You are on page 1of 13

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara fisik tanah mineral merupakan campuran dari bahan anorganik,
bahan organic, udara dan air. Bahan anorganik secara garis besar terdiri atas
golongan fraksi tanah, yaitu pasir, debu, dan liat. Masing-masing fraksi
mempunyai ukuran dan sifat yang berbeda-beda.

1. Pasir (0,05mm-2,00mm), bersifat tidak plastis dan tidak liat, daya


menahan air rendah, ukurannya yang besar menyebabkan ruang pori
makro lebih banyak, perkolasi cepat, sehingga aerasi dan drainase tanah
pasiran relative baik.
2. Debu (0,002mm-0,05mm), sebenarnya merupakan pasir mikro dan
sebagian besar adalah kuarsa. Fraksi debu mempunyai sedikit sifat plastis
dan kohesi yang cukup baik.
3. Liat (<0,002mm), berbentuk mika lempeng, bila dibahasi amat lengket dan
sangat plastis, sifat mengembang dan menkerut yang besar. Bial kering
menciut dan banyak menyerap energy panas, bila dibasahi terjadi
pengembangan volume dan terjadi pelepasan panas yang disebut sebagai
panas pembasahan (heat of wetting).
Tanah yang banyak mengandung pasir akan mempunyai tekstur kasar,
mudah untuk diolah, mudah merembeskan air, dan disebut sebagai tanah ringan.

Sebaliknya tanah yang banyak mengandung liat akan sulit meloloskan air, aerasi
jelek, lengket, dan sulit dalam pengolahannya sehingga disebut tanah berat.
Berat ringannya tanah akan menentukan besarnya derajat kerut tanah.
Semakin tinggi kandungan liat, semakin besar derajat kerut tanah. Selain itu,
bahan organic tanah berpengaruh sebaliknya. Semakin tinggi kandungan bahan
organic tanah maka derajat kerut tanah makin kecil.

B. Tujuan
Untuk mengetahui besarnya derajat kerut tanah dari beberapa jenis tanah
dan membandingkan besarnya derajat kerut antar jenis tanah yang diamati.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah terdiri dari butir-butir yang berbeda dalam ukuran dan bentuk,
sehingga diperlukan istilah-istilah khusus yang memberikan ide tentang sifat
teksturnya dan akan memberikan petunjuk tentang sifat fisiknya. Untuk ini
digunakan nama kelas seperti pasir, debu, liat dan lempung. Nama kelas dan
klasifikasinya ini, merupakan hasil riset bertahun-tahun dan lambat laun
digunakan sebagai patokan. Tiga golongan pokok tanah yang kini umum dikenal
adalah pasir, liat dan lempung (Buckman dan Brady 1992).
Berbagai macam ukuran,tekstur dan srtuktur yang telah disebutkan diatas,
sangat mempengaruhi derajat kembang atau mengkerutnya tanah. Dipandang dari
segi fisika, tanah mineral merupakan campuran yang terbentuk dari butir-butir
anorganik, rapuhan bahan organik, udara dan air. Pecahan mineral yang lebih
besar biasanya terdapat di dalamnya dan dilapisi seluruhnya oleh koloida, dan
bahan lain yang sudah menjadi halus. Kadang-kadang butir-butir mineral yang
lebih besar menguasai dan menjadikan tanah berkerikil atau berpasir. Dapat juga
terjadi sebagian terbesar koloida anorganik; dalam hal ini tanah akan berciri
lempung (Soegiman, 1982).
Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh
air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar pada
lempung yang dipadatkan pada kering optimum dari pada yang dipadatkan pada
basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif
kekurangan air oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang lebih
besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang
(Hardiyatmo, 1999)

Apabila suatu tanah yang terdapat di lapangan bersifat sangat lepas dan
tidak padat sehingga tidak sesuai untuk pembangunan, maka tanah tersebut perlu
dilakukan perbaikan. Kelemahan tanah pasir ini adalah tanah pasir pantai
termasuk jenis tanah yang memiliki gradasi butiran yang seragam. Kekuatan geser
yang rendah yaitu tidak memiliki daya ikat antar butiran satu sama lainnya dan
sukar untuk dipadatkan, sehingga perlu dilakukan perbaikan pada jenis tanah ini.
Pada percobaan ini tanah pasir diperbaiki dengan mencampurkan tanah lempung
pada tanah pasir untuk diteliti kuat geser tanahnya. (Braja,1985)
Tanah dapat terbagi menjadi beberapa jenis yang masing-masing memiliki
sifat yang berbeda-beda. Ada jenis tanah yang mempunyai sifat mengembang (bila
basah) dan mengkerut (bila kering). Akibatnya pada musim kering karena tanah
mengerut maka tanah menjadi pecah-pecah. Sifat mengembang dan mengerutnya
tanah disebabkan oleh kandungan mineral liat montmorillonit yang tinggi.
Besarnya pengembangan dari pengerutan tanah dinyatakan dalam nilai COLE
(Coefficient Of Linear Extensibility) atau PVC (Potential Volume Change = Swell
index = index pengembangan). Istilah COLE banyak digunakan dalam bidang
ilmu tanah (pedology) sedang PVC digunakan dalam bidang engineering
(pembuatan jalan, gedung-gedung dsb) (Hardjowigeno,2010)

Struktur tanah memiliki peran sebagai regulator yang menyinambungkan


arah pipa yang terbentuk dari berbagai ukuran pori-pori yang berinterkoneksi,
stabilitas dan durabilitasnya, mengatur retensi dan pergerakan air tanah, difusi gas

dari dan ke atmosfir serta berperan dalam mengontrol proferasi (pertumbuhan)


akar dan perkembangannya (Hanafiah, 2005).

III.

METODE KERJA

A. Bahan dan Alat

Contoh tanah halus (<0,5mm), botol semprot, air, cawan porselin, cawan
petridish, colet, cawan dakhil, jangka sorong dan serbet/lap pembersih.

B. Cara Kerja
1. Tanah halus diambil secukupnya, dimasukkan kedalam cawan porselin, ditambah
air dengan menggunakan botol semprot, lalu diaduk secara merata dengan colet
sampai pasta tanah menjadi homogen.
2. Pasta tanah yang sudah homogen tadi dimasukkan ke dalam cawan dakhil dan
cawan petridish yang telah diketahui diameternya dengan menggunakan jangka
sorong (diameter awal).
3. Cawan dakhil yang telah berisi pasta tanah tersebut dijemur di bawah terik
matahari, kemudian dilakukan pengukuran besarnya pengkerutan setiap 2 jam
sekali sampai diameternya konstan (diameter akhir).
4. Perhitungan :

Derajat kerut =

diameter awaldiameter akhir


diameter awal

IV.

100 %

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

No
.

Jenis Tanah

1.

Vertisol

Pengamatan ke
1

Entisol

Inseptol

Andisol

Ultisol

35,54
35,48

32,42
32,64

28,14
28,55

27,47
28,43

X
1
2
X
1
2
X

35,51
35,18
35,10
35,14
34,98
35,20
35,09

32,53
33,91
33,95
33,93
34,36
34,67
34,51

28,34
33,77
3,46
33,07
33,49
34,09
33,79

27,94
32,79
33,36
33,07
33,48
33,03
33,25

1
2
X
1
2
X

34,26
34,62
34,44
35,50
35,09
35,29

34,25
34,54
34,39
29,28
28,6
28,94

35,26
35,44
35,35
31,31
31,14
31,22

34,34
34,69
34,51
31,02
30,91
30,96

1. Vertisol
d 1d 2
35,5127,44
x 100 =
x 100 =29,40
d1
27,44

2. Entisol
=

d 1d 2
35,1433,07
x 100 =
x 100 =6,25
d1
33,07

3. Inseptisol
=

d 1d 2
35,0933,75
x 100 =
x 100 =3,97
d1
33,75

4. Andisol

1
2

Perhitungan :

d 1d 2
34,4434,51
x 100 =
x 100 =0,2
d1
34,51

5. Ultisol
=

d 1d 2
35,2930,96
x 100 =
x 100 =13,98
d1
30,96

B. Pembahasan

Tekstur tanah merupakan perbandingan antara fraksi pasir, debu, dan liat.
Tekstur tanah ini ditentukan oleh banyaknya pori-pori yang terbentuk pada tanah.
Semakin sedikit pori mikro yang terbentuk, maka tanah akan semakin padat atau

liat sehingga tanah tidak poreus dan akar tanaman pun akan semakin sulit untuk
menyerap unsur hara atau berpenetrasi, selain itu pertumbuhan dan perkembangan
tanaman juga tidak maksimal, sehingga pada akhirnya produksi yang dihasikan
oleh tanaman tersebut tidak optimal. Begitupula sebaliknya, tanah yang memiliki
banyak pori-pori makroakan semakin mudah akarnya untuk berpenetrasi dan
kemampuanya dalam mengikat air pun akan rendah atau poreus.
Hanafiah (2005) menyebutkan bahwa fraksi pasir memiliki ukuran 0,05 mm
hingga 2,00 mm dan memiliki sifat tidak plastis dan tidak liat, daya menahan air
rendah, ukuran yang besar menyebabkan ruang pori makro lebih banyak,
perkolasi cepat, sehingga aerasi dan drainase tanah pasir relative baik. Partikel
pasir ini berbentuk bulat dan tidak lekat satu sama lain dan Debu memiliki ukuran
0,002 mm hingga 0,005 mm yang merupakn pasir mikro. Tanah keringnya
menggumpal tetapi mudah pecah jika basah, empuk dan menepung. Fraksi debu
mempunyai sedikit sifat plastis dan kohesi yang cukup baik. Sedangkan fraksi
Liat memiliki ukuran kurang dari 0,002 mm, berbentuk lempeng, punya sifat
lekat yang tinggi sehingga bila dibasahi amat lengket dan sangat plastis, sifat
mengembang dan mengkerut yang besar.
Fraksi pasir umumnya didominasi oleh mineral kuarsa yang sangat tahan
terhadap pelapukan, sedangkan fraksi debu biasanya berasal dari mineral feldspar
dan mika yang cepat lapuk, pada saat pelapukannya akan membebaskan sejumlah
hara, sehingga tanah bertekstur debu umumnya lebih subur ketimbang tanah
bertekstur pasir (Hardjowigeno, 2003).

Tanah-tanah yang bertekstur liat karena lebih halus maka setiap satuan berat
mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air
dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah-tanah bertekstur halus lebih aktif
dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar (Kohnke, 1980).
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kerut tanah adalah berat
ringannya tanah ,kandungan liat tanah, dan kandungan organik tanah. Menurut
Notohadiprawiro (1998), tanah mempunyai sifat mengembang (bila basah) dan
mengerut (bila kering). Berat ringannya tanah akan menentukan besarnya derajat
kerut tanah. Semakin tinggi kandungan liat, semakin besar derajat kerut tanah.
Selain itu, bahan organik tanah berpengaruh sebaliknya. Semakin tinggi
kandungan bahan organik tanah, maka derajat kerut tanah semakin kecil.
Sifat dan karakteristik Tanah entisol yaitu cenderung memiliki tekstur yang
kasar dengan kadar organik dan nitrogen rendah, tanah ini mudah teroksidasi
dengan udara, kelembapan dan pH nya tanah entisol selalu berubah, hal ini
dikarenakan tanah entisol selalu basah dan rendah, ini disebabkan tanah entisol
selalu basah dan terendam dalam cekungan. Dan karena tanah entisol memiliki
kadar asam yang sangat tinggi atau sangat rendah. Jadi kadar asamnya kurang
baik untuk ditanami. Akan tetapi kalau dilakaukan pemupukan dengan baik dan
suplai air dikendalikan, beberapa Entisol pun dapat dipakai untuk pertanian
pembatasnya adalah solum yang tipis, tekstur liat, atau neraca lengas-tanah yang
defisit mengenai jenis jenis air. Entisol yang berasal dari abu-volkanik hasil erupsi
yang dikeluarkan gunung-gunung berapi berupa debu, pasir, kerikil, batu bom dan
lapili.

Praktikum kali ini melakukan 2 ulangan, dalam 2 pengamatan terdapat 4 kali


pengamatan. Ulangan 1 pengamatan pertama menghasilkan derajat kerut tanah
sebesar 35,18 , pengamatan kedua menghasilkan 33,91 , pengamatan ketiga 33,77
dan pengamatan keempat 32,79 dan pada ulangan 2 didapatkan derajat kerut tanah
pada pengamatan pertama 35,10 , pada pengamatan kedua 33,95 kemudian pada
pengamatan ketiga 33,46 dan pengamatan keempat 33,36. Lalu didapatkan hasil
rata-rata tiap pengamatannya adalah pada pengamatan 1 35,14, pada pengamatan
2 33,93 pada pengamatan ketiga 33,07 dan pada pengamatan keempat 33,07.
Derajat kerut tanah entisol merupakan derajat kerut terendah ke tiga
dibandingkan dengan jenis tanah yang lain setelah Andisol dan Interseptol.

V.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

1. Tanah terdiri dari butir-butir yang berbeda dalam ukuran dan bentuk

2. Perhitungan Derajat kerut =

diameter awaldiameter akhir


diameter awal

100 %

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kerut tanah adalah berat


ringannya tanah ,kandungan liat tanah, dan kandungan organik tanah
4. Ulangan 1 pengamatan pertama menghasilkan derajat kerut tanah sebesar
35,18 , pengamatan kedua menghasilkan 33,91 , pengamatan ketiga 33,77
dan pengamatan keempat 32,79
5. Ulangan 2 didapatkan derajat kerut tanah pada pengamatan pertama 35,10 ,
pada pengamatan kedua 33,95 kemudian pada pengamatan ketiga 33,46 dan
pengamatan keempat 33,36
6. Rata-rata tiap pengamatannya yaitu pada pengamatan 1 adalah 35,14, pada
pengamatan 2 adalah 33,93 pada pengamatan ketiga adalah 33,07 dan pada
pengamatan keempat 33,07.

B. Saran
Dalam melaksanakan praktikum, sebaiknya praktikan memperhatikan
arahan dari asisten praktikum supaya praktikum dapat berjalan sesuai hambatan.
DAFTAR PUSTAKA
Buckman H. O. dan Brady. 1992. Ilmu Tanah, diterjemahkan oleh
Soegiman. PT
Bhatara Karya Aksara Jakarta.
Hakim, Nurhajati,dkk. 1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung:
Lampung.

Hanafiah, K. A., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hardjowigeno,Sarwono.1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Kademi


Presindo: Jakarta
Das, Braja M., (1985), Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis),
Erlangga
Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Hardiyatmo, H.C., 1999, Mekanika Tanah I, PT. Gramedia Pustaka Umum,
Jakarta.
Kohnke, H., 1980. Soil Physics. Mc Graw- hill, Inc. New York.

Soegiman.1982. Ilmu Tanah. Bogor: IPB


Soil Quality Institute NRCS, USDA, and the National Soil Tilth Laboratory,
Agricultural Research Service, USDA. 2001. Soil Quality Information Sheet
Soil Quality Indicator: Infiltration.

You might also like