You are on page 1of 14

BAB I

CAHAYA
1.

Pendahuluan
Cahaya merupakan suatu bentuk energi yang sangat penting yang dibutuhkan oleh
seluruh makhluk hidup yang ada di bumi. Tanpa adanya cahaya kehidupan di bumi pun
dipastikan tidak dapat berjalan sempurna. Semua makhluk hidup menggantungkan hidupnya baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberadaan cahaya.
Tumbuh-tumbuhan memenfaatkan cahaya untuk proses fotosintesis yang dapat
menghasilkan karbohidrat yang bisa dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Binatang juga
memanfaatkan cahaya untuk memeperoleh informasi tentang keberadan lingkungannya. Bahkan
ada juga binatang yang benar-benar bergantung pada cahaya seperti arthopoda dan kordata.
Tanpa dipungkiri, manusia juga sangat bergantung terhadap keberadaan cahaya. Tanpa
cahaya kita tidak akan bisa apa-apa, sebagai contohnya proses melihat meskipun mata kita
normal tapi jika tidak ada cahaya maka kita tidak akan bisa melihat. Begitu pentingnya peranan
cahaya bagi makhluk hidup, oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas cahaya secara fisika
dan aplikasinya dalam bidang biologi.

2.

Teori tentang cahaya


Cahaya menurut Newton (1642 -1727) terdiri dari partikel-partikel ringan berukuran
sangat kecil yang dipancarkan oleh sumbernya ke segala arah dengan kecepatan yang sangat
tinggi. Sementara menurut Huygens ( 1629 -1695), cahaya adalah gelombang seperti halnya
bunyi. Perbedaan antara keduanya hanya pada frekuensi dan panjang gelombangnya saja.
Dua pendapat di atas sepertinya saling bertentangan. Sebab tak mungkin cahaya bersifat
partikel sekaligus sebagai partikel. Pasti salah satunya benar atau keduaduanya salah, yang pasti
masing-masing pendapat di atas memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada zaman Newton dan
Huygens hidup, orang-orang beranggapan bahwa gelombang yang merambat pasti membutuhkan
medium. Padahal ruang antara bintang-bintang dan planet-planet merupakan ruang hampa
(vakum) sehingga menimbulkan pertanyaan apakah yang menjadi medium rambat cahaya
matahariyang sampai ke bumi jika cahaya merupakan gelombang seperti dikatakan Huygens.
Inilah kritik orang terhadap pendapat Hygens. Kritik ini dijawab oleh Huygens. Inilah kritik
orang terhadap pendapat Huygens. Kritik ini dijawab oleh Huygens dengan memperkenalkan zat

hipotetik (dugaan) bernama eter. Zat ini sangat ringan, tembus pandang dan memenuhi seluruh
alam semesta. eter membuat cahaya yang berasal dari bintang-bintang sampai ke bumi. Dalam
dunia ilmu pengetahuan kebenaran suatu pendapat akan sangat ditentukan oleh uji eksperimen
Pendapat yang tidak tahan uji eksperimen akan ditolak olehpara ilmuwan sebagai suatu
teori yang benar. Sebaiknya pendapat yang didukung oleh hasil-hasil eksperimen dan
meramalkan gejala-gejala alam. Walaupun keberadaan eter belum dapat dipastikan di dekade
awal Abad 20, berbagai eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan seperti Thomas Young
(1773 -1829) dan Agustin Fresnell (1788 -1827) berhasil membuktikan bahwa cahaya dapat
melentur (difraksi) dan berinterferensi. Gejala alam yang khas merupakan sifat dasar gelombang
bukan partikel. Percobaan yang dilakukan oleh Jeans Leon Foucault (1819 1868) menyimpulkan
bahwa cepat rambat cahaya dalam air lebih rendah dibandingkan kecepatannya di udara. Padahal
Newton dengan teori emisi partikelnya meramalkan kebaikannya. Selanjutnya Maxwell (1831
-1874) mengemukakan pendapatnya bahwa cahaya dibangkitkan oleh gejala kelistrikan dan
kemagnetansehingga tergolong gelombang elektromagnetik. Sesuatu yang berbeda.
gelombang mekanik. Gelombang elektromagnetik dapat merambat dengan atau tanpa
medium dan kecepatan rambatnyapun amat tinggi bila dibandingkan gelombang bunyi.
Gelombang elektromagnetik marambat dengan kecepatan 300.000 km/s. Kebenaran pendapat
Maxwell ini tak terbantahkan ketika Hertz (1857 -1894) berhasil membuktikannya secara
eksperimental yang disusul dengan penemuan-penemuan berbagai gelombang yang tergolong
gelombang elektromagnetik seperti sinar x, sinar gamma, gelombang mikro dan RADAR
A. Pemantulan Cahaya
1.Jenis-jenis pemantulan cahaya
Ada dua jenis pemantulan cahaya, yaitu pemantulan teratur dan pemantulan baur.

Gambar 2.1 Pemantulan teratur

Gambar 2.2 Pemantulan baur

Pemantulan teratur terjadi ketika suatu berkas cahaya sejajar datang pada permukaan
yang halus atau rata seperti permukaan cermin datar atau permukaan air yang tenang.
Sedangkan pemantulan baur terjadi ketika suatu berkas cahaya sejajar datang pada
permukaan yang kasar atau tidak rata sehingga dipantulkan keberbagai arah yang tidak tertentu.

2.Hukum pemantulan

Gambar 2.3 Hukum pemantulan


Dari hasil percobaan sesuai gambar 2.3, diperoleh hukum pemantulan sebagai berikut:
1) Sinar datang, sinar pantul, dang garis normal berpotongan pada satu titik dan terletak pada satu
bidang datar.
2) Sudur datang (i) sama dengan sudut pantul (r)
Sehingga hukum pemantulan dapat dinyatakan secara matematis sebagai berikut:
i=r
B.Pemantulan Pada Cermin Datar
Cermin datar adalah cermin yang mempunyai permukaan pantul berbentuk bidang datar.
Bayangan yang dibentuk oleh cermin datar sama persis dengan ukuran bendanya.

Gambar 2.4 Pemantulan pada cermin datar


1. Sifat-sifat bayangan pada cermin datar
Lima sifat penting banyangan pada cermin datar yaitu:
1. Bayangan sama besar dengan bendanya
2. Bayanagan tegak
3. Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin
4. Bayangan bertukar sisinya
5. Bayangan bersifat maya atau semu
2.Jumlah banyangan yang dibentuk oleh dua buah cermin datar
Apabila sudut apit dua buah cermin datar besarnya diubah-ubah, maka secara empiris
jumlah bayangan yang dihasilkan memenuhi hubungan
n= 1
Keterangan:
n = jumlah bayangan
= sudut apit kedua cermin datar
C.Pemantulan Pada Cermin Lekung

Cermin lekung adalah cermin yang mempunyai permukaan pantul berbentuk lengkung.
Cermin lengkung dibedakan menjadi dua, yaitu cermin cekung dan cermin cembu
1.Cermin Cekung
Cermign cekung bersifat mengumpulkan sinar. Berkas sinar yang datang sejajar sumbu
utama akan akan dipantulkan mengumpul pada suatu titik yang disebut titik fokus (F). Secara
geometris dapat dibuktikan bahwa panjang fokus (f), yaitu jarak cermin ke titik fokus besarnya
sama dengan setengah panjang jari-jari kelengkungan cermin.
f = r/2

Gambar 2.5 Cermin cekung


Untuk melukis sinar yang berasal dari sebuah benda yang menuju sebuah cermin,
terdapat tiga sinar utama yang berguna untuk menentukan lokasi bayangan dan sering disebut
sinar-sinar istimewa, yaitu:
1) Sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus.
2) Sinar datang yang melalui titik fokus dipantulkan sejajar dengan sumbu utama.
3) Sinar datang yang melalui titik pusat kelengkungan cermin (C) dipantulkan melalui titik itu
juga.

Gambar 2.6 Sinar-sinar istimewa


Rumus umum cermin cekung
Perhatikan Gambar 2.6 untuk menurunkan persamaan matematis yang menggambar lokasi
sebuah bayangan.

Gambar 2.7 Prinsip kesebangunan geometri untuk menurunkan rumus umum cermin
Gambar 2.7 (a) menunjukkan suatu sinar dari puncak benda yang akan dipantulkan
melalui puncak bayangan dengan sudut datang yang sama dengan sudut pantul. Oleh karena itu,
kita dapat melihat dua buah segitiga yang sama sebangun, sehingga berlaku:

Gambar 2.7 (b) menunjukkan suatu sinar dari benda melalui titik fokos (F) yang
dipantulkan sejajar dengan sumbu utama melalui bayangan. Oleh karena itu, kita dapat melihat
dua buah segitiga yang sama sebangun, sehingga berlaku:

Keterangan:
f = jarak fokus cermin
so = jarak benda ke cermin
si = jarak bayangan ke cermin
ho = tinggi benda
hi = tinggi bayangan
Dari persamaan di atas berlaku untuk cermin cekung maupun cermin cembung, namun
harus memperhatikan perjanjian tanda berikut:
so bertanda + jika benda terletak di depan cermin (benda nyata)
so bertanda - jika benda terletak di belakang cermin (benda maya)
si bertanda + jika bayangan terletak di depan cermin (banyangan nyata)
si bertanda - jika benda terletak di belakang cermin (banyangan maya)
f bertanda + untuk cermin cekung
f bertanda - untuk cermin cekung
Bayangan yang dibentuk cermin dapat lebih besar atau lebih kecil dari ukuran bendanya.
Untuk menyatakan perpandingan ukuran bayangan terhadap bendanya digunakan konsep
pembesar. Pada pembahasan ini akan dibahas perbesaran linear. Perbesaran linear didefinisikan
sebagai perbandingan antara tinggi bayangan (jarak bayangan) dengan tinggi benda (jarak
benda). Secara matematis dituliskan:

2. Cermin cembung
Cermin cembung bersifat menyebarkan sinar. Berkas sinar sejajar sumbu utama
dipantulkan menyebar seolah-olah berasal dari titik fokus (F). Seperti pada cermincekung,
panjang fokus (f) sama dengan setengah jari-jari kelengkungan cermin.
Sinar-sinar istimewa pada cermin cembung

1) Sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan seolah-olah berasal dari titik fokus.
2) Sinar datang yang menuju titik fokus dipantulkan sejajar dengan sumbu utama.
3) Sinar datang yang menuju pusat kelengkungan dipantulkan melalui lintasan yang sama.

Gambar 2.8 Sinar-sinar istimewa pada cermin cembung


Rumus umum cermin cembung
Rumus-rumus yang berlaku pada cermin cekung serta perjanjian tandanya berlaku juga untuk
cermin cembung sehingga dapat dituliskan ulang sebagai berikut:

3. Pembiasan Cahaya
Pembiasan adalah pembelokan cahaya sehubungan dengan perubahan kecepatan rambat
dari suatu medium ke medium lain.

a.
b.
c.
e.
f.

Hukum Pembiasan
Ada beberapa pengertian yang perlu dipahami sebelum membahas tentang hukum
pembiasan, yaitu:
Sinar datang adalah sinar yang datang pada bidang batas dua medium.
Sinar bias adalah sinar yang dibiaskan oleh bidang batas dua medium.
Garis normal adalah garis yang tegak lurus pada bidang batas dua medum.
d. Sudut datang (i) adalah sudut antara sinar datang dengan garis normal.
Sudut bias (r) adalah sudut antara sinar bias dengan garis normal.
Indeks bias mutlak suatu medium (n) didefinisikan sebagai perbandingan cepat rambat cahaya
di ruang hampa (c) terhadap cepat rambat cahaya di medium tersebut (v). Secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Karena kecepatan cahaya di dalam suatu medium selalu lebih kecil daripada di ruang
hampa maka indeks bias mutlak suatu medium selalu lebih besar dari 1 (n > 1).

Indeks bias relatif suatu medium nr didefinisikan sebagai pepandingan indeks bias mutlak
medium tersebut terhadap indeks bias mutlak medium lain, secara matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut.

Keterangan:
n12 = indeks bias relatif medium 1 terhadap 2
n1 = indeks bias mutlak medium 1
n2 = indeks bias mutlak medium 2
v1 = laju cahaya dalam medium 1
v2 = laju cahaya dalam medium 2
Karena indeks bias relatif adalah perbandingan indeks bias antara dua medium, maka indeks bias
relatif ini bisa bernilai lebih besar atau lebih dari satu.

Gambar 2.9 Hukum pembiasan

1)
2)
3)
4)

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh Willebrord Snellius (1591 1626),
seperti pada gambar 2. Diproleh hukum pembiasan atau hukum Snellius sebagai berikut:
Sinar datang, sinar bias, dan garis normal berpotongan pada suatu titik dan terletak pada satu
bidang datar.
Sinar datang dari medium yang kurang rapat ke medium yang lebih rapat dibiaskan mendekati
garis normal.
Sinar datang dari medium yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat dibiaskan menjauhi
garis normal.
Sinar datang secara tegak lurus terhadap bidang batas dua medium tidak dibiaskan, melainkan
diteruskan.
Hukum pembias tersebut dapat dinyatakan secara matematis sebagai berikut.
n1 sin i = n2 sin r
Keterangan:
n1 = indeks bias mutlak medium 1
n2 = indeks bias mutlak medium 2
i = sudut datang
r = sudut bias

4. Pembiasan pada Kaca Plan-paralel

Gambar 2.10 Pembiasan pada kaca plan-paralel


Untuk kaca plan-paralel dengan ketebalan d maka sinar akan mengalami pergeseran
sebesar t yang dapat diturunkan sebagai berikut:
Perhatikan segitiga OBC:
sin sudut COB =
t = OB sin sudut COB
t = OB sin (i r)
Perhatikan segitiga OAB:
cos r = OA/OB = d/OB
dengan menggabungkan kedua persamaan di atas, diperoleh

dimana r dapat dihitung dari hukum Snellius (n1 sin i =n2 sin r).

5.Pembiasan Cahaya pada Bidang Lengkung


Hukum pembiasan Snellius dapat juga diterapkan pada bidang lengkung terutama untuk
sinar-sinar paraksial. Gambar 2.9 memperlihatkan suatu batas permukaan lengkungan yangg
mempunyai jari-jari kelengkungan R dan pusatnya adalah titik C. Cahaya datang dari benda di
titik O, mengenai bidang batas dengan sudut datang i dan dibiaskan dengan sudut bias r ke titik I
memenuhi hukum Snellius.
n1 sin i = n2 sin r

Gambar 2.11 Pembiasan cahaya pada bidang lengkung


Untuk sinar-sinar paraksial kita dapat menggunakan pendekatan sin = sehingga diperoleh
n1i = n2r
Bedasarkan sifat geometri dapat ditunjukkan bahwa
i=+
dan
=+r
Apabila ketiga persamaan terakhir kita gabungkan dengan mengeliminasi i dan r akan diperoleh
n1 + n2 = (n2 n1)
Jika so adalah jarak benda O ke titik verteks V dan s1 adalah jarak bayangan I ke titik verteks V,
maka kita dapat menghitung besar sudut , dan dalam satuan radial sebagai panjang busur
AV dibagi jari-jari yang terkait
=AV/so ,
=AV/R ,
=AV/si
Dengan memasukkan sudut , dan ke dalam persamaan terakhir dengan menghilangkan
panjang busur AV akan diperoleh:

Perhatikan aturan penggunaan persamaan di atas


R bertanda + jika permukaan cembung
R bertanda - jika permukaan cekung
so bertanda + jika benda nyata (di depan permukaan lengkung)
si bertanda + jika bayangan nyata (di belakang permukaan lengkung)
si bertanda - jika bayangan maya (di depan permukaan lengkung)

2.3 Optika Fisis


Optika fisis merupakan cabang studi cahaya yang membahas tentang sifat-sifat cahaya,
interferensi cahaya, hakikat cahaya dan pemanfaatan sifat-sifat cahaya.
1. Warna Cahaya
Cahaya terdiri dari bermacam-macam warna, hal ini dapat dibuktikan dengan piringan
Newton (Newtons Disc) yang terdiri dari 7 macam warna yaitu : merah, jingga, kuning, hijau,
biru, nila dan ungu. (cara menghafal : MEJIKUHIBINIU) yang diputar dengan cepat akan
tampak berwarna putih.
1. Merah
2. Jingga

3. Kuning
4. Hijau
5. Biru
6. Nila
7. Ungu
Dapat disimpulkan bahwa:
1. Ketujuh komponen warna disebut sebagai spektrum warna dari sinar putih.
2. Sinar-sinar yang dapat diuraikan atas beberapa komponen warna seperti sinar putih disebut
sinar polikromatik.
3. Sinar-sinar yang tidak dapat diuraikan lagi atas beberapa komponen, disebut sinar
monokromatik.
4. Dalam ruang hampa, cahaya mempunyai :
Kecepatan perambatan sama (c)
Frekuensi masing-masing warna berbeda (f)
Panjang gelombang masing-masing warna berbeda ()
5. Rumus kecepatan perambatan cahaya (c)
c= f.
Keterangan:
c = kecepatan perambatan cahaya
f = frekuensi
= panjang gelombang
Karena harga c tetap, bila frekuensi kecil maka panjang gelombang besar atau sebaliknya.
6. Cahaya warna merah mempunyai f kecil maka besar.
2.Dispersi Cahaya
Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromarik (putih) menjadi cahaya-cahaya
monokromatik (merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu). Dispersi cahaya terjadi jika
seberkas cahaya polikromatik (cahaya putih) jatuh pada sisi prisma. Cahaya putih tersebut itu
akan diuraikan menjadi warna-warna pembentuknya yang disebut spektrum cahaya.
~ Sudut Deviasi
Sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang dan sinar keluar
pada prisma. Misalnya pada segi empat PSQT berlaku hubungan: + sudut PSQI = 180o.
Sedangkan pada segitiga PSQ berlaku hubungan: r1 + i2 + sudut PSQ = 180o. Dengan demikian,
diperoleh hubungan baru:
+ sudut PSQ = r1 + i2 + sudut PSQ
= r1 + i2
Dengan = sudut puncak atau sudut pembias prisma
r1 = sudut bias pada permukaan pertama
i2 = sudut datang pada permukaan kedua
pada segitiga PQR berlaku hubungan: sudut PRQ + sudut QPR + sudut PQR = 180o, dimana
sudut QPR = i1 r1 dan sudut PQR = r2 i2 sehingga diperloleh:
sudut PRQ + (i1 r1) + (r2 i2) = 180o
sudut PRQ = 180o + (r1 + i2) (i1 + r2)
Dengan demikian, sudut deviasi D adalah
D = 180o sudut PRQ

= 180o [180o + (r1 + i2) - (i1 + r2)]


= (i1 + r2) (r1 + i2)
Karena = r1 + i2, maka diperoleh:
D = i 1 + r2
~ Sudut Dispersi
Cahaya putih yang melalui prisma diuraikan menjadi spektrum warna, yaitu warna
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Hal ini menunjukan bahwa sesungguhnya
cahaya putih merupakan gabungan dari ketujuh warna di atas. Cahaya yang merupakan
gabungan dari beberapa jenis warna disebut polikromatis, sedangkan cahaya yang terdiri dari
satu warna disebut monokromatis.
Apabila spektrum warna hasil dispersi diurutkan dari warna merah hingga ungu, maka
diperoleh beberapa sifat: sudut deviasi semakin besar, indeks bias semakin besar, frekuensi
semakin besar, dan panjang gelomnang semakin kecil.
Jika ditinjau dari susunan spektrumnya, maka :
1. Indeks bias (n)
: Ungu terbesar sedang merah terkecil.
2.

Deviasi (D)

: Ungu terbesar sedang merah terkecil.

3.

Frekuensi (f)

: Ungu terbesar sedang merah terkecil.

4.

Energi photon (Eph)

: Ungu terbesar sedang merah terkecil.

5.

Panjang gelombang ( )

: Ungu terkecil sedang merah terbesar.

6.

Kecepatan (v)

: Ungu terkecil sedang merah terbesar.

Deviasi sinar merah:


Dm = (nm 1)
Deviasi sinar ungu:
Du = (nu 1)
Sudut dispersi menyatakan lebar spektrum yang ditimbulkan oleh prima yang besarnya
bergantung pada selisih antara sudut deviasi warna ungu dan marna merah.
= Du Dm
= (nu 1) (nm 1)
= (nu nm)
Keterangan:
= sudut dispersi
nu = indeks bias warna ungu
nm = indeks bias warna merah
= sudut puncak atau sudut pembias prima

3.Interferensi Cahaya
Interferensi Cahaya adalah perpaduan dua atau lebih sumber cahaya sehingga
menghasilkan keadaan yang lebih terang (interferensi maksimum) dan keadaan yang gelap
(interferensi minimum). Interferensi maksimum : pada layar didapatkan garis terang apabila beda
jalan cahaya antara celah merupakan bilangan genap dari setengah panjang gelombang.
Sedangkan interferensi minimum : Pada layar didapatkan garis gelap apabila beda jalan antara
kedua berkas cahaya merupakan bilangan ganjil dari setengah panjang gelombang.

Syarat interfesi cahaya adalah cahaya tersebut harus koheren. Koheren adalah dua sumber
cahaya atau lebih yang mempunyai frekwensi dan amplitudo sama (hampir sama) serta beda fase
yang tetap.
~Interferensi Pada Lapisan Tipis
Pola interferensi pada lapisan tipis dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu perbedaan panjang lintasan
optik dan perubahan fasse sinar pantul. Dengan dua fakto itu, maka syarat-syarat interferensi
sebagai berikut:
1)

Syarat terjadinya interferensi maksimum (terangg)


2nd cos r = (m )
m = 1, 2, 3, . . . .
2)
Syarat terjadinya interferensi minimum (gelap)
2nd cos r = m
m = 0, 1, 2, . . . .

4.Difraksi Cahaya (Lenturan Cahaya)


Difraksi Cahaya adalah peristiwa pembelokan arah sinar jika sinar tersebut mendapat
halangan. Penghalang yang dipergunakan biasanya berupa kisi, yaitu celah sempit.
5.Polarisasi Cahaya (Pengkutuban)
Kita ketahui bahwa cahaya merambat sebagai gelombang, namun cahaya termasuk dalam
gelombang transversal atau longitudinal belum diketahui. Namun dengan peristiwa adanya
polarisasi, maka dapat dipastikan bahwa cahaya termasuk dalam gelombang transversal, karena
gelombang longitudinal tidak pernah mengalami polarisasi.

a.
b.
c.
d.

Polarisasi cahaya adalah pengkutuban dari pada arah getar dari gelombang transversal.
(Dengan demikian tidak terjadi polarisasi pada gelombang longitudinal).
Berkas cahaya yang berasal dari sebuah sumber cahaya, mempunyai arah getar
bermacam-macam, sinar semacam ini disebut sinar wajar. Bila sinar wajar ini dikenakan pada
permukaan pemantulan, permukaan pemantulan mempunyai kecenderungan untuk memantulkan
sinar-sinar yang arah getarnya sejajar dengan cermin. Sampai pada suatu sudut datang tertentu,
hanya satu arah getar saja yang dipantulkan, yaitu arah getar yang sejajar bidang cermin. Sudut
ini disebut sudut polarisasi dan sinar yang mempunyai satu arah getar saja disebut : sinar
polarisasi atau cahaya terpolarisasi linier.
Cahaya terpolarisasi dapat terjadi karena :
Peristiwa pemantulan
Peristiwa pembiasan
Peristiwa pembiasan ganda
Peristiwa absorbsi selektif

~Polarisasi Cahaya Karena Pemantulan


Polarisasi linier terjadi bila cahaya yang datang pada cermin dengan sudut 570.
~Polarisasi Cahaya Karena Pemantulan dan Pembiasan
Polarisasi linier terjadi bila sinar pantul oleh benda bening dengan sinar bias membentuk
sudut 900.
~ Polarisasi Cahaya Karena Pembiasan Ganda

1.
2.

Pembiasan berganda ini terjadi pada kristal :


Calcite
Kwarsa
Mika
Kristal gula
Kristal es
~Polarisasi Cahaya Karena Absorbsi Selektif
Suatu cahaya tak terpolarisasi datang pada lembar polaroid pertama disebut polarisator,
dengan sumbu polarisasi ditunjukkan oleh garis-garis pada polarisator. kemudian dilewatkan
pada polaroid kedua yang disebut analisator. maka intensitas sinar yang diteruskan oleh
analisator I, dapat dinyatakan dengan I0 adalah intensitas gelombang dari polarisator yang datang
pada analisator. Sudut adalah sudut antara arah sumbu polarisasi dan polarisator dan analisator.
Persamaan di atas dikenal dengan Hukum Malus, diketemukan oleh Etienne Louis Malus
pada tahun 1809.
Dari persamaan hukum Malus ini dapat disimpulkan :
Intensitas cahaya yang diteruskan maksimum jika kedua sumbu polarisasi sejajar ( = 00 atau
= 1800).
Intensitas cahaya yang diteruskan = 0 (nol) (diserap seluruhnya oleh analisator) jika kedua
sumbu polarisasi tegak lurus satu sama lain.

DAFTAR PUSTAKA

http://adiwarsito.files.wordpress.com/2009/10/optika-fisis.doc (diakses pada tanggal 26-03-2013 jam


09.30).
http://fiddalanovaputri.blogspot.com/2010/12/dispersi-cahaya-mengapa-terjadi.html (diakses pada
tanggal 02-04-2013 jam 09.30).
Supiyanto. 2006. Fisika Jilid 3 untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Phibeta.

You might also like