Professional Documents
Culture Documents
(Tinjauan kepustakaan)
Kepanitraan Klinik Madya
Oleh :
1. Krisnasari Dwi Marlati.
2. Tommy. J. Numberi.
Pembimbing :
1. dr. I. B Indrajaya,Sp. S.
2. dr. Meike Karema, Sp.S.
BAGIAN NEUROLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA PAPUA
2008
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipersentasikan dihadapan para Pembimbing Kepanitraan Klinik Madya
pada Bagian Neurologi di RSUD Jayapura.
Pada
Hari
Tanggal
Tempat
Pembimbing/ Penguji
1.
dr. I. B Indrajaya,Sp. S.
1..................................
1.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL............................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................
II.1. DEFINISIS .....................................................................................
II.2. PATOFISIOLOGI..........................................................................
II.3. MANIFESTASI KLINIS..............................................................
II.4. DIAGNOSIS................................................................
II.5. DIAGNOSIS BANDING...................................................
II.6. KOMPLIKASI...........................................................................
II.7. PENATALAKSANAAN................................................................
II.8. PROGNOSIS..............................................................................
BAB III PENUTUP..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. DEFINISI
Lesi dari perkembangan vascular cerebral seperti aliran darah yang langsung dari
sistim arteri menuju ke sistim vena tanpa melalui kapilari sistim. Arteriovenous (AV)
shunt yang menunjukan bentuk karakteristik yang khas.5
II.2. EPIDEMOLOGI
AVMS adalah suatu kondisi yang jarang mempengaruhi sekitar 250,000 orang di
dalam Amerika Serikat.
Pernyataan tentang insiden terjadinya AVM di masyarakat AS adalah sekitar
0.14% (140 kasus per 100,000 orang atau 1 kasus per 700 orang). Hal ini menunjukan
kira-kira satu dari 50 atau satu dari 70 orang ada yang menderita anurisma intracranial.5
Suatu arteriovenus malformasi merupakan suatu kelainan bawaan dari pada
pembuluh darah otak, khas dengan adanya hubungan arteri dan vena. Arteriovenus
malformasi dapat berada di tempat lain di tubuh manusia.2
II.3. ETIOLOGI
Kita tidak mengetahui apa yang menyebabkan AVM. AVM ada yang dibawa sejak
lahir tapi tidak diturunkan. AVM dapat berada pada laki-laki maupun perempuan ataupun
pada ras yang berbeda. Suatu penilaiaan dari 3 juta orang di Amerika Serikat lahir dengan
kelainan vasculer, 10% dari kasus adalah AVM. AVMS bisa disebabkan oleh suatu
pecahan suatu pembuluh darah selama pengembangan saat janin. Biasanya
tidak
dalam berbagai lokasi, tetapi yang terutama di otak dan tulang belakang kedua bagian ini
merupakan bagian terpenting dari sistim saraf dan akan memberikan efek yang cukup
luas dan berarti pada tubuh.3
Embriology pembuluh darah otak
Gestational Age
Developmental Event
Week 3
Week 4
Week 5
Week 6
Week 7
Week 8-12
Adanya satu atau lebih hubungan langsung arteri atau vena sistim. AVMs
dianggap suatu lesi kogenital dengan karakteristik adanya kegagalan saat emberiologi
vaskular pada pembelahan sel pembentukan pleksus dan berkembang menjadi jaringan
kapiler yang matur pada area-area tertentu. Struktur ini munkin terbentuk dan tumbuh
pada saat postnatal yang berhubungan dengan lesi pada saat perinatal. Faktor biologi
molecular yang dianggap berpengaruh pada terjadinya AVM, melibatkan vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan basic fibroblast growth factor (bFGF). Keadaan
jaringan yang dengan adanya AVM adanya hipoxia jaringan yang persisten, karena
malformasi yang terjadi berasal dari jaringan vaskular yang sehat, kedepannya akan
terbentuk angiogenesis.5
II.4. PATOFISIOLOGI
Kebanyakan pasien-pasien tidak mengetahui bahwa mereka mempunyai satu
AVM. Sejumlah pasien-pasien dengan AVMs mempunyai seizures atau sakit kepala yang
terus menerus. Satu AVM dapat menambah ketegangan di pembuluh darah dan
melingkupi jaringan. Untuk usia muda (di bawah usia dari dua puluh) ini bukan suatu
masalah. Aliran darah yang meningkat yang disebabkan oleh shunt memperlemah
pembuluh darah. Pembuluh darah yang lemah dapat pecah. Hal ini dikenal sebagai suatu
hemorrhage atau suatu perdarahan. Jika satu AVM berdarah, pasien mengalami sakit
kepala sangat berat. Hal ini dapat menjadi suatu stroke dan bahkan kematian. Mengenai
4% dari orang-orang dengan AVM luar cetak yang awal masing-masing tahun.
Kemungkinan munculnya perdarahan pada pendeita dengan AVM tidak diketahui. AVM
yang luas dapat menyebabkan gangguan neurologist progresif dengan adanya penekan
jaringan otak dan terjadinya perubahan aliran darah.1
Penyebab AVM sementara ini tidak diketahui pasti, Resiko terbesar adalah
perdarahan intra serebral. Resiko yang muncul sulit untuk diketahui. Kira-kira 40% dari
kasus
mendadakpada pembuluh darah yang rapuh karena struktur yang abnormal di otak. Lagi
pula pada beberapa penderita ada yang asimtomatik atau adanya keluhan lokal tergantung
pada daerah mana yang terkena AVM. Jika terjadi ruptur atau perdarahan, maka darah
akan penetrasi masik kedalam jaringan otak (cerebral hemorrhage) atau masuk kedalam
ruang subarachnoid. Ruang ini terletak antara selaput (meninges) yang mengelilingi otak
(subarachnoid hemorrhage).2
Satu kali AVM berdarah, akan sangat mungkin terjadi perdarahan ulang.
Bagaimanapun, selama AVM tidak ruptur resiko terjadinya perdarahan relative lebih
rendah.2
AVM yang tidak berdarah dapat menyebabkan gejala seperti epileptic seizures,
nyeri kepala, atau gejala neurologic yang fluktuasi. Kebanyakan dari kasus bersifat
asimtomatik.2
Resiko perdarahan dari AVM:1
10 years ---33.5%
20 years ---55.8%
30 years ---70.6%
40 years ---80.3%
50 years ---86.8%
Tidak ada aktivitas yang dapat diketahui dapat melindungi atau menyebabkan
perdarahan.Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspirin, aspiring-containing
compounds, or non-steroidal anti-inflammatory agents.1
AVMs memberikan gejala hanya bila terjadi kerusakan yang
mengenai otak atau medulla spinalis pada level kritikal tertentu. Ini
yang
menjadi
penyebab
mengapa
pada
beberapa
orang
yang
medulla spinalis.3
Kompromi pada AVMs pengiriman oksigen ke otak atau ke
medulla spinalis melalui
cepatakan
menyebabkanterbuangnya
oksigen
kejaringan
bulges
in
blood
vessel
walls
that
are
liquid that normally nourishes and protects the brain and spinal cordby distorting or
closing the passageways and open chambers (ventricles) inside the brain that allow this
fluid to circulate freely. As cerebrospinal fluid accumulates, hydrocephalus results. This
fluid buildup further increases the amount of pressure on fragile neurological structures,
adding to the damage caused by the AVM itself.3
The direct connection between the arterial and venous systems supplies a low-resistance
shunt for arterial blood and exposes the venous system to abnormally high pressures. This
results in a system of enlarged feeding vessels, the tangled nidus of the AVM itself, and
enlarged draining venous structures.5
II.5. MANIFESTASI KLINIS
Seizure (46%)
Headache (34%)
Pediatric patients
o
Heart failure
Macrocephaly
Hemorrhage is more likely to be caused by small lesions, while seizures are more likely
to be caused by large lesions. 5
An increasing number of lesions now are found incidentally upon brain imaging. 5
The annual risk of intracranial hemorrhages associated with AVMs is 2-3%. The mortality
rate associated with the initial bleed is 10%. The mortality rate associated with the second
bleed is 13%, and the rate increases to 20% for each subsequent bleed. The incidence of
new neurologic deficit occurring with each bleed is 50%. These numbers are generalized
for all AVMs. The location and size of each patient's lesion greatly affects their risk of
morbidity and mortality. 5
Patients with an AVM have an increased risk of developing a cerebral aneurysm.
Approximately 7.6% of patients with an AVM develop an aneurysm. Alternatively, 1.1%
of patients with an aneurysm are found to have an AVM. Most commonly, aneurysms are
found on arteries feeding the AVM. 5
Rare case reports describe multiple intracranial AVMs and/or concomitant intracranial
and intraspinal AVMs, but these are too rare to be well characterized. AVMs may present
as part of a neurocutaneous syndrome, including Sturge-Weber syndrome or RenduOsler-Weber syndrome.5
II.5. DIAGNOSIS
Semua pasien yang dicurigai AVM harus dilakukan CT scan atau MRI sebagai
pemeriksaan awal. Pada CT scan akan tampak bercak-bercak kalsifikasi dikelilingi oleh
malformasi, dengan pemberian kontras, feeding arteri atau vena yang dilatasi biasanya
tampak gambaran anatomi yang detasan tampak pada MRI. Angiografi merupakan
pemeriksaan yang utama untuk diagnosa AVMS dan perencanaan operasi. Angiografi ipsi
dan kontralateral diperlukan.(iskandar Japardi)
An AVM diagnosis is established by neuroimaging studies. A computed
tomography scan of the head (head CT) is usually performed; this can reveal the site of
the bleed. More detailed pictures of the tangle of blood vessels that compose an AVM can
be obtained by using radioactive reagents injected into the blood stream, then observed
using a fluoroscope or Magnetic Resonance Imaging (MRI). A spinal tap (lumbar
puncture) can be used to examine spinal fluid for red blood cells; this condition is
indicative of leakage of blood from the bleeding vessels into the subarachnoid space. The
best images of an AVM are obtained through cerebral angiography. This procedure
involves using a catheter, threaded through an artery up to the head, to deliver a contrast
agent into the AVM. As the contrast agent flows through the AVM structure, a sequence
of X-ray images can be obtained to ascertain the size, shape and extent of that structure.2
II.7.KOMPLIKASI
Surgical complications
o
Complications
of
endovascular
embolization
include
persistent
Complications of radiosurgery
o
Complications depend on the size and location of the AVM. AVMs located
in eloquent areas and in central locations are more prone to radiationinduced complications.
White matter edema and radiation-induced necrosis may occur during the
1- to 3-year treatment period. Persistent neurological deficits after
radiation have been reported in 8% of treated patients.
Patients with hemorrhagic presentation have a higher mean annual risk for
hemorrhage until radiation-induced obliteration of the AVM is achieved
compared to patients with a nonhemorrhagic presentation (6.3% vs 3.9%).
The risk for hemorrhage seems to be lower after radiation therapy in
patients with hemorrhagic presentation compared to the period before
gamma knife radiotherapy was initiated.
II.8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan malformasi arteri vena adalah penatalaksanaan yang "paling lambat"
mengalami kemajuan. Saat ini, masih tidak ada bukti bukti yang valid, untuk menjawab,
penatalaksanaan apa yang paling tepat untuk kasus ini, apakah reseksi oleh bedah saraf,
radiasi stereotaktik, ataupun embolisasi. Saat ini sedang dilakukan suatu penelitian secara
komphrehensif dengan nama ARUBA (A Randomized trials of Unrupturs Brain AVM),
dimana pada saat ini rencana penelitian tersebut masih dalam pengujian teori dan
protokol.
Sementara itu, tindakan embolisasi sendiri yang saat ini menjadi pilihan utama untuk
penatalaksanaan terapi malformasi arteri vena, memiliki angka komplikasi sebesar 10%15%. Untuk saat ini injeksi yang biasa digunakan para interventionist pun masih berkisar
pada senyawa n-butyl cyanoacrylate, onyx, dan polivinil alcohol, yang disuntikan
langsung melalui mikro kateter ke pembuluh darah feeder malformasi tersebut.
Treatment planning for AVMs depends on risk of subsequent hemorrhage, which
is determined by the demographic, historical, and angiographic features of the individual
patient as discussed above. Prior hemorrhage, smaller AVM size, deep venous drainage,
and relatively high arterial feeding pressures make subsequent hemorrhage more likely.
No randomized clinical trial comparing invasive treatment (staged embolization
followed by either neurosurgical resection or radiosurgery) versus medical management
alone of patients with a known brain AVM is available. There is little disagreement that
patients with an AVM-related hemorrhage need treatment to avoid subsequent
hemorrhages given the high recurrent hemorrhage rates. However, until recently, most
patients with a diagnosis of an unruptured brain AVM were also considered candidates for
invasive treatment to prevent a devastating hemorrhage. This concept has been
challenged because of the low annual hemorrhage rates in patients who did not present
with a brain hemorrhage.
To answer this question, the NIH-sponsored, multicenter Unruptured Brain
Arteriovenous Malformations Trial (ARUBA) is conducted in the United States, Canada,
Europe, and Australia. A total of 800 patients will be randomly assigned in 90 centers to
invasive therapy (endovascular, surgical, and/or radiation therapy) versus medical
management alone. Patients will be followed for a minimum of 5 years and a maximum
of 7.5 years (mean, 6.25 y) from randomization. Final study results will not be available
until 2012.
Until the ARUBA study results are available, treatment is recommended for the
younger patient with one or more of the high-risk features for a AVM rupture, whereas an
older individual or a patient with no high-risk features may be best treated by managing
the medical aspects of the illness alone. In such patients, anticonvulsants for seizure
control and appropriate analgesia for headaches may be the only treatment
recommendations necessary.
Anticonvulsants
o
Headache management
o
Terapi Bedah
Invasive treatment of AVMs may include endovascular embolization, surgical
resection, and focal beam radiation, alone or in any combination. The surgical treatment
risk has traditionally been estimated by the Spetzler-Martin grade. This grading system
assigns 1 point to AVMs smaller than 3 cm in largest diameter, 2 points to AVMs between
3 and 6 cm in largest diameter, and 3 points for AVMs larger than 6 cm. A further point is
added if the AVM is located in functionally critical brain (eg, language, motor, sensory, or
visual cortex), and another point if the AVM has a deep venous drainage.
Selama terjadinya embolisasi pasien tetap sadar dan dibuat nyaman dengan
pertolongan tim anastesi yang memonitor dan memberikan obat melalui jalur intravena.
Setelah embolisasi pasien menginap/ dirawat di Neurological Intensive Care Unit (NICU)
dimana pasien dapat dimonitor secara ketat. Pasien biasanya rawat inap untuk satu malam
untuk setiap embolisasi dan biasanya membutuhkan 2-3 embolisasi dengan interval
selama 2-6 minggu intervals. Pasien biasanya dapat langsung segera melakukan aktivitas
setelah tindakan. Mungkin akan ada nyeri kepala sedang setelah embolisasi dihubungkan
dengan sistim cloting pembuluh darah AVM, atau adanya mual yang berhubungan dengan
obat yang diberikan. Pada pemeriksaan neurologik dilakukan sebelum atau sesudah
injeksi di lakukan. Hal ini dapat memberitahukan apakah pembuluh darah yang
mensupplai AVM juga mkendapat supplai secara normal dan sesuai dengan kebutuhan
dari otak.Setelah ini, agent permanent akan disuntikan melalui AVM dan kateter di pin
dahkan. Hal ini dilakukan berulang kali pada pembuluh darah yang menyuplai AVM.1
The current American Heart Association multidisciplinary management guidelines for
the treatment of brain AVMs recommend the following approach:
1. Surgical extirpation is strongly suggested as the primary treatment for SpetzlerMartin grade I and II if surgically accessible with low risk.
Surgical resection
o
Arterial feeders and draining veins are isolated and ligated, then the nidus
is resected. Arterial aneurysms may be clipped surgically as well.
Endovascular embolization
o
11-40%
of AVM
obliteration
with
only
endovascular
embolization.
Radiosurgery
o
MRI often shows high signal in surrounding brain white matter following
treatment; actual mass effect from edema can be seen when larger
territories are covered. Radiosurgery may take 1-3 years to achieve
thrombosis of an AVM, thus the patient remains at risk for hemorrhage
from AVM during the treatment period.
II.9. PROGNOSIS
Lifetime risk of hemorrhage may be substantial for young patients with AVM.
Prognosis after AVM hemorrhage is generally better than that after intracerebral
hemorrhage from other causes. Better prognosis may be due to the relatively
younger age of patients and a greater potential for reorganization of brain
function. More accurate prognosis awaits the results of currently active, longterm, population-based outcome studies.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Arterio-Venous Malformation, http//www. AVM com.htm. Diakses
tanggal 23 Januari 2008.
2. Anonim. Cerebral arteriovenous malformation, http//www.Wikipedia, the free
encyclopedia.htm. Diakses tanggal 23 Januari 2008.
Article by Michael L