You are on page 1of 113

Alur Diagnosa TB

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu
pagi sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Diagnosis TB ekstra paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
OAT ( Obat Anti Tuberculosa )

Disamping Kombipak, saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix Dose
Combination(FDC). Obat ini pada dasarnya sama dengan obat kompipak, yaitu
rejimen dalam bentuk kombinasi, namun didalam tablet yang ada sudah berisi 2,
3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan.
WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa keunggulan
dan keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk kombipak apalagi

dalam bentuk lepas.


Keuntungan penggunaan OAT FDC:
a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu
kombinasi tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan
penderita.
33
b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah
pemberiannya dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak
bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.
d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannya
dan lebih murah pembiayaannya.
Beberapa hal yang mungkin terjadi dan perlu diantisipasi dalam pelaksanaan
pemakaian OAT-FDC :
Salah persepsi, petugas akan menganggap dengan OAT-FDC, kepatuhan
penderita dalam menelan obat akan terjadi secara otomatis, karenanya
pengawasan minum obat tidak diperlukan lagi. Tanpa jaminan mutu obat, maka
bio-availability obat, khususnya Rifampisin akan berkurang.
Jika kesalahan peresepan benar terjadi dalam OAT-FDC, maka akan terjadi
kelebihan dosis pada semua jenis OAT dengan Risiko toksisitas atau
kekurangan dosis (sub-inhibitory concentration) yang memudahkan
berkembangnya resistensi obat.
Bila terjadi efek samping sulit menentukan OAT mana yang merupakan
penyebabnya. Karena paduan OAT-FDC untuk kategori-1 dan kategori-3 yang
ada pada saat ini tidak berbeda maka dapat menurunkan nilai pentingnya

pemeriksaan dahak mikroskopis bagi petugas.


Pemakaian OAT-FDC tidak berarti mengganti atau meniadakan tatalaksana
standar dan pengawasan menelan obat.

Tablet OAT-FDC Komposisi/Kandungan Pemakaian


4FDC 75 mg INH
150 mg Rifampisin
400 mg Pirazinamid
275 mg Etambutol
Tahap Intensif/
awal dan sisipan
Harian
2FDC 150 mg INH
150 mg Rifampisin
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
Pelengkap paduan kategori-2 :
Tablet etambutol @ 400mg
Injeksi ( vial) Streptomisin 750mg
Aquabidest dan Spuit
Tabel. 6 Jenis OAT-FDC yang tersedia di program penanggulangan TB.
Paduan pengobatan OAT-FDC yang tersedia saat ini di Indonesia terdiri dari:
2(HRZE)/4(HR)3 untuk Kategori 1 dan Kategori 3
2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)3E3 untuk Kategori 2
Dosis Pengobatan
Pada tabel 6 berikut ini disampaikan Dosis Pengobatan Kategori -1 dan Kategori

-3 : {2(HRZE)/4(HR)3}
Berat Badan
TAHAP INTENSIF(tiap hari selama 2bulan) TAHAP LANJUTAN(3
kalisemingguslm4bln
30 37 kg

2 tablet 4FDC

2 tablet 2FDC

38 54 kg

3 tablet 4FDC

3 tablet 2FDC

55 70 kg

4 tablet 4FDC

4 tablet 2FDC

> 70 kg

5 tablet 4FDC

5 tablet 2FDC

Satu blister tablet FDC (4FDC atau 2FDC) terdiri dari 28 tablet
36

Berat Badan

TAHAP INTENSIF
Jumlah blister tablet
4FDC

TAHAP LANJUTAN
Jumlah blister tablet
2FDC

30 37 kg

4 BLISTER

3 BLISTER + 12 tablet

38 54 kg

6 BLISTER

5 BLISTER + 4 tablet

55 70 kg

8 BLISTER

6 BLISTER + 24 tablet

> 70 kg

10 BLISTER

8 BLISTER + 16 tablet

1. ISONIAZIDA (H)
Identitas.
Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Isoniazida
100 mg dan 300 mg / tablet Nama lain Isoniazida : Asam Nicotinathidrazida;
Isonikotinilhidrazida; INH
Dosis.

Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak 10 mg


per berat badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi
orang dewasa sesuai dengan petunjuk dokter / petugas kesehatan lainnya.
Umumnya dipakai bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam
kombinasi biasa dipakai 300 mg satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan
sampai dengan 900 mg, kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak
dengan dosis 10 20 mg per kg berat badan. Atau 20 40 mg per kg berat badan
sampai 900 mg, 2 atau 3 kali seminggu.
Indikasi.
Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif,
disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi
mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan
antituberkulosis lain.
Kontraindikasi.
Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi
adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap
etiologi : kehamilan(kecuali risiko terjamin).
Kerja Obat.
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan.
Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang.
Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang
diperlukan untuk membangun dinding bakteri.

2. RIFAMPISIN

Identitas.
Sediaan dasar yang ada adalah tablet dan kapsul 300 mg, 450 mg,
600 mg
Dosis
Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari,
atau 600 mg 2 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan
obat anti tuberkulosis lain. Bayi dan anak anak, dosis diberikan dokter / tenaga
46
kesehatan lain berdasarkan atas berat badan yang diberikan satu kali sehari
maupun 2-3 kali seminggu. Biasanya diberikan 7,5 15 mg per kg berat badan.
Anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg
untuk 10 20 kg, dan 300 mg untuk 20 -33 kg.
Indikasi
Di Indikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan
dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.
Mekanisme kerja,
Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri
Ribose Nukleotida Acid (RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.
Dinamika / Kinetika Obat Obat ini akan mencapai kadar plasma puncak
(berbeda beda dalam kadar) setelah 2-4 jam sesudah dosis 600 mg, masih
terdeteksi selama 24 jam. Tersebar merata dalam jaringan dan cairan tubuh,
termasuk cairan serebrosfinal, dengan kadar paling tinggi dalam hati, dinding
kandung empedu, dan ginjal. Waktu paruh plasma lebih kurang 1,5- 5 jam( lebih
tinggi dan lebih lama pada disfungsi hati, dan dapat lebih rendah pada penderita

terapi INH). Cepat diasetilkan dalam hati menjadi emtablit aktif dan tak aktif;
masuk empedu melalui sirkulasi enterohepar. Hingga 30 % dosis diekskresikan
dalam kemih, lebih kurang setengahnya sebagai obat bebas. Meransang enzim
mikrosom, sehingga dapat menginaktifkan obat terentu. Melintasi plasenta dan
mendifusikan obat tertentu kedalam hati.

3. PIRAZINAMIDA
Identitas.
Sediaan dasar Pirazinamid adalah Tablet 500 mg/tablet.
Dosis Dewasa dan anak sebanyak 15 30 mg per kg berat badan, satu kali
sehari. Atau 50 70 mg per kg berat badan 2 3 kali seminggu. Obat ini dipakai
bersamaan dengan obat anti tuberkulosis lainnya.
Indikasi
Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti
tuberkulosis lain.
Kontraindikasi
terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas.
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam.
Mekanisme kerja,
berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase
yang berasal dari basil tuberkulosa.
Dinamika / Kinetika Obat Pirazinamid cepat terserap dari saluran cerna. Kadar
plasma puncak dalam darah lebih kurang 2 jam, kemudian menurun. Waktu paro
kira-kira 9 jam. Dimetabolisme di hati. Diekskresikan lambat dalam kemih, 30%
dikeluarkan sebagai metabolit dan 4% tak berubah dalam 24 jam.

Interaksi bereaksi dengan reagen Acetes dan Ketostix yang akan memberikan
warna ungu muda sampai coklat.
Efek Samping
Efek samping hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia,
hepatomegali, ikterus; gagal hati; mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik,
urtikaria.
Keamanan penggunaan pada anak-anak belum ditetapkan. Hati-hati
penggunaan pada: penderita dengan encok atau riwayat encok keluarga atau
diabetes melitus; dan penderita dengan fungsi ginjal tak sempurna; penderita
dengan riwayat tukak peptik.

4. ETAMBUTOL
Identitas.
Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Etambutol-HCl
250 mg, 500 mg/tablet.
Dosis.
Untuk dewasa dan anak berumur diatas 13 tahun, 15 -25 mg mg per kg
berat badan, satu kali sehari. Untuk pengobatan awal diberikan 15 mg / kg berat
badan, dan pengobatan lanjutan 25 mg per kg berat badan. Kadang kadang
dokter juga memberikan 50 mg per kg berat badan sampai total 2,5 gram dua
kali seminggu. Obat ini harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis
lainnya. Tidak diberikan untuk anak dibawah 13 tahun dan bayi .
Indikasi. Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan
obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko
resistensi rendah, obat ni dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk
anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual.

Kontraindikasi.
Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optik.
Kerja Obat. Bersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan kuman TB
yang telah resisten terhadap Isoniazid dan streptomisin.
Mekanisme kerja, berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang
sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding
sel.
Dinamika/Kinetika Obat.
Obat ini diserap dari saluran cerna. Kadar plasma
puncak 2-4 jam; ketersediaan hayati 77+ 8%. Lebih kurang 40% terikat protein
plasma. Diekskresikan terutama dalam kemih. Hanya 10% berubah menjadi
metabolit tak aktif. Klearaesi 8,6% + 0,8 % ml/menit/kg BB dan waktu paro
eliminasi 3.1 + 0,4 jam. Tidak penetrasi meninge secara utuh, tetapi dapat
dideteksi dalam cairan serebrospina pada penderita dengan meningetis
tuberkulosa
Interaksi. Garam Aluminium seperti dalam obat maag, dapat menunda dan
mengurangi absorpsi etambutol. Jika dieprlukan garam alumunium agar
diberikan dengan jarak beberapa jam.
Efek Samping
Efek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan
dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang.
Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol
harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan
akan pulih. Reaksi adversus berupa sakit kepala, disorientasi, mual, muntah dan
sakit perut.

5. STREPTOMISIN
Identitas
Sediaan dasar serbuk Streptomisin sulfat untuk Injeksi 1,5 gram / vial
berupa serbuk untuk injeksi yang disediakan bersama dengan Aqua Pro Injeksi
dan Spuit.
Dosis
Obat ini hanya digunakan melalui suntikan intra muskular, setelah
dilakukan uji sensitifitas.Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah
15 mg per kg berat badan maksimum 1 gram setiap hari, atau 25 30 mg per kg
berat badan, maksimum 1,5 gram 2 3 kali seminggu. Untuk anak 20 40 mg
per kg berat badan maksimum 1 gram satu kali sehari, atau 25 30 mg per kg
berat badan 2 3 kali seminggu. Jumlah total pengobatan tidak lebih dari 120
gram.
Indikasi.
Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid,
Rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontra indikasi dengan
2 atau lebih obat kombinasi tersebut.
Kontraindikasi hipersensitifitas terhadap streptomisin sulfat atau aminoglikosida
lainnya.
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang sedang
membelah. Mekanisme kerja berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman
dengan jalan pengikatan pada RNA ribosomal.
Dinamika / Kinetika Obat Absorpsi dan nasib Streptomisn adalah kadar plasma
dicapai sesudah suntikan im 1 2 jam, sebanyak 5 20 mcg/ml pada dosis
tunggal 500 mg, dan 25 50 mcg/ml pada dosis 1. Didistribusikan kedalam
jaringan tubuh dan cairan otak, dan akan dieliminasi dengan waktu paruh

2 3 jam kalau ginjal normal, namun 110 jam jika ada gangguan ginjal.
Interaksi Interaksi dari Streptomisin adalah dengan kolistin, siklosporin,
Sisplatin menaikkan risiko nefrotoksisitas, kapreomisin, dan vankomisin
menaikkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas, bifosfonat meningkatkan risiko
hipokalsemia, toksin botulinum meningkatkan hambatan neuromuskuler,
diuretika kuat meningkatkan risiko ototoksisitas, meningkatkan efek relaksan otot
yang non depolarising, melawan efek parasimpatomimetik dari neostigmen dan
piridostigmin.
Efek Samping
Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g,
yang hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus.

SOP TB

Standar Pelayanan Penderita


1.Tujuan :
a.Mempermudah dam memperlancar pelayanan pada penderita TBC Paru.
b.Memutuskan rantai penularan TBC Paru.
c.Menurunkan angka kesakitan dan kematian TBC Paru.
2.Kebijakan :
a.Pengelola P2 TBC
b.Ruang Pengelola
c.Meja, kursi dan kipas angin
d.ATK dan buku register
e.Buku penderita TB.01, TB.02, TB.05 dan TB.06
f.OAT

g.Pot dahak
h.Slide dan Ose serta Lampu spritus.
3.Prosedur :
a.Pasien mendaftar diloket kartu
b.Petugas kartu menanyakan dan mencatat identitas pasien : nama, tanggal
lahir,jenis kelamin, alamat lengkap, dan pekerjaan pasien kemudian mencari dan
mengisi buku famyli folder penderita.
c.Buku famyli folder pasien dibawa ke ruang Polik dokter berdasarkan nomor urut
pendaftaran.
d.Pasien disilahkan duduk sambil menunggu namanya di panggil.
e.Penderita masuk di ruang Polik dokter.
f.Dokter melakukan anamese penderita mengenai keluhan ada batuk/tidak, berapa
lama
batuk dan bila tersangka TBC, dokter merujuk untuk pemeriksaan dahak ke
Pengelola TBC.
g.Penderita ke ruang pengelola TBC.
h.Penderita dipersilahkan masuk dan duduk.
i.Pengelola melalukan anamese ulang dan mencatat mengenai berapa lama batuk,
berdahak/tidak, dahak bercampur darah/tidak, sesak nafas/tidak, nyeri dada
/tidak, kurang nafsu makan/tidak, berat badan menurun/tidak, riwayat kontak
dengan penderita TBC dan apakah pernah minum obat paru-paru selama kurang
dari 1
bulan atau lebih dari 1 bulan.
j.Mengisi buku daftar suspek porm. TB.06
k.Pengelola memberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan dahak dan cara
batuk yang benar untuk mendapatkan dahak yang kental dan purulen.
l.Memberikan pot dahak sewaktu kunjungan pertama dan pengambilan dilakukan

dibelakang Puskesmas.
m.Memeriksa kekentalan, warna dan volume dahak. Dahak yang baik untuk
pemeriksaan
adalah berwarna kuning kehijau-hijauan (mukopurulen), kental, dengan volume 3-5
ml.Bila volumennya kurang, pengelola harus meminta agar penderita batuk lagi
sampai volumenya mencukupi.
n.Jika tidak ada dahak keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai dan harus
dimusnahkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi kuman TBC.
o.Memberikan label pada diding pot yang memuat nomor identita sediaan dahak
seuai
dengn TB.06
p.Memberikan pot dahak pagi yang sudah diberi label untuk diisi di rumah penderita
dan disuruh datang besok pagi membawa dahak paginya dan kemudian petugas
mengambil dahak sewaktu kunjungan kedua.
q.Membuat apusan dahak penderita pada slide yang sudah duberi label dengan
menggukana ose.
r.Mengisi form. TB.05, sediaan yang sudah di fiksasi segera disimpan kedalam kotak
sediaan untuk menghindari risiko pecah atau dimakan serangga.
s.Mengirim sediaan ke PRM dilakukan paling lambat 1 minggu sekali disertai
formulir laboratorium TBC untuk pemeriksaan dahak (TB.05).

Standar Penyuluhan Penyakit TB

1. Pengertian :
Menyampaikan informasi berupa pesan atau pemikiran dari pihak pemberi
pesan/sumber informasi kepada pihak lain/penerima pesan dengan cara tertentu.
2. Tujuan :

a. Menambah wawasan/pengetahuan tentang penyakit TBC


b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam
penanggulangan TBC.
3. Prosedur :
a. Menyusun Satuan Acara Penyuluhan ( SAP ) sesuai dengan kemampuan dan
sumber daya yang ada, meliputi :
1). Mentujuan tujuan penyuluhan
2). Menentukan sasaran penyuluhan ( Toma, Masyarakat umum, Kader Posyandu,
Penderita, Keluatga penderita atau PMO ).
3). Menentukan tempat penyuluhan ( di Unit Pelayanan Kesehatan atau di Luar Unit
Pelayanan Kesehatan ).
4). Menentukan waktu penyuluhan yang disesuaikan dengan situasi tempat,
sasaran dan pelaksanaan penyuluhan.
5). Menentukan metode penyuluhan (ceramah, tanya jawab atau diskusi) sesuai
dengan jenis penyuluhan, apakah penyuluhan langsung perorangan, kelompok atau
mayarakat/massa.
6). Alat bantu/media yang digunakan ( media cetak seperti poster, lembar balik
atau media elektronik seperti pemutaran film ).
7). Menentukan biaya yang digunakan
8). Materi penyuluhan sesuai dengan tujuan penyuluhan dan sasaran.
b. Pelaksanaan penyuluhan :
1). Penyuluhan TBC diaksanakan di dalam gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan langsung perorangan sasarannya : penderita TBC, keluarga penderita
atau PMO.
b) Penyuluhan langsung kelompok sasarannya : kelompok penderita bersama
keluarganya dan PMO
c) Penyuluhan tidak langsungseperti menepelkan poster dan broser TB.
2). Penyuluhan TBC diaksanakan di luar gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan perongan dirumah penderita.
b) Penyuluhan kelompok di posyandu.

c. Mengevaluasi penyuluhan :
1). Terpaicanya tujuan yang diharapkan
2). Adanya perubahan prilaku penderita
3). Bertambahnya wawasan/pengetahun tentang penyakit TBC.
Prinsip Pengobatan TB
1. TUJUAN
Menyembuhkan penderita
Mencegah kematian
Mencegah kekambuhan
Menurunkan tingkat penularan
2. JENIS DAN DOSIS OAT
a) Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman
dalam beberapa hari pertama
pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif
yaitu kuman yang sedang
berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 10 mg/kg BB.
b) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi dormant ( persister ) yang tidak
dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10
mg/kg BB diberikan sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kal
seminggu.
c) Pirasinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana
asam. Dosis harian yang dianjurkan 25
mg/kg BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 35 mg/kg BB.

d) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75
gr/hari sedangkan unuk berumur 60 tahun
atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
e) Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu digunakan dosis 30 mg/kg/BB.

3. PRINSIP PENGOBATAN

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan,
supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap
intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong.
Aapabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman TBC akan
berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). uNtuk menjamin kepatuhan
penderita menelan obot , pengobatan perlu
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Direcly Observed Treatment) oleh
seorang pengawas Menelan Obat (PMO )
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Intensif

Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya

kekebalan terhadap semua OATterutama rifampisin . Bila pengobatan tahap intensif


tersebut diberikan secara tepat
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu
sebagian besar penderita TBC BTA positif
menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam
jangka waktu yang lebih lama

PADUAN OAT DI INDONESIA


WHO dan IUATLD ( Internatioal Union Against Tuberculosis and lung Disease ) merekomendasikan paduan OAT Standar
Yaitu :
Kategori 1 :
2HRZE / 4 H3R3
2HRZE / 4 HR
2HrZE / 6 HE
Kategori 2:
2HRZES / HRZE /5H3R3E3
2HRZES / HRZE / 5HRE
Kategori 3:
2HRZ / 4H3R3
2 HRZ / 4 HR
2HRZ / 6 HE
Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT
Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3

Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3


Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3
Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan ( HRZE )
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk
memudahkam pemberian obat dan
menjamin kelangsungan ( kontinuitas ) pengobatan sampai selesai satu (1) paket
untuk satu ( 1) penderita dalam satu (1)
masa pengobatan.
a) Kategori -1 ( 2HRZE / 4H3R3 )
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid ( H), Rifampisin ( R ), Pirasinamid ( Z) dan
Etambutol ( E ) Obat-obat tersebut diberikan
setiap hari selama 2 bulan ( 2HRZE ). Klemudian diteruskan dengan tahap lanjutan
yang terdiri dari isoniasid ( H) dan
Rifampisin ( R ) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan ( 4 H 3R3 ).
Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru TBC Paru BTA Positif
Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat dan
Penderita TBC Ekstra Paru berat.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)


Obat Dosis harian
(mg/kgbb/hari)

Dosis 2x/minggu

(mg/kgbb/hari)

Dosis 3x/minggu

(mg/kgbb/hari)
INH

5-15 (maks 300 mg)

Rifampisin
mg)

15-40 (maks. 900 mg)

10-20 (maks. 600 mg)

15-40 (maks. 900 mg)

10-20 (maks. 600 mg)

15-20 (maks. 600

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol

15-25 (maks. 2,5 g)

50 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

15-25 (maks. 2,5 g)


25-40 (maks. 1,5 g)

Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
Penderita baru TBC paru BTA positif.
Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
Penderita kambuh.
Penderita gagal terapi.
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH
+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH

: 5 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)


INH

: 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison

: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

sop penanganan tb paru

UPTD. Puskesmas ngasem Kabupaten Kediri


PENANGANAN TB PARU BARU
Penanggung Jawab
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

No. Kode

/SOP-RPU/NGASEM/2014
Disusun
Diperiksa
Disahkan
No.Revisi

00

dr. Ace Tolau Sansail

Sunariyah

dr. Mustadhim
Tgl. Mulai Berlaku :
30 SEPTEMBER 2014
Halaman
1 dari 5

1.

TUJUAN

Prosedur ini bertujuan sebagai acuan pelayanan pelanggan dengan TB Paru di


Ruang Pemeriksaan Umum di UPTD Puskesmas Ngasem.

2.

RUANG LINGKUP

Tindakan mulai dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan


laboratorium, penegakan diagnosa sampai dengan pemberian terapi pada
pelanggan TB paru

3.

KRITERIA PENCAPAIAN

Semua pelanggan yang dicurigai TB paru di UPTD Puskesmas Ngasem


tertangani 100% sesuai dengan prosedur Penanganan TB Paru

4.

DEFINISI

TB Paru adalah suatu penyakit yang menyerang organ paru-paru yang


disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycrobacterium tuberculosa.

5.

URAIAN UMUM

5.1.
Bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti sel.
Organisme ini termasuk ke dalam domain prokariota dan berukuran sangat kecil
(mikroskopik), serta memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi. Beberapa
kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit, sedangkan
kelompok lainnya dapat memberikan manfaat
5.2.
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan
berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang bernapas
dengan udara. Fungsinya adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon
dioksida dari darah
5.3.

7.

Mycobacterium tuberculosa adalah bakteri penyebab penyakit tuberkulosa.

ALUR PROSES

1
Petugas melakukan Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Medis & Paramedis


2
Apabila pada anamnesa pelanggan mengatakan sudah menderita batuk lebih dari 2
minggu, maka segera sarankan pelanggan untuk melakukan pemeriksaan
Laboratorium tes BTA
Medis & Paramedis
3
Petugas memberikan rujukan internal ke laboratorium
Medis & Paramedis
4
Apabila hasil tes BTA menunjukkan hasil positif,positif 2 atau positif 3, maka berikan
pengobatan sesuai Kategori I

Medis & Paramedis


5
Apabila hasil BTA positif pada pelanggan kambuh atau gagal atau putus berobat,
diobati kategori II.

Medis & Paramedis


6
Apabila hasil tes BTA menunjukkan negative namun ada curiga TB beri antibiotik
spectrum luas. Bila ada perbaikan bukan TB. Bila tidak ada perbaikan foto thorax
Medis & Paramedis

8.

DIAGRAM ALIR

9.

REFERENSI

9.1.

Buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Tahun 2008.

9.2
Standard Puskesmas, Bidang Bina Pelayanan Kesehatan, Dinkes Provinsi
JATIM, 2013
9.3
jasa

ISO 9001:2008 klausul 7.5.1 tentang pengendalian produksi dan penyediaan

10. DOKUMEN TERKAIT


10.1. Formulir Rujukan Internal Laboratorium.
10.2. Formulir Rujukan Eksternal ( RS, Laboratorium luar Puskesmas, TB O9 ).
10.3. Kertas Resep.
10.6. Buku Register harian RPU.

11. RUANG TERKAIT.


11.1 Ruang Pengobatan Umum
11.2 Ruang Laboratorium
11.3 Ruang Sanitasi
11.4 Ruang Obat
Standar Penyuluhan Penyakit TB
1. Pengertian :

Menyampaikan informasi berupa pesan atau pemikiran dari pihak pemberi


pesan/sumber informasi kepada pihak lain/penerima pesan dengan cara tertentu.
2. Tujuan :
a. Menambah wawasan/pengetahuan tentang penyakit TBC
b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam
penanggulangan TBC.
3. Prosedur :
a. Menyusun Satuan Acara Penyuluhan ( SAP ) sesuai dengan kemampuan dan
sumber daya yang ada, meliputi :
1). Mentujuan tujuan penyuluhan
2). Menentukan sasaran penyuluhan ( Toma, Masyarakat umum, Kader Posyandu,
Penderita, Keluatga penderita atau PMO ).
3). Menentukan tempat penyuluhan ( di Unit Pelayanan Kesehatan atau di Luar Unit
Pelayanan Kesehatan ).
4). Menentukan waktu penyuluhan yang disesuaikan dengan situasi tempat,
sasaran dan pelaksanaan penyuluhan.
5). Menentukan metode penyuluhan (ceramah, tanya jawab atau diskusi) sesuai
dengan jenis penyuluhan, apakah penyuluhan langsung perorangan, kelompok atau
mayarakat/massa.
6). Alat bantu/media yang digunakan ( media cetak seperti poster, lembar balik
atau media elektronik seperti pemutaran film ).
7). Menentukan biaya yang digunakan
8). Materi penyuluhan sesuai dengan tujuan penyuluhan dan sasaran.
b. Pelaksanaan penyuluhan :
1). Penyuluhan TBC diaksanakan di dalam gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan langsung perorangan sasarannya : penderita TBC, keluarga penderita
atau PMO.
b) Penyuluhan langsung kelompok sasarannya : kelompok penderita bersama
keluarganya dan PMO
c) Penyuluhan tidak langsungseperti menepelkan poster dan broser TB.
2). Penyuluhan TBC diaksanakan di luar gedung UPK dengan cara :

a) Penyuluhan perongan dirumah penderita.


b) Penyuluhan kelompok di posyandu.
c. Mengevaluasi penyuluhan :
1). Terpaicanya tujuan yang diharapkan
2). Adanya perubahan prilaku penderita
3). Bertambahnya wawasan/pengetahun tentang penyakit TBC.

SOP PUSKESMAS SIMAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk pencatatan dan pelaporan pasien TB yang
disusun dan disajikan untuk memantau secara kohort Perkembangan Pengobatan
Pasien TB yang dilakukan pada setiap unit Pelayanan Kesehatan sampai ke
Kementerian Kesehatan.
Tujuan

1. Memastikan petugas melakukan pencatatan dan pelaporan Pasien TB sesuai


dengan aturan yang telah ditetapkan.
2. Memantau secara kohort Perkembangan Pengobatan Pasien TB.
Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

- Formulir LPLPO, TB.01, kartu stok, kartu stock induk, SBBK, daftar aset.
- Formulir TB.13. Formulir Aset.

b.

Persiapan pasien

c.

Pelaksanaan

1.Pencatatan dan Pelaporan pada tingkat fasilitas pelayanan kesehatan.


2. Pencatatan dan pelaporan pada tingkat Dinas Kesehatan Kab/Kota.
3. Pencatatan dan pelaporan pada tingkat Dinas Kesehatan Provinsi.
4. Pencatatan dan pelaporan pada tingkat Pusat.

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi
1.
Kementerian Kesehatan RI (2012). Penemuan dan Pengobatan Pasien
Tubeckulosis . Jakarta : Penerbit Buku Kementerian RI Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
2.
Kementerian Kesehatan RI (2012). Panduan Pengelolaan Logistik Program
Pengendalian Tuberkulosis . Jakarta : Penerbit Buku Kementerian RI Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PROSEDUR PENGGUNAAN LOGISTIK TB

Pengertian

Penggunaan logistik merupakan pemanfaatan barang sesuai dengan fungsi dan


peruntukannya. Logistik program TB digunakan di semua jenjang untuk mendukung
operasional program dimulai dari Unit Pelayanan Kesehatan sampai ke Kementerian
Kesehatan.

Tujuan

1.
Memastikan penggunaan logistik sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan.

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1. Surat Perjanjian Pemakaian Barang


2. Surat Penyerahan barang rusak/kadaluarsa
3. Berita Acara penghapusan dan pemusnaan Barang

b.

Persiapan pasien

c.

Pelaksanaan

a.
Perawat membuat surat pemakaian barang yang meliputi pemakaian dan sisa
obat yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan OAT
b.

Mencatat dalam kartu stok dan kartu stok induk setiap obat yang dikeluarkan

c.
Mencatat jumlah, tanggal kadaluwarsa dan tanggal penerimaan masing
masing OAT kedalam kartu stok dan kartu stok induk.

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi
1.
Kementerian Kesehatan RI (2012). Penemuan dan Pengobatan Pasien
Tubeckulosis . Jakarta : Penerbit Buku Kementerian RI Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
2.
Kementerian Kesehatan RI (2012). Panduan Pengelolaan Logistik Program
Pengendalian Tuberkulosis . Jakarta : Penerbit Buku Kementerian RI Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PENEMUAN SUSPEK TB PARU

Pengertian

Cara / metode menemukan secara cepat dan tepat kasus TB Paru dengan
serangkaian kegiatan terdiri dari penjaringan suspek, diagnosa, penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe pasien.

Tujuan

1.
Mendapatkan/menemukan kasus TB melalui serangkaian kegiatan sehingga
segera dapat dilakukan pengobatan agar sembuh dan tidak menularkan penyakit
kepada orang lain.

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Ruang Pengelola.

2.

Pengelola P2 TB.

3.

Meja, kursi dan kipas angin.

4.

ATK dan buku register.

5.

Buku penderita TB.05 dan TB.06

6.

Pot dahak

b. Persiapan pasien

1.

c.

Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan cara pengobatan pasien

Pelaksanaan

1.
Penemuan pasien TB secara pasif, dengan penyuluhan aktif dengan
melibatkan semua layanan dengan maksud untuk mempercepat penemuan dan
mengurangi keterlambatan pengobatan.
2.

Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap :

a.
Kelompok khusus tang rentan atau resiko tinggi sakit TB seperti pasien
dengan HIV AIDS.
b.
Kelompok yang rentan tertular TB (rumah tahanan), daerah kumuh, keluarga
atau kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA positif.
c.
Pemeriksaan anak < 5 tahun pada keluarga TB untuk menentukan tindak
lanjut apakah perlu pengobatan TB / pengobatan pencegahan.
d.

Kontak dengan pasien TB resistan obat.

3.
Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki
gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari
satu bulan.
4.

Pengelola melalukan anamese dan mencatat mengenai

Berapa lama batuk ?

Berdahak/tidak ?

Dahak bercampur darah/tidak ?

Sesak nafas /tidak ?

Nyeri dada / tidak ?

Kurang nafsu makan/tidak ?

Berat badan menurun / tidak ?

Riwayat kontak dengan penderita TBC ?... dan

Apakah pernah minum obat paru-paru selama kurang dari 1 bulan atau lebih
dari 1 bulan ?
5.

Mengisi buku daftar suspek form. TB.06

6.
Pengelola memberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan dahak dan
cara batuk yang benar untuk mendapatkan dahak yang kental dan purulen.
7.
Memberikan pot dahak sewaktu kunjungan pertama dan pengambilan
dilakukan disamping Puskesmas.
8.
Memeriksa kekentalan, warna dan volume dahak. Dahak yang baik untuk
pemeriksaan adalah berwarna kuning kehijau-hijauan (mukopurulen), kental,
dengan volume 3-5ml. Bila volumennya kurang, pengelola harus meminta agar
penderita batuk lagi sampai volumenya mencukupi.
Jika tidak ada dahak keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai dan harus
dimusnahkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi kuman TBC.
9.
Memberikan label pada dinding pot yang memuat nomor identitas sediaan
dahak sesuai dengan TB.06
10. Memberikan pot dahak pagi yang sudah diberi label untuk diisi di rumah
penderita dan disuruh datang besok pagi membawa dahak paginya dan kemudian
petugas mengambil dahak sewaktu kunjungan kedua.
11. Mengisi form. TB.05, mengirim sediaan ke laboratorium.
12. Menerima jawaban dengan form TB 05, kemudian memasukkan hasil
pemeriksaan ke TB 06.
13. Bila hasil pemeriksaan BTA positif, memberikan pengobatan sesuai protap
pengobatan TB.
14. Bila hasil pemeriksaan negative, dilakukan pemeriksaan dahak ulang, bila
hasilnya tetap negative diberikan pengobatan dengan antibiotic selama dua
minggu.
15. Bila masih tetap batuk dilakukan pemeriksaan rongsen thorax.
16. Bila hasil positif diobati sesuai dengan protap TB.
17. Pasien mendaftar di loket pendaftaran.
18. Buku rawat jalan pasien dibawa ke ruang BP berdasarkan nomor urut
pendaftaran.
19. Pasien disilahkan duduk sambil menunggu namanya di panggil.
20. Penderita masuk di ruang BP.

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

Kementerian Kesehatan RI (2012). Penemuan dan Pengobatan Pasien Tubeckulosis .


Jakarta : Penerbit Buku Kementerian RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
Dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan RI (2012). Panduan Pengelolaan Logistik Program
Pengendalian Tuberkulosis . Jakarta

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PENGOBATAN TB PARU

Pengertian

Tata cara memberikan pengobatan penderita TB Paru sesuai tata laksana


pengobatan TB Nasional.

Tujuan

Untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,


memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

Register rawat jalan


1.

Register TB 05

2.

Register TB 06

3.

FORM TB 01

4.

Form TB 02

5.

Form TB 03

6.

Obat OAT

b.

Persiapan pasien

1.

Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilaksanakan pada pasien

c.

Pelaksanaan

Pasien yang telah diperiksa dahaknya dipersilahkan masuk ke ruang BP.

Pasien diberi penjelasan sesuai dengan hasil pemeriksaan dahak di TB 05.

Untuk pasien dengan hasil BTA positif diberikan pengobatan dengan OAT
kategori I, dan untuk pasien dengan BTA negative dan rongsent mendukung
diberikan pengobatan dengan kategori III sesuai berat badan pasien.

Dengan dosis pemberian sesuai tabel sebagai berikut :


Tabel 01. pemberian obat TB paru sesuai BB pasien
Berat Badan
Tahap intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150 /150)

30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
>71 kg

2 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT

2 tablet 2 KDT
3 tablet 2 KDT
4 tablet 2 KDT
5 tablet 2 KDT

Setelah pengobatan tahap intensif akhir bulan ke II, dilakukan pemeriksaan BTA,
bila hasil negative dilanjutkan tahap lanjutan, dan bila hasil pemeriksaan BTA positif
diberikan sisipan dengan dosis sesuai berat badan pasien.
Dengan dosis sesuai tabel sebagai berikut :
Tabel 02. Pemberian obat sisipan sesuai BB
Berat Badan

Tahap intensif (150/75/400/275)

30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
>71 kg
2 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT

Dan bila hasil pemeriksaan pada akhir tahap intensif negative dilanjutkan tahap
lanjutan, kemudian diperiksa dahak ulang pada akhir bulan ke V, bila hasil negative
dilanjutkan pengobatannya, dan dilakukan pemeriksaan ulang pada akhir bulan ke
VI atau akhir pengobatan.
Bila hasil pemeriksaan pada bulan ke VI negative dan pada awal pengobatan positif
pasien dinyatakan sembuh.
Dan bila pada akhir pengobatan hasil negative dan pada awal pengobatan negative
dengan rongsent positif pasien dikatakan pengobatan lengkap.

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi
1.
Kementerian Kesehatan RI (2012). Penemuan dan Pengobatan Pasien
Tubeckulosis . Jakarta : Penerbit Buku Kementerian RI Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PELEPASAN KATETER

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk melepas kateter pada pasien

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan melepaskan kateter pada pasien yang telah


dipasang kateter dan telah dianggap sembuh atau dalam batas waktu tertentu

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Disposable spuit

2.

Bengkok

3.

Pengalas

4.

Sketsel

5.

Sarung tangan

b.

Persiapan pasien

1.

Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien

2.

Pasang sampiran

c.

Pelaksanaan

1.

Beritahu penderita dab atur posisi dorsal recumbent

2.

Memakai sarung tangan

3.

Tarik isi balon kateter dengan spuit

4.

Tarik kateter perlahan lahan sambil penderita dianjurkan nafas panjang

5.
Untuk penderita lali laki atur penis sesuai anatomi uretranya sebelum ditarik
kateternya
6.

Bersihkan meatus uretra dengan kapas savlon

7.

Tampung kateter pada bengkok

8.

Rapikan penderita dan alat alat dibereskan

9.

Lepas sarung tangan

10.

Cuci tangan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
MENYIAPKAN TEMPAT TIDUR

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk menyiapkan tempat tidur dengan segala
perlengkapan agar siap dipakai

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam menyiapkan tempat tidur agar siap dipakai

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan

1.

Kasur, bantal dan guling

2.

Laken

3.

Stek laken

4.

Perlak

5.

Selimut

6.

Selimut

7.

Sarung bantal, sarung guling

8.

Waskom berisi larutan clorin 0,5 %

9.

Waskom berisi air bersih

10. Lap kerja


11. Troli linen
12. Over laken (plastik)

b.

Persiapan pasien dan lingkungan

1.

Lingkungan sekitar tempat tidur dirapikan

c.

Pelaksanaan

1.

Perawat cuci tangan dan memakai hand scoon

2.
Bersihkan tempat tidur dengan menggunakan clorin dan bilas dengan
enggunakan air bersih

3.

Letakkan kasur diatas tempat tidur

4.

Pasang laken dengan cara:

5.
Perlak dipasang sekurang kurangnya 30 cm dari sisi tempat tidur bagian
kepala
6.
Stek laken dipasang diatas perlak dengan tiap sisi-sisinya dimasukkan
bersama perlak ke bawah kasur setegang mungkin
7.
Selimut dilipat empat secara terbalik dan pasang pada kasur bagian kaki,
sedangkan bagian atas terbalik dimasukkan ke bawah kasur sekurang kurangnya 10
cm dan ujung-ujung sisi selimut dimasukkan dibawah kasur
8.
Bantal dimasukkan kedalam sarung, dengan cara sarung bantal bagian
ujung di lipat terlebih dahulu ke arah luar, kemudian bantal baru dimasukkan dan
dan tarik ujung sarung bantal yang di lipat tadi. Pastikan ujung bantal masuk
kedalam ujung sarung bantal
9.
Pasang bantal di bagian atas kasur dengan bagian sarung bantal yang terbuka
tidak menghadap ke arah pintu
10. Bila tempat tidur tidak dipakai, tutup dengan menggunakan over laken
11. Alat dirapikan
12. Lepas hand scoon dan cuci tangan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
MELAKUKAN INJEKSI

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk melakukan injeksi / suntik yang merupakan
tindakan memasukkan obat kedalam tubuh pasien lewat alat suntik yang
dimasukkan kedalam tubuh : sedalam kulit (ic), sedalam bawah kulit (sc), sedalam
otot (im), sampai menembus vena (iv)

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat akan melaksanakan praktek klinik dalam


memasukkan obat ke dalam tubuh pasien dengan menggunakan suntik

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Spuit injeksi sesuai dengan pengguaan

2.

Kapas alkohol

3.

Obat injeksi sesuai perintah dokter

4.

Torniquet

5.

Bantal pengalas

6.

Bak injeksi

b.

1.

1.

Persiapan pasien

Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dilakukan tindakan tersebut dilakukan

Pelaksanaan injeksi ic

1.

Isi spuit injeksi dengan obat yang telah ditentukan

2.

Perawat cuci tangan dan memakai hand scoon

3.

Permukaan kulit di disinfeksi dengan menggunakan alkohol 70%

4.

Renggangkan permukaan kulit dengan menggunakan tangan kiri

5.
Masukkan jarum pada permukaan kulit dengan sudut 15-29 derajat dengan
lubang menghadap ke atas

6.
Masukkan obat pelan-pelan supaya permukaan kulit yang disuntik
mengembung
7.

Setelah obat masuk, spuit ditarik dengan cepat

8.

Bekas suntikan tidak boleh di tekan dengan kapas alkohol

2.

Injeksi sc

1.

Isi spuit dengan obat yang telah ditentukan

2.

Permukaan kulit di disinfeksi dengan kapas alkohol

3.

Angkat sedikit perukaan kulit dengan tangan kiri

4.
Masukkan jarum ke bawah kulit denga sudut 45 derajat dengan lubang jarum
menghadap keatas
5.

Penghisap spuit ditarik, apakah ada darah atau tidak

6.

Bila ada darah obat tidak boleh dimasukkan

7.

Bila tidak ada darah obat dimasukkan perlahan lahan

8.
Setelah obat masuk, spuit ditarik dengan cepat dan bekas jarum di tutup dan
ditekan dengan cepat dengan menggunakan kapas alkohol

3.

Injeksi im

1.

Isi spuit dengan obat yang telah ditentukan

2.

Permukaan kulit di disinfeksi dengan menggunakan kapas alkohol

3.

Permukaan kulit sedikit direnggangkan

4.

Masukkan jarum tegak lurus dengan sudut 90 derajat dipermukaan kulit

5.

Penghisap spuit ditarik sedikit untuk melihat ada darah atau tidak

6.

Bila ada darah obat jangan di masukkan

7.

Bila tidak ada darah obat di masukkan perlahan lahan

8.
Setelah obat masuk semua, spuit ditarik dengan cepat dan bekas suntikan
ditarik dan ditekan dengan kapas alkohol

4.

Injeksi iv

1.

Isi spuit dengan obat yang telah ditentukan

2.

Tentukan pembuluh darah yang akan di suntik

3.

Lakukan pembendungan darah proksimal dengan menggunakan torniquet

4.

Permukaan kulit di disinfeksi dengan menggunakan kapas alkohol

5.

Pasang pengalas di bagian bawah tempat yang akan di suntik

6.
Jarum di suntikkan dengan sudut 45 derajat dan denga ujung jarum
menghadap ke atas
7.

Penghisap spuit ditarik sedikit untuk melihat apakah ada darah atau tidak

8.

Bila tidak ada darah, obat jangan di masukkan

9.

Bila ada darah,obat dimasukkan perlahan lahan

10. Setelah obat masuk semua, jarum di cabut dengan cepat dan bekas tusukan
jarum di tutup dengan menggunakan kapas alkohol

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1. Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2. Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3. Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen Evaluasi
Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMASANGAN INFUS

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memberikan cairan infus yang merupakan
tindakan memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena
dalam waktu yang lama dengan menggunakan infus set
Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam memberi cairan infus dengan menggunakan infus set
Prosedur
Uraian
a.

Persiapan Alat :

1.

Standart infus

2.

Cairan yang akan diberikan

3.

Infus set

4.

Kapas steril / lidi waten steril

5.

Alkohol 70% dalam botol spray steril

6.

Kasa steril

7.

Gunting

8.

Plaster

9.

Pengalas

10. Bengkok
11. Tomiquet
12. Povidon iodine dalam botol spray botol steril
13. Korentang dalam tempatnya
14. Handschoen steril
15. Alat pencukur
16. IV Catheter

b.

Persiapan pasien & lingkungan

Penderita dan keluarga diberi penjelasan

tindakan yang akan dilakukan

c.

Pelaksanaan

1.

Cuci tangan dengan air mengalir

2.

Siapkan area yang akan dipasang infus

3.

Cukur area bila ada bulu

4.

Periksa ulang cairan yang akan diberikan

5.

Tusukkan slang infus pada botol cairan

6.

Keluarkan udara dari slang infus

7.

Pasang pengalas

8.

Pakai handschoen steril

9.
Pilih dan pastikan vena yang akan ditusuk (utamakan vena bagian distal /
sesuai kondisi pasien)
10. Lakukan desinfeksi pada area yang akan ditusuk dengan menggunakan kapas
steril yang diberi povidone iodine, kemudian ulangi desinfeksi dengan
menggunakan kapas steril yang sudah diberi alkohol. Kegiatan desinfeksi tersebut
dilakukan dengan gerakan melingkar keluar sampai diameter 6 8 cm, bila daerah
incersi kotor bisa diulangi 2 3 kali
11. Pasang tomiquet diatas lokasi penusukan
12. Masukkan I.V Catheter pada vena yang telah ditentukan dengan sudut 10 30 dengan lubang jarum menghadap ke atas
13. Setelah I.V Catheter masuk vena, tomiquet dilepas, mandirn ditarik pelan
pelan sambil I.V Catheter didorong masuk sampai pangkalnya
14. Sebelum melepas madirn, tekan ujung vena Catheter dengan jari, lepas
madirnnya kemudian disambungkan ke pangkal I.V Catheter dengan infus set
15. Pemasangan fiksasi :
a.

I.V Catheter bersayap

Letakkan plester dibawah sayap, kemudian lipatkan diatas sayap searah dan
sejajar ujung I.V Catheter

Letakkan plester kedua diatas pangkal I.V Catheter dan sayap dengan posisi
melintang
b.

I.V Catheter tanpa sayap

Letakkan plester dibawah pangkal I.V Catheter silangkan diatasnya (plester


jangan sampai menutuo luka tusukan I.V Catheter)
-

Letakkan plester ke 2 dibelakan plester pertama diatas pangkal I.V Catheter

Tutup dengan kasa steril dan dekatkan dengan plester sesuai kebutuhan

16. Tuliskan tanggal pemasangan I.V Catheter pada plester penutup kasa
17. Hitung jumlah tetesan sesuai dengan kebutuhan
18. Perhatikan reaksi pasien
19. Catat waktu pemasangan, jenis cairan dan jumlah tetesan
20. Pasien dirapikan
21. Alat alat dibereskan
22. Ganti kasa bila tampak kotor

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
MENGHITUNG TANDA TANDA VITAL PERNAFASAN

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk menghitung jumlah pernfasan dalam satu
menit

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam menghitung jumlah pernafasan dalam satu menit guna mengetahui keadaan
umum pasien dan kelainan pada fungsi pernafasan

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Arloji tangan dengan menggunakan penunjuk detik

2.

Buku catatan dan alat tulis

b.

Persiapan pasien

1.

Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan

c.

Pelaksanaan

1.

Perawat cuci tangan dan memakai hand scoon

2.

Menghitung pernafasan selama 1 menit

3.

Mencatat hasil penghitungan pada buku pencatatan tanda-tanda vital

4.

Bila ada kelainan segera laporkan kepada penanggung jawab ruangan

5.

Perawat membuka hand scoon dan cuci tangan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti

NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
MENGHITUNG TANDA TANDA VITAL SUHU

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan dalam mengukur suhu badan pasien dengan
termometer yang diletakkan pada ketiak, mulut dan anus

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam mengetahui suhu tubuh pasien untuk menentukan tindakan perawatan

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Thermometer

2.

3 buah botol berisi, air sabun, disinfektan dan air

b.

Persiapan pasien

1.

Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

2.

Atur lingkungan sekitar pasien

1.

Pelaksanaan pemeriksaan suhu pada ketiak

1.

Perawat cuci tangan dan memakai hand scoon

2.

Alat-alat di dekatkan dengan pasien

3.

Identifikasi pasien

4.

Jelaskan prosedur tindakan yang dilakukan

5.
Periksa termometer apakah air raksa tepat pada angka dibawah 35 derajat
celcius
6.

Atur posisi pasien sesuai dengan kondisi pasien

7.
Buka lengan baju pasien (bila perlu) dan ketiak harus dikeringkan terlebih
dahulu
8.
Jepitkan termometer pada ketiak pasien dengan reservoir tepat ditengah
ketiak dan lengan pasien dilipatkan ke dada (awasi dan dampingi khususnya pada
penderita tidak sadar dan anak-anak)
9.

Setelah 5-10 menit termometer di angkat dan dibaca kemudian dicatat

10. Bersihkan termometer dengan cara :


a.

Celupkan termometer pada air sabun

b.

Celupkan termometer pada air saflon

c.

Di lap dengan kertas tisu

d.

Masukkan pada botol berisi air bersih dan keringkan

11. Air raksa diturunkan kembali dan termometer diletakkan pada tempatnya
12. Pasien dikembalikan pada posisi semula
13. Alat dibereskan lepas sarung tangan dan cuci tangan

2.

Mengukur suhu pada mulut

1.

Cuci tangan dan memakai hand scoon

2.

Alat-alat didekatkan pada pasien

3.

Identifikasi pasien

4.

Jelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan

5.

Periksa termometer pada suhu dibawah 35 derajat celcius

6.

Atur posisi pasien

7.

Instruksikan pasien untuk membuka mulut

8.

Minta pasien untuk mengangkat lidah

9.

Letakkan dengan hati-hati termometer dibawah lidah dibagian tengah

10. Instruksikan pasien untuk menutup mulut dan menjepit termometer dengan
bibirnya dan tidak berbicara selama termometer berada dimulutnya
11. Setelah 3-5 menit ambil termometer dan baca dengan teliti kemudian catat
12. Bersihkan termometer dengan cara:
a.

Celupkan termometer pada botol berisi air sabun

b.

Lap denga potongan tisu

c.

Celupkan termometer pada botol berisi air disinfektan

d.

Celupkan botol berisi air bersih dan keringkan

13. Air raksa diturunkan kembali


14. Alat-alat dibersihkan dan dibereskan
15. Pasien dikembalikan keposisi semula
16. Lepas hand scoon dan cuci tangan

3.

Mengukur suhu pada rektal

1.

Cuci tangan dan memakai hand scoon

2.

Alat-alat didekatkan pada pasien

3.

Identifikasi pasien

4.

Jelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan

5.

Periksa termometer pada suhu dibawah 35 derajat celcius

6.
Atur posisi pasien dengan tidur miring pada orang dewasa dan telentang pada
bayi
7.
Celana dalam atau popok diturunkan sampai kebawah bokongdan tutupi
bagian tubuh dengan menggunakan selimut
8.

Dorong pantat bagian atas sehinggga anus terlihat

9.

Bersihkan anus terlihat

10. Bersihkan anus dengan potongan tisu


11. Masukan termometer kedalam anus secara perlahan dan anjurkan pasien untuk
bernafas panjang dan masukkan sepanjang 3 inci untuk dewasa dan inci untuk
bayi sambil mengangkat kaki bayi ke atas dengan ujung termometer dipegang
12. Setelah 3-5 menit termometer diambil perlahan kemudian di lap dengan tisu
dan dibaca kemudian dicatat
13. Rapikan pasien seperti semula
14. Bersihkan termometer dengan cara:
a.

Celupkan termometer pada botol yang berisi air sabun

b.

Lap dengan tisu

c.

Celupkan pada botol berisi cairan disinfektan atau saflon

d.

Bersihkan dengan air bersih dan keringkan dengan menggunak keryas tisu

15. Bereskan alat-alat


16. Lepas hand scon dan cuci tangan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
MENGHITUNG TANDA TANDA VITAL TEKANAN DARAH

Pengertian

Suatu kegiatan tang dilaksanakan untuk melakukan pengukuran tekanan darah


arteri.
Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam mengukur tekanan darah pasien.
Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Tensimeter

2.

Stetoskope

3.

Buku / catatan

b.

Persiapan pasien & lingkungan

1.

Jelaskan pada pasien tujuan tindakan yang akan dilakukan.

2.

Atur lingkungan sekitr pasien.

c.

Pelaksanaan

1.

Alat alat didekatkan

2.
Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan yang akan dilakukan dan
posisinya diatur sesuai kebutuhan.
3.

Mengatur posisi pasien.

4.

Membuka lengan baju atau digulung.

5.

Letakkan tensimeter sejajar.

6.
Memasang manset tensimeter pada lengan atas 2 3 cm diatas vena cubiti
dengan pipa karetnya pada bagian luar lengan. Manset dipasang tidak terlalu
kencang atau terlalu longgar.
7.
Meraba denyut arteri bracialislalu stetoskope ditempatkan pada daerah
tersebut.
8.
Menutup skrup balon karet, pengunci raksa dibuka. Selanjutnya balon
dipompa sampai denyut arteri tidak terdengar lagi dan air raksa di dalam gelas pipa
naik.
9.
Membuka skrup balon perlahan lahan. Sambil memperhatikan turunnya air
raksa, dengarkan bunyi denyutan pertama dan terakhir.
10. Pasien dirapikan.
11. Alat alat dirapikan dan disimpan ditempatnya.

12. Petugas cuci tangan dan hasil dicatat

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471

PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
MENGHITUNG TANDA TANDA VITAL NADI

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk menghitung denyut nadi dengan meraba :
Ateri radialis pada pergelangan tangan
Arteri brachialis pada siku bagian dalam
Arteri carotis pada leher
Arteri temporalis pada pelipis
Arteri femolaris pada lipat paha
Arteri dorsalis pedis pada kaki
Arteri frontalis pada ubun ubun bayi
Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam menghitung jumlah denyut nadi dalam satu menit.
Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Arloji / puls teller

2.

Buku catatan

b.

Persiapan pasien & lingkungan

1.

Jelaskan pada pasien tujuan tindakan yang akan dilakukan

2.

Atur lingkungan sekitar pasien

c.

Pelaksanaan

1.

Cuci tangan

2.

Alat alat didekatkan pada pasien

3.

Identifikasi pasien

4.

Jelaskan prodesur yang akan dilaksanakn

5.

Atur posisi pasien dengan terlentang atau duduk

6.

Anjurkan pasien untuk rileks

7.

Tempelkan 3 jari pada daerah arteri

8.
Hitung denyut nadi selama 1 menit sambil merasakan kedalaman dan
keteraturan
9.

Catat hasilnya

10. Rapikan alat alat


11. Posisi pasien dikembalikan ke posisi semula
12. Cuci tangan
13. Hasilnya dicatat

Mengetahui,

Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
IRIGASI TELINGA

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk membersihkan telinga dengan air hangat
untuk mengeluarkan serumen atau corpus alenium

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam :
1.

Membersihkan liang telinga dari kotoran

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Spuit besar

2.

Kom berisi air hangat

3.

Pinset telinga

4.

Bengkok

5.

Kapas dalam tempatnya

6.

Handuk

7.

Perlak dan pengalas

8.

Handuk

b.

1.

Persiapan pasien

Pasien diberi penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan dilakukan

2.

Pelaksanaan

1.

Perawat cuci tangan

2.

Pasien duduk dengan posisi kepala di miringkan sesuai dengan kebutuhan

3.

Alat-alat didekatkan kepada pasien

4.
Kain pengalas dan bengkok diletakkan diatas bahu, dibawah telinga yang akan
di bersihkan
5.

Spuit di isi dengan air hangat

6.
Dengan menggunakan tangan kiri perawat daun telinga di tarik ke atas dan
sedikit ke belakang. Bengkok di taruh di bawah telinga
7.
Ujung spuit di taruh di ujung liang telinga dan lakukan penyemprotan dengan
hati-hati ke bagian siisi atas bagian telinga
8.

Penyemprotan dilakukan beberapa kali sampai bersih

9.
Setelah bersih lubang telinga dibersihkan dengan menggunakan kapas yang
di pegang dengan menggunakan pinset telinga dan daerah sekitar telinga di
keringkan dengan handuk
10. Pasien dirapikan perawat cuci tangan
11. Dokumentasikan tindakan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1. Adams. Gl, Boies LR Paparella MM (1989), Fundamental Of Otorhinolaryngology


Testbook Of Ear, Nose and Throat, Philadelphia, Toronto, WB, Saunders Co.
2. Bambang Hermani dan Hartono Abdurahman (2002) Tumor Laring dalam Buku
Ajar Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Fakultas Kedokteran UI Jakarta.
3. Entjep Hadjar dan Jenny Bashiruddin (2002), Gangguan Keseimbangan dalam
Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Fakultas Kedokteran UI Jakarta.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN OBAT TETES MATA

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memberikan obat pada mata dalam
bentuk cair

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam :
1.

Mengobati gangguan mata

2.

Mendilatasikan pupil pada pemeriksaan struktur internal mata

3.

Melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata

4.

Mencegah kekeringan mata

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Obat tetes mata

2.

Buku obat

3.

Tupres (kapas)

4.

Penutup mata jika perlu

b.

Persiapan pasien

1.

Pasien diberi penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan dilakukan

c.

Pelaksanaan

1.

Perawat cuci tangan

2.

Periksa untuk memastikan nam obat, dosis, waktu pemberian

3.

Identifikasi pasien dengan benar dan tepat

4.

Atur posisi pasien, telentang duduk dengan hiper ekstensi leher

5.

Bersihkan kelopak mata dengan menggunakan kapas steril

6.

Minta pasien untuk melihat langit-langit

7.

Teteskan obat dengan cara :

Tangan kanan di dahi pasien, pegang penetes mata berisi obat +- 1-2 cm
diatas sakus konjungtiva dan tangan kiri tarik kelopak mata ke bawah

Teteskan obat di sakus konjungtiva sesuai dengan ketentuan dari dokter

Anjurkan pasien untuk menutup (berkedip) dengan pelan

Jika tetesan jatuh, usap dengan menggunakan tupres kering dan tekan
dengan lembut pada duktus nasolkrimalis selam 30-60 detik
8.

Dokumentasikan tindakan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses, dan
praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran, EGC
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub Direktorat
Perawatan Kementrian Kesehatan RI.

Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen Evaluasi
Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.
Ns. Eni Kusyati, S. Kep. (2006) Keterampilan Dan Prosedur Laboratorium,
Keperawatan Dasar, ECG, Jakarta.
Ns. Indriana N, Istiqomah, (2005) Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.
Evaluasi Keterampilan Praktek Klinik Keperawatan Program DIII, Akper ST, Carolus,
Jakarta.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN SALEP MATA

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memberikan obat mata dalam bentuk
salep

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam :
1.

Mengobati gangguan mata

2.

Mendilatasikan pupil pada pemeriksaan struktur internal mata

3.

Melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Salep mata

2.

Buku obat

3.

Tupres (kapas)

4.

Penutup mata bila perlu

b.

Persiapan pasien

1.

Pasien diberi penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan dilakukan

c.

Pelaksanaan

1.

Perawat cuci tangan

2.

Periksa untuk memastikan nam obat, dosis, waktu pemberian

3.

Identifikasi pasien dengan benar dan tepat

4.

Atur posisi pasien, telentang duduk dengan hiper ekstensi leher

5.

Bersihkan kelopak mata dengan menggunakan kapas steril

6.

Minta pasien untuk melihat langit-langit


Pgang aplikator salep mata dari dalam keluar dengan menggunakan kapas
steril

Pencet tube sehinggga menberika aliran sepanjang tepi dalam kelopak mata

Anjurkan pasien untuk melihat ke bawah

7.

Buka kelopak mata bagian atas


Biarkan pasien memejamkan mata
Dokumentasikan tindakan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.

3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.
4.
Ns. Eni Kusyati, S. Kep. (2006) Keterampilan Dan Prosedur Laboratorium,
Keperawatan Dasar, ECG, Jakarta.
5.
Ns. Indriana N, Istiqomah, (2005) Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Mata. Evaluasi Keterampilan Praktek Klinik Keperawatan Program DIII, Akper ST,
Carolus, Jakarta.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN OBAT SUPPOSITORIA

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memasukkan obat melalui anus

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam :
1.

Memperoleh efek pengobatan secara lokal maupun sistemik

2.

Melunakkan feces sehingga mudah di keluarkan

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Supositoria rectal

2.

Jelly pelumas

3.

Sarung tangan steril

4.

Tisu

5.

Bengkok

b.

1.

c.

Persiapan pasien

Pasien diberi penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan dilakukan

Pelaksanaan

1.

Perawat cuci tangan

2.

Siapkan obat sesuai dengan prinsip lima benar

3.

Identifikasi pasien

4.

Menawarkan pasien untuk buang air kecil atau buang air besar

5.

Atur posisi pasien sim kanan atau kiri dengan tungkai bawah fleksi ke depan

6.
Membebaskan pakaian bagian bawah pasien dan di tutup dengan
menggunakan selimut mandi
7.

Meletakkan piala ginjal pada bawah anus

8.

Perawat cuci tangan

9.
Buka suppositoria dari kemasan dan beri pelumas pada ujung dar bulatnya.
Beri pelumas pada bagian ujung bulatnya. Beri pelumas padajari telunjuk tangan
yang dominan anda
10. Minta klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut untuk merileksasikan
sfingter ani
11. Regangkan bokong dengan tangan yang tak dominan. Dengan jari telunjuk
tersarungi, masukkan supositoria ke dalam anus, melalui sfingter ani dan mengenai
dinding rectal 10 cm pada orang dewasa dan 5 cm pada bayi dan anak anak
12. Tarik jari dan bersihkan bagian anal
13. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring miring selama 5-10 menit
14. Lepaskan sarung tangan dan masukkan ke dalam bengkok
15. Rapikan pasien dan lingkungannya
16. Cuci tangan
17. Kaji respon pasien
18. Dokumentasikan tindakan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
UJI TOUNIQUET

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk menilai kemampuan siswa dalam


melakukan pemeriksaan orang yang diduga menderita DHF

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam :
1.

Untuk mengetahui adanya perdarahan di bawah kulit

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Tensi meter

2.

Stetoskop

b.

Persiapan pasien

1.

Pasien diberi penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan dilakukan

c.

Pelaksanaan

1.

Perawat cuci tangan

2.
Periksan tekanan darah pasien dengan menggunakan stetoskop dan tensi
meter
3.

Tetapkan tekan sistolik dan diastolik

4.

Tetapkan besarnya kuncian yaitu sistole di tambah dengan diastole di bagi 2

5.

Pertahankan selam 5-10 menit

6.
Catat berapa banyak bintik-bintik di tubuh pasien yaitu pada kulit lengan
bawah bagian media pada sepertiga proksimal (3 jari di bawah mangset)
7.

Lepas mangset dari lengan

8.

Bereskan alat dan rapikan kembali pasien

9.

Cuci tangan dan dokumentasikan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

3.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
4.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
5.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
RAWAT LUKA ON STERIL

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk merawat luka on steril

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam :
1.

Menyatukan luka terbuka dengan menggunakan jarum dan benang(Zyde)

2.

Mempercepat proses penyembuhan luka

3.

Mencegah terjadinya infeksi

Prosedur
Uraian
Persiapan alat

1.

Handschoen

2.

Nald Fuder

3.

Pinset Chirurrgis

4.

Jarum (Needle)

5.

Benang

6.

Gunting

7.

Bengkok

8.

Bak instrument

9.

Perlak

10. Plester
11. Depress
12. Sofratul(kasa steril dengan antibiotik)
13. Providone iodine
14. Doek berlubang
15. Pinset anatomis
16. Spuit
17. Anestetik lokal
18. Kasa steril

19. Plester
20. Kasa gulung

Persiapan pasien

1.

Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan prosedur yang akan di lakukan.

2.

Pasang sketsel

3.

Atur posisi klien sesuai dengan kondisi luka

Pelaksanaan

1.

Perawat cuci tangan

2.

Menutup sketsel

3.

Mendekatkan alat ke dekat pasien

4.

Pasang perlak

5.

Dekatkan bengkok

6.

Buka bak instrument

7.

Pakai Handschoen

8.

Desinfeksi kulit/luka dengan depress yang sudah diberi providone iodine

9.

Tutup luka dengan duk berlubang

10. Lakukan anastesi local


11. Cek kondisi yang telah di anestesi, masih nyeri apa tidak
12. Jepit jarum pada nald foder
13. Potong benang secukupnya
14. Pasang benang pada jarum nya
15. Angkat tepi kulit dengan menggunakan pinset chirugis

16. Angkat sisi tepi kulit satunya


17. Tarik ujung jarum dan sisakan benang secukupnya
18. Simpul dengan cara menggulung benang pada ujung nald voder
19. Gunakan simpul pendek dengan satu simpul, lalu benang di potong
20. Berikan jarak masing-masing jahitan 1 cm
21. Lakukan sampai luka tertutup semua
22. Tutup luka dengan Sofratul(kasa steril), kemudian plester/verban
23. Rapikan alat
24. Lepas handschoen
25. Cuci tangan
26. Dokumentasikan(kondisi luka, jumlah jahitan, jenis jahitan, reaksi klien)

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3. Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen Evaluasi
Penerapan Standart Asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
RAWAT LUKA ON STERIL

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk melepas jahitan yang dilakukan pada hari
ke 5 7, sesuai dengan penyembuhan

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam :
1.

Mempercepat proses penyembuhan luka

2.

Mencegah terjadinya infeksi akibat adanya corpus Alinum

Prosedur
Uraian
Persiapan alat

1.

Bak instrument

2.

Pinset Chirugis

3.

Pinset Anatomis

4.

Gunting Hetting Up

5.

Kasa

6.

Depress

7.

Sofratul

8.

Bengkok

9.

Plester

10. Gunting verband


11. Alkohol
12. Hand Schoen

Persiapan pasien

1.

Pasien diberi tahu tentang prosedur yang akan di lakukan

2.

Pasang sketsel

3.

Atur posisi pasien

Pelaksanaan

1.

Cuci tangan

2.

Tutup sketsel

3.

Posisikan pasien sesuai dengan letak luka

4.

Pasang perlak

5.

Lepas plester/verband

6.

Pakai Hand schoen

7.

Bersihkan bekas plester dengan depress yang sudah di beri alcohol

8.

Desinfecksi luka

9.

Lepas jahitan satu per satu selang- seling

10. Jepit simpul jahitan dengan pinset chirugis


11. Tarik sedikit keatas, kemudian gunting jahitan tepat di bawah simpul yang
berdekatan dengan kulit
12. Bersihkan luka
13. Tutup luka dengan sofratul
14. Lepas Handschoen
15. Plester luka
16. Rapikan pasien
17. Rapikan alat
18. Cuci tangan
19. Dokumentasikan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1. Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2. Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3. Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen Evaluasi
Penerapan Standart Asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
RAWAT LUKA STERIL

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka secara steril

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam :

1.

Mencegah terjadinya infeksi

2.

Memberikan rasa aman & nyaman kepada pasien dan orang lain

Prosedur
Uraian
Persiapan alat

Alat steril
1.

Pinset anatomis 2 buah

2.

Handschoen

3.

Depress

4.

Kasa steril

5.

Sofratul

6.

3 buah cucing berisi (cairan Ns, providon iodine, alkohol)

Alat on steril
1.

Pinset chirugis 2 buah

2.

Gunting verband

3.

Plester

4.

Obat desinfektan pada tempatnya(antiseptic solution)

5.

Bengkok

6.

Gunting lurus

Persiapan pasien

1.

Beri penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien

2.

Tutup sketsel, atur posisi pasien

Pelaksanaan

1.

Cuci tangan

2.

Alat-alat di dekatkan

3.

Pakai handschoen

4.

Basahi plester dengan depress yang sudah di beri alcohol

5.

Buka plester dengan menggunakan pinset chirugis, buang kedalam bengkok

6.

Pinset yang sudah tidak steril langsung di buang ke bengkok

7.

Bersihkan luka dengan cairan Ns, dari arah luar ke dalam

8.

Observasi luka

9.

Jika ada nanah bersihkan dengan menggunakan providon iodine

10.

Kemudian di beri sofratul

11.

Tutup luka dengan kasa steril

12.

Kemudian plester

13.

Lepas handschoen

14.

Cuci tangan

15.

Dokumentasikan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1. Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2. Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3. Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen Evaluasi
Penerapan Standart Asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
IMMOBILISASI EKSTERMITAS YANG CIDERA DAN PATAH TULANG

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk melakukan immobilisasi ekstermitas yang


cidera dengan dugaan patah tulang/dislokasi dengan splint atau bidai

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam tindakan mencegah terjadinya pergerakan dari ujungtulang yang patah dan
mencegah kerusakan lebih lanjut pada otot saraf dan pembuluh darah dari
ekstrimitas yang patah

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.
Bidai sesuai dengan kebutuhan (panjang dan jumlah) berikan pengalas dari
kapas
2.

Kasa gulung

3.

Gunting

4.

Kasa steril

5.

Plester

6.

Hand scoon

7.

Bengkok

8.

Bantal

9.

Sampiran

b.

Persiapan pasien

a.

Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan di laksanakan pada pasien

b.

Pasang sampiran

c.

Pelaksanaan

1.

Cuci tangan

2.

Pakai hand scoon

3.

Dekatkan alat dengan pasien

4.
Berikan penjelesan pada pasien tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan
5.
Bagian ekstermitas yang cidera harus kelihatan seluruhnya, pakaian harus di
lepas, bila mana perlu digunting
6.
Periksa nadi dan fungsi sensorik dan motorik ekstermitas bagian distal dari
tempat cidera sebelum pemasangan bidai
7.
Jika ekstermitas tampak sangat dan nadi tampak tidak ada, coba luruskan
dengan tarikan secukupnya, tetapi bila terasa ada tahanan jangan diteruskan,
pasang bidai dlam posisi tersebut dengan melewati 2 sendi
8.
Bila curiga ada dislokasi pasang bantal atas bawah, jangan mencoba untuk
diluruskan

9.
Bila ada patah tulang terbuka, tutup bagian tulang yang keluar dengan kapas
steril dan jangan memasukkan tulang yang keluar tersebut, kemudian pasang
kembali bidai dengan melewati 2 buah sendi
10. Periksa nadi dan fungsi sensorik dan motorik ekstermitas bagian distal dari
tempat cidera setelah pemasangan bidai
11. Bereskan alat-alat dan rapikan pasien
12. Lepas hand scone
13. Cuci tangan
14. Dokumentasikan di lembar penanganan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
IMMOBILISASI EKSTERMITAS YANG CIDERA DAN PATAH TULANG

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk melakukan tindakan pengambilan darah


dari vena mengguanakan dissposible spuit

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam mengambil darah yang digunakan sebagai sempel atau bahan pemeriksaan
laboratorium

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Mangkok berisi kapas steril

2.

Alkohol

3.

Disposible spuit

4.

Sarung tangan

5.

Perlak

6.

Torniquet

7.

Botol steril

8.

EDTA

9.

Label nama pasien, no reg, tgl, ruangan, jenis pemeriksaan

10. Bengkok
11. Blangko permintaan darah

b.

Persiapan pasien

1.

Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan di laksanakan pada pasien

2.

Pasang sampiran

3.

Atur posisi pasien

c.

Pelaksanaan

1.

Beri label pada botol steril dan disposible spuit

2.

Atur posisi pasien

3.

Dekatkan alat-alat

4.

Cuci tangan

5.

Pakai hand scone

6.

Pasang alat dibawah tempat yang akan ditusuk

7.

Tentukan pembuluh darah yang akan ditusuk

8.

Pasang torniquet

9.

Oleskan kapas alkohol permukaan kulit vena yang akan ditusuk

10. Ulang 2-3 kali sampai bersih dan tunggu sampai kering
11. Lakukan penusukan pada pembuluh darah vena dengan disposible spuit dan
jarum menghadap ke atas
12. Lakukan inspirasi, bila keluar darah berarti penusukan benar
13. Lakukan penghisapan sesuai dengan yang di butuhkan
14. Lepas torniquet
15. Tarik spuit dengan cepat dan tutup bekas luka tusukan tersebut dengan
menggunakan kapas alkohol
16. Beritahu pasien bila tindakan sudah selesai
17. Rapikan pasien dan bereskan alat-alat
18. Lepaskan sarung tangan
19. Lepas hand scone dan cuci tangan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PENANGANAN PERDARAHAN

Pengertian

Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk melakukan pencegahan timbulnya


perdarahan lebih lanjut

Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam :
1.

Untuk mengontrol perdarahan

2.
Untuk mempertahankan volume darah & sirkulasi yang adequat untuk
oksigenasi
3.

Untuk mencegah timbulnya syok

Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Kasa steril (ukuran dan jumlah sesuai dengan kebutuhan)

2.

Kasa gulung / perban

3.

Handschoen steril (1 pasang)

4.

Duk steril / under pad steril (1 lembar)

5.

Arteri klem steril dalam tempatnya

6.

Gunting verband

7.

Plester

8.

Hecting set (bila perlu)

9.

Spalk / bidai sesuai ukuran (bila perlu)

10. Skort plastik


11. Neirbeken / bengkok 1 buah

b.

Persiapan pasien

1.

Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan

2.

Pasang sampiran / sketsel

c.

Pelaksanaan

1.

Alat alat didekatkan pada pasien

2.

Beritahu pasien tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan

3.

Pakai skort plastik

4.

Cuci tangan dan pakai hand schoen

5.
Buka pakaian pasien bila menutupi daerah yang mengalami perdarahan
dengan gunting dan pasang duk / underpad steril dibawahnya
6.

Kaji luka dan identifikasi asal luka,apakah dari vena atau arteri

a.
Arteri : lihat apakah keluarnya perdarhan memancr, adanya pulsasi atau
denyutan dan warna darah merah segar
1.
Ambil kasa steril, langsung, tekan pada daerah
perdarahan dan lakukan pembebatan
2.
3.
dokter bila diperlukan
b.

Segera lapor ke dokter bila perdarahan sangat banyak


Siapkan arteri klem han hecting set untuk tindakan

Vena : darah keluar secara merembes dan warna merah tua

1.
Ambil kasa steril sesuai kebutuhan, lakukan penekanan kemudian balut
dengan perban
7.

bila perdarahan terdapaat

Pada daerah patah tulang / fraktur


a.
Ambil kasa steril sesuai dengan kebutuhan, langsung tekan pada lokasi
perdarahan, kemudian bebat dengan perban
b.

Setelah itu pasang spalk / bidai anatara dua sendi ekstremitas yang fraktur

8.
Cek nadi pada bagian distal dari cedera, kehangatan, sensoris, capilarry refill
test, motorik bila perdarahan terjadi pada ektremitas
9.
Cek apakah pedarahan sudah berhenti, jika perdarahan masih terus
berlangsung, kasa dekat luka yang telah penuh dengan darah jangan diambil tetapi
berikan tambahan kasa steril dan pertahankan tekanan serta tinggikan ekstremitas
yang cedera
10. Lepas handschoen dan skort plastik
11. Rapikan pasien dan rapikan alat alat

12. Cuci tangan

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

1.
Potter & Pery (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses,
dan praktik, Alih bahasa, Yasmin Asih, Edisi 1, Jakarta : penerbit Buku Kedokteran,
EGC
2.
Dirjend Yankes (1981). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta : Sub
Direktorat Perawatan Kementrian Kesehatan RI.
3.
Kelompok Kerja Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar (2010). Instrumen
Evaluasi Penerapan Standart asuhan Keperawatan RSUP Dr. Saiful Anwar, Malang.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
POSISI PRONASI

Pengertian

Memposisikan pasien berbaring di telungkup diatas tempat tidur dengan kepala


menoleh kesamping.
Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan perawat yang akan melaksanakan praktek klinik


dalam :
1.

Memberikan ekstensi penuh pada persendian pinggul dan lutut.

2.

Mencegah fleksi kontraktur dari persendian pinggul dan lutut.

3.
Membantu drainage dari lutut sehingga berguna bagi pasien pascaoperasi
mulut dan tenggorokan.
Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Tempat tidur

2.

Bantal kecil

3.

Gulungan handuk

4.

Sarung tangan (jika diperlukan)

a.

Persiapan pasien

1.

Memberitau pasien tindakan yang akan dilakukan.

2.

Ciptakan lingkungan yang nyaman dan menjaga privasi pasien.

3.

Gunakan tempat tidur khusus yang dapat diatur.

b.

1.

Pelaksanaan

Tutup pintu, jendela, dan gorden atau sampiran bila pasien dibangsal.

2.
Cuci tangan dan gunakan sarung tangan, jika diperlukan (menurunkan
transmisi mikroorganisme).
3.

Pasien terlentang di pinggir salah satu sisi tempat tidur.

4.
Posisikan kedua lengan dekat dengan tubuh dengan siku lurus dan tangan
diatas paha. Miringkan pasien kearah tengah tempat tidur, kemudian posisikan
tengkurap.
a.

Memberikan posisi pada pasien sehingga kelurusan tubuh dapat dipertahankan.

5.
Putar kepala pasien ke salah satu sisi dan sokong dengan bantal. Jika banyak
drainage dari mulut, mungkin pemberian bantal dikontraindikasikan.
a. Hal ini mencegah fleksi lateral leher. Hindari meletakkan bantal dibawah bahu
untuk mencegah peningkatan resiko lordosis lumbal.
6.
Letakkan bantal dibawah dada (mencegah hiperekstensi kurva
lumbal,kesulitan pernapasan penekanan pada payudara wanita).
7.

Letakkan bantal dibawah kaki, mulai lutut sampai tumit.

a. Mengurangi fleksi plantar, memfleksikan lutut sehingga memberikan


kenyamanan dan mencegah tekanan yang berlebihan pada patella.
8.
Jika pasien tidak sadar atau mengalami paralysis ekstremitas atas, elevasikan
tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal.
a. Posisi ini akan mencegah terjadinya edema dan memberikan kenyamanan.
Bantal tidak diletakkan di bawah lengan atas karena dapat menyebabkan terjadinya
fleksi bahu).

9.

Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

10. Dokumentasikan tindakan.

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

Ns. Eni Kusyati, S. Kep, dkk. 2006. Keterampilan dan prosedur laboratorium, Jakarta,
EGC.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO


PUSKESMAS SIMAN
Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471
PONOROGO
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
POSISI SUPINASI

Pengertian

Memposisikan pasien berbaring terlentang dengan kepala dan bahu sedikit elevasi
dengan menggunakan bantal.
Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan siswa kompetensi keperawatan yang akan


melaksanakan praktek klinik dalam :
1.

Untuk pasien pascaoperasi dengan anestesi spinal

2.
Mengatasi masalah yang timbul akibat pemberian posisi pronasi yang tidak
tepat.
Prosedur
Uraian
a.

Persiapan alat

1.

Tempat tidur

2.

Bantal kecil

3.

Gulungan handuk

4.

Footboard (bantalan kaki)

5.

Sarung tangan (jika diperlukan)

b.

Persiapan pasien

1.

Memberitau pasien tindakan yang akan dilakukan.

2.

Meciptakan lingkungan yang nyaman dan menjaga privasi pasien.

3.

Menggunakan tempat tidur khusus yang dapat diatur.

c.

Pelaksanaan

1.

Tutup pintu, jendela, dan gorden atau sampiran bila pasien dibangsal.

2.
Cuci tangan dan gunakan sarung tangan, jika diperlukan (menurunkan
transmisi mikroorganisme).
3.

Baringkan pasien terlentang mendatar ditengah tempat tidur.

4.

Letakkan bantal di bawah kepala dan bahu pasien.

5.
Letakkan bantal kecil di bawah punggung pada kurva lumbal, jika ada celah
disana.
6.

Letakkan bantal dibawah kaki,mulai dari lutut sampai tumit.

7.

Topang telapak kai pasien dengan menggunakan bantalan kaki.

8.
Jika pasien tidak sadar atau mengalami paralysis ekstremitas atas, elevasikan
tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal.
a. (Posisi ini akan mencegah terjadinya edema dan memberikan kenyamanan.
Bantal tidak diletakkan di bawah lengan atas karena dapat menyebabkan terjadinya
fleksi bahu).
9.

Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

10. Dokumentasikan tindakan.

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Siman

Dr. Zulfita Riyanti


NIP. 19721108 200212 2 004

Referensi

Ns. Eni Kusyati, S. Kep, dkk. 2006. Keterampilan dan prosedur laboratorium, Jakarta,
EGC.

You might also like