You are on page 1of 6

AVIAN INFLUENZA

- Virus influenza mempunyai


jenis antigen :
1. Protein Nukleokapsid (NP)
2. Hemaglutinin (HA)
3. Neuraminidase (NA)
4. Protein Matriks (MP)

- Berdasarkan
perbedaan
sifat
antigenik dari nukleoprotein dan
matrix proteinnya,virus influenza
digolongkan dalam Virus A,B,dan
C
- Virus influenza tipe A terdiri dari
Hemaglutinin
(HA)
dan
Neuraminidase (NA).
- Pada manusia hanya terdapat
jenis
H1N1,H2N2,H3N3,H5N1,H9N2,H1
N2, H7N7. Sedangkan pada
binatang H1-H5 dan N1-N9

- Strain yang sangat virulen/ganas


dan menyebabkan flu burung
adalah dari subtipe A H5N1.
- Virus influenza tipe A dapat
berubah-ubah
bentuk
melalui
perubahan permukaan antigen
atau proteinnya :
a. Antigenik drift
b. Antigenik shift
- Virus AI berpotensi untuk menular
ke manusia, walaupun secara
alami virus AI tidak dapat
menular secara langsung dari
unggas ke manusia oleh karena
reseptor virus AI pada unggas
berbeda dengan reseptor virus
influenza pada manusia.
- Reseptor virus AI pada unggas
adalah asam sialat (SA) 2,3
galaktosa, sedangkan reseptor
virus influenza pada manusia
adalah SA 2,6 galaktosa.

- Pola penularan virus AI ke


manusia dapat terjadi melalui 2
cara, yaitu
1.melalui hospes perantara babi
yang bertindak sebagai mixing
vessel.
2.Manusia sebagai mixing vessel.

Cara

Penularan

Avian

Influenza

Sumber penularan virus AI adalah leleran tubuh yang berasal dari hidung, mulut atau
konjungtiva dan feses ayam yang menderita AI. Di samping itu, unggas lain yang tertular
virus AI, meliputi burung puyuh, itik, entog, angsa, burung peliharaan dan burung liar
dapat juga menjadi sumber infeksi virus tersebut. Mamalia, khususnya babi ataupun
manusia yang tertular virus AI dapat juga menjadi sumber penularan virus tersebut.
Bahan-bahan lain, misalnya litter, pakan, air minum, peralatan, atau kendaraan yang
tercemar

virus

AI

dapat

merupakan

sumber

penularan

virus

tersebut.

Penularan virus AI dapat terjadi secara horizontal, melalui kontak langsung ataupun tidak
langsung dengan sumber virus tersebut. Penularan virus AI secara langsung dapat terjadi
akibat kontak dekat antara ayam/unggas yang peka dengan ayam/unggas yang menderita
AI melalui pernapasan (secara aerosol). Penularan virus AI tidak langsung dapat juga
terjadi secara oral melalui makanan atau minuman yang tercemar bahan yang
mengandung virus tersebut. Penularan virus AI secara vertikal dari induk kepada anak
ayam (melalui telur) tidak terjadi oleh karena embrio biasanya mati dalam periode
inkubasi.
Virus AI berpotensi untuk menular ke manusia, walaupun secara alami virus AI tidak dapat
menular secara langsung dari unggas ke manusia oleh karena reseptor virus AI pada
unggas berbeda dengan reseptor virus influenza pada manusia. Reseptor virus AI pada
unggas adalah asam sialat (SA) 2,3 galaktosa, sedangkan reseptor virus influenza pada
manusia

adalah

SA

2,6

galaktosa.

Pola penularan virus AI ke manusia dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu melalui hospes
perantara babi yang bertindak sebagai mixing vessel oleh karena babi mempunyai
reseptor untuk virus AI dan human influenza. Di dalam tubuh babi dapat terjadi pertukaran,
pencampuran dan penyusunan kembali materi genetik virus AI dan human influenza
(reassortment) sehingga muncul suatu subtipe virus influenza baru yang lebih ganas dan
lebih

mampu

beradaptasi

pada

unggas

maupun

manusia.

Pola penularan yang kedua ditandai oleh adanya penularan virus AI secara langsung dari
unggas ke manusia, misalnya pada kasus flu burung di Hongkong tahun 1997. Hal ini dapat
terjadi jika unggas dan manusia tinggal pada kawasan yang sama sehingga dapat saja
manusia terinfeksi oleh virus AI dan human influenza secara simultan sehingga manusia
juga bertindak sebagai mixing vessel.
Virus AI mudah mengalami mutasi dan dapat mengaglutinasi eritrosit ayam. Virus tersebut
tumbuh di dalam telur ayam bertunas umur 9-11 hari dan juga tumbuh pada kultur
jaringan chicken embryo fibroblast (CEF); uji in vivo dapat dilakukan pada ayam, kalkun,
dan

itik.

Virus tersebut mempunyai amplop sehingga relatif sensitif terhadap inaktivasi oleh solven
lipid, misalnya deterjen. Virus tersebut mudah mati di luar tubuh unggas, kecuali jika
dilindungi oleh bahan organik, misalnya feses atau leleran dari hidung ataupun mulut.

Infektivitas virus AI dapat dirusak dengan cepat oleh formalin, beta propiolakton, asam
encer, eter, bahan yang mengandung yodium, amonium kuaternar, Na-hipoklorit, klorin,
dan senyawa fenol. Virus AI mudah inaktif pada kondisi panas, kekeringan, pH sekitar12
atau

pH

sekitar

2,

dan

sinar

ultra

violet.

Virus AI dapat bertahan di lingkungan pada kondisi lembap dan dingin. Di dalam feses
unggas, virus AI masih tetap infektif selama 30-35 hari pada temperatur 4 C, sedangkan
pada temperatur 20 C virus tersebut hanya bertahan selama 7 hari. Virus AI yang bersifat
infeksius dapat diisolasi dari cairan kotoran ayam selama 105 hari setelah depopulasi ayam
pada saat terjadinya letupan AI.
Perubahan

Patologik

Avian

Influenza

Perubahan patologik yang ditemukan pada unggas sangat bervariasi menurut lokasi lesi
dan derajat keparahannya dan tergantung pada spesies unggas serta patogenisitas virus
influenza yang terlibat. Patogenesis dari virus HPAI dapat digambarkan sebagai berikut:
virus AI dapat masuk melalui pernapasan atau per oral, kemudian menyebar melalui
saluran pencernaan. Target virus AI adalah endotel pembuluh darah dan epitel sehingga
dapat terjadi perdarahan dan nekrosis yang ekstensif. Sesudah replikasi dalam jaringan
lokal, akan terjadi viremia primer (3-4 hari) dan penyebaran virus AI lebih luas ke berbagai
jaringan. Replikasi virus AI yang ekstensif akan diikuti oleh viremia sekunder (6-7 hari) dan
gejala penyakit yang akut. Penyakit dapat berakhir dengan adanya respons imun dan
kesembuhan (8-10 hari), tetapi dapat juga tidak terjadi respons imun dan berakhir dengan
kematian.
Pada sejumlah kasus HPAI dapat ditemukan adanya kongesti, hemoragik ekstensif,
transudasi dan nekrosis pada berbagai jaringan. Jika unggas mati dalam waktu yang
singkat, maka biasanya tidak ditemukan adanya perubahan patologik tertentu oleh karena
lesi belum sempat berkembang. Lesi pada AI bentuk ringan kerapkali tidak spesifik; dapat
terlihat adanya eksudat yang bervariasi dari serus sampai kaseus di dalam sinus, trakea
ataupun pada kantong udara. Pada ayam petelur, dapat ditemukan perdarahan pada
ovarium, ova/folikel yang berbentuk tidak teratur, dan kadang terlihat peritonitis fibrinus,
dan egg peritonitis (Rangga Tabbu, 2000).
Gejala

Klinik

Avian

Influenza

Masa inkubasi berkisar antara beberapa jam sampai 3 hari; masa inkubasi tersebut
tergantung pada dosis virus, rute kontak, dan spesies unggas yang terserang. Avian
influenza dapat ditemukan dalam 2 bentuk, yaitu bentuk akut (highly pathogenic avian
influenza, HPAI) dan bentuk ringan. Bentuk akut (HPAI) ditandai oleh adanya proses
penyakit yang cepat disertai mortalitas tinggi; gangguan pernapasan; lakrimasi yang
berlebihan; sinusitis; edema di daerah kepala dan muka; perdarahan jaringan subkutan
yang diikuti oleh sianosis pada kulit, terutama di daerah muka, jengger, pial, dada, tungkai,
dan telapak kaki; diare; gangguan produksi telur; dan gangguan saraf. Pada HPAI bentuk
yang sangat akut, dapat terjadi kematian mendadak tanpa adanya gejala tertentu (Rangga
Tabbu,

2000).

Avian influenza bentuk ringan yang tidak diikuti oleh infeksi sekunder, akan terlihat adanya
gangguan pernapasan, anoreksia, depresi, sinusitis, gangguan produksi, dan mortalitas
yang rendah tetapi gradual. Jika terdapat infeksi sekunder oleh bakteri atau ayam dalam

keadaan stres akibat lingkungan, gejala klinik dapat menjadi parah. Pada HPAI, maka
morbiditas

dan

mortalitas

dapat

mencapai

100%.

Sejumlah subtipe virus influenza tipe A dapat menimbulkan penyakit yang parah pada
spesies unggas tertentu, tetapi pada spesies unggas lainnya tidak menimbulkan penyakit
tertentu atau penyakit yang timbul sangat ringan. Demikian juga, virus AI yang mempunyai
struktur antigenik yang sama, dapat menimbulkan efek yang berbeda pasda spesies
unggas yang berbeda.
Diagnosis

Avian

Influenza

Sehubungan dengan adanya gejala klinik dan perubahan patologik yang bervariasi, maka
diagnosis definitif AI hanya didasarkan atas isolasi dan identifikasi virus. Diagnosis
sangkaan dapat didasarkan atas riwayat kasus, gejala klinik, perubahan patologik, dan
tiadak adanya penyakit pernapasan lain, khususnya Newcastle disease (ND) dan kolera
unggas. Isolasi vrus AI dapat dilakukan pada telur ayam bertunas umur 10-11 hari
menggunakan

jaringan

trakea

dan/atau

kloaka.

Pemeriksaan serologik dapat dilakukan untuk mengetahui adanya pembentukan antibodi


terhadap virus AI tipe A yang dapat diamati pada hari ke-7 sampai ke-10 pasca infeksi.
Pemeriksaan serologik yang sering dipakai adalah uji hemaglutinasi inhibisi (HI) untuk
mengetahui adanya antibodi terhadap protein hemaglutinin (H) dan agar gel presipitasi
(AGP) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap neuraminidase (N). Uji serologik lain
yang sering dijalankan untuk mengetahui pembentukan antibodi adalah uji netralisasi virus
VN),

neuraminidase-inhibisi

(NI),

ELISA,

antibodi

monoklonal,

imunositokimia,

dan

hibridisasi in situ. Pemeriksaan dengan teknik imunofluorescence langsung untuk


mengetahui adanya virus influenza atau protein virus dari contoh jaringan kerapkali
digunakan

untuk

melakukan

diagnosis

secara

cepat.

Penyakit yang mirip dengan AI adalah ND, kolera unggas, infectious bronchitis (IB), swollen
head syndrome (SHS), dan avian mikoplasmosis.

You might also like