Professional Documents
Culture Documents
NAMA KELOMPOK :
DIKI SUDARMAN
(061430201061)
REZA MAHENDRA
(061430201072)
RANDY PRATAMA
(061430201046)
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Tugas Perencanaan Mesin ini merupaan Tugas yang diberikan guna melengkapi nilai tugas
mahasiswa pada Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya. Selain itu tugas ini berguna
untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa Teknik Mesin terutama dibidang perencanaan suatu
elemen mesin.
Dalam Perencanaan Mesin kali ini, mencoba mengangkat permasalahan tentang Poros, Pasak &
Bantalan. Elemen mesin tersebut merupakan bagian yang penting pada suatu konstruksi
permesinan.
Konstruksi yang tidak tepat atau tanpa perencanaan dapat mengurangi efisiensi dan bahkan
memyebabkan kerusakan atau kerugian pada saat penggunaannya. Oleh karenanya, diperlukan
suatu perencanaan yang tepat agar komponen tersebut dapat dipergunakan secara maksimal dan
aman untuk digunakan.
1.2.
Agar mahasiswa dapat menerapkan teori yang diperoleh dari perkuliahan sehingga dapat
menerapkan secara langsung dilapangan.
b.
Agar mahasiswa dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan pada
perencanaan Poros, Pasak & Bantalan.
c.
BAB II
DASAR TEORI
2.1.
Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin, hampir semua
mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran utama dalam transmisi yang dipegang
oleh poros. Menurut pembebanannya poros untuk meneruskan daya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1). Poros transmisi (line shaft)
Poros ini mendapat beban putir dan lentur. Daya ditransmisikan pada poros ini
melalui kopling, roda gigi, puli sabuk, rantai, dll.
2). Spindel (Spindle)
Poros yang pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya
berupa puntiran. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil
dan bentuk serta ukurannya harus teliti.
3). Gandar (axle)
Poros ini biasanya dipasang diantara roda-roda kereta api, dimana
mendapat
beban puntir
poros
tidak
kecuali bila digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.
adalah
lambang
macam
Perlakuan
Kekuatan
panas
tarik
keterangan
(Kg/mm2)
Baja
karbon
konstruksi
mesin (JIS
G 4501)
Bajang baja
yang difinis
S30C
S35C
S40C
S45C
S50C
S55C
penormalan
48
52
55
58
62
66
S35C-D
S45C-D
S55C-D
53
60
72
dingin
Ditarik
dengan
digerinda,
dibubut,
atau
gabungan
antara
hal-
hal tersebut
Table 2.2 Baja paduan untuk poros
Standar dan
macam
Baja khrom
nikel (JIS
G4102)
Baja khrom
nikel
molibden (JIS
G 4103)
Lambing
SNC 2
SNC3
SNC21
SNC22
SNCM 1
SNCM 2
SNCM 7
SNCM 8
SNCM22
SNCM23
SNCM25
Perlakuan
Kekuatan tarik
panas
(Kg/mm2)
95
95
80
100
Pengerasan
kulit
Pengerasan
kulit
5
85
95
100
105
90
100
120
Baja khrom
pengerasan
SCr 1
SCr 2
SCr 5
SCr 21
SCr 22
(JIS G4104)
Baja khrom
kulit
Pengeras kulit
-
SCM 2
SCM 3
SCM 4
SCM 5
SCM21
SCM22
SCM23
molibden (JIS
G 4105)
90
95
100
80
85
85
95
100
105
85
95
100
Kadar C (
-0,15
0,2-0,3
0,3-0,5
0,5-0,8
0,8-1,2
Baja lunak
Baja liat
Baja agak keras
Baja keras
Baja sangat keras
Standar
Jepang
Baja
(JIS)
S25C
karbon
S30C
S35C
mesin
S40C
S45C
S50C
Baja
S55C
AISI 1055, BS060A55
SF 40, 45, ASTM A105-73
tempa
50, 55
Baja nikel
SNC
BS653M31
khrom
Baja nikel
SNC22
SNCM 1
BS En36
AISI 4337
khrom
SNCM 2
BS830M31
molibden
SNCM 7
SNCM 8
SNCM 22
AISI 4315
SNCM 23
Baja
SNCM 25
SCr 3
BS En39B
AISI 5135, BS530A36
khrom
SCr 4
SCr 5
AISI 5145
SCr21
AISI 5115
Baja
SCr22
SCM2
AISI 5120
AISI 4130, DIN34CrMo4
khrom
SCM3
molibden
SCM4
SCM5
Tabel 2.5
Faktorfaktor
fc
1,2 2.0
0,8 1,2
1,0 1,5
Jika faktor koreksi adalah fc (table 2.5) maka daya rencana Pd (kW) sebagai contoh
patokan adalah :
Pd = fc P (kW)
Jika daya diberikan dalam daya kuda (PS), maka harus dikalikan dengan 0,735 untuk
mendapatkan daya dalam kW. Jika momen puntir (disebut juga momen rencana) adalah T
(kg.mm) maka
Pd(T / 1000 )( 2n 1/60 )
102
Sehingga :
T
9,74 10 5
P
n1
Bila momen rencana T (kg.mm) dibebankan pada suatu diameter poros ds (mm), maka
tegangan geser (kg/mm2) yang terjadi adalah
T
( d 3s /16)
5,1 T
d 3s
Tegangan geser yang diizinkan a (kg.mm2) untuk pemakaian umum pada poros dapat
diperoleh dengan berbagai cara. Disini a dihitung atas dasar batas kelelahan puntir yang
besarnya diambil dari 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45 % dari
10
Kemudian, keadaan momen puntir itu sendiri juga harus ditinjau. Faktor koreksi yang
dianjurkan oleh ASME juga dipakai disini. Faktor ini dinyatakan dengan Kt , dipilih sebesar 1,0
jika beban dikenakan secara halus, 1,0 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan dan 1,5
3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar.
Meskipun dalam perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban hanya terdiri atas momen
puntir saja, perlu ditinjau pula apakah ada kemungkinan pemakaian dengan beban lentur di
masa mendatang. Jika memang diperkirakan akan terjadi pemakaian dengan bebab lentur maka
dapat dipertimbangkan pemakaian faktor Cb yang harganya antara 1,2 sampai 2,3. (jika
diperkirakan tidak akan terjadi pembebanan lentur maka Cb diambil = 1,0).
Dari persamaan (1.4) diperoleh rumus untuk menghitung diameter poros ds (mm)
sebagai
ds=
5.1
Kt Cb T
a
1 /3
Diameter poros harus dipilih dari table 1.7. Pada tempat dimana akan dipasang bantalan
gelinding, pilihlah suatu diameter yang lebih besar dari harga yang cocok di dalam tabel untuk
menyesuaikan dengan diameter dalam dari bantalan. Dari bantalan yang dipilih dapat ditentukan
jari-jari filet yang diperlukan pada tangga poros.
11
10
*22,4
40
24
11
4,5
*5,6
25
*11,2
28
12
30
*12,5
14
100
*224
(105)
240
110
250
420
260
440
*112
280
450
120
300
460
*315
480
125
320
500
130
340
530
140
*355
560
150
360
42
45
*31,5
48
32
50
35
55
*35,5
56
(15)
12
400
16
38
60
160
(17)
*6,3
18
600
170
63
180
19
190
20
200
22
380
65
70
*7,1
71
630
220
75
8
80
85
90
95
Gambar 2.1
13
Fektor komentresi tegangan suatu poros bulat dengan alur pasak persegi
yeng diberi filet.
14
Gambar 2.2 Faktor konsentrasi tegangan untuk pembebanan puntir statis dari suatu poros bulat
dengan pengecilan diameter yang diberi filet.
ds
M1
M1
10,2 M 1
=
=
Z1
3
d 3s
(Sularso,1997:12)............................ (7)
ds
32
( )
10,2
M 1 3
(Sularso,1997:12)............................ (8)
a
Dalam kenyataan, gandar tidak hanya mendapat beban statis saja melainkan juga beban
dinamis. Jika perhitunga ds dilakukan sekedar untuk mencakup beban dinamis secara sederhana
saja, maka persamaan (8) dapat diambil faktor keamanan yang lebih besar untuk menentukan
a. Tetapi dalam perhitungan yang lebih teliti, beban dinamis dalam arah tegak dan mendatar
harus ditambahkan pada beban statis. Bagian gandar dimana dipasangkan naf roda disebut
dudukan roda. Beban tambahan dalam arah vertikal dan horizontal menimbulkan momen pada
dudukan roda ini.
Suatu gandar yang digerakkan oleh penggerak mula mendapat beban puntir. Namun
15
Lambang dari masing-masing bagian perangkar roda diberikan dalam gambar 2.3.
Pemakaian gandar
Faktor
tambahan
1,2
(Sularso,1997:13)............................. (10)
P = LW
(Sularso,1997:13)............................ (11)
Q0 = P(h/j)
(Sularso,1997:13)............................ (12)
R0 = P(h + r)/g
(Sularso,1997:13)............................ (13)
16
V
0,4
0,5
0,6
0,7
L
0,3
0,4
0,4
0,5
M3 = Pr + Q0 (a + 1) R0[(a + l) (j g)/2]
Harga V dan L diberikan dalam Tabel 1.10.
Harga tegangan yang diizinkan Wb (kg/mm2) dari suatu dudukan roda terhadap kelelahan
diberikan dalam Tabel 2.8.
Tabel 2.8 V , V
17
n=
(Sularso,1997:15)............ (15)
wb
b
(Sularso,1997:15)........... (16)
18
2 +4 2
2
(Sularso,1997:17)........... (17)
5,1
3
ds
( )
M 2+T 2
dan = 16 T/ d s
(Sularso,1997:17)........... (18)
Beban puntir yang bekerja pada poros pada umumnya adalah beban berulang. Jika poros
tersebut mempunyai roda gigi untuk meneruskan daya besar maka kejutan berat akan terjadi
pada saat mulai atau sedang berputar.
Dengan mengingat macam beban, sifat beban, dll, ASME menganjurkan rumus untuk
menghitung diameter poros secara sederhana dimana sudah dimasukkan pengaruh kelelahan
karena beban berulang. Disini faktor koreksi Kt untuk momen puntir seperti terdapat dalam
persamaan (6) akan terpakai lagi. Faktor lenturan Cb dalam perhitungan ini tidak akan dipakai
dan sebagai gantinya dipergunakan faktor koreksi Km untuk momen lentur yang dihitung. Pada
poros yang berputar dengan
pembebanan momen lentur yang tetap, besarnya faktor Km adalah 1,5. Untuk beban
dengan tumbukan ringan Km terletak antara 1,5 dan 2,0 dan untuk beban dengan tumbukan
berat terletak antara 2 dan 3.
Dengan demikian persamaan (18) dapat dipakai dalam bentuk
19
5,1
d3s
( )
(K
Besarnya
M )2+( K t T )2
maks
(Sularso,1997:18)........... (19)
yang dihasilkan harus lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan
2 1/ 3
(Sularso,1997:18)........... (20)
Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen punter pada poros harus dibatasi juga.
Untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi
puntiran dibatasi sampai 1,25 atau 0,3 derajat. Untuk poros panjang atau poros yang mendapat
beban kejutan atau berulang, harga tersebut harus dikurangi menjadi dari harga di atas.
Sebaliknya dapat terjadi, pada poros transmisi di dalam suatu pabrik, beberapa kali harga di atas
tidak menimbulkan kesukaran apa-apa.
Jika ds adalah diameter poros (mm), defleksi puntiran (o), l panjang poros (mm), T
momen puntir (kg.mm) dan G modulus geser (kg/mm2), maka
Tl
= 584 G d 4s
(Sularso,1997:18)........... (21)
Dalam hal baja G = 8,3 x 103 (kg/mm2). Perhitungan menurut rumus di atas dilakukan
untuk memeriksa apakah harga yang diperoleh masih batas harga yang diperbolehkan untuk
pemakaian yang bersangkutan. Bila dibatasi 0,250 untuk setiap meter panjang poros, maka
20
Kekakuan poros terhadap lenturan juga perlu diperiksa. Bila suatu poros baja ditumpu
oleh bantalan yang tipis atau bantalan yang mapan sendiri, maka lenturan poros y (mm) dapat
ditentukan dengan rumus
2 2
4 Fl 1 l 2
10
y = 3,23
d 4s l
(Sularso,1997:18)........... (22)
Diamana ds = diameter poros (mm), l = jarak antara bantalan penumpu (mm), F = beban
(kg), l1 dan l2 = jarak antara bantalan yang bersangkutan ke titik pembebanan (mm).
Perlu dicatat bahwa termasuk beban F dalam rumus di atas adalah gaya-gaya luar seperti
gaya dari roda gigi, tegangan dari sabuk dan berat puli beserta sabuk, bearat poros sendiri, dll.
Jika dari gaya-gaya tersebut bekerja di antara bantalan atau di luarnya, maka perhitungan
didasarkan pada gaya resultantenya. Bila gaya bekerja dalam berbagai arah, perlu ditentukan
komponen vertical dan horizontal dari resultantenya dan selanjutnya dihitung lenturan yang
akan terjadi dalam arah vertical dan horizontal. Jika berat poros sendiri tidak dapat diabaikan,
maka penambahan gaya vertical dengan berat poros tersebut dapat dianggap cukup.
Bila suatu poros panjang ditumpu secara kaku dengan bantalan atau dengan cara lain,
maka lenturan dapat dinyatakan dengan rumus berikut
y = 3,23 10
Fl 31 l32
d 4s l3
(Sularso,1997:19)........... (23)
(Sularso,1997:19)........... (24)
Perlu diperhatikan bahwa dalam penentuan putaran kritis, gaya yang diperhitungkan
hanyalah gaya berat dari masa berputar yang dibebani poros saja, sedangkan gaya luar seperti
yang terdapat dalam persamaan (22) tidak ada sangkut-pautnya. Berat poros sendiri dapat
diabaikan jika cukup kecil. Tetapi jika dirasa cukup besar dibandingkan dengan berat masa yang
membebaninya, maka dari berat poros tersebut dapat ditambahkan pada berat beban yang
ada.
Jika bantalan cukup panjang dan poros ditumpu secara kaku, maka putaran kritisnya
adalah
N c =52700
d 2s l
l
l 1 l 2 Wl1 l 2
(Sularso,1997:19)........... (25)
22
(Sularso,1997:19)........... (26)
Harga Nc0 dari rumus ini kemudian dibandingkan dengan putaran maksimum
sesungguhnya yang akan dialami oleh poros.
23
Diagram aliran untuk merencanakan poros dengan beban puntir dan lentur
24
2.2. Pasak
Pasak
adalah
suatu
elemen mesin
yang
dipakai
untuk
menetapkan
bagian-bagian
seperti
roda
gigi, sprocket,
puli, kopling,
dan
yang
lainnya.
Bahan
pasak
yang
digunakan
lebih
lemah
dari
bahan
poros,
sehingga
pasak
akan
lebih
dulu
rusak
dari
pada
poros
atau
nafnya.
Lebar
25
pasak
letak
pada
porosnya
dapat
dibedakan antara
pasak
pelana,
pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung, yang umumnya berpenampang segiempat.
Disamping beberapa macam pasak diatas ada pula pasak tembereng dan pasak jarum.
2.2.1
Klasifikasi Pasak
1. Pasak Benam (sunk keys)
Pasak benam adalah pasak yang sebagian tertanam pada poros dan sebagian lagi
tertanam pada lubang dari elemen mesin seperti, puli atau roda gigi. Ada beberapa tipe dari
pasak benam, yaitu :
a. Pasak empat persegi panjang (rectangular sunk keys).
Pasak ini bentuknya segi empat, adapun penampang dari pasak ini dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Pasak benam ini juga ada yang berbentuk tirus di sisi atasnya dengan perbandingan
tirusnya 1 : 100.
b. Pasak segi empat (square sun keys).
26
d.
Feather key
Pasak jenis ini biasanya khusus untuk poros transmisi yang meneruskan momen
puntir. Dimana antara pasak dengan alur pasak pada poros adalah pasangan sliding fit,
dan biasanya pasak di baut pada poros, seperti yang terlihat pada gambar 3.5.
27
2.
29
Poros-poros seperti ini biasanya mempunyai 4, 10, atau 16 splines. Poros dengan
pasak seperti ini biasanya lebih kuat dibandingkan poros yang hanya mempunyai pasak tunggal.
Pasak ini digunakan apabila besar gaya yang diteruskan sebanding dengan ukuran poros,
seperti pada transmisi mobil dan transmisi roda gigi sliding.
30
2.2.2
prismatis dan tirus yang kadang-kadang diberi kepala untuk memudahkan pencabutannya.
Kemiringan pada pasak tirus umumnya sebesar 1/100, dan pengerjaannya harus hati-hati agar
naf tidak menjadi eksentrik. Pada pasak yang rata, sisi sampingnya harus pas dengan alur pasak
agar pasak tidak menjadi goyah dan rusak. Untuk pasak, umumnya dipilih bahan yang
mempunyai kekuatan tarik lebih dari 60 kg/mm2, lebih kuat daripada porosnya. Kadang-kadang
sengaja dipilih bahan yang lemah untuk pasak sehingga pasak akan lebih dahulu rusak daripada
poros atau nafnya. Ini disebabkan harga pasak yang murah serta mudah menggantinya.
Sebagai contoh ambillah suatu poros yang dibebani dengan puntiran murni atau
gabungan antara puntiran dan lenturan, dimana diameter poros dan pasak serta alurnya akan
ditentukan.
Jika momen rencana dari poros adalah T (kg.mm) dan diameter poros adalah ds (mm),
maka gaya tangensial F (kg) pada permukaan poros adalah
d
( s/ 2)
F=
T
(Sularso,1997:25)........... (27)
Menurut lambang pasak yang diperlihatkan dalam gambar 2.4, gaya geser bekerja pada
penampang mendatar b x l (mm2) oleh gaya F (kg). Dengan demikian tegangan geser k
(kg/mm2) yang ditimbulkan adalah
31
F
bl
Dari tegangan geser yang diizinkan k (kg/mm2) panjang pasak l1 (mm) yang diperlukan
dapat diperoleh
ka
F
b l1
(Sularso,1997:25)........... (28)
Harga ka adalah harga yang diperoleh dengan membagi kekuatan tarik b dengan faktor
keamanan Sfk1, Sfk2. Harga Sfk1 umumnya diambil 6, dan Sfk2 dipilih antara 1 - 1,5 jika beban
dikenakan secara perlahan-lahan, antara 1,5 3 jika dikenakan dengan tumbukan ringan, dan
antara 2 5 jika dikenakan secara tiba-tiba dan dengan tumbukan berat.
Selanjutnya, perhitungan untuk menghindari kerusakan permukaan samping pasak
karena tekanan bidang juga diperlukan.
32
33
Gaya
keliling F (kg) yang sama seperti tersebut di atas dikenakan pada luas permukaan samping
34
P=
F
l(t 1 ataut 2 )
(Sularso,1997:27)........... (29)
Dari harga tekanan permukaan yang diizinkan pa (kg), panjang pasak yang diperlukan
dapat dihitung dari
Pa
F
l (t 1 ataut 2)
(Sularso,1997:27)........... (30)
Harga pa adalah sebesar 8 (kg/mm2) untuk poros dengan diameter kecil, 10 (kg/mm2)
untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga di atas untuk poros
berputaran tinggi.
Perlu duperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 25 35 % dari diameter poros,
dan panjang pasak jangan terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros (antara 0,75
sampai 1,5 ds). Karena lebar dan tinggi pasak sudah distandarkan, maka beban yang
ditimbulkan oleh gaya F yang besar hendaknya diatasi dengan menyesuaikan panjang pasak.
Namun demikian, pasak yang terlalu panjang tidak dapat menahan tekanan yang merata pada
permukaannya. Jika terdapat pembatasan pada ukuran naf atau poros, dapat dipakai ukuran yang
tidak standar atau diameter poros perlu dikoreksi.
35
36
37
Klasifikasi Bantalan
A. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros, yaitu
1. Bantalan luncur
Yaitu bantalan yang terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena
permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantara lapisan
pelumas
2. Bantalan gelinding
Yaitu bantalan yang terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum,
dan rol bulat
B. Berdasarkan arah beban terhadap poros
38
= koefisien gesekan
Fb
Diketahui bahwa :
2T
ds
Fb =
(Kg/mm)
(Sularso,1997:25)........... (31)
Dimana :
Fb
= gaya tekan sepanjang permukaan poros (Kg/mm)
T
= Tegangan puntir
(Kg/mm)
Ds
= diameter poros
(mm)
b) Beban radial :
Fr =
Fa
(Kg/mm)
(Sularso,1997:149)........... (32)
Dimana :
Fr
= Beban radial (Kg/mm)
= koefisien gesekan
c) Beban ekivalen :
Pr
= X .V.
Fr
Y.
Fa
39
( 33,3n )
f n=
1 /3
Dimana :
f n=Faktor kecepatan
n=Kecepatan putaran penggerak (rpm)
e)
Faktor umur
f h=f n
C
P
Dimana :
f h=faktor umur bantalan
C=beban nominal dinamis ( kg )
P = beban ekivalen (kg)
f)
l h=500 f h
Dimana :
Lh perhitungan Lha yang direncanakan
L = umur nominal (rpm)
40
BAB III
PEMBAHASAN
PENYELESAIAN :
Ft = Gaya tangensial
P = Ft x (xDxn /60)
Fr = Ft tan 20
Fr = 230.16 N
Berat Puli :
42
3.
a.
Beban vertikal
Rav+Rbv= Vc + Vd
Rav+Rbv=(Fr+Wg) + Wp
Rav+Rbv=230.16+147.15+147.15
Rav+Rbv=524.16N
Ma = 0
(Fr+Wg)x180-Rbv360+Wp540
=0
(230.16+147.15)180+147.15x540 = 360Rbv
43
Fy = 0
Rav = 524.46-409.38
Rav = 115.08 N
B.
Beban Horizontal
Fx = 0
Rah + Rbh = Ft + (T1 +T2)
Rah + Rbh = 632.37 + (1053.959 + 421.58)
Rah + Rbh = 2107.34
Ma = 0
Ft x 180 Rbh360 - (T1+T2)540 = 0
632.37 x 180 - (1053.39+421.58) x 540 = 360Rbh
Rbh = 2528.64 N
Rah = 2107.34 - 2528.64
Rah = - 421.3 N
44
Sf1 : 6
= 58 / ( 6 x 2 )
Sf2 : 2
= 58 / 12
= 4.833 kg/mm
Jika mencari dalam satuan Nmm Maka :( 58 x 9.81 ) / 12 = 47,415 N/mm
45
1/ 3
d [ 0.107 x 546636,662 ]
d [ 58490,122 ]
d 38,817 mm
1/ 3
1/ 3
1/ 3
1/ 3
1/ 3
1/ 3
40 mm
F = 8058,386 / (40/2)
F = 8058,386 / 20
F = 402,9193 kg
Penampang pasak 12 8,
t1
t2
= 4,5 mm
= 3,5 mm
k1
=6, Sf
k2
=3,
ka
70
18
Sfk 1 Sf k 2
= 6 x 3 = 18
2
= 3,9 (kg/m m )
kecil )
Panjang Pasak, dari tegangan geser yang diizinkan
k=
F
bl 1
ka
402,9193
3,9
10 l 1
10 l 1 103,312
l 1 10,33(mm)
P=
402,9193
l 2 3,5
3,5 l 2 50,364
l 2 13.99 mm
8. Bantalan
Beban ekivalen bantalan :
P = X.V.Fr + Y.Fa
Keterangan :
47
Fa = beban aksial
Bila
Fa
V . Fr
0,025
0,04
0,07
0,13
0,25
0,50
0,22
0,24
0,27
0,31
0,37
0,44
2,0
1,8
1,6
1,4
1,2
1,0
Fa
V . Fr
Bantalan yang di pilih jenis Single row deep groove ball bearing dengan nomor
bantalan 634 (SKF)
Dengan nilai C = 1,1 KN, maka perkiraan umur bantalan
L=
( cp ) 10
L=
1100
( 2528,64
) 10
L = 82322,214 putaran
48
49