biasanya dibuat 90o.
Kelebihan

: - Dapat mentransmisikan putaran tinggi


- Meneruskan beban besar

Kekurangan

: - Pembuatan rumit

Gambar 2.7 Roda gigi kerucut spiral


Sumber : L Mott, Robert (2004 : 334)
c. Roda Gigi Permukaan
Roda gigi ini sama halnya dengan roda gigi lurus yakni berisik karena
perbandingan kontak yang kecil. Roda gigi ini tidak cocok dipakai pada putaran
dan daya yang tinggi.
Kelebihan

: - Pembuatan Mudah

Kekurangan

: - Berisik
- Daya dan putaran rendah

Gambar 2.8 Roda Gigi Permukaan


Sumber : L Mott, Robert (2004 : 339)

3. Roda Gigi dengan Poros Silang


Roda gigi dengan poros silang adalah roda gigi yang porosnya saling
bersilangan antara roda gigi satu dengan yang lain. Kedua sumbu saling bersilang
dengan jarak sebesar , biasanya sudut yang dibentuk sebesar 90o.
a. Roda Gigi Cacing Silindris
Roda gigi ini mempunyai gigi cacing berbentuk silinder. Kerjanya halus
dan hampir tanpa bunyi.
Kelebihan

: - Reduksi besar

Kekurangan

: - Pembuatan sulit

Gambar 2.9 Roda gigi cacing silindris


Sumber : L Mott, Robert (2004 : 339)
b. Roda Gigi Gobloid (Cacing Gobloid)
Digunakan untuk gaya yang lebih besar karena perbandingan kontak yang
lebih besar.
Kelebihan

: - Perbandingan lebih besar dari roda gigi cacing silindris

Kekurangan

: - Pembuatan sulit

Gambar 2.10 Roda gigi cacing gobloid


Sumber : L Mott, Robert (2004 : 339)

c. Roda Gigi Hipoid


Roda gigi ini mempunyai jalur berbentuk spiral pada bidang kerucut yang
sumbunya bersilang. Pemindahan gaya pada permukaan gigi berlangsung secara
meluncur dan menggilinding.
Kelebihan

: - Daya besar
- kemungkinan selip kecil

Kekurangan

: - Pembuatan sulit

Gambar 2.11 Roda Gigi Hipoid


Sumber : L Mott, Robert (2004 : 305)
2.1.2 Bagian- Bagian Roda Gigi

Gambar 2.12 Bagian-bagian dari roda gigi kerucut lurus


Sumber : Khurmi, R.S (2004 : 1025)

1. Lebar gigi (face width)


Kedalaman gigi diukur sejajar sumbunya.
2. Jarak bagi lingkar (circular pitch)
Jarak sepanjang lingkaran pitch antara profil dua gigi yang berdekatan atau
keliling lingkaran pitch dibagi dengan jumlah gigi.
3. Addendum
Jarak antara lingkaran kepala dengan lingkaran pitch dengan lingkaran pitch
diukur dalam arah radial.
4. Dedendum
Jarak antara lingkaran pitch dengan lingkaran kaki yang diukur dalam arah
radial.
5. Tebal gigi (tooth thickness)
Lebar gigi diukur sepanjang lingkaran pitch.
6. Kelonggaran (clearance)
Jarak radial dari ujung puncak sebuah gigi roda gigi yang satu ke bagian
dasar dari gigi roda gigi yang lain untuk suatu pasangan roda gigi.
7. Dedendum circle
Lingkaran kaki gigi yaitu lingkaran yang membatasi kaki gigi.
8. Clearance circle
Lingkaran yang bersinggungan dengan linkaran addendum dari gigi yang
berpasangan.
9. Bottom land
Permukaan bagian bawah gigi.
10. Sisi kaki (flank of tooth)
Permukaan gigi dibawah lingkaran pitch.
11. Sisi kepala (face of tooth)
Permukaan gigi diatas lingkaran pitch.
12. Lingkaran pitch (pitch circle)
Lingkaran khayal yang menggelinding tanpa terjadinya slip. Lingkaran ini
merupakan dasar untuk memberikan ukuran-ukuran gigi seperti tebal gigi, jarak
antara gigi, dan lain-lain.
13. Width of space
Tebal ruang antara roda gigi diukur sepanjang lingkaran pitch.

14. Outside circle


Lingkaran kepala gigi yaitu lingkaran yang membatasi gigi.
15. Puncak kepala (top land)
Permukaan dipuncak gigi.
2.1.3 Profil Roda Gigi
Untuk mendapatkan keadaan transmisi gerak dan daya yang baik, maka profil
gigi harus mempunyai bentuk yang teratur sehingga kontak gigi berlangsung dengan
mulus. Oleh karena itu profil gigi dibuat dengan bentuk geometris tertentu, agar
perbandingan kecepatan sudut antara pasangan roda gigi harus selalu sama. Agar
memenuhi hat tersebut dikenal 3 jenis konstruksi profil gigi, yaitu:
1. Konstruksi Kurva Evolvent
Adalah kurva yang dibentuk oleh sebuah titik yang terletak pada sebuah garis
lurus yang bergulir pada suatu silinder atau kurva yang dibentuk oleh satu titik pada
sebuah tali yang direntangkan dari suatu gulungan pada silinder.

Gambar 2.13 Konstruksi kurva evolvent


Sumber : Khurmi, R.S (2005 : 1031)
Keuntungan kurva evolvent :
Pembuatan profil gigi mudah dan tepat, karena menggunakan sisi cutter (pisau
potong) yang lurus.
Ketepatan jarak sumbu roda gigi berpasangan tidak perlu presisi sekali.
Jika ada perubahan kepala gigi atau konstruksi gigi pada suatu pengkonstruksian
perubahan dapat dilakukan dengan cutter (pisau pemotong).
Dengan modul yang sama, walaupun jumlah giginya berbeda, maka pasangan
dapat dipertukarkan.
Arah dan tekanan profil gigi adalah sama.

2. Konstruksi Kurva Sikloida


Profil sikloida digunakan karena cara kerja sepasang roda gigi sikloida sama
seperti dua lingkaran yang saling menggelinding antara yang satu denganpasangannya.

Gambar 2.14 Konstruksi kurva sikloida


Sumber : Khurmi, R.S (2005 : 1029)
Kurva sikloida adalah kurva yang dibentuk oleh sebuah titik pada sebuah
lingkaran yang menggelinding pada sebuah jalur gelinding. Dari keadaan konstruksi
pasangan roda gigi, maka kurva sikloida dapat berupa:
a. Orthosikloida, lingkaran menggelinding pada jalur gelinding berupa garis lurus.
b. Episikloida, lingkaran menggelinding pada jalur gelinding berupa sisi luar
lingkaran.
c. Hiposikloida, lingkaran menggelinding pada jalur gelinding berupa sisi dalam
lingkaran.
Profil sikloida bekerja berpasangan dan dengan jarak sumbu yang presisi,
sehingga tidak dapat dipertukarkan dengan mudah, kecuali yang dibuat berpasangan
yang sama. Keuntungan penggunaan profil sikloida :
Mampu menerima beban yang lebih besar.
Keausan dan tekan yang terjadi lebih kecil.
Cocok digunakan untuk penggunaan presisi.
Jumlah gigi dapat dibuat lebih sedikit.

2.1.4 Rumus Perhitungan Perancangan Spur Gear


1. Kecepatan garis jarak bagi (vl)
vl Dn /12 ft /

(L Mott, Robert, 2004 : 336)

min
Dimana :
vl = Kecepatan garis jarak bagi (ft/min)
D = Diameter pinion (in)
N = Besar putaran pinion (rpm)
2. Rasio kecepatan (VR)
VR

nP

DG

nG

DP

NG

(L Mott, Robert, 2004 : 337)

NP

Dimana :
nP = Putaran pinion (rpm)
nG = Putaran gear (rpm)
Dp = Diameter pinion (in)
Gp = Diameter gear (in)
NP = Jumlah gigi pinion
NG = Jumlah gigi gear
3. Mencari rasio roda gigi (mG)
mG

NG

(L Mott, Robert, 2004 : 337)

N
P

4. Jarak bagi diametral (Pd)


N
PD
NG
P
Pd
D

(L Mott, Robert, 2004 : 337)

5. Gaya tangensial (Wt)


Wt = 33000(P) / (vl) lb

(L Mott, Robert, 2004 : 339)

Dimana :
P = Daya yang ditransmisikan pada pinion (HP)
6. Lebar muka nominal (F)
(in)
8 / Pd F 16 /
Pd
7. Faktor distribusi beban (Km)
K m 1,0 C pf Cma

(L Mott, Robert, 2004 : 377)


Diman
a:

Cpf = factor proporsi pinion


Cma = factor kesejajaran antar gigi yang terkait

(L Mott, Robert, 2004 : 359)

8. Jumlah siklus pembebanan perkiraan (Nc)


Nc = (60)(L)(n)(q)

(L Mott, Robert, 2004 : 364)

Dimana :
L = umur rancangan (jam)
n = kecepatan putar roda gigi (rpm)
q = jumlah pemakaian beban per putaran
9. Angka tegangan lengkung (st)
st

Wt Pd
K K K K
FJ K o s m B

(psi)

(L Mott, Robert, 2004 : 357)

Dimana :
Ko = factor beban lebih untuk kekuatan lengkung
Ks = factor ukuran untuk kekuatan lengkung
KB = factor ketebalan bingkai
Kv = factor dinamis untuk kekuatan lengkung
10. Angka tegangan lengkung yang diinginkan (sat)
K R ( SF )
' (psi)
st s at
YN

( L Mott, Robert, 2004 : 367)

Dimana :
SF = Faktor keamanan
KR = Faktor keandalan
YN = Faktor siklus tegangan
11. Angka tegangan kontak (sc)
Wt K o K s K m K (psi)
sc C p
v

(L Mott, Robert, 2004 : 370)

FD p I
Dimana :
Cp = Koefisien elastisitas bahan
I = Faktor geometri untuk cacat muka
12. Angka tegangan kontak izin (sac)
K R ( SF )
' (psi)
sc s ac
Z N CH

(L Mott, Robert, 2004 : 374)

Dimana :
ZN = Faktor siklus tegangan untuk ketahanan cacat muka
CH = Faktor rasio kekerasan

2.2

Pulley

2.2.1 Definisi Pulley


Suatu alat yang digunakan untuk mentransmisikan daya dari satu poros ke
poros yang lainnya melalui perantara belt (sabuk) atau tali. Pulley dapat terbuat dari
besi cor, baja cor, baja tekan, kayu, dan kertas. Bahan material yang digunakan harus
memiliki koefsien gesek yang tinggi dan kemampupakaian yang baik (nilai keausan
rendah). Pulley yang dibuat dari baja press lebih ringan dibandingkan degan pulley cor,
tetapi dalam banyak kasus memiliki nilai koefisien gesek yang rendah dan dapat dengan
mudah aus.
a. Macam-macam pulley:
1. Pulley besi cor
2. Pulley baja
3. Pulley kayu
4. Pulley kertas
5. Pulley fast and loose
Tabel 2.1 Lebar standar pulley

Sumber: Khurmi, R.S . 2005:719


Rumus rumus yang digunakan :
Untuk menghitung diameter pulley digunakan rumus berikut:

(L Mott, Robert, 2004 : 278)


Keterangan :
D

: Diameter pulley (inch)

nmotor

: Putaran poros (rpm)

Ukuran diameter pulley standar disesuaikan dengan Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Grafik pemilihan diameter standar pulley


Sumber : Mott, L (275,2004)
Putaran aktual pulley dapat dihitung dengan rumus berikut:

(L Mott, Robert, 2004 : 278)


Keterangan:
Vb

: Kecepatan belt (ft/menit)

Dstandar

: Diameter standar pulley (inch)

naktual

: Putaran poros aktual (rpm)

Perhitungan sudut kontak pulley kecil dapat dihitung dengan rumus berikut:
(L Mott, Robert, 2004 : 279)
Keterangan :
1

: Sudut kontak antara pulley kecil dan belt (0)

D1

: Diameter pulley kecil (inch)

D2

: Diameter pulley besar (inch)

2.3

Belt (Sabuk)

2.3.1 Definisi sabuk atau belt


Belt (sabuk) atau rope (tali) digunakan untuk mentransmisikan daya dari
poros yang satu ke poros yang lain dengan memakai pulley yang berputar pada
kecepatan yang sama atau pada kecepatan yang berbeda. Besarnya daya yang
ditransmisikan tergantung pada faktor berikut :
1. Kecepatan belt.
2. Tarikan belt yang ditempatkan pada pulley.
3. Luas kontak antara belt dan pulley terkecil.
4. Kondisi belt yang digunakan.
Pemilihan belt yang akan dipasang pada pulley tergantung pada faktor
sebagai berikut :
1. Kecepatan poros penggerak dan poros yang digerakkan
2. Rasio kecepatan reduksi
3. Daya yang ditransmisikan
4. Jarak antara pusat poros
5. Layout poros
6. Ketersedian tempat
7. Kondisi pelayanan
2.3.2 Macam macam sabuk
Jenis belt biasanya diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok sebagai berikut :
1. Light drives (penggerak ringan). Ini digunakan untuk mentransmisikan daya yang
lebih kecil pada kecepatan belt sampai 10 m/s seperti pada mesin pertanian dan
mesin perkakas ukuran kecil.
2. Medium drives (penggerak sedang). Ini digunakan untuk mentransmisikan daya yang
berukuran sedang pada kecepatan belt 10 m/s sampai 22 m/s seperti pada mesin
perkakas.
3. Heavy drives (penggerak besar). Ini digunakan untuk mentransmisikan daya yang
berukuran besar pada kecepatan belt di atas 22 m/s seperti pada mesin kompresor dan
generator.

Ada tiga jenis belt ditinjau dari segi bentuknya adalah sebagai berikut :
1. Flat belt (belt datar). Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.16 (a) banyak digunakan
pada pabrik atau bengkel, dimana daya yang ditransmisikan berukuran sedang dari
pulley yang satu ke pulley yang lain ketika jarak dua pulley adalah tidak melebihi 8
meter.

Gambar 2.16 Jenis Belt


Sumber : Khurmi, R.S (719,2005)
2. V-Belt (belt bentuk V). Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.16 (b), adalah banyak
digunakan dalam pabrik dan bengkel dimana besarnya daya yang ditransmisikan
berukuran besar dari pulley yang satu ke pulley yang lain ketika jarak dua pulley
adalah sangat dekat.
3. Circular belt atau rope (belt bulat atau tali). Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.16
(c), adalah banyak digunakan dalam pabrik dan bengkel dimana besarnya daya
yang ditransmisikan berukuran besar dari pulley yang satu ke pulley yang lain
ketika jarak dua pulley adalah lebih dari 8 meter.
2.3.3

Dasar pemilihan material untuk sabuk


Material yang digunakan untuk belt dan tali harus kuat, fleksibel dan tahan

lama. Harus juga mempunyai koefisien gesek yang tinggi. Menurut material yang
digunakan belt dapat diklasifikasikan sesuai dengan yang terlihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Material belt dan density

Sumber: Khurmi, R.S . (2005:728)

Tabel 2.3 menunjukkan nilai koefisien gesek untuk material belt dan
material pulley.
Tabel 2.3 Koefisien gesek antara belt dan pulley

Sumber : Khurmi, R.S . (2005:728)


Gaya-gaya yang bekerja pada sabuk :
Belt PQ dalam kesetimbangan di bawah gaya berikut
1. Tarikan T dalam belt pada P
2. Tarikan (T + T) dalam belt pada Q
3. Reaksi normal RN

, dimana = koefisien gesek antara belt dan pulley.

4. Gaya gesek F = R

Gambar 2.17 Diagram bebas belt dan pulley


Sumber : Khurmi, R.S (733,2005)
2.3.4 Tipe belt drives
1. Open belt drive (penggerak belt terbuka). Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4 belt
jenis ini digunakan dengan poros sejajar dan perputaran dalam arah yang sama.
Dalam kasus ini, penggerak A menarik belt dari satu sisi (yakni sisi RQ bawah) dan

meneruskan ke sisi lain (yakni sisi LM atas). Jadi tarikan pada sisi bawah akan lebih
besar dari pada sisi belt yang atas (karena tarikan kecil). Belt sisi bawah (karena
tarikan lebih) dinamakan tight side sedangkan belt sisi atas (karena tarikan kecil)
dinamakan slack side.

Gambar 2.18 Open belt drive


Sumber : Khurmi, R.S (739,2005)
2. Crossed atau twist belt drive (penggerak belt silang) seperti ditunjukkan pada gambar
dibawah, belt jenis ini digunakan dengan poros sejajar dari perputaran dalam arah
yang berlawanan. Dalam kasus ini, penggerak menarik belt dari sisi satu (yakni sisi
RQ) dan meneruskan ke sisi lain (yakni sisi LM) jadi tarikan pada belt RQ akan lebih
besar daripada belt LM. Belt RQ (karena tarikan lebih) dinamakan tight side
sedangkan belt LM (karena tarikan kecil) dinamakan slack side

Gambar 2.19 Crossed atau Twist Belt Drive


Sumber : Khurmi, R.S (2005 : 683)
3. Quarter turn belt drive (penggerak belt belok sebagian) mekanisme transmisi dapat
dilihat dari gambar berikut. Untuk mencegah belt agar tidak keluar/lepas dari puli,
maka lebar permukaan puli harus lebih besar atau sama.

Gambar 2.20 Quarter Turn Belt Drive


Sumber : Khurmi, R.S (2005 : 684)
4. Belt with idler pulley (penggerak dengan puli penekan) dinamakan juga jockey
pulley drive, digunakan dengan poros parallel dan ketika open belt drive tidak dapat
digunakan akibat sudut kontak yang kecil pada pulley terkecil. Jenis ini diberikan
untuk mendapatkan rasio kecepatan yang tinggi dan ketika tarikan belt yang
diperlukan tidak dapat diperoleh dengan cara lain.

Gambar 2.21 Belt Drive with idler pulley


Sumber : Khurmi, R.S (2005 : 684)
5. Compound belt drive (penggerak belt gabungan) digunakan ketika daya
ditransmisikan dari poros yang satu dengan lainnya melalui sejumlah pulley.

Gambar 2.22 Compound Belt Drive


Sumber : Khurmi, R.S (2005 : 685)

6. Stepped or cone pulley drive (penggerak puli kerucut atau bertingkat) digunakan
untuk mengubah kecepatan poros yang digerakkan ketika poros utama (poros
penggerak) berputar dengan kecepatan yang konstan.

Gambar 2.23 Stepped or cone pulley drive


Sumber : Khurmi, R.S (2005 : 685)
7. Fast and loose pulley drive (penggerak puli longgar atau bertingkat) digunakan
ketika poros mesin (poros yang digerakkan) dimiliki atau diakhiri kapan saja
diinginkan tanpa mengganggu poros penggerak. Pulley yang dikunci ke poros mesin
dinamakan fast pulley dan berputar pada kecepatan yang sama seperti poros mesin.
Loose pullley berputar secara bebas pada poros mesin dan tidak mampu
mentransmisikan daya sedikitpun. Ketika poros mesin dihentikan, belt ditekan ke
loose pulley oleh perlengkapan batang luncur (sliding bar)

Gambar 2.24 Fast and loose pulley drive


Sumber : Khurmi, R.S (2005 : 685)

2.3.5 Tipe-tipe penampang sabuk


Tipe tipe penampang sabuk ada empat macam sebagaimana pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Tipe-tipe penampang sabuk

Sumber : Shigley . (2002:880)


Rumus rumus yang digunakan :
Faktor servis daya yang digunakan dapat dilihat di Tabel 2.5
Tabel 2.5 Faktor servis untuk V-Belt

Sumber : Mott, L . (2004:274)

Berdasarkan daya yang direncanakan, tipe belt dapat ditentukan dari Gambar
2.25.

Gambar 2.25 Pemilihan tipe section untuk V-Belt


Sumber : Mott, L (274,2004)
Panjang belt dapat dihitung dengan rumus berikut:

(L Mott, Robert, 2004 : 278)

Keterangan :
L

: Panjang belt yang digunakan (Inch)

D1

: Diameter pulley kecil (inch)

D2

: Diameter pulley besar (inch)

: Jarak titik pusat pulley 1 dan pulley 2 (inch)

Untuk mendapatkan panjang belt standart dapat dilihat pada Tabel 2.6

Tabel 2.6 Panjang belt standar untuk tipe belt 3V, 5V dan 8V

Sumber :

. (2004:277)

Faktor koreksi sudut (C) dan faktor koreksi panjang dapat dilihat dalam Gambar
2.26 dan Gambar 2.27.

Gambar 2.26 Faktor koreksi sudut


Sumber : Mott, L (277,2004)

Gambar 2.27 Faktor koreksi panjang belt


Sumber : Mott, L (277,2004)
Koreksi power setiap belt dan jumlah belt yang digunakan dapat dihitung dengan
rumus berikut:
(L Mott, Robe rt, 2004 : 279)
Keterangan:
C

: Faktor koreksi sudut

CL

: Faktor koreksi panjang

Pdesain

: Daya yang direncanakan setelah dikalikan servis faktor belt (HP)

Untuk menentukan jumlah belt yang digunakan dapat dihitung dengan rumus
berikut:
(L Mott, Robert, 2004 : 279)
2.4 Sprocket dan Rantai
2.4.1

Definisi

Dalam bab sebelumnya bahwa penggerak belt dapat terjadi slip dengan pulley.
Untuk menghindari slip, maka rantai baja yang digunakan. Rantai dibuat dari sejumlah
mata rantai yang disambung bersama-sama dengan sambungan engsel sehingga
memberikan fleksibilitas untuk membelit lingkaran roda (sprocket). Sprocket di sini
mempunyai gigi dengan bentuk khusus dan terpasang pas ke dalam sambungan rantai
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.47. Sprocket dan rantai dipaksa untuk bergerak
bersama-sama tanpa slip dan rasio kecepatan dijamin sempurna.

Gambar 2.28 Sprocket dan rantai


Sumber : Khurmi, R.S. (2005 : 760)
Rantai lebih banyak digunakan untuk mentransmisikan daya dari poros satu ke
poros lain ketika jarak pusat antara poros adalah pendek seperti pada sepeda, sepeda
motor, mesin pertanian (traktor), konveyor, rolling mills, dan lain-lain. Rantai bisa juga
digunakan untuk jarak pusat yang panjang hingga 8 meter. Rantai digunakan untuk
kecepatan hingga 25 m/s dan untuk daya sampai 110 kW. Dalam beberapa kasus,
transmisi daya yang lebih tinggi juga memungkinkan menggunakan rantai.
Keuntungan:
1. Tidak slip selama rantai bergerak, di sini rasio kecepatan yang sempurna dapat
dicapai.
2. Karena rantai dibuat dari logam, maka rantai menempati ruang yang kecil dalam
lebar dari pada belt.
3. Dapat digunakan untuk jarak pusat yang pendek dan panjang.
4. Memberikan efisiensi transmisi yang tinggi (sampai 98%).
5. Memberikan beban yang kecil pada poros.
6. Mempunyai kemampuan untuk mentransmisikan gerak ke beberapa poros hanya
dengan satu rantai.
7. Mentransmisikan daya yang lebih besar disbanding belt.
8. Rasio kecepatan yang tinggi dari 8 sampai 10 dalam satu tahap.
9. Dapat dioperasikan pada kondisi atmosfir dan temperatur yang lebih besar.
Kerugian :
1. Biaya produksi rantai relatif lebih tinggi (harga lebih mahal).
2. Rantai membutuhkan pemasangan yang akurat dan perawatan yang hati-hati,
pelumasan yang istimewa dan memperhatikan kelonggaran.
3. Rantai mempunyai fluktuasi kecepatan terutama ketika terlalu longgar.

2.4.2 Macam macam Rantai


Jenis rantai yang digunakan untuk mentransmisikan daya ada tiga tipe, yaitu:
1. Block atau bush chain (rantai ring).
Seperti pada Gambar 2.29, tipe ini menghasilkan suara berisik ketika
bergesekan dengan gigi sprocket. Tipe ini digunakan sedemikian luas seperti rantai
konveyor pada kecepatan rendah.

Gambar 2.29 Block atau Bush Chain


Sumber : Khurmi, R.S. (2005 : 764)
2. Bush roller chain (rantai roll ring)
Seperti pada Gambar 2.30, terdiri dari plat luar, plat dalam, pin, bush (ring)
dan rol. Pin, bush dan rol dibuat dari paduan baja. Suara berisik yang ditimbulkan
sangat kecil akibat impak antara rol dengan gigi sprocket. Rantai ini hanya
memerlukan pelumasan yang sedikit.

Gambar 2.30 Bush Roller Chain


Sumber : Khurmi, R.S. (2005 : 764)

Gambar 2.31 Bush Roller Chain pada Sepeda Motor


Sumber : Khurmi, R.S. (2005 : 765)

Rantai rol distandarisasi dan diproduksi berdasarkan pitch. Rantai ini


tersedia dalam bermacam-macam deret (baris), ada simplex chain, duplex chain, dan
triplex chain.

Gambar 2.32 Tipe Rol Chain


Sumber : Khurmi, R.S. (2005 : 764)
3. Silent chain (rantai sunyi)
Seperti pada Gambar 2.33, rantai ini dirancang untuk menghilangkan
pengaruh buruk akibat kelonggaran dan untuk menghasilkan suara yang lembut (tak
bersuara).

Gambar 2.33 Silent chain


Sumber : Khurmi, R.S. (2005 : 764)
2.4.3 Rumus perhitungan

Gambar 2.34 Cara Perhitungan pada Rantai


Sumber : Khurmi, R.S. (2005 : 761)

a) Hubungan antara Pitch dan Diameter Pitch Circle


D

= Diameter of the pitch circle, and

= Number of teeth on the sprocket.

(Khurmi, R.S.2005 : 761)

Keterangan :

Dengan diameter luar sprocket (Do) adalah

b) Perbandingan Kecepatan Penggerak Rantai


VR = =
761) Keterangan :

(Khurmi, R.S.2005 :

N1 = putaran sprocket kecil

(rpm)

N2 = putaran sprocket besar

(rpm)

T1 = jumlah gigi sprocket kecil


T2 = jumlah gigi sprocket besar.
Kecepatan rata-rata rantai :
v=
=
Keterangan :
D : diameter pitch circle pada sprocket
P : pitch rantai

(Khurmi, R.S.2005 : 762)

c) Panjang Rantai dan Jarak antar Titik Pusat Sprocket

Gambar 2.35 Panjang Rantai


Sumber : Khurmi, R.S. (2005 : 762)
Keterangan :
O1 = titik pusat sprocket kecil
O2 = titik pusat sprocket besar
x

= jarak antar titik pusat sprocket

Panjang rantai (L) harus sama dengan jumlah sambungan dan pitch rantai :
L = K.p

(Khurmi, R.S.2005 : 762)

Jumlah sambungan rantai dapat diperoleh dari persamaan :

K=

Jarak antar titik pusat sprocket

(Khurmi, R.S.2005 : 762)


(Khurmi, R.S.2005 : 762)

Keterangan:
L = Panjang rantai (m)
K = Jumlah sambungan

Jarak antar titik pusat sprocket minimum untuk perbandingan kecepatan 3 adalah
Xmin =
Keterangan:
d1 = Diameter pitch circle sprocket kecil
d2 = Diameter pitch circle sprocket besar

(Khurmi, R.S.2005 : 763)

d) Faktor keamanan rantai


Faktor keamanan =
Keterangan:

(Khurmi, R.S.2005 : 767)

Wn = ratio kekuatan putus


W = beban total dari sisi penggerak rantai
Kekuatan putus dapat diperoleh dengan dengan hubungan empiris yaitu:
Wb = 106 p2 untuk roller chains
= 106 p untuk silent chains
Tabel 2.7 Keamanan untuk rantai gigi dan rantai rol

Sumber : Khurmi, R.S. (2005 : 767)


e) Kecepatan yang diijinkan pada sprocket kecil ( pinion)
Tabel 2.8 Kecepatan yang diijinkan pada sprocket kecil

Sumber : Khurmi, R.S. (2005 : 768)


e.) Daya yang ditransmisikan

(Khurmi, R.S.2005 : 768)

Keterangan:
P = Daya (Watt)
Wb = Beban (Newton)
v = Kecepatan rantai (m/s)
n = Faktor keamanan
Ks = Faktor pelayanan
1. Tooth flank radius (re)
= 0.008 d1 (T2 + 180)

maksimum

= 0.12 d1 (T + 2)

minimum

(Khurmi, R.S. 2005 : 771)

Keterangan :
d1

= diameter roller

T= jumlah gigi
2. Roller seating radius (ri)
= 0.505 d1 + 0.069

maksimum

= 0.505 d1

minimum

(Khurmi, R.S. 2005 : 771)

3. Roller seating angle ()


= 140 = 120 -

maksimum

(Khurmi, R.S. 2005 : 771)

minimum

4. Tooth height above the pitch polygon (ha)


= 0.625 p 0.5 d1 +
= 0.5 (p d1)

maksimum
minimum

(Khurmi, R.S. 2005 : 771)

Gambar 2.36 a. Profil gigi sprocket b. Profil tepi sprocket


Sumber : Khurmi, R.S. (2005 : 768)
5.

Pitch circle diameter (D)


=

6.

7.

= p cosec (

Top diameter (Da)


= D + 1.25 p d1

maksimum

= D + p (1 -

minimum

) d1

(Khurmi, R.S. 2005 : 772)

Root diameter (Df)


= D 2 ri

8.

(Khurmi, R.S. 2005 : 772)

(Khurmi, R.S. 2005 : 772)

Tooth width (bf1)


= 0.93 b1 dengan p 12.7 mm

(Khurmi, R.S. 2005 : 772)

= 0.95 b1 dengan p 12.7 mm


9.

Tooth side radius (rx)


rx = p

(Khurmi, R.S. 2005 : 772)

10. Tooth side relief (ba)


= 0.1 p sampai 0.15 p

(Khurmi, R.S. 2005 : 772)

11. Widths over teeth (bf2 dan bf3)


= (jumlah untaian 1) p + bf1

(Khurmi, R.S. 2005 : 772)

2.5

Shaft (Poros)

2.5.1 Definisi Poros


Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir
semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan utama dalam
transmisi seperti itu dipegang oleh poros.
2.5.2 Macam-macam Poros
Poros untuk meneruskan daya dikasifikasikan menurut cara pembebanannya
sebagai berikut :
1. Poros Transmisi
Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya
ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sprocket
rantai, dll.
2. Spindle
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas,
dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus dipenuhi
poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti
3. Gandar
Poros seperti yang dipasang di antara roda-roda kereta barang, dimana tidak
mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar, disebut gandar.
Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan oleh penggerak
mula dimana akan mengalami beban puntir juga.
Menurut bentuknya, poros dapat digolongkan atas poros lurus umum, poros
engkol sebagai poros utama dari mesin torak, dll, poros luwes untuk transmisi daya
kecil agar terdapat kebebasan bagi perubahan arah, dan lain-lain.
2.5.3 Gaya yang Bekerja pada Poros
1. Gaya aksial : Arah beban atau gaya mengarah sepanjang garis sumbu poros.
2. Gaya radial : Arah gaya reaksi atau arah beban mengarah tegak lurus pada garis
sumbu poros.
2. Gaya tangensial : Arah gaya yang bekerja tegak lurus terhadap jari jari poros.

2.5.4 Perencaan pada Poros


Untuk merencanakan sebuah poros, hal yang harus diperhatikan antara
lain:
1. Kekuatan poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau
gabungan antara punter dan lentur seperti telah diutarakan di atas. Juga ada poros
yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin.
Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter
poros diperkecil (poros bertangga) atau bila poros mempunyai alur pasak, harus
diperhatikan. Sebuah poros harus direncanakan hingga cukup kuat untuk menahan
beban-beban di atas.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak-telitian
(pada mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada turbin dan kotak roda
gigi).
3. Putaran kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran tertentu
dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis. Jika
mungkin, poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih
rendah dari putaran kritisnya.
4. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros
propeller dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif.
5. Bahan poros
Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat
umunnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan
terhadap keausan. Beberapa di antaranya adalah baja khrom nikel, baja khrom nikel
molibden, baja khrom, baja khrom molibden, dll. (G4102, G4103, G4104, G4105).
Sekalipun demikian pemakaian baja paduan khusus tidak selalu dianjurkan jika
alasannya hanya karena putaran tinggi dan beban berat. Dalam hal demikian perlu
dipertimbangkan penggurangan baja karbon yang diberi perlakuan panas secara tepat
untuk memperoleh kekuatan yang diperlukan.

Rumus rumus yang digunakan :


Untuk menentukan torsi dapat digunakan rumus berikut:
(Khurmi, R.S. 2005 : 137)
Keterangan:
T

: Torsi (Nm)

Ft

: Gaya tangensial (N)

: Diameter (m)

Untuk menghitung daya yang dihasilkan digunakan rumus berikut:


(Khurmi, R.S. 2005 : 122)
Keterangan :
P

: Daya yang ditransmisikan (Watt)

: Torsi (Nm)

: Putaran poros (rpm)

Diameter poros dapat dihitung dengan rumus berikut:

(L Mott, Robert. 2004 : 548)

Keterangan :
Sn

: Daya tahan material aktual (psi)

Dp

: Diameter poros (inch)

: Faktor desain

Kt

: Faktor stress konsentrasi tegangan

: Momen maksimal yang bekerja pada poros (lb in)

T: Torsi pada poros (lb in)


Sy

: Tegangan leleh (yield strength) material (Psi)

Besar jarak antara poros penggerak dan poros yang digerakan dapat ditentukan
dengan range
(L Mott, Robert. 2004 : 278)
Keterangan :
D1

: Diameter pulley kecil (inch)

D2

: Diameter pulley besar (inch)

: Jarak titik pusat pulley 1 dan pulley 2 (inch)

Jarak antara poros penggerak dan jarak poros penggerak akhir aktual setalah
didapatkan panjang belt standar dapat dihitung dengan rumus berikut:
(L Mott, Robert. 2004 : 279)
(
L Mott, Robert. 2004 : 279)
Mengihitung gaya dan momen yang bekerja pada poros dapat menggunakan
persamaan kesetimbangan gaya dan momen.
; M=0
Menentukan jenis material dan material properties poros yang digunakan
Menentukan kekuatan leleh dari material
(L Mott,

Sn

Robert. 2004 : 548)

Keterangan :
Sn

: Daya tahan material aktual (psi)

Sn

: Daya tahan material (psi)

Cs

: Faktor ukuran

CR

: Faktor realiblility

Menentukan faktor konsentrasi tegangan (Kt)


Analisis perancangan poros harus mempertimbangkan konsentrasi
tegangan. Tetapi satu masalah muncul karena nilai perancangan sebenarnya dari
faktor konsentrasi tegangan, Kt, tidak diketahui pada saat awal proses
perancangan . Sebagian besar nilai ini bergantung pada diameter poros dan pada
geometri filet dan alur, dan inilah tujuan dari perancangan poros.
Masalah ini dapat anda atasi dengan membuat sekumpulan nilai
rancangan awal untuk faktor konsentrasi tegangan umum, yang dapat digunakan

untuk menghasilkan perkiraan awal diameter minimum poros. Setelah memilih


ukuran, anda dapat menganalisis geometri akhir dengan nilai awal yang
memungkinkan dengan menilai tingkat kelayakan dari perancangan tersebut.
Nilai rancangan awal Kt ditinjau dari jenis-jenis diskontinuitas geometri
yang paling sering ditemukan dalam poros yang mentransmisikan daya, yaitu:
alur pasak, filet bahu poros, dan alur cincin penahan.
a. Alur Pasak
Alur pasak adalah irisan alur memanjang pada poros untuk menempatkan
pasak, yang memungkinkan pemindahan torsi dari poros ke elemen yang
mentransmisikan daya, atau sebaliknya. Dua jenis alur pasak yang paling
sering digunakan adalah jenis profil dan jenis luncuran. Kt = 2.0 (Profil) ; Kt
= 1.6 (luncuran).

Gambar 2.37 (a) Alur Pasak Profil (b) Alur Pasak Luncuran
Sumber : Mott, L (506,2004)
b. Filet Bahu
Bila akan ada perubahan diameter pada poros untuk membuat bahu sebagai
pembatas dudukan sebuah elemen mesin, maka konsentrasi tegangan yang
diberikan bergantung pada rasio dari kedua diameter tersebut dan jari filet
yang dibuat. Disarankan agar jari-jari filet sebesar mungkin, tujuannya untuk
memperkecil konsentrasi tegangan, tetapi kadang-kadang rancangan roda
gigi, bantalan, atau elemen lain memengaruhi jari-jari yang dapat digunakan.

40
40

Untuk tujuan perancangan, kita mengelompokkan filet kedalam dua


kategori: tajam (Kt = 2,5) dan bulat halus (Kt = 1,5).

Gambar 2.38 (a) Contoh Filet Tajam (b) Contoh Filet Bulat Halus
Sumber : Mott, L (507,2004)
c. Alur Cincin Penahan
Cincin penahan digunakan dalam berbagai jenis usaha penempatan dalam
aplikasi poros. Cincin dipasang dalam alur poros setelah elemen mapan pada
tempatnya. Geometri alur ditentukan oleh pabrikan cincin. Biasanya
konfigurasinya adalah alur dangkal dengan sisi-sisi dinding dan dasar yang
lurus dan jari-jari filet yang kecil pada dasar dipasang berdekatan. Jadi,
faktor konsentrasi tegangan pada alur adalah cukup tinggi. Sebagai
perancangan awal, kita akan menggunakan Kt= 3,0 untuk tegangan lengkung
pada alur cincin penahan dengan menganggap jari-jari filet agak tajam.

2.6 Bearing (Bantalan)


2.6.1 Definisi Bearing
Bantalan (Bearing) merupakan salah satu bagian dari elemen mesin yang
memegang peranan penting kerena fungsi dari bantalan yaitu menumpu sebuah poros
agar poros dapat berputar tanpa mengalami gesekan yang berlebihan. Bantalan harus
cukup kuat untuk memungkinkan poros dan elemen mesin yang lainnya berfungsi
dengan baik.
2.6.2

Macam-macam Bearing

1. Jenis-jenis bantalan luncur


i. Bantalan luncur aksial
Bantalan ini menghantarkan poros engkol menerima gaya akasial yaitu
terutama pada saat terjadi melepas / menghubungkan pelat saat mobil berjalan
konstruksi bearing ini juga terbagi menjadi dua dan dipasang pada poros jurnal
bagian tengah pullet.

Gambar. 2.39 Bantalan luncur aksial


Sumber : Suga, Kiyukatsu (1983:129)
ii. Bantalan khusus
Yaitu kombinasi antara bantalan luncur radial dan aksial.

Gambar. 2.40 Bantalan khusus


Sumber : Suga, Kiyukatsu (1983:129)

iii. Bantalan gelinding (Roller Bearing)


Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola roll
Jenis-Jenis Bantalan Gelinding
a. Bantalan bola radial alur dalam baris tunggal
Berdasarkan konstruksinya, jenis ini ideal untuk beban radial.
Bearing ini biasanya dipasangkan dengan bearing lain, baik itu dipasang
secara pararel maupun bertolak belakang, sehingga mampu juga untuk
menahan beban aksial.

Gambar 2.41 Bantalan bola radial alur dalam baris tunggal


Sumber : Suga, Kiyukatsu (1983:129)
b. Bantalan alur dalam baris ganda
Jenis ini mempunyai dua baris bola, masing-masing baris
mempunyai alur sendiri-sendiri pada cincin bagian dalamnya. Pada
umumnya terdapat alur bola pada cincin luarnya. Cincin bagian dalamnya
mampu bergerak sendiri untuk menyesuaikan posisinya. Inilah kelebihan
dari jenis ini, yaitu dapat mengatasi masalah poros yang kurang sebaris.

Gambar 2.42 Bantalan alur dalam baris ganda


Sumber : Suga, Kiyukatsu (1983:129)

c. Bantalan rol silinder ganda


Bearing ini mempunyai dua baris elemen roller yang pada
umumnya mempunyai alur berbentuk silinder. Jenis ini memiliki kapasitas
beban radial yang besar sehingga ideal untuk menahan beban kejut.

Gambar 2.43 Bantalan rol silinder ganda


Sumber : Suga, Kiyukatsu (1983:129)
d. Bantalan rol silinder baris tunggal
Jenis ini mempunyai dua alur pada satu cincin yang biasanya
terpisah.

Gambar 2.44 Bantalan rol sillinder baris tunggal


Sumber : Suga, Kiyukatsu (1983:129)
e. Bantalan bola aksial satu arah
Bearing jenis ini hanya cocok untuk menahan beban aksila dalam
satu arah saja. Elemenya dapat dipisahkan sehingga mudah melakukan
pemasangan. Beban aksial minimum yang dapat ditahan tergantung dari
kecepatannya.

Jenis

ini

sangat

sensitif

(misalignment) poros terhadap rumahnya

Gambar 2.45 Bantalan bola aksial satu arah


Sumber : Suga, Kiyukatsu (1983:129)

terhadap

ketidaksebarisan

f.

Bantalan bola aksial ganda


Bearing jenis ini hanya cocok untuk menahan beban aksila dalam
satu arah saja. Elemenya dapat dipisahkan sehingga mudah melakukan
pemasangan. Beban aksial minimum yang dapat ditahan tergantung dari
kecepatannya. Jenis ini sangat sensitif terhadap ketidaksebarisan
(misalignment) poros terhadap rumahnya.

Gambar 2.46 Bantalan bola aksial ganda


Sumber : Suga, Kiyukatsu (1983:129)
2. Berdasarkan arah beban terhadap poros
a. Bantalan radial
Arah beban yang ditumpu oleh bantalan adalan tegak lurus dengan
sumbu poros.

Gambar 2.47 Bantalan radial


Sumber : Khurmi, R.S (984,2005)
b. Bantalan aksial
Arah beban yang ditumpu oleh bantalan ini adalah sejajar dengan sumbu
poros.

Gambar 2.48 Bantalan aksial


Sumber : Khurmi, R.S (984,2005)

2.6.3 Cara pembacaan kode bearing


Cara pembacaan kode pada bearing adalah sebagai berikut:
a. Kode pertama bearing menyatakan jenis dari bearing tersebut. Kode pertama dapat
berupa angka atau huruf. Di bawah ini adalah beberapa jenis bearing dari kode
pertamanya (Tabel 2.10).
Tabel 2.9 Kode Bearing

Sumber : Mott,L . (2004:601)

Pengkodean bearing dinyatakann dalam satuan metric, jika didapat kode


bearing dengan kode pertama R, maka bearing berkode satuan inchi.
b. Kode kedua menyatakan seri bearing atau bantalan
Kode kedua ini menyatakan seri bearing untuk menyatakan ketahanan dan
bearing tersebut. Seri penomeran adalah mulai dari kekuatan paling ringan sampai
paling berat.
8 = Extra thin section
9 = Very thin section
0 = Extra light
1 = Extra light thrust
2 = Light
3 = Medium
4 = Heavy
c. Kode ketiga dan ke empat (diameter dalam / bore bearing)
Untuk kode 0 sampai 3, maka diameter bore bearing adalah sebagai berikut.
00 = Diameter dalam 10 mm
01 = Diameter dalam 12 mm
02 = Diameter dalam 15 mm
03 = Diameter dalam 17 mm
Selain kode 0 sampai 3 misalnya 04, 05 dan seterusnya, maka diameter
dalam bearing dikalikan dengan 5. Misal untuk kode 04, Maka diameter dalam
bearing = 20 mm (Gambar 2.47).

Gambar 2.49 Diameter dalam bearing


Sumber : Mott,L . (2004:604)

d. Kode terakhir (Jenis bahan penutup bearing)


Kode ini menyatakan tipe jenis penutup bearing ataupun bahannya, seperti
berikut:
Z

= single shielded (tutup pelat tunggal)

ZZ = Doble shielded (tutup pelat ganda)


RS = Single sealed (tutup seal karet tunggal)
2RS = Double sealed (tutup karet ganda)
V

= Single non-contact seal

VV = Double contact seal


NR = Snap ringand groove
M = Brass cage
e. Kode clearance pada bearing
Kode ini biasanya dilambangkan dengan hurus C dan di ikuti dengan angka
dari 1 sampai 5. Angka ini menyatakan tingkat besaran clearance pada bearing
tersebut. Misalnya;
C1 = Tingkat clearance 1 (0,6 m)
C2 = Tingkat clearance 2 (0,65 m)
C3 = Tingkat clearance 3 (0,19 m)
C4 = Tingkat clearance 4 (0,33 m)
Rumus rumus yang digunakan :
Sesuai dengan perhitungan diameter poros maka ukuran standar diameter dalam
bearing dapat ditentukan dengan Tabel 2.11.

Tabel 2.10 Ukuran-ukuran standar bearing

Sumber : Mott,L . (2004:607)


Pada umumnya umur

(life) bearing

didesain 106

rev (L10), dengan

memperhitungkan beban yang bekerja pada bearing maka umur pakai bearing
dapat ditentukan dengan rumus berikut:
(L
Keterangan :
P1 = C

: Basic dynamic loading (Tabel 2.10) (lb)

P2

: Desain load maksimal (lb)

L1

: 106 rev

: 3 (untuk ball bearing)

Mott, Robert. 2004 : 611)

2.7 Key (Pasak)


2.7.1 Definisi Pasak
Pasak adalah bagian dari mesin yang berfungsi untuk penahan/pengikat benda
yang berputar. Pasak digunakan untuk menyambung poros dan roda gigi, roda pulley,
sprocket, cam, lever, impeller dan sebagainya. Dengan pasak inilah akan diperoleh
sambungan yang kuat dan fleksibel sehingga mudah untuk disapang dan dilepas. Karena
distribusi tegangan secara aktual untuk sambungan pasak ini tidak dapat diketahui
secara lengkap maka dalam perhitungan tegangan disarankan menggunakan faktor
keamanan sebagai berikut :
1. Untuk beban torsi yang konstan (torque steady)

>> N = 1.5

2. Untuk beban yang mengalami kejut rendah

>> N = 2.5

3. Untuk beban kejut besar terutama beban bolak-balik

>> N = 4.5

2.5.2 Macam macam pasak


1. Pasak datar segi empat (Standart square key)
Tipe pasak ini adalah suatu tipe yang umumnya mempunyai dimensi lebar
dan tinggi yang sama, yang kira-kira sama dengan 0,25 dari diameter poros.

Gambar 2.50 Pasak datar segi empat


Sumber : Spott, M. F. (1991:161)
2. Pasak datar standar (Standart flat key)
Pasak ini adalah jenis pasak yang sama dengan pasak datar segi empat,
hanya disini tinggi pasak tidak sama dengan lebar pasak, tetapi tingginya mempunyai
dimensi yang tersendiri.

Gambar 2.51 Pasak datar standar


Sumber : Spott, M. F. (1991:161)
3. Pasak tirus (Tepered key)
Pasak jenis ini pemakainya tergantung dari kontak gesekan antara hub
dengan porosnya untuk mentransmisikan torsi. Artinya torsi yang medium level dan
pasak ini terkunci pada tempatnya secara radial dan aksial diantara hub dan porosnya
oleh gaya dari luar yang harus menekan pasak tersebut kearah aksial dari poros.

Gambar 2.52 Pasak tirus


Sumber : Spott, M. F. (1991:161)
4. Pasak bidang lingkaran (Wood ruff key)
Pasak ini adalah salah satu pasak yang dibatasi oleh satu bidang datar pada
bagian atas dan bidang bawah merupakan busur lingkaran hampir berupa setengah
lingkaran.

Gambar 2.53 Pasak Bidang Lingkaran


Sumber : Spott, M. F. (1991:161)

5. Pasak bintang (Splines)


Pasak yang dibuat menyatu dengan poros yang cocok dalam keyways
menyinggung di hub. Poros tersebut dikenal sebagai poros splined. Poros ini
biasanya memiliki empat, enam, sepuluh atau enam belas splines. Poros splined
relatif lebih kuat dari poros memiliki alur pasak tunggal. Pasak splines juga
dibedakan menjadi pasak bintang lurus dan pasak bintang involute.

Gambar 2.54 Pasak bintang


Sumber : Spott, M. F. (1991:161)
Adapun berbagai macam pasak, namun yang dibahas adalah pasak standar
(Standart flat key). Pemasangan pasak pada poros maupun roda yang disambungkan dan
dibuat alur pasak yang disesuaikan dengan ukuran pasak.
Rumus-rumus yang digunakan :
Berdasarkan diameter poros yang diketahui, maka ukuran standar key dapat dilihat di
Tabel 2.12.
Tabel 2.11 Ukuran pasak berdasarkan diameter poros

Sumber :

. (2004:495)

Mendesain tinggi chordal dapat dihitung dengan rumus berikut


Diketahui W = 3/16 = 0,1875 inch (Tabel 2.11)
(L

Mott, Robert. 2004 : 496)

Ketrangan :

: Tinggi chordal (inch)

: Diameter poros (inch)

W : Lebar key (inch)

Gambar 2.55 Tinggi chordal


Sumber : :
(2004:496)
Mendesain depth of shaft keyseat dapat dihitung dengan rumus berikut:

(L Mott, Robert. 2004 : 496)


Ketrangan :
S

: Tinggi dudukan key (inch)

: Tinggi chordal (inch)

: Diameter poros (inch)

W : Lebar key (inch)


H

: Tinggi key (inch)

Gambar 2.56 Depth of shaft keyseat


Sumber :
(2004:496)

Mendesain Depth of hub keyseat dapat dihitung dengan rumus berikut:

(L Mott, Robert. 2004 : 496)

Gambar 2.57 Depth of hub keyseat


Sumber :

(2004:496)

Keterangan :
C

: Allowance
+ 0,005 (in) tolerance for parallel key
- 0,020 (in) interference for taper

: Nominal shaft or bore diameter (in)

: Nominal key height (in)

W : Nominal key width (in)


Mendesain panjang pasak (L)
Direkomendasikan material yang digunakan adalah AISI 1020 CD Steel
(height strength material) dengan material properties :
Su = 420 Mpa = 60 x 103 Psi
Sy = 350 Mpa = 50 x 103 Psi

Gambar 2.58 Gaya-gaya pada pasak


Sumber : L Mott, Robert (2004 : 469)

Maka panjang minimal pasak :

Keterangan :

Tporos : Torsi maksimal pada poros (lb inch)


Dporos : Diameter poros (inch)
W

: Lebar key (inch)

: Faktor keamanan = 3 (industrial application)

2.8 Lubricant (Pelumas)


2.8.1 Definisi Lubricant
Lubricant atau pelumas digunakan dalam bantalan untuk mengurangi gesekan
antara dua permukaan yang diberi gaya untuk membawa pergi panas yang dihasilkan
oleh gesekan. Hal ini juga melindungi bantalan terhadap korosi.
2.8.2 Klasifikasi Lubricant
Semua pelumas diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok berikut:
1. Liquid
Cairan pelumas yang biasa digunakan dalam bantalan adalah minyak mineral dan
minyak sintetis. Minyak mineral paling sering digunakan karena murah dan stabilitas
mereka. Pelumas cair biasanya paling banyak digunakan di mana mereka dapat
bertahan lama.
2. Semi-liquid
Grease adalah pelumas semi-cair yang memiliki kekentalan yang lebih tinggi
daripada minyak. Pada pelumas jenis ini digunakan pada komponen yang meiliki
karakteristik kecepatan lambat dan memiliki tekanan berat di mana tetes minyak dari
bantalan tidak merembet keluar.
3. Solid
Pelumas jenis solid berguna dalam mengurangi gesekan di mana minyak tidak dapat
dipertahankan karena tekanan atau suhu. Pada pelumas jenis ini harus lebih lembut

dari bahan yang dilumasi. Sebuah grafit adalah yang paling umum dari pelumas
padat baik sendiri atau dicampur dengan minyak atau lemak.
2.8.3 Fungsi dan Tujuan Pelumasan
Fungsi pelumasan di unit bantalan adalah sebagai berikut:
1. Untuk merendahkan gesekan antara unsur-unsur bergulir dan ras dari bantalan dan
pada titik kontak, permukaan , dan sebagainya.
2. Untuk melindungi komponen bantalan dari korosi.
3. Untuk membantu mengusir panas dari unit bantalan.
4. Untuk membawa panas dari unit bantalan.
5. Untuk membantu menghilangkan kotoran dan kelembaban dari bantalan.
2.8.4 Istilah yang Berhubungan dengan Pelumasan
1. Viskositas
Viskositas adalah ukuran tingkat fluiditas cairan. Viskositas adalah properti
fisik

berdasarkan

kemeampuan

minyak

membentuk,

mempertahankan

dan

menawarkan ketahanan geser di bawah panas dan tekanan. Semakin besar panas dan
tekanan, viskositas yang lebih diperlukan semakin besar.
2. Indeks viskositas
Indeks viskositas (VI) adalah ukuran yang mrnunjukkan perubahan viskositas
dengan variasi suhu. Hal ini digunakan untuk mengkarakterisasi perubahan
viskositas dengan kaitannya dengan suhu di dalam minyak pelumas.

di mana V menunjukkan indeks viskositas, viskositas kinematik U pada 40 C (104


F), dan L & H berbagai nilai-nilai berdasarkan viskositas kinematik pada 100 C
(212 F) tersedia dalam ASTM D2270.
3. Flash Point
Flash Point adalah suhu terendah di mana minyak menguapuap yang cukup
untuk mendukung putaran flash sesaat tanpa benar-benar membakar minyak ketika
api dibawa dalam jarak 6 mm pada permukaan minyak.
4. Fire Point
Fire Point adalah suhu di mana minyak menguap yang cukup untuk membakar
terus menerus saat dinyalakan.

5. Pour Point
Pour Point adalah suhu di mana minyak akan berhenti mengalir bila
didinginkan.
6. Cloud Point
Cloud Point adalah suhu di mana padatan terlarut tidak larut lagi, mempercepat
dalam tahap kedua memberikan cairan. Istilah ini relevan dengan beberapa aplikasi
dengan konsekuensi yang berbeda.
7. Aniline Point
Titik anilin dari minyak didefinisikan sebagai suhu minimum di mana volume
yang sama dari anilin (C6H5NH2) dan minyak yang larut, yaitu membentuk satu fasa
pada saat pencampuran. Nilai ini memberikan perkiraan atas isi dari senyawa
aromatik dalam minyak, karena kelarutan anilin, yang juga merupakan senyawa
aromatik menunjukkan adanya sejenis (aromatik) senyawa dalam minyak.
8. Neutralization Number
Dalam kimia, nilai asam (atau "nomor netralisasi" atau "angka asam" atau
"keasaman") adalah massa kalium hidroksida (KOH) dalam miligram yang
diperlukan untuk menetralkan satu gram zat kimia. Jumlah asam adalah ukuran dari
jumlah gugus asam karboksilat dalam senyawa kimia, seperti asam lemak, atau
campuran senyawa.

BAB III
METODE PERANCANGAN
3.1 Metode Perancangan
Metode perancangan menggunakan metode perancangan dengan spesifikasi yang
ditetapkan oleh perancang. Dimana dalam metode ini, rancangan dan perhitungan
transmisi sudah dilakukan untuk mendapat desain elemen mesin yang digunakan dalam
mesin pemecah batu. Dalam perancangan hal yang dilakukan adalah :
1. Menyesuaikan kebutuhan
Menganalisa apa yang dibutuhkan dalam perancangan.
2. Sintesis (mekanisme)
Menentukan mekanisme yang dibutuhkan
3. Analisis gaya
Menemukan gaya pada bagian yang dirancang
4. Pemilihan material
Dari gaya yang sudah ditemukan akan dapat menentukan material.
5. Desain masing-masing bagian (ukuran dan gaya)
Mendesain elemen ukuran dan tegangan
6. Modifikasi
Pengurangan biaya
7. Penggambaran secara detail
Untuk menampilkan susunan elemen secara detail
8. Produksi
Komponen tiap gambar yang dapat di produksi di bengkel.

3.2 Spesifikasi Transmisi

Start
Daya Motor= 1 HP
Putaran Motor= 1200 rpm
Putaran Output= 650 rpm
Gambar 3.1 Skema Conveyor
Sumber : Dokumentasi PribadiMenentukan jenis transmisi
Keterangan :
1. Motor

Mendapatkan jenis transmisi

2. Poros
3. Pulley
4. Belt

Menentukan elemen pada transmisi

5. Rantai
6. Sprocket
7. Conveyor

Mendapatkan elemen pada transmisi

Menghitung Pulley dan Belt

Mendapatkan hasil perhitungan pulley dan belt

3.3

Langkah Perencanaan
Menghitung sprocket dan chain

3.3.1 Perancangan Umum


A

Mendapatkan hasil perhitungan sprocket dan chain

Menghitung Poros
Mendapatkan hasil perhitungan poros

Apakah dimensi sprocket dan chain, Pulley, Belt, Poros, sesuai dengan yang

Mendapatkan dimensi dan bahan dari roda gigi, Pulley, Belt, Poros

Selesai

Start

Daya Motor= 1 HP
Putaran Motor= 1200 rpm
Putaran Output= 650 rpm

Menghitung diameter pulley besar

Mendapatkan diameter pulley besar

Menghitung sudut kontak

Mendapatkan sudut kontak pulley

3.3.2 Perancangan Pulley dan Menentukan


belt
tipe belt drive

Mendapatkan perhitungan centrifugal


stress

Mendapatkan tipe belt drive

Menghitung panjang belt

Mendapatkan panjang belt

Menghitung massa dari belt

Mendapatkan massa dari belt

Menghitung centrifugal tension

Mendapatkan centrifugal tension

Apakah diameter pulley besar, sudut kontak, panjang belt, massa belt, centrifugal tension dan angka belt sudah sesuai ??

Mendapatkan diameter pulley besar, sudut kontak, panjang belt, massa belt, centrifugal tension dan angka belt

Selesai

Menghitung angka belt

Mendapatkan angka belt

Start

Daya Motor= 1 HP
Putaran Motor= 1200 rpm
Putaran Output= 650 rpm

Menghitung velocity rasio

Mendapatkan velocity rasio

Menghitung jumlah gigi sprocket besar


3.3.3 Perancangan Chain dan Sprocket
Mendapatkan hasil perhitungan jumlah gigi sprocket besar

Menghitung design power

Mendapatkan hasil design power

Menghitung diameter sprocket kecil

Mendapatkan diameter sprocket kecil

Apakah velocity rasio, jumlah gigi pada sprocket besar, design power, diameter sprocket kecil, jarak antar sprocket dan

Menghitung jarak antar sprocket

Mendapatkan jarak antar sproclet


Mendapatkan velocity rasio, jumlah gigi pada sprocket besar, design power, diameter sprocket kecil, jarak antar sprocket da
Menghitung panjang rantai

Mendapatkan panjang rantai

Selesai

Start

Daya Motor= 1 HP
Putaran Motor= 650 rpm
Dpulley besar= 130 mm
Dsprocket kecil= 80 mm
Menghitung vertical load

3.3.4 Perancangan Shaft


(Poros)
Mendapatkan
vertical load

Menghitung torsi pada pulley

Mendapatkan torsi pada pulley

Menghitung horizontal load

Mendapatkan horizontal load

Menghitung nilai gaya pada pulley

Menghitung nilai gaya pada sprocket

Mendapatkan nilai gaya pada sprocket

Mendapatkan nilai gaya pada pulley

Apakah vertical load, torsi pada pulley, horizontal load, nilai gaya pada poros, nilai gaya pada sprocket dan diameter poros

Menghitung diameter poros

Mendapatkan diameter poros


vertical load, torsi pada pulley, horizontal load, nilai gaya pada poros, nilai gaya pada sprocket dan diameter poros sud

Selesai

BAB IV
PERHITUNGAN
4.1 Perhitungan dan Desain Pulley Dan Belt
Ditentukan
Material Pulley
= 7200kg/m2 (Mudah dibuat, murah)

Cast Iron

Daya motor

: 1 HP = 0,745 kW

Putaran Input (n1) : 1200 rpm


Putaran Output(n2) : 650 rpm
Menurut tabel 20.1 didapat diameter pulley kecil 75 mm (dengan alasan range daya 0,73,5 kW)
Mencari diameter pulley besar
n1
n2
1200
650

d2
d1

=
=

1200
650

d2
75

d2.650 = 90000
d2 = 138, 46
Mencari sudut kontak ()
Sin

=
=

d 2d 1
2x
138, 46 mm 75 mm
600 mm

= 0,1

= 5,74

= (180 5,74.2)
= 168,52 = 168,52.

180

= 2,94 rad
Perhitungan Belt
Menentukan tipe belt drive dari pitch line velocity
V=
=

. d 1. n 1
60
3,14. 0,075. 1200
60

= 4,71

m
s

Menentukan panjang belt


Menentukan radius pada pulley kecil
r1 =
=

d1
2
75 mm
2

= 37,5 mm
Menentukan radius pada pulley besar
r2 =

d2
2

138, 46 mm
2
= 69,23 mm
=

L = (r2 + r1) + 2x +(

r 2r 1
x

)2

= 3,14 ( 37,5 + 69,23) + 2.300 + (


= 938,48 1000 mm
Menentukan massa dari belt
M = A. L.
= . r12. 1. 1140
= 3,14. (37,5x106)2. 1 . 1140

69,2337,5
300

)2

= 0,28647 kg/m
Menentukan centrifugal tension dari belt
Tc = m. V2
= 0,28647kg/m. {(4,71)m/s}2
= 5,95 N
Tegangan maksimum pada belt (Rubber belt allowable 1,75)
T = .A
= 1,75. 235, 5
= 406,75 N
T1 = T Tc
= 406,75 5,95
= 406,175 N

T1
)=
T2

2,3 log (

. . cosec

(Tipe belt yang digunakan adalah tipe belt A)

= 0,28. 2,94. cosec 17


= 2,8
log (

T1
)=
T2

2,8
2,3

= 1,2
(

T1
) = 101,2
T2
406,175
T2

= 15,8

T2 = 25,7 N
K=

27 +55 2. 160,175
+
2
8

5527
2.3,14

8
160,175

= 82, 0375
X=

P
4

[k-

8
4

[ 82,0375 -

= 160,1675
L = k. p
= 82,03375.8
= 656,27 mm

T 1+ T 2
2

27 +55
2

(k
+

T 1+ T 2 2
T 2T 1 2 ]
) 8 (
)
2
2

(82,03375

27+ 55 2
2755 2 ]
) 8 (
)
2
2.3,14

Daya yang ditransmisikan perbelt


= (T1-T2)v
= (406,175-25,7). 4,71
= 1,8 kW
Angka belt yang didapat
=

Daya motor
Dya yang ditransmisikan per belt

0,745
1,8

= 1,341
4.1.2 Desain Belt dan Pulley
(Terlampir)

4.2 Perhitungan dan desain chain dan sprocket


Perhitungan dan desain sprocket
Menghitung velocity rasio
V.R =

n1
n2

650
320

= 2,03 2 (Dari table 21.5 untuk velocity rasio 2 didapat T1=27)

Mencari jumlah gigi sprocket besar


T2 = T1.

n1
n2

= 27. 2,03
= 54, 8N 55 N
Mencari design power
K1 = 1 (Beban konstan)
K2 = 1,5 (Pelumasan tidak terus menerus)
K3 = 1 (Penggunaan 8 jam perhari)
Ks = K1. K2. K3
= 1. 1,5. 1
= 1,5
Design power

= Daya motor. Ks
= 0,745. 1,5
= 1, 1175 kW

Menentukan ISO Number pada rantai


Dari table 21.4 dengan diketahui putaran sprocket 650rpm dan daya 0,745 kW, maka kita
gunakan rantai nomor 06B dengan kriteria
P = 9,525
D = 6,35
W = 5,72
Wb =10 kN
Mencari diameter sprocket kecil
d1 = pcosec

180
T1
180
27

= 9,525cosec
= 81,915mm
d2 = pcosec

180
T2
180
55

= 9,525cosec
= 166,7mm
. d 1. n 1
60

V1 =

3,14. 81,915. 650


60

= 2,786 m/s

Rated power
pitch line velocity

0,745
2,786

= 0,267kN
Jarak antar sprocket = 30. P
= 30. 9,525
= 285,75 mm
Didalam permintaan akomodasi jarak dikurangi 2 5mm
X = 285,75 4
= 281,75 mm
K=
=

T 1+ T 2
2
27 +55
2

= 100,75
L = K.p

+
+

2x
p

+(

2.281,75
9,525

T 2T 1
2
+(

)2.

5527
2

p
x
)2.

9,525
281,75

= 100,75. 9,525
= 959,64mm
4.2.2 DesainChain dan Sprocket
(Terlampir)
4.4 Perhitungan dan Desain Shaft (Poros)
Poros 1

Gambar Desain Poros 1


Sumber : Dokumentasi pribadi

Ditentukan
D pulley : 138mm
Dsprocket : 80mm
pulley =

2,3log
log

T
R

T1
=
T2

10,80
0,069

.=0,24

= 156N

= 0,754

T1
= 0,3278
T2

156
T2

= 2,127

T 2 = 73,34N

Vertikal Load Acting di pulley


c

= T1+T2= 156+ 73,34= 229,34N

Torque acting on pulley


T = (T1-T2)Rp = (156-73,34)69 = 5703 Nmm
(T3-T4)R3 = 5703
(T3-T4) =
T3
T4

5703
40
T1
T2

T3 = 270,883 N
T4 = 128,313 N

= 142,57 N
= 2,177

Horizontal load acting


T3 + T4 = 270,883 N + 128,313 N = 399,196N
Horizontal Load Acting
T3+T4=270,883+128,313=399,2N

Gambar SFD
Sumber : Dokumentasi pribadi
Ma=0
0=229,34(100)+339,2(500)-Rb(600)
Rb=320,88N
Fa=0
0=Ra-229,34-339,2+320,88
Ra=247,65N
Ma=247,65x100
=24765Nm
Mb=247,65(500)-229,34(400)
=32089Nm

1
(M+Tc)
2

Mc=

1
(3208+32591,84)
2

=32340,42Nm
Te=
Te=

T2+ M 2
57032+32089 2

Te=32591,84
Diameter poros
32340,42 =

16

x 60 x d3

32340,42 = 11,775d3
d = 14,04 mm

Poros 2

Gambar Poros 2
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Ditentukan
Dsprocket : 140,35mm
Dcon : 70mm
Sprocket =
2,3log
log

T1
=
T2

T
R

= 312,6 N

.=0,24

T1
= 0,3278
T2

= 0,754

312,6
T2

= 2,127

T 2 = 146,96N

Vertikal Load Acting di pulley


c

= T1+T2= 312,6 + 146,96 = 459,6 N

Torque acting on pulley


T = (T1-T2)R = (312,6-146,96)70,2 = 11627,9 Nmm
(T3-T4)R = 11627,9 Nmm
11627,9 Nmm
35 mm

(T3-T4) =
T3
T4

T1
T2

= 332,2 N

= 2,177

T3 = 631,18 N
T4 = 298,98 N
Horizontal load acting
T3 + T4 = 631,18 N + 298,98 N = 399,196N

Gambar Poros 2
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Horizontal load Acting
Wo=T3+T4=631,18+298,98=930,16N
Ma=0
0=459,6(100)+930,26(250+150)+Rb(600)
Rb=696,7 N
Fa=0
0=Ra-459,6-930,16+696,17
Ra=693,06N
Ma=459,6x100
=45960Nmm

Mb=693,06(400)-459,6(300)
=139344Nmm

T2+ M 2

Te=
=

11027,92 +1393442

=139828,3
Me=
=

1
(M+Te)
2

1
(139344+139828,3)
2

=139,586,15
Diameter poros
139586,15 =

16

x 60 x d3

139586,15 = 11,775d3
d = 22,80 mm

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada rancangan ini menggunakan daya motor sebesar 1 HP dan kecepatan putaran
motor sebesar 1200 rpm dan kecepatan yang diharapkan pada conveyor 320 rpm dengan
2 sistem transmisi yaitu belt pulley dan Sprocket, sehingga didapatkan data sebagai
berikut :
1. Hasil yang diperoleh dari perhitungan pulley dan belt
- Putaran motor
: 1200 rpm
- Putaran akhir
: 650 rpm
- Desain power
: 1 HP
- Diameter Pulley Besar
: 138,46 mm
- Sudut Kontak
: 2,94 rad
-

Pitch line velocity ( V )


Panjang Belt
Massa belt
Centrifugal tension
Daya yang ditransmisikan

: 4,71 m/s
: 938,48 1000 mm
: 0,28647 kg/m
: 5,95 N
: 1,8 kW

2. Hasil yang diperoleh dari perhitungan Chain dan Sprocket

Daya motor
Putaran Input
Putaran output
Velocity Ratio
Jumlah gigi sprocket besar (T2)

: 1 HP
: 650 rpm
: 320 rpm
:2
: 55

Design power
Diameter sprocket kecil
Diameter sprocket besar
Jarak antar sprocket
Panjang rantai

: 1,1175 kW
: 81,915 mm
: 166,7 mm
: 285,75 mm
: 959,694 mm

3. Hasil yang diperoleh dari perhitungan shaft (poros)


a. Pasak untuk poros I
- Diameter Pulley besar
: 138 mm
- Diameter sprocket kecil
: 80 mm
- Daya
: 1 HP
- Putaran pada poros
: 650 rpm
-

Torsi (T)
Vertical load pulley
Horizontal load
Diameter Poros

b. Pasak untuk poros II


- Diameter sprocket
- Daya
- Putaran poros
-

Torsi (T)
Vertical load acting
Horizontal load acting
Diameter poros

: 5703 Nmm
: 229,34 N
: 399,2 N
: 14,04 mm

: 140,35 mm
: 1 HP
: 320 rpm
: 11627,9 Nmm
: 459,6 N
: 399,196 N
: 22,80 mm

5.2 Saran
1. Ketika awal tugas besar sebaiknya asisten memberikan arahan yang jelas kepada praktikan
untuk mengerjakan.
2. Waktu yang diberikan untuk mengerjakan ditambah lagi.
3. Praktikan lebih aktif untuk bertanya ketika asistensi atau ketika maju personal.

You might also like