You are on page 1of 5

Percobaan 5 : Perlindungi Gugus Fungsi dengan Aseton

Aviv Sigit Cahyono


NIM
: 10513035
Kelas
: 02
Kelompok : 03
avivsigitcahyono@gmail.com
Abstrak
Gugus pelindung berperan sangat penting dalam sintesis organik modern, karena gugus tersebut gugus
reaktif X-H dari interaksinya terutama dengan reagen-reagen nukleofilik dan pengoksidasi. Aseton
adalah suatu pelarut organik yang sering digunakan dan banyak digunakan dalam sintesis organik
sebagai gugus pelindung. Pada perlindungan D-mannosa dengan aseton diperoleh produk yang
menghasilkan % rendemen sebesar 76,388 %, % galat titik leleh produk adalah 0,826 %, nilai Rf
produk sebesar 0,20, dan nilai Rf D-mannosa sebesar 0,228. Sedangkan pada modifikasi L-sistein
dengan aseton diperoleh produk yang menghasilkan % rendemen sebesar 29,904 %, nilai Rf produk
sebesar 0,20, dan nilai Rf L-sistein sebesar 0,143. Berdasarkan data karakterisasi yang dilakukan
terhadap kedua produk dapat disimpulkan produk yang diperoleh merupakan produk yang diharapkan
dan memiliki kemurnian yang cukup tinggi.
Kata kunci: Perlindungan D-mannosa dengan Aseton, Modifikasi L-Sistein dengan Aseton

Abstract
Protecting groups play an important role in modern organic synthesis, because these groups reactive
group X-H of interaction especially with nucleophilic reagents and oxidizing. Acetone is an organic
solvent that is commonly used and widely used in organic synthesis as a protecting group. On the
protection of D-mannose with acetone derived product that generates % yield of 76.388%, % error
melting point of the product is 0.826%, the value of the product gives Rf of 0,20, and the value of Dmannose gives Rf of 0,228. While the L-cysteine modification with the acetone derived product that
generates % yield of 29.904%, the value of product gives Rf of 0,20 and the value of L-cysteine gives
Rf of 0,143. Based on the characterization performed on both products can be summed products
obtained are expected product and have a high percentage of purity.
Keywords: Protection of D-mannose with acetone, Modified L-Cysteine with Acetone

1. PENDAHULUAN
2. METODE PERCOBAAN
Gugus pelindung berperan sangat penting dalam
sintesis organik modern, karena gugus tersebut
menyembunyikan gugus reaktif X-H (X = O, N, S) dari
interaksinya terutama dengan reagen-reagen nukleofilik dan
pengoksidasi. Pada saat, gugus pelindung lebih lanjut dapat
dilepaskan kembali dengan mudah menggunakan reagen
tertentu pada kondisi yang sedang (mild). Aseton, suatu
pelarut organik yang umum digunakan, juga banyak
digunakan dalam sintesis organik sebagai gugus pelindung.
Aseton menunjukkan kemampuannya dalam spektrum yang
luas untuk bereaksi dengan gugus hidroksi, amino dan tiol
dengan membentuk hemiketal atau ketal dan analog Nmaupun S-nya) bergantung pada jumlah dan lokasi pada
gugus nukleofilik X-H. Dalam bentuk (hetero) ketalnya,
residu aseton dapat dianggap dalam molekul yang
dilindunginya sebagai bagian dari gugus lingkar lima jenuh
1,3-diheterosiklik. Dalam percobaan ini akan membuat
senyawa turunan karbohidrat D-mannosa dan asam -amino
L-sistein.

Reaksi I : Perlindungan D-mannosa dengan


Aseton
Dipegang gelas kimia di atas pemanas listrik dengan
klem cincin yang diklem pada statif. Dimasukkan 200 mg
D-mannosa, 60 mg kristal iod dan 12 mL aseton anhidrat
ke dalam gelas kimia. Dimasukkan termometer yang
ujungnya tepat mengenal campuran reaksi. Dipanaskan
campuran reaksi selama kurang lebih 30 menit pada suhu
35C sambil diaduk. Setelah semua mannosa larut,
dimatikan pemanas dan didinginkan campuran reaksi
hingga suhu kamar. Dipasang corong penambah di atas
gelas kimia menggunakan klem yang diklem pada statif
(pastikan kerannya dalam posisi tertutup!). Dituangkan
larutan encer Na2S2O3 ke dalam corong dan ditambahkan
tetes demi tetes larutan tersebut ke dalam gelas kimia
berisi campuran reaksi berwarna coklat hingga warnanya
memudar. Ditambahkan 10 mL air dan dipindahkan
campuran reaksi dari gelas kimia ke dalam corong pisah
dipastikan kerannya tertutup yang terpasang pada klem

cincin yang diklem ke statif. Ditambahkan 10 mL


kloroform dan ditutup corong pisah dengan memasang
penutupnya pada bagian atas corong. Diambil corong
pisah, ditempatkan pada telapak tangan dengan ujung
corong mengarah ke atas. Digoyang corong pisah beberapa
kali sambil sesekali membuka keran dengan posisi ujung
mengarah ke atas untuk mengeluarkan udara dalam corong
pisah. Diulangi pengocokkan dan pelepasan udara tiga
kali. Kemudian diletakkan kembali corong pisah pada
klem cincin dan di tunggu hingga lapisan fasa air dan fasa
organik memisah dengan jelas. Dibuka tutup bagian atas
corong pisah. Perlahan lahan buka keran dan dibiarkan
lapisan fasa organik mengalir keluar dan di tampung pada
gelas kimia. Dibiarkan lapisan fasa air tetap di dalam
corong pisah. Ditambahkan lagi 10 mL kloroform ke dalam
corong pisah dan diulangi prosedur ekstraksi menggunakan
gelas kimia yang sama untuk menampung fasa organiknya.
Dicuci gabunggan fasa organik dengan 10 mL air
menggunakan corong pisah lain yang bersih. Dimasukkan
Na2SO4 terkalsinasi (anhidrat) ke dalam gelas kimia yang
berisi lapisan fasa organik. Diletakkan gelas kimia di atas
pengaduk magnet, dimasukkan batang pengaduk magnet
dan diaduk campuran selama 15 menit. Disaring zat
pengering menggunakan corong penyaring biasa. Diuapkan
pelarut dari filtrat menggunakan rotary evaporatora atau
distilasi biasa. Ditimbang produk berwarna putih yang
terbentuk dan dihitung persen rendemennya. Di ambil
sedikit kristal untuk ditentukan titik lelehnya. Dilakukan
KLT terhadap D-mannosa dan produk menggunakan eluen
kloroform : metanol = 7 : 3 (v/v). Disisihkan produk untuk
FTIR, NMR dan polarisasi optisnya dengan polarimeter
(dalam pelarut aseton).

reaksi perlindungan sistein dengan aseton sudah


berlangsung sempurna : Reaksi Ninhidrin. Larutan
beberapa miligram produk di dalam aseton-air dan segera
diteteskan satu tetes larutan tersebut pada kertas saring.
Diteteskan satu tetes reagen ninhidrin tepat di atas tetesan
larutan sebelumnya. Perlahan dipanaskan kertas saring
tersebut pada pemanas listrik. Dilakukan uji yang sama
untuk larutan asam amino pereaksinya. Bandingkan hasil
kedua uji tersebut dan jelaskan perbedaannya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Pengamatan
Reaksi I : Perlindungan D-mannosa dengan Aseton
Massa Kristal/produk yang dihasilkan 0,22 gram, %
Rendemennya adalah 76,388 % dan persen galat titik leleh
kristal adalah 0,826 %.
1. Data Hasil Titik Leleh
No
1.

Sampel

Hasil TL

Referensi TL

Produk

122C

118-124C

2. Pemeriksaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


No

Sampel

Jarak Noda

Jarak Eluen

Rf

1.

Produk

0,7 cm

3,5 cm

0,20

2.

D-mannosa

0,8 cm

3,5 cm

0,228

Reaksi II : Modifikasi L-Sistein dengan Aseton


Massa Kristal/produk yang dihasilkan dalam percobaan
adalah 0,0398 gram, % Rendemennya adalah 29,904 %.

Reaksi II : Modifikasi L-Sistein dengan Aseton


Klem labu bundar pada statif di atas pemanas listrik
berpengaduk magnet. Dimasukkan 100 mg L-sistein
hidroklorida dalam 2 mL aseton anhidrat ke dalam labu
bundar tersebut. Dimasukkan batang pengaduk magnet dan
dipasang kondensor refluks lalu dipanaskan campuran
reaksi hingga mendidih. Pereaksi asam amino hidroklorida
akan melarut yang segera akan diikuti dengan terbentuknya
endapan produk. Diteruskan refluks selama 30 menit,
kemudian dilepaskan kondensor refluks dan didinginkan
campuran reaksi menggunakan penangas es. Ditekan
padatan yang terbentuk dalam labu reaksi dan dilakukan
penyaringan menggunakan kaca masir Schott atau corong
Buchner dan dilakukan penyaringan vakum menggunakan
pompa air atau pompa vakum. Kemudian di tekan endapan
pada penyaringan untuk mempercepat proses pengeringan
sambil tetap dilakukan pengisapan vakum sampai tidak
ada filtrat yang menetes lagi. Dihentikan sementara
penyaringan vakum lalu dilepaskan corong Buchner dan
diambil labu isap berisi filtrat larutan induk. Dibilas labu
reaksi menggunakan larutan induk dari labu isap, lalu
dipasang lagi corong Buchner pada labu isap. Dinyalakan
pompa vakum lagi agar pengeringan efektif, ditekan
padatan berkali-kali dengan batang pengaduk kaca.
Dibiarkan produk mengering di atas penyaring vakum
selama sedikitnya 10 menit. Diambil sedikit kristal untuk
penentuan titik leleh. Dilakukan KLT terhadapa L-sistein
dan produk menggunakan eluen kloroform : metanol = 7 : 3
(v/v). Disisihkan produk untuk dianalisis FTIR, NMR dan
polarisasi optisnya dengan polarimeter dalam pelarut
aseton. Dilakukan uji berikut untuk mengetahui apakah

1. Pemeriksaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


No

Sampel

Jarak Noda

Jarak Eluen

Rf

1.

Produk

2 cm

3,5 cm

0,20

2.

L-sistein

0,5 cm

3,5 cm

0,143

Pembahasan
Reaksi I : Perlindungan D-mannosa dengan Aseton
Pada percobaan ini, dilakukan perlindungan Dmannosa dengan aseton. Kemudian dilakukan beberapa
campuran reagen. D-mannosa adalah turunan senyawa dari
karbohidrat yang digunakan dalam percampuran dengan
reagen lain sehingga dapat bereaksi dan membentuk
kristal. Kristal I2 (Iod) berfungsi sebagai oksidator karena I2
mengalami reduksi menjadi I-. Aseton anhidrat adalah
pelarut organik yang digunakan dalam sintesis organik
sebagai gugus pelindung. Dilakukan pencampuran
senyawa, yakni : D-mannosa, kristal Iod, dan aseton
anhidrat di dalam gelas kimia. Dipanaskan campuran
reaksi di atas penangas listrik selama kurang lebih 30
menit pada suhu 35C. Hal ini, dilakukan agar senyawa
yang dicampurkan dapat bereaksi dengan cepat dan
sempurna. Setelah mannosa larut, dimatikan pemanas
listrik dan didinginkan campuran reaksi hingga suhu
kamar. Ditambahkan larutan encer Na 2S2O3 ke dalam gelas
kimia. Na2S2O3 berfungsi sebagai pengoksidasi yang kuat
sehingga dapat mereduksi kristal I2 (iod) menjadi I- yang
menyebabkan larutan menjadi bening. Kemudian
ditambahkan 10 mL air pada gelas kimia dan dipindahkan

ke dalam corong pisah. Lalu, ditambahkan 10 mL


kloroform di dalam corong pisah dan dilakukan ekstraksi.
Fungsi ekstrasi adalah untuk memisahakan fasa air dan
fasa organik. Kloroform berfungsi sebagai fasa organik
yang memiliki kemampuan yang baik dalam melakutkan
senyawa produk. Penggunaan corong pisah bertujuan untuk
mengeluarkan gas yang dihasilkan.

Hal ini terjadi berdasarkan sifat fasa diam, yaitu silika gel
yang bersifat polar sehingga senyawa yang lebih polar akan
menghasilkan jarak noda yang pendek. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan senyawa produk adalah senyawa
turunan karbihidrat D-mannosa. Karena perlindungan
aseton sebagai gugus fungsi berhasil.

Gambar 2. Senyawa turunan karbohidrat D-mannosa

Gambar 1. Spektrum NMR dari Senyawa turunan


karbohidrat D-mannosa

Ekstraksi ini harus dilakukan dengan pengocokan yang


tidak terlalu keras untuk menghindari emulsi. Setelah
terdapat dua fasa, untuk mengetahui yang mana fasa air
maka campuran ditetesi dengan air. Kemudian lapisan fasa
air tetap berada di dalam corong pisah dan dilakukan hal
yang sama yakni penambahan klorofom di dalam corong
pisah. Kemudian ditampung fasa organiknya. Dilakukan
pencucian pada fasa organik dengan 10 mL air
menggunakan corong pisah lain yang bersih. Dimasukkan
Na2SO4 anhidrat ke dalam gelas kimia yang berisi lapisan
fasa organik. Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan air
yang masih tersisa karena Na 2SO4 anhidrat bersifat
menyerap air. Kemudian dilakukan pengadukan magnet
selama 15 menit di atas penangas air. Lalu, saring zat
pengering menggunakan corong penyaring biasa dan
diuapkan pelarut dari filtrat menggunakan distilasi
sederhana. Distilasi ini dilakukan bertujuan untuk
memisahkan produk dari kloroform. Massa produk yang
diperoleh dalam percobaan adalah 0,22 gram dan %
rendemennya adalah 76,388 %. % rendemen yang
diperoleh lebih besar dari 50 %. Hal ini, menunjukkan
peroleh yang didapat cukup besar dan berhasil. Karena
campuran reaksi antara reagen satu dengan reagen lain
bereaksi secara maksimal, waktu pengadukan yang pas dan
tidak berlebih, proses ekstraksi dan distilasi sederahana
yang baik pada saat melakukan percobaan dan proses
penguapan yang tidak berlebihan pada reagen. Titik leleh
produk yang diperoleh dalam percobaan adalah 122C
sedangkan titik leleh produk referensi adalah 118-124C.
% galat titik leleh produk adalah 0,826 %. % galat titik
leleh produk ini, terdapat perbedaan yang tidak signifikan
karena persen galat titik leleh produk tidak lebih besar dari
5%. Kemudian dilakukan uji KLT, menunjukkan bahwa
terbentuk suatu produk. Karena diperoleh nilai Rf Dmannosa adalah 0,228 dan nilai Rf produk adalah 0,2 yang
berbeda sehingga terdapat 2 jarak noda tersebut. Senyawa
yang paling polar adalah produk kemudian D-mannosa.

Reaksi II : Modifikasi L-Sistein dengan Aseton


Pada percobaan ini, dilakukan modifikasi L-sistein dengan
aseton. Disiapkan klem labu bundar pada statif di atas
pemanas listrik berpengaduk magnet. Dilakukan
pencampuran reaksi antara L-sistein hidroklorida dan
aseton anhidrat. Hidroklorida adalah garam yang
mengendap selama reaksi kimia antara asam klorida dan
basa organik seperti L-sistein. Dalam reaksi ini, antara Lsistein dan asam klorida gram yang mengendap keluar
adalah L-sistein hidroklorida. Pada asam klorida yang
digunakan untuk mengkonversi amina larut seperti Lsistein menjadi senyawa yang larut dalam air. L-sistein
adalah asam amino semiesensial. Asam amino adalah
senyawa organik yang memiliki gugus karboksil (-COOH)
dan amina (-NH2). Pada percobaan ini juga dilakukan uji
reaksi spesifik asam amino dengan pereaksi ninhidrin.
Sedangkan aseton anhidrat adalah pelarut organik yang
digunakan dalam sintesis organik sebagai gugus pelindung.
Kemudian campuran reaksi antara L-sistein hidroklorida
dan aseton anhidrat di refluks pada labu bundar yang telah
diberi pengaduk magnet atau stirer. Prinsip dari metode
refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan
menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan
dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam
bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun
lagi ke dalam wadah reaksi dan pelarutnya akan tetap ada
selama reaksi berlangsung. Fungsi refluks adalah untuk
mempercepat reaksi antara pelarut dan zat pelarut.
Pereaksi asam amino hidroklorida akan melarut yang
segera akan diikuti dengan terbentuknya endapan produk.
Kemudian diteruskan refluks selama 30 menit dan
dilepaskan kondensor refluks setelah proses refluks
selesai. Dilakukan pendinginan terhadap produk dengan
menggunakan penangas es dan ditekan padatan yang
terbentuk dalam labu reaksi. Lalu, disaring menggunakan
corong Buchner dan penyaringan vakum menggunakan
pompa vakum. Ditekan selalu endapan pada saat
penyaringan untuk mempercepat proses pengeringan
produk sehingga tidak ada lagi filtrat yang menetes. Agar
pengeringan efektif, ditekan padatan berkali-kali dengan
batang pengaduk kaca. Kemudian dibiarkan produk
mengering di atas penyaring vakum selama 10 menit.
Massa produk yang diperoleh dalam percobaan adalah
0,0398 gram dan % rendemennya adalah 29,904 %. %
rendemen yang diperoleh dalam percobaan masih kurang
dari 50 %. Hal ini, mengidentifikasikan adanya kesalahan

yang dilakukan di dalam percobaan. Kesalahan-kesalahan


yang mungkin terjadi, sehingga mengakibatkan %
rendemen yang diperoleh masih sangat kecil diantaranya :
reaktan atau pereaksi-pereaksi yang digunakan di dalam
percobaan masih belum bercampur atau bereaksi secara

dilakukan uji KLT maka dapat disimpulkan bahwa


senyawa produk adalah senyawa turunan asam amino Lsistein.

Gambar 4. Senyawa asam amino L-sistein

4. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada
perlindungan D-mannosa dengan aseton diperoleh massa
kristal/produk yang dihasilkan adalah 0,22 gram, %
Rendemennya adalah 76,388 %, persen galat titik leleh
kristal adalah 0,826 %, nilai Rf D-mannosa adalah 0,228
dan nilai Rf Produk adalah 0,20. Sedangkan pada
modifikasi L-sistein dengan aseton diperoleh massa
kristal/produk yang dihasilkan adalah 0,0398 gram, %
Rendemennya adalah 29,904 %, nilai Rf L-sistein 0,143
adalah dan nilai Rf Produk adalah 0,20.

UCAPAN TERIMAKASIH

Gambar 3. Spektrum NMR Senyawa asam amino L-sistein

maksimum atau sempurna, yakni : L-sistein hidroklorida


dan aseton anhidrat, reaktan yang digunakan di dalam
percobaan masih belum murni, kurang lamanya waktu
pengadukan, terjadi kesalahan ketika melakukan
penyaringan dengan corong Buchner, dan kurang lamanya
waktu pengadukan ketika dilakukan refluks. Kemudian
dilakukan uji KLT, menunjukkan bahwa terbentuk suatu
produk. Karena diperoleh jarak noda yang berbeda antara
produk dan L-sistein. Nilai Rf L-sistein adalah 0,143 dan
nilai Rf produk adalah 0,20. Senyawa yang paling polar
adalah L-sistein dan senyawa yang kurang polar adalah
produk. Hal ini terjadi berdasarkan sifat fasa diam, yaitu
silika gel yang bersifat polar sehingga senyawa yang lebih
polar akan menghasilkan jarak noda yang pendek. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan senyawa produk adalah
senyawa turunan asam amino L-sistein. Kemudian
dilakukan uji Ninhidrin, uji Ninhidrin digunakan untuk
menunjukkan adanya asam amino dalam zat yang di uji.
Dalam uji ini digunakan larutan ninhidrin untuk
mendeteksi semua jenis asam amino. Ninhidrin merupakan
senyawa kimia yang digunakan untuk mendeteksi gugus
amina dalam molekul asam amino. Pada produk yang
diperoleh dilakukan penetesan dengan reagen ninhidrin
dan 1 tetes ninhidrin di atas kertas saring. Kemudian
dilakukan pemanasan perlahan pada kertas saring di atas
pemanas listrik. Pada 1 tetes reagen ninhidrin berwarna
ungu sedangkan pada produk yang telah diteteskan dengan
reagen ninhidrin tetap berwarna ungu. Hal ini,
menunjukkan berdasarkan uji ninhidrin dengan senyawa
produk diperoleh hasil positif karena berwana ungu
sehingga perlindungan aseton sebagai gugus fungsi tidak
dapat dilakukan. Tetapi karena produk diperoleh ketika

Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada :


1. Tuhan Maha Esa, yang telah memberikan
kesehatan kepada saya, sehingga saya mampu
melakukan praktikum dan menyusun full report ini.
2. Kedua Orang Tua saya, yang senantiasa mendoakan
saya sehingga saya mampu menjadi sosok yang
lebih baik.
3. Para Asisten Praktikum, yang telah membimbing
saya dalam melaksanakan praktikum dan
membantu saya dalam berdiskusi
4. Semua pengurus laboratorium kimia organik ITB
(Pimprak beserta pengurus-pengurus lain) yang
telah membantu dalam mengatur dan memfasilitasi
semua kebutuhan yang berhubungan dengan
praktikum kimia organik.
5. Teman-teman saya dari kelompok 3 yang telah
membantu saya dalam melaksanakan praktikum,
serta yang telah membantu saya dalam berdiskusi.

DAFTAR PUSTAKA
Eremin, V., dan Gladilin, A. 2013. Preparatory Problems
45th International Chemistry Olympiad (IchO-2013),
Chemistry Department, Moscow State University,
Russian Federation, p. 69-72.
Fessenden & Fessenden. 1999. Kimia Organik Edisi
Ketiga. Jakarta : Erlangga, p. 363-368.
Friedman, Mendel. 2004. Applications of the Ninhydrin
Reaction for Analysis of Amino Acids, Peptides, and
Proteins to Agriculturan and Biomedical Sciences,
Journal of Agric. Food Chem. 52, p.385-406.
Helmkamp, G.K., and Johnson, Jr., H.W. (1964), Selected
Experiments in Organic Chemistry, H. Freeman and
Company, San Fransisco & London, p. 128

Lampiran
Mekanisme reaksi perlindungan D-mannosa dengan aseton

Mekanisme reaksi modifikasi L-sistein dengan aseton

Mekanisme reaksi Ninhydrin dengan asam amino

You might also like