You are on page 1of 5

Menurut Anief (1990), Dimenhydrinate adalah salah satu jenis

antihistamin. Kegunaan utamanya adalah untuk meredakan dan mencegah gejalagejala akibat mabuk perjalanan, seperti rasa mual, muntah, serta pusing. Onset
adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk menimbulkan efek mulai obat itu
diberikan. Cara pemberian melalui oral mempunyai onset yang paling lama, hal
ini disebabkan karena setelah senyawa obat masuk mulut kemudian akan masuk
lambung melewati kerongkongan dan akan memerlukan proses absorbsi. Dalam
lambung, obat mengalami ionisasi kemudian diabsorbsi oleh dinding lambung
masuk ke dalam peredaran darah .
Hal inilah yang menyebabkan senyawa obat membutuhkan waktu lebih
lama untuk berefek. Waktu onset secara intraperitonial paling pendek karena pada
rongga perut terdapat banyak pembuluh darah serta tidak terdapat faktor
penghambat sehingga segera menimbulkan efek. Pemberian secara subkutan
melalui bawah kulit memiliki waktu onset lebih lama dari kedua cara lainnya
dikarenakan obat harus melalui lapisan-lapisan kulit baru masuk ke pembuluh
kapiler bawah kulit.
Pemberian obat per oral adalah memberikan obat yang dimasukkan
melalui mulut. Berbagai bentuk obat dapat di berikan secara oral baik dalam
bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer. Untuk membantu absorbsi, maka
pemberian obat per oral dapat di sertai dengan pemberian setengah gelas air atau
cairan yang lain. Keuntungan pemberian obat rute oral diantaranya cocok dan
nyaman bagi klien, ekonomis, dapat menimbulkan efek lokal atau sistemik, dan
Jarang membuat klien cemas (Uliyah, 2009). Kelemahan dari pemberian obat per
oral adalah pada aksinya yang lambat sehingga cara ini tidak dapat di pakai pada
keadaan gawat (Potter, 2000).
Subkutan diberikan dengan menusuk area di bawah kulit yaitu pada
jaringan konektif atau lemak dibawah dermis. Setiap jaringan subkutan dapat
dipakai untuk area injeksi ini, yang lazim adalah pada lengan atas bagian luar,
paha bagian depan (Priharjo, 1995). Kelebihan pemberian obat secara subkutan
yaitu pemerian obat tidak diperlukan latihan yang rumit, absorbs berlangsung
cepat obat dapat larut dalam air, dapat mencegah kerusakan disekitar cernaan,

sedangkan kekurangannya yaitu pemberian obat secara subkutan memberikan rasa


sakit dan dapat merusak kulit, tidak dapat diunakan jika volume obat yang
digunakan besar, memberikan efek yang lambat (Voigt, 1995).
Metode topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan
tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotion, salep, dan krim. Lotion
merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada bagian luar
kulit. Lotion dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau
untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian
yang merata dan cepat pada permukaan kulit. Setelah pemakaian, lotion akan
segera kering dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada
permukaan kulit (Anief, 1987).
Menurut Tranggono dan Latifah (2007), efek samping kosmetik yang
menyebabkan timbulnya berbagai reaksi negatif pada kulit dan sistem tubuh
antara lain:
a. Jerawat. Kosmetik pelembap kulit yang sangat berminyak dan lengket
pada kulit, seperti yang diperuntukkan bagi kulit kering di iklim dingin,
dapat menimbulkan jerawat bila digunakan pada kulit yang berminyak.
Hal ini disebabkan karena kosmetik demikian cenderung menyumbat poripori kulit bersama kotoran dan bakteri.
b. Alergi merupakan reaksi negatif pada kulit yang muncul muncul setelah
pemakaian kosmetik tertentu beberapa kali. Hal ini disebabkan karena
kosmetik itu mengandung bahan yang bersifat alergenik bagi orang-orang
tertentu.
c. Intoksikasi merupakan keracunan yang dapat terjadi secara sistemik ataupun
lokal melalui penghirupan atau penyerapan

lewat

kulit. Biasanya jika

terdapat beberapa bahan yang bersifat toksik.


d. Iritasi, merupakan reaksi yang langsung muncul saat pemakaian pertama
kosmetik. Hal ini biasanya disebabkan karena salah satu atau lebih bahan
yang dikandungnya bersifat iritan. Contohnya sejumlah deodorant, kosmetik
pemutih kulit yang mengandung merkuri dapat langsung menimbulkan
reaksi iritasi.

Menurut Djuanda dan Sri (2003), terdapat dua jenis bahan iritan yaitu
iritan lemah dan iritan kuat. Iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan
atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum
korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan
fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.
Iritan kuat menyebabkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua
orang dan menimbulkan gejala berupa panas, nyeri, eritema, dan edema.
Menurut Djuanda dan Sri (2003), gejala akibat iritasi kontak iritan dan
alergen dapat dibedakan melalui pola penyebarannya. Iritasi kontak iritan ditandai
dengan pola penyebaran iritasi yang terbatas hanya pada kulit yang terkena kontak
langsung dengan zat serta iritasi kontak iritan biasanya ditandai dengan penurunan
gejala iritasi dalam kurun waktu 24-48 jam. Pada iritasi kontak alergen memiliki
pola penyebaran iritasi tidak terbatas meski yang terkena langsung dengan zat ada
pada bagian tertentu seta biasanya mengalami peningkatan iritasi dalam kurun
waktu 24-48 jam.
Kulit berpotensi sebagai tempat pemberian sediaan dermatologi untuk
menghasilkan efek terapi. Permeasi toksin, bahan kimia, dan obat melalui kulit
sangat lambat dibandingkan membran biologi lain dalam tubuh. Efektivitas terapi
obat yang digunakan secara topikal tergantung dari kemampuannya untuk
penetrasi ke dalam kulit dan terakumulasi dalam lapisan kulit yang lebih dalam
(Luh dan Suwaldi, 2007).
Menurut Departemen Kesehatan RI (1979), salep adalah bentuk sediaan
setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk
sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi
sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Salep terdiri dati emulsi
minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol
berantai panjang dalam air, yang dapat di cuci dengan air dan lebih ditujukan
untuk pemakaian kosmetika dan estetika.
Hewan uji yang digunakan pada uji iritasi adalah kelinci karena kelinci
memiliki kulit yang sensitivitasnya lebih besar dari pada manusia sehingga dapat

digunakan untuk mengindikasikan suatu sampel aman atau tidak jika dipaparkan
kulit manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1987. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. UGM Press, Yogyakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Depkes
RI, Jakarta.
Djuanda, S. dan Sri, A.S. 2003. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
Luh, N.D., dan Suwaldi, M. 2007. Uji Permeabilitas dan Termodinamika Difusi
Piroksikam Secara In Vitro. Jurnal Farmasi Indonesia 3(3): 103-110.
Potter, P. 2000. Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar Edisi III. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Priharjo, R. 1995. Teknik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat. EGC, Jakarta.
Tranggono, R. I., dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Kosmetik. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Uliyah, M. 2009. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik. Salemba Medika, Jakarta.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.

You might also like