You are on page 1of 35

ACARA II

LIPIDA DAN LIPASE

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara II tentang Lipida adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh perlakuan suhu dingin terhadap kenampakkan
beberapa jenis minyak/lemak.
2. Mengetahui kualitas minyak dengan uji ketengikan menggunakan metode
Kreiss.
3. Mengetahui kualitas minyak dengan uji Angka Asam.
4. Mengetahui adanya aktivitas enzim lipase dari susu.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk
menjaga kesehatan tubuh manusia. Sealin itu lemak dan minyak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan
karbohidarat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat
menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidart dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak atau lemak , khususnya minyak nabati
mengandung asam-asam lemak esensial seperti asam linoleat, lenolenat,
dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembulu darah akibat
penumpukan kolesterol. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber
dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, K. lemak dan minyak terdapat
pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda.
Tetapi lemak dan minyak sering kali ditambahkan dengan segaja kebahan
makanandengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan pangan minyak dan
lemak berfungsi sebagi media penghantar panas, menambah kalori, dan
memperbaiki tekstur dan cita rasa pangan (Winarno, 2004).
Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalh trigliserida merupakan
bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa
hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Di

alam, bentuk gliserida yang lain yaitu digliserida dan monogliserida hanya
terdapat sangat sedikit pada tanaman. Dalam dunia perdagangan lebih
banyak dikenal digliserida dan monogliserida yang dibuat dengan sengaja
dari hidrolisa tidak lengkap trigliserida dan banyak dipakai dalam teknologi
makanan misalnya sebagai bahan pegelmusi, penstabil, dan lain-lain
keperluan (Sudarmadji dkk, 2010).
Minyak dan lemak adalah bagian dari kelompok senyawa dikenal
sebagai ester lemak atau trigliserida, dan hidrolisis mereka dasarnya
melibatkan reaksi dengan air untuk menghasilkan asam lemak yang
berharga gratis dan gliserol. Ada tiga rute utama saat ini digunakan untuk
hidrolisis lemak dan minyak dalam produksi asam lemak ; tekanan tinggi
membelah uap, hidrolisis basa dan enzimatik hidrolisis. Para enzim lipase
yang secara khusus mengkatalisis hidrolisis minyak menjadi asam lemak
bebas dan gliserol pada hubungan antara dua cairan. Trigliserida ini disebut
"lipid", tidak larut dalam fase air, sehingga reaksi harus mengambil tempat
pada antar muka air dan fase lipid (Murty, 2002).
Asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalam lemak atau minyak,
terutama dari sumber nabati, dapat mengalami perubahan atau kerusakan,
baik secara fisik atau kimia. Penyebab perubahan atau kerusakan ini antara
lain adalah karena proses oksidasi. Minyak yang mengandung asam lemak
yang banyak ikatan rangkapnya dapat teroksidasi secara spontan oleh udara
pada suhu ruang. Oksidasi spontan ini secara langsung akan menurunkan
tingkat kejenuhan minyak, menyebabkan minyak menjadi tengik, dan
terasa tidak enak. Proses terjadinya ketengikan (rancidity) akan dipercepat
apabila terdapat logam tertentu seperti tembaga,seng, timah dan timbal dan
apabila mendapat panas atau cahaya penerangan. Asam lemak juga dapat
mengalami perubahan karena dimasak pada temperatur tinggi. Proses
pemasakan pada temperatur tinggi ini menyebabkan minyak mengalami
pirolisis, yaitu suatu reaksi dekomposisi karena panas. Pirolisis
menyebabkan terbentuknya akrolein, yaitu senyawa yang bersifat racun,
dan dapat menyebabkan iritasi dengan bau khas lemak terbakar
(Edwar dkk, 2011).

Produk oksidasi lipid di mana-mana dalam makanan, meskipun


banyak variasi di jenisnya dan tingkatannya saat ini. Meskipun tingkat
senyawa ini umumnya rendah, masalah oksidasi lipid sekaligus merusak
kualitas beberapa produk makanan dan membatasi kehidupan yang lain.
Semua makanan yang mengandung lemak, bahkan pada tingkat yang
sangat rendah (<1%), rentan terhadap oksidasi, yang menyebabkan tengik.
Perubahan kerusakan pada makanan yang disebabkan oleh oksidasi lipid
tidak hanya meliputi kehilangan rasa atau tawar, tetapi juga hilangnya
warna, nilai gizi, dan akumulasi senyawa, yang dapat merugikan kesehatan
konsumen (Wasowics et al., 2004).
Faktor-faktor yang dapat mempercepat oksidasi pada minyak sehingga
akan menyebabkan ketengikan adalah suhu, cahaya atau penyinaran,
tersedianya oksigen dan adanya logam-logam yang bersifat sebagai
katalisator proses oksidasi. Oleh karena itu, minyak harus disimpan pada
kondisi penyimpanan yang sesuai dan bebas dari pengaruh logam dan harus
dilindungi dari kemungkinan serangan oksigen, cahaya serta temperatur
tinggi. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi penyimpanan minyak dan
lemak, yaitu RH (kelembaban udara) ruang penyimpanan, suhu
(temperatur), ventilasi, tekanan dan masalah pengangkutan (Fadlana, 2006).
Prinsip uji kreis adalah bila lemak yang teroksidasi dengan
phloroglucinol dalam suasana asam akan terbentuk warna merah. Warna
merah yang terbentuk berkorelasi dengan peningkatan produk epihy-drin
aldehyde atau malonaldehid sebagai produk oksidasi lipid. Prosedur dari uji
kreis adalah campurkan 10 ml minyak atau lemak cair dengan 10 ml
phloroglucinol 0,1% dalam eter dan 10 ml HCl pekat. Kocok hingga merata
lebih kurang 20 detik. Jika terbentuk warna pink menunjukkan mulai terjadi
ketengikan. Mengulangi langkah 1 dan 2 dengan bahan 1 ml minyak yang
dilarutkan dalam 20 ml heptana. Jika uji masih positif berarti minyak
tersebut sudah tengik dan dapat dibuktikan dengan uji organoleptik
(Afrianto, 2008).

Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik
yang disebut proses ketengikan (rancidity), ketengikan terjadi karena asam
lemak pada suhu ruang dirombak akibat hidrolisis atau oksidasi menjadi
hidrokarbon, alkanal, atau keton, serta sedikit epoksi dan alkohol
(alkanol). Bau yang kurang sedap muncul akibat campuran dari berbagai
produk ini. Selain pada suhu kamar, proses ini dapat terjadi selama proses
pengolahan menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi minyak atau lemak
dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak,
tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi karena rusaknya vitamin (karoten
dan tokoferol) dan asam lemak esensial dalam lemak. Oksidasi terjadi
pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar sampai dengan
suhu 100oC, setiap ikatan tidak jenuh dapat mengabsorbsi 2 atom oksigen,
sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Peroksida
ini dapat menguraikan radikal tidak jenuh yang masih utuh sehingga
terbentuk 2 molekul persenyawaan oksida. Dari uraian tersebut dapat
dikatakan bahwa semakin minyak tengik maka kualitas minyak juga redah
(Siswati dkk, 2006).
Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas atau
jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis yang terjadi selama prosess
penggorengan yang biasanya dilakukan pada suhu 160 200 oC. Uap air
yang dihasilkan pada saat proses penggorengan, menyebabkan terjadinya
hidrolisis terhadap trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas, digliserida,
monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari angka asam. Tingginya
angka asam suatu minyak jelantah menunjukkan buruknya kualitas dari
minyak jelantah tersebut, sehingga minyak jelantah dibuang sebagai limbah
akan mengganggu lingkungan dan menyumbat saluran air. Agar minyak
jelantah dapat dimanfaatkan kembali, maka dicoba untuk meregenerasi
minyak tersebut dengan menurunkan angka asam yaitu mengurangi
kandungan asam lemak bebas (Mardina dkk, 2012).
Prinsip pengujian angka asam adalah menunjukkan banyaknya asam
lemak bebas yang terdapat dalam suatu minyak. Angka asam dinyatakan

sebagai jumlah milli gram NaOH yang dibutuhkan asam lemak bebas.
Kadar asam lemak bebas berhubungan dengan indes bias dan titik asap
minyak goreng. Dimana dengan bertambahnya kadar asam lemak bebas
maka indeks bias minyak akan meningkat, sedangkan titik asapnya menurun
(Winarni dkk, 2010).
Enzim berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat atau
meningkatkan kecepatan reaksi kimia dengan jalan menurunkan energi
aktivasinya. Di sisi lain, untuk meningkatkan kecepatan reaksi kimia dapat
juga dilakukan dengan meningkatkan suhu reaksi. Suhu yang tinggi dapat
mempercepat gerak molekul. Namun demikian, penggunaan suhu tidak
selamanya baik dan tepat, karena tidak semua senyawa (reaktan) dapat tahan
terhadap suhu yang tinggi. Selain dapat merusak reaktan, penggunaan suhu
tinggi juga mengakibatkan biaya proses yang lebih besar. Enzim
mempunyai kekhasan yaitu hanya bekerja pada satu reaksi saja. Suatu enzim
mempunyai ukuran yang lebih besar daripada substratnya. Oleh karena itu
tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat, bagian
enzim yang mengadakan hubungan dengan substrat disebut bagian aktif.
Cara kerja enzim dapat diterangkan dengan dua teori, yaitu teori gembok
dan teori kecocokan yang terinduksi (Murni dkk, 2011).
Angka asam adalah suatu bilangan atau angka yang menunjukkan
banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak atau minyak, yang
dihasilakan terutama dari peranan enzim lipase. Angka asam dinyatakan
sebagai banyaknya mg KOH yang dibutukan untuk menetralkan asam lemak
bebas dalam setaiap g lemak. Angka asam pada minyak dan lemak
menunjukkan kandungan asam lemak bebas yang mempengaruhi kualitas
minyak dan lemak (Makfoeld, 2002).
2. Tinjauan Bahan
Minyak sawit, seperti biji minyak lainnya, adalah ester asam lemak
gliserol biasa disebut trigliserida. Ia memiliki tinggi proporsi asam palmitat
jenuh (C16) yang mana mungkin saja disebabkan nilainya dalam

pembuatan sabun. minyak sawit ini juga mengandung lemak tak jenuh
yang tinggi, terutama yang berasal dari asam oleat. Dalam keadaan aslinya,
minyak sawit mengandung karotenoid (0,05-0,2%) yang memberikan
warna merah (Njoku, 2010).
Minyak zaitun adalah produk impor yang dihasilkan dari pemrosesan
buah zaitun. Minyak zaitun yang asli diperoleh dari buah zaitun tanpa
penambahan senyawa lain. Ada dua jenis minyak zaitun berdasarkan hasil
pengolahannya yaitu minyak zaitun sulingan dan minyakzaitun murni.
Minyak zaitun sulingan diperoleh darihasil penyulingan. Sedangkan
minyak zaitun murni diperoleh dari perasan menggunakan alat mekanik,
seringkali minyak zaitun diperdagangkan merupakan campuran antara
minyak sulingan dan minyak murni. Pencampuran ini dimaksud untuk
meningkatkan kualitas minyak tersebut. Sebab, minyak sulingan beberapa
senyawa hilang. Sedangkan minyak murni memiliki bentuk, aroma, dan
rasa yang kurang jelas. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa
seperti fenol, tokoferol, steral, pigmen, dan squalen yang sangat bermanfaat
dalam meningkatkan kesehatan manusia (Subakti dan Deri, 2008).
Wijen (Sesamum indicum L) merupakan salah satu komoditas sumber
minyak nabati. Minyak dari biji wijen telah digunakan sebagai minyak
makan, seasoning, atau salad oil. Minyak wijen mengandung banyak asam
lemak tak jenuh, terutama asam oleat (C18:1) dan asam linoleat (C18 :2 ,
Ome-ga-6). Minyak wijen juga mengandung banyak vitamin E dan
komponen fungsional lainnya yang berguna bagi kesehatan. Ada tiga
macam proses pengolahan minyak wijen, yaitu dengan pengepresan dingin,
pengepresan panas, dan penyang-raian biji wijen. Perlakuan panas se-lama
proses pengolahan minyak wijen akan mempengaruhi komposisi asam
lemak dan juga senyawa fungsional dalam minyak wijen. Teknik
pengepresan dingin dapat meningkat-kan kualitas minyak wijen yang
dihasilkan (Handajani dkk, 2010).
Minyak kelapa dan kelapa sawit sebagai sumber kebutuhan minyak
goreng harus dijaga kualitasnya. Penurunan kualitas minyak sangat
dipengaruhi oleh keberadaan asam lemak yang dikandungnya. Faktor yang

menjadi penyebab utama menurunnya kualitas minyak adalah ketengikan,


yaitu proses oksidasi oleh oksigen dari udara terhadap lemak yang
mengakibatkan minyak menjadi tidak layak dikonsumsi. Minyak yang
rusak akibat oksidasi akan menghasilkan bahan pangan dengan rupa yang
kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kurang baik untuk
kesehatan. Proses kerusakan minyak/lemak di dalam bahan pangan dapat
terjadi selama proses pengolahan, misalnya proses pemanggangan,
penggorengan dengan cara deep frying dan selama penyimpanan.
Kerusakan ini menyebabkan bahan pangan berlemak mempunyai bau dan
rasa yang tidak enak, sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi bahan
pangan tersebut (Desnelli dan Zainal, 2009).
Susu merupakan bahan makanan yang istimewa karena kelezatannya
dan komposisinya yang seimbang. Selain itu, susu mengandung semua zat
yang dibutuhkan oleh tubuh seperti misalnya protein, lemak, karbohidrat,
mineral dan vitamin. Nilai gizinya yang tinggi juga menyebabkan susu
menjadi media yang sangat cocok bagi mikroorganisme untuk pertumbuhan
dan perkembangannya sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu
menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani dengan benar. Untuk
itu perlu dilakukan penanganan untuk mencegah penurunan kualitas. Susu
juga bahan makanan yang mempunyai sifat mudah rusak, sehingga dapat
mengalami perubahan rasa, bau, warna dan rupa. Diantara perubahanperubahan yang terjadi pada susu akibat aktifitas dan pertumbuhan
mikroba, ternyata juga terjadi perubahan-perubanan yang menimbulkan cita
rasa yang khas dan digemari. Salah satunya adalah produk susu fermentasi
yaitu yogurt (Zakaria dkk, 2013).
Phenolphthalein biasa disebut sebagai indikator pp dengan berat
molekul 318,31 berupa kristal putih yang dapat larut dalam air dan sedikit
larut dalam kloroform. Titik lelehnya 258o 262 oC dibuat dengan cara
memanaskan phthalat anhidrida dan fenol dalam asam sulfat.
Phenolphthalein 1 % terlarut dalam alkohol digunakan secara luas sebagai
indikator dalam titrasi asam-basa dengan trayek pH 8,3 (tidak berwarna)
sampai pH 10,4 berwarna merah. Perubahan warna pada phenolphthalein

disebabkan kalium dapat membuka cincin lakton dan membentuk garam


fenolat. Reaksi berlangsung secara bertahap membentuk intermediate
hipotetik yang tidak stabil, berubah menjadi ion berwarna. Warna dapat
terjadi karena adanya resonansi muatan negatif pada dua atom oksigen
yang ekivalen. Dengan pengurangan konsentrasi kalium atau larutan
phenolphthalein yang berlebihan, warna merah akan menghilang
(Nadjib, 2006).
C. Metodologi
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Gelas beaker 500 ml
c. Timbangan analitik
d. Erlenmeyer 250 ml
e. Pipet volume
f. Pipet tetes
g. Penjepit
h. Inkubator
i. Kain saring
j. Pendingin balik
k. Buret
l. Waterbath
2. Bahan
a. Minyak baru
b. Minyak bekas
c. Minyak wijen
d. Lemak sapi
e. Minyak zaitun
f. Minyak kelapa sawit
g. Aquades
h. Kacang tanah
i. Larutan HCl 0,1 M
j. Larutan phloroglucinol 1%
k. Alkohol 96%
l. Larutan standar NaOH 0,1 N
m. NaCl 0,1 M

3. Cara Kerja
a. Pengaruh suhu dingin terhadap kenampakan beberapa jenis minyak
Disiapkan 8 tabung reaksi

ml minyak kelapa sawit, lemak sapi, minyak wijen, minyak zaitun


dimasukan

Diamati warna, bau dan kenampakannya

Tiap tabung dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 ml yang berisi air dingin dengan s

Diamati perubahan warna, bau dan kenampakannya

b. Pengujian ketengikan minyak dengan metode kreiss test

1 ml minyak baru, miyak jelantah, minyak lama + 1 ml air, minyak baru + 1 ml air di ka

Digojog homogen
1 ml phloroglucinol 1%

Ditambahkan

dibiarkan selama 10 menit

Campuran divortex selama 2 menit pada rotasi 1500 rpm

Diamati lapisan warna pink yang terjadi jika minyak telah tengik

c. Pengujian angka asam minyak

5 g minyak baru dan minyak bekas

Ditimbang, dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml

Ditambahkan
50 ml alkoholdan
96%
dididihkan 10 menit dengan pemanas yang dilengkpi dengan

5 tetes indikator pp

Ditambahkan

NaOH 0,1 N

Dititrasi sampai warna merah jambu

Dihitung angka asam yang didapat dan angka asam untuk minyak baru dengan minyak

d. Uji aktivitas lipase kacang tanah


- Penyipan enzim lipase
20 g kacang tanah

Ditimbang, dan dihancurkan


100 ml NaCl 0,1 M Ditambahkan lalu dibiarkan selama 30 menit

Disaring filtratnya dan didapatkan larutan enzim kasar


-

Uji aktivitas enzim

8 ml substrat dimasukkan dalam Erlenmenyer 100 ml dan di seimbangkan suhunya dalam suhu kam

Ditambah 2 ml larutan enzim

Ditempatkan pada suhu ruang 30C selama 10 menit


Ditambah 40 ml alkohol

Ditambah 5 tetes pp dan dititrasi dengan NaOH 0,01 N hingga tepat merah jambu

Dicatat ml NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 2.1.1 Kenampakan Beberapa Jenis Minyak Dalam Suhu Dingin
Kel
.

Sampel

Minya
k wijen

Suhu Ambien (Ruang)


Warna
Bau
Coklat
Agak
bening
tengik

Suhu Dingin (<10C)


Wujud Warna
Bau
Coklat
Tidak
Cair
muda
tengik
Lebih
Tengik dan
Coklat
Padat
tengik dan
amis
susu
amis

11

Lemak
sapi

Coklat
susu

Minya
k
Kuning
Tidak
Kuning
Tidak
9
Cair
kelapa jernih
berbau
jernih
berbau
sawit
Minya
Kuning
Tidak
Kuning
Tidak
10
k
Cair
jernih
berbau
jernih
berbau
Zaitun
Minya Coklat
Agak
Coklat
Tidak
12
Cair
k wijen muda
tengik
muda
tengik
Minya
k
Kuning
Tidak
Kuning
Tidak
13
Cair
kelapa jernih
berbau
jernih
berbau
sawit
Minya
Kuning
Tidak
Kuninh
Tidak
14
k
Cair
jernih
berbau
jernih
berbau
zaitun
Sumber : laporan sementara
Tabel 2.1.2 Kenampakan Beberapa Jenis Minyak Dalam Suhu Dingin
Kel
.
1
2
3

Sampel
Minya
k wijen
Minya
k sawit
Minya

Suhu Ambien (Ruang)


Warna
Bau
Khas
Coklat
wijen
Kuning
Khas sawit
bening
Kuning
Khas

Suhu Dingin (<10C)


Wujud Warna
Bau
Khas
Cair
Coklat
wijen
Kuning
Khas
Cair
bening
sawit
Cair
Kuning
Khas

Wujud
Cair
Padat

Cair

Cair
Cair

Cair

Cair

Wujud
Cair
cair
Cair

k
zaitun
zaitun
zaitun
Lemak Coklat
Khas
Coklat
Khas
4
Padat
sapi
muda
lemak sapi
muda
lemak sapi
Minya
Khas
Khas
5
Coklat
Cair
Coklat
k wijen
wijen
wijen
Minya Kuning
Kuning
Khas
6
Khas sawit Cair
k sawit bening
bening
sawit
Minya
Khas
Khas
7
k
Kuning
Cair
Kuning
zaitun
zaitun
zaitun
Sumber : laporan sementara
Berdasarkan teori Winarno (2004) asam-asam lemak yang ditemukan
dialam dibagi menjadi dua golongan yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak
tidak jenuh. Asam-asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi
ikatan rangkapnya, dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk
molekul keseluruhannya. Asam lemak tak jenuh biasanya terdapat dalam
bentuk cis. Karena itu molekul akan bengkok pada ikatan rangkap, walaupun
ada juga asam lemak tidak jenuh dalam bentuk trans.
Pada percobaan ini digunakan berbagai macam sampel. Minyak wijen
menurut Handajani dkk (2010) Wijen (Sesamum indicum L) merupakan salah
satu komoditas sumber minyak nabati. Minyak dari biji wijen telah digunakan
sebagai minyak makan, seasoning, atau salad oil. Minyak wijen mengandung
banyak asam lemak tak jenuh, terutama asam oleat (C18:1) dan asam linoleat
(C18 :2 , Ome-ga-6). Minyak wijen juga mengandung banyak vitamin E dan
komponen fungsional lainnya yang berguna bagi kesehatan. Menurut
Siswantika dkk (2004) Minyak yang berasal dari kelapa sawit mempunyai
kadar asam lemak jenuh sebesar 51% dan asam lemak tak jenuh 49%., minyak
zaitun virgin, tinggi kandungan asam lemak tak jenuh tunggal terutama asam
oleat, minyak ini telah lama dikonsumsi oleh masyarakat mediterania dan
dipercaya sebagai penyebab rendahnya angka kejadian penyakit kardiovaskuler
didaerah itu. Menurut Hermanto (2009) Berdasarkan hasil analisa komposisi
asam lemak pada masing-masing sampel terlihat bahwa persentasi asam lemak
jenuh (SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan dan asam lemak tak
jenuh ganda (PUFA) relatif berbeda. Kandungan asam lemak jenuh terbesar

Padat
Cair
Cair
Cair

terdapat pada lemak sapi sebesar 65.53% dengan rasio (MUFA+PUFA)/SFA


0.35, sedangkan asam lemak tak jenuh terbesar terdapat pada minyak zaitun
sebesar 82.27%, minyak goreng kemasan 66.19%. kandungan asam lemak tak
jenuh ganda minyak zaitun sebesar 26.14%. Kandungan asam lemak tak jenuh
tunggal terdapat pada minyak zaitun sebesar 3.67% dan lemak sapi 0.35%.
Menurut Tuminah (2009) perbedaan antara asam lemak jenuh dan tidak
jenuh adalah sebagai berikut (1) Asam lemak jenuh meningkatkan kolesterol
HDL yang disebut kolesterol baik, sedangkan asam lemak trans menurunkan
kolesterol HDL tersebut. (2) Asam lemak jenuh menurunkan kadar lipoprotein
(a) aterogenik darah, sedangkan asam lemak trans meningkatkan kadar
lipoprotein (a) aterogenik darah. (3) Asam lemak jenuh menyimpan asam
lemak omega-3 yang terelongasi, sedangkan asam lemak trans menyebabkan
jaringan kehilangan asam lemak omega-3 tersebut. (4) Asam lemak jenuh tidak
menghambat pengikatan insulin, sedangkan asam lemak trans menghambat
pengikatan insulin. (5) Asam lemak jenuh merupakan asam lemaknormal yang
dibuat oleh tubuh serta tidak mengganggu rungsi enzim seperti enzim delta-6desaturase, sedangkan asam lemak trans tidak dibuat oleh tubuh dan
mengganggu beberapa fungsi enzim seperti enzim delta-6-desaturase. (6)
Beberapa asam lemak jenuh digunakan oleh tubuh untuk melawan virus,
bakteri dan protozoa serta mendukung sistem kekebalan, sedangkan asam
lemak trans mengganggu fungsi sistem kekebalan.
Faktor penyebab terjadinya perubahan yang terjadi pada minyak/lemak
pada suhu dingin adalah jenis ikatan dan struktur minyak/lemak tersebut.
Sesuai teori menurut Edwar (2011) yang mengatakan bahwa, berdasarkan
strukturnya lemak mempunyai wujud cair dan padat. Wujud padat dan cairnya
lemak dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan asam lemak yang terdapat di
dalamnya. Lemak yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak tidak
jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar dan biasanya disebut sebagai minyak,
sedangkan yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak jenuh akan
berbentuk padat.
Percobaan pada Tabel 2.1.1 menggunakan empat sampel lipida yaitu
minyak sawit, minyak wijen, minyak zaitun dan lemak sapi. Tiap sampel

diperlakukan dengan sama yaitu didinginkan dalam air yang bersuhu dingin
<100C. Sebelum didinginkan minyak sawit berwarna kuning jernih, tidak
berbau dan berwujud cair sehingga minyak sawit tergolong asam lemak tidak
jenuh karena bersifat cair pada suhu kamar. Setelah didinginkan sawit tetap
kuning jernih, tidak berbau dan berwujud cair. Pada sampel berikutnya yaitu
minyak zaitun, sebelum didinginkan minyak zaitun berwarna kuning jernih,
tidak berbau, dan berwujud cair sehingga minyak zaitun tergolong asam lemak
tidak jenuh karena bersifat cair pada suhu kamar. Minyak wijen sebelum
didinginkan berwarna coklat muda, baunya agak tengik dan berwujud cair
sehingga minyak wijen tergolong asam lemak tidak jenuh karena bersifat cair
pada suhu kamar, setelah didinginkan berwarna coklat muda, baunya tidak
tengik dan cair. Pada lemak sapi sebelum didinginkan berwarna coklat susu,
berbau tengik dan amis dan wujudnya padat sehingga lemak sapi tergolong
asam lemak jenuh karena bersifat padat pada suhu kamar, setelah didinginkan
menjadi coklat susu, baunya lebih tengik dan amis, dan wujudnya padat.
Percobaan pada Tabel 2.1.2 menggunakan empat sampel lipida yaitu
minyak sawit, minyak wijen, minyak zaitun dan lemak sapi. Tiap sampel
diperlakukan dengan sama yaitu didinginkan dalam air yang bersuhu dingin
<100C. Sebelum didinginkan minyak sawit berwarna kuning bening, berbau
khas minyak sawit dan berwujud cair sehingga minyak sawit tergolong asam
lemak tidak jenuh karena bersifat cair pada suhu kamar. Setelah didinginkan
sawit tetap kuning bening, berbau khas minyak sawit dan berwujud cair. Pada
sampel berikutnya yaitu minyak zaitun, sebelum didinginkan minyak zaitun
berwarna kuning bening, berbau khas minyak zaitun, dan berwujud cair
sehingga minyak zaitun tergolong asam lemak tidak jenuh karena bersifat cair
pada suhu kamar. Minyak wijen sebelum didinginkan berwarna coklat, baunya
khas wijen dan berwujud cair sehingga minyak wijen tergolong asam lemak
tidak jenuh karena bersifat cair pada suhu kamar, setelah didinginkan berwarna
coklat, baunya khas wijen dan cair. Pada lemak sapi sebelum didinginkan
berwarna coklat muda, berbau khas lemak sapi dan wujudnya padat sehingga
lemak sapi tergolong asam lemak jenuh karena bersifat padat pada suhu kamar,

setelah didinginkan warnanya tetap menjadi coklat, baunya masih khas lemak
sapi, dan wujudnya padat.
Menurut teori Winarno (2004) juga menjelaskan minyak sawit
mempunyai titik leleh 25-500C, mengandung asam lemak dominan yaitu asam
palmitat (lemak jenuh) 50.46% dan asam oleat (lemak tak jenuh) sebesar
40.35%. Dalam Edwar (2011) minyak goreng sawit mempunyai asam lemak
tidak jenuh hanya sebesar 48%. Minyak wijen diperoleh dari biji wijen
(Sesamum indicum) yang mengandung minyak sekitar 50 persen. Secara
umum, asam-asam lemak dalam minyak zaitun dibagi menjadi dua yaitu, asam
lemak tak jenuh dengan kadar 70-80% dan asam lemak jenuh dengan kadar 810%. Berdasarkan teori tersebut maka sampel pada percobaan dapat diurutkan
dari yang memiliki kejenuhan yang tinggi ke sampel yang memiliki kejenuhan
rendah yaitu lemak sapi, minyak sawit, minyak wijen, dan minyak zaitun.
Suhu dingin berpengaruh terhadap minyak/lemak karena menyebabkan
kondisinya lebih padat. Titik lebur suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh
sifat asam lemak, yaitu daya tarik antar asam lemak yang berdekatan dalam
kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan
bentuk cis dan trans pada asam lemak tidak jenuh. Makin panjang rantai C,
titik cair akan semakin tinggi dan titik lebur menurun dengan bertambahnya
jumlah ikatan rangkap. Makin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah,
berarti titik cair akan lebih rendah. Sehingga asam lemak jenuh mempunyai
titik lebur lebih tinggi daripada asam lemak tidak jenuh.
Suhu dingin berpengaruh terhadap minyak/lemak karena menyebabkan
kondisinya lebih padat. Titik lebur suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh
sifat asam lemak, yaitu daya tarik antar asam lemak yang berdekatan dalam
kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan
bentuk cis dan trans pada asam lemak tidak jenuh. Makin panjang rantai C,
titik cair akan semakin tinggi dan titik lebur menurun dengan bertambahnya
jumlah ikatan rangkap. Makin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah,
berarti titik cair akan lebih rendah. Sehingga asam lemak jenuh mempunyai
titik lebur lebih tinggi daripada asam lemak tidak jenuh.

Faktor penyebab terjadinya perubahan yang terjadi pada minyak/lemak


pada suhu dingin adalah jenis ikatan dan struktur minyak/lemak tersebut.
Sesuai teori menurut Edwar (2011) yang mengatakan bahwa, berdasarkan
strukturnya lemak mempunyai wujud cair dan padat. Wujud padat dan cairnya
lemak dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan asam lemak yang terdapat di
dalamnya. Lemak yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak tidak
jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar dan biasanya disebut sebagai minyak,
sedangkan yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak jenuh akan
berbentuk padat
Tabel 2.2.1 Uji Ketengikan Minyak Dengan Metode Kreiss Test
Kel

Sampel

Sebelum
Terbentuk 2 lapisan,
8,12 Minyak baru atas: kuning kental,
bawah: bening
Terbentuk 2 lapisan,
9,13 Minyak lama atas: kuning kental,
bawah: bening
Terbentuk 2 lapisan,
Minyak baru
10
atas: kuning kental,
+ sedikit air
bawah: bening
Terbentuk 2 lapisan,
Minyak lama
11,14
atas: kuning kental,
+ sedikit air
bawah: bening
Sumber : laporan sementara

Sesudah
Terbentuk 2 lapisan, atas:
kuning kental, bawah:
bening
Terbentuk 2 lapisan, atas:
kuning kental, bawah:
merah muda
Terbentuk 2 lapisan, atas:
kuning kental, bawah:
bening
Terbentuk 2 lapisan, atas:
kuning kental, bawah:
semburat merah muda

Tabel 2.2.2 Uji Ketengikan Minyak Dengan Metode Kreiss Test


Kel

Sampel

Sebelum

2,5

Minyak baru

Terbentuk 2 lapisan, 1:
keruh, 2: bening

2,6

Minyak lama

Terbentuk 2 lapisan, 1:
bening, 2: keruh

3,7

Minyak baru
+ sedikit air

Terbentuk 2 lapisan, 1:
keruh, 2: bening

Minyak lama
+ sedikit air

Terbentuk 2 lapisan, 1:
keruh, 2: bening

Sumber : laporan sementara

Sesudah
Terbentuk 2 lapisan,1:
keruh, 2: bening, tidak
terdapat lapisan pink
Terbentuk 2 lapisan, 1:
keruh, 2: pink bening,
terdapat lapisan pink
Terbentuk 2 lapisan, 1:
keruh, 2: bening, tidak
terdapat lapisan pink
Terbentuk 2 lapisan, 1:
keruh, 2: beninh, tidak
terdapat lapisan pink

Menurut Fadlana (2006) Faktor-faktor yang dapat mempercepat


oksidasi pada minyak sehingga akan menyebabkan ketengikan adalah suhu,
cahaya atau penyinaran, tersedianya oksigen dan adanya logam-logam yang
bersifat sebagai katalisator proses oksidasi. Oleh karena itu, minyak harus
disimpan pada kondisi penyimpanan yang sesuai dan bebas dari pengaruh
logam dan harus dilindungi dari kemungkinan serangan oksigen, cahaya serta
temperatur tinggi. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi penyimpanan
minyak dan lemak, yaitu RH (kelembaban udara) ruang penyimpanan, suhu
(temperatur), ventilasi, tekanan dan masalah pengangkutan.
Berdasarkan teori Afrianto (2008) prinsip uji kreis adalah bila lemak
yang teroksidasi dengan phloroglucinol dalam suasana asam akan terbentuk
warna merah. Warna merah yang terbentuk berkorelasi dengan peningkatan
produk epihy-drin aldehyde atau malonaldehid sebagai produk oksidasi lipid.
Prosedur dari uji kreis adalah campurkan 10 ml minyak atau lemak cair dengan
10 ml phloroglucinol 0,1% dalam eter dan 10 ml HCl pekat. Kocok hingga
merata lebih kurang 20 detik. Jika terbentuk warna pink menunjukkan mulai
terjadi ketengikan. Mengulangi langkah 1 dan 2 dengan bahan 1 ml minyak
yang dilarutkan dalam 20 ml heptana. Jika uji masih positif berarti minyak
tersebut sudah tengik dan dapat dibuktikan dengan uji organoleptik.
Menurut Nadjib (2006) Phenolphthalein biasa disebut sebagai indikator
pp dengan berat molekul 318,31 berupa kristal putih yang dapat larut dalam air
dan sedikit larut dalam kloroform. Titik lelehnya 258o 262 oC dibuat dengan
cara memanaskan phthalat anhidrida dan fenol dalam asam sulfat.
Phenolphthalein 1 % terlarut dalam alkohol digunakan secara luas sebagai
indikator dalam titrasi asam-basa dengan trayek pH 8,3 (tidak berwarna)
sampai pH 10,4 berwarna merah. Perubahan warna pada phenolphthalein
disebabkan kalium dapat membuka cincin lakton dan membentuk garam
fenolat. Reaksi berlangsung secara bertahap membentuk intermediate hipotetik
yang tidak stabil, berubah menjadi ion berwarna. Fungsi penambahan
phloroglucinol adalah agar bereaksi dengan furfural membentuk kompleks
berwarna merah jambu yang akan menjadi dasar terhadap analisis ketengikan

secara kualitatif. Selanjutnya, dibiarkan dulu selama 15 menit untuk memberi


kesempatan reaksi terjadi dengan baik dan homogen. Jika larutan berwarna
merah muda maka minyak telah mengalami ketengikan. Semakin tinggi
intensitas warna yang terbentuk maka minyak semakin tengik
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik
yang disebut proses ketengikan (rancidity), ketengikan terjadi karena asam
lemak pada suhu ruang dirombak akibat hidrolisis atau oksidasi menjadi
hidrokarbon, alkanal, atau keton, serta sedikit epoksi dan alkohol (alkanol).
Bau yang kurang sedap muncul akibat campuran dari berbagai produk ini.
Selain pada suhu kamar, proses ini dapat terjadi selama proses pengolahan
menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi minyak atau lemak dalam bahan
pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak, tetapi juga dapat
menurunkan nilai gizi karena rusaknya vitamin (karoten dan tokoferol) dan
asam lemak esensial dalam lemak. Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh
dalam asam lemak. Pada suhu kamar sampai dengan suhu 100oC, setiap ikatan
tidak jenuh dapat mengabsorbsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk
persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Peroksida ini dapat menguraikan
radikal tidak jenuh yang masih utuh sehingga terbentuk 2 molekul
persenyawaan oksida. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa semakin
minyak tengik maka kualitas minyak juga redah (Siswati dkk, 2006).
Berdasarkan Tabel 2.2.1 hasil praktikum dapat diketahui bahwa,
minyak baru yang ditambah 1 ml HCl pekat dan 1 ml phloroglucinol
membentuk 2 lapisan yaitu lapisan atas kuning kental dan lapisan bawah
bening. Setelah difortex terdapat 2 lapisan yaitu lapisan atas kuning kental dan
lapisan bawah bening. Pada minyak jelantah/lama yang ditambah 1 ml HCl
pekat dan 1ml phloroglucinol, sebelum difortex terdapat 2 lapisan yaitu lapisan
atas kuning kental dan lapisan bawah bening. Setelah difotex terdapat 2 lapisan
yaitu lapisan atas kuning kental dan lapisan bawah merah muda bening. Pada
minyak baru yang ditambah dengan 1 ml HCl pekat, 1 ml phloroglucinol dan 1
ml air, sebelum difortex terdapat 2 lapisan yaitu lapisan bening, dan lapisan
kuning kental. Setelah difortex terdapat 2 lapisan yaitu lapisan atas kuning

kental dan lapisan bawah bening. Dan sampel terakhir yaitu minyak lama
ditambah 1 ml HCl pekat, 1 ml phloroglucinol dan 1 ml air, sebelum difortex
terdapat 2 lapisan yaitu lapisan bening, dan lapisan kuning kental. Setelah
difortex terdapat 2 lapisan yaitu lapisan atas kuning kental dan lapisan bawah
semburat merah muda.
Berdasarkan Tabel 2.2.2 hasil praktikum dapat diketahui bahwa,
minyak baru yang ditambah 1 ml HCl pekat dan 1 ml phloroglucinol
membentuk 2 lapisan yaitu lapisan 1 keruh dan lapisan 2bening. Setelah
difortex terdapat 2 lapisan yaitu lapisan atas keruh dan lapisan 2bening. Pada
minyak jelantah/lama yang ditambah 1 ml HCl pekat dan 1ml phloroglucinol,
sebelum difortex terdapat 2 lapisan yaitu lapisan 1 bening dan lapisan 2 keruh.
Setelah difotex terdapat 2 lapisan yaitu lapisan atas bening dan lapisan bawah
pink bening. Pada minyak baru yang ditambah dengan 1 ml HCl pekat, 1 ml
phloroglucinol dan 1 ml air, sebelum difortex terdapat 2 lapisan yaitu lapisan 1
keruh, dan lapisan 2 bening. Setelah difortex terdapat 2 lapisan yaitu lapisan 1
keruh dan lapisan 2 bening. Dan sampel terakhir yaitu minyak lama ditambah 1
ml HCl pekat, 1 ml phloroglucinol dan 1 ml air, sebelum difortex terdapat 2
lapisan yaitu lapisan keruh, dan bening. Setelah difortex terdapat 2 lapisan
yaitu lapisan 1 keruh dan lapisan 2 bening.
Apabila sampel menghasilkan lapisan pink atau merah muda maka
sampel menunjukkan terjadinya ketengikan. Berdasarkan hasil praktikum
didapatkan hasil sampel yang menghasilkan lapisan warna pink adalah sampel
minyak lama dan sampel minyak lama + air pada tabel 2.2.1 dan pada tabel
2.2.2 sampel yang berwarna pink atau merah muda hanya sampel minyak lama.
Berdasarkan teori menurut Winarni dkk (2010) Secara ilmiah minyak goreng
yang telah digunakan berkali-kali atau disebut dengan minyak lama, lebih-lebih
dengan pemanasan tinggi sangatlah tidak sehat, karena minyak tersebut asam
lemaknya lepas dari trigliserida sehingga jika asam lemak bebas mengandung
ikatan rangkap mudah sekali teroksidasi menjadi aldehid maupun keton yang
menyebabkan bau tengik. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil praktikum
sesuai dengan teori yang ada. Sedangkan pada minyak baru dan minyak baru +

air tidak menghasilkan lapisan pink sehingga tidak tengik. Menurut Winarni
dkk (2010) minyak goreng dapat diuji kualitasnya dari : kadar air merupakan
jumlah (%) bahan yang menguap pada pemanasan dengan suhu serta waktu
tertentu. Jika dalam minyak terdapat air, maka akan mengakibatkan kerusakan
minyak yaitu reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis akan menyebabkan ketengikan
pada minyak goreng karena asam lemaknya lepas dari trigliserida. Sehingga
dapat dikatakan berdasarkan hasil praktikum pada sampel minyak baru + air
tidak sesuai dengan teori karena seharusnya minyak bar + air menghasilkan
lapisan pink yang artinya minyak baru + air tengik. Sedangkan pada sampel
minyak baru sudah sesuai dengan teori menurut Winarni dkk (2010) bahwa
minyak baru kandungan asam lemak dari trigliseridanya belum lepas sehingga
tidak menimbulkan bau tengik. Berdasarkan pengamatan hal yang
menyebabkan hasil praktikum tidak sesuai dengan teori disebabkan karena
kurangnya ketelitian praktikan dalam praktikum seperti pencampuran dengan
alat fortex yang kadang-kadang berhenti sejenak atau dikarenakan jumlah air
yang digunakan terlalu sedikit.
Tabel 2.3.1 Data Pengujian Angka Asam
Kelompok

Sampel

8,9,14
Minyak baru
8,9,14
Minyak lama
10,11
Minak lama
12,13
Minyak baru
Sumber : laporan sementara

Berat minyak
(gr)
5
5
5
5

Vol NaOH
(ml)
0,2
8,1
9,7
0,2

Angka Asam
0,16
6,48
7,76
0,16

Tabel 2.3.2 Data Pengujian Angka Asam


Kelompok

Sampel

1,2,7
Minyak baru
3,4
Minyak lama
5,6
Minyak baru
Sumber : laporan sementara

Berat
minyak (gr)
5
5
5

Vol NaOH
(ml)
0,3
9,3
0,1

Angka Asam
0,24
7,44
0,08

Pada praktikum ini dilakukan pengujian angka asam lemak. Sampel


yang digunakan untuk pengujian ini adalah minyak baru dan minyak lama.
Pertama-tama kita ambil 5 gram tiap sampel dan memasukkannya ke

Erlenmeyer. Kemudian dtambahkan dengan 50 ml alkohol 96% kemudian


dididihkan 10 menit. Sampel kemudian ditambah dengan 5 tetes PP dan
dilakukan titrasi dengan larutan standart NaOH 0,1 N sampai tepat warna
merah jambu. Kemudian terakhir hitung angka asam lemak yang didapatkan.
Menurut Makfoeld (2002) angka asam adalah suatu bilangan atau angka
yang menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak
atau minyak, yang dihasilakan terutama dari peranan enzim lipase. Angka asam
dinyatakan sebagai banyaknya mg KOH yang dibutukan untuk menetralkan
asam lemak bebas dalam setaiap g lemak. Angka asam pada minyak dan lemak
menunjukkan kandungan asam lemak bebas yang mempengaruhi kualitas
minyak dan lemak.
Menurut Winarni dkk (2010) prinsip pengujian angka asam adalah
menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu minyak.
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milli gram NaOH yang dibutuhkan
asam lemak bebas. Kadar asam lemak bebas berhubungan dengan indes bias
dan titik asap minyak goreng. Dimana dengan bertambahnya kadar asam lemak
bebas maka indeks bias minyak akan meningkat, sedangkan titik asapnya
menurun.
Menurut Nadjib (2006) Phenolphthalein biasa disebut sebagai indikator
pp dengan berat molekul 318,31 berupa kristal putih yang dapat larut dalam air
dan sedikit larut dalam kloroform. Titik lelehnya 258o 262 oC dibuat dengan
cara memanaskan phthalat anhidrida dan fenol dalam asam sulfat.
Phenolphthalein 1 % terlarut dalam alkohol digunakan secara luas sebagai
indikator dalam titrasi asam-basa dengan trayek pH 8,3 (tidak berwarna)
sampai pH 10,4 berwarna merah. Perubahan warna pada phenolphthalein
disebabkan kalium dapat membuka cincin lakton dan membentuk garam
fenolat. Reaksi berlangsung secara bertahap membentuk intermediate hipotetik
yang tidak stabil, berubah menjadi ion berwarna. Warna dapat terjadi karena
adanya resonansi muatan negatif pada dua atom oksigen yang ekivalen.
Dengan pengurangan konsentrasi kalium atau larutan phenolphthalein yang
berlebihan, warna merah akan menghilang. Hal ini disebabkan hadirnya bentuk

garam yang mengakibatkan resonansi. Fungsi penambahan indicator PP


(fenoftalein) untuk mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen dalam proses
penitrasian denfgan terjadinya perubahan warna pada larutan. Indikator PP
dengan range 8,3 10,4 merupakan indicator yang baik untuk larutan basa
dimana indicator ini akan merubah warna larutan dari bening menjadi merah
muda akibat dari perubahan pH larutan pada saat penitrasian.
Berdasarkan teori Mardina dkk (2012) pembentukan asam lemak bebas
dalam minyak goreng bekas atau jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis
yang terjadi selama prosess penggorengan yang biasanya dilakukan pada suhu
160 200 oC. Uap air yang dihasilkan pada saat proses penggorengan,
menyebabkan terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida, menghasilkan asam
lemak bebas, digliserida, monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari
angka asam. Tingginya angka asam suatu minyak jelantah menunjukkan
buruknya kualitas dari minyak jelantah tersebut, sehingga minyak jelantah
dibuang sebagai limbah akan mengganggu lingkungan dan menyumbat saluran
air. Agar minyak jelantah dapat dimanfaatkan kembali, maka dicoba untuk
meregenerasi minyak tersebut dengan menurunkan angka asam yaitu
mengurangi kandungan asam lemak bebas.
Pada Tabel 2.3.1 disajikan mengenai metode lain uji kualitatif minyak,
yaitu dengan uji angka asam. Minyak baru dan bekas ditimbang sebanyak 5
gram di dalam erlenmenyer 250 ml kemudian ditambah dengan 50 ml alkohol
96% dan dididihkan selama 10 menit. Kemudian ditambah dengan 5 tetes
Phenolphtalein dan di titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi
warna merah jambu. Fungsi penambahan alkohol adalah untuk melarutkan
minyak dalam sampel agar dapat bereaksi dengan basa alkali karena alkohol
yang digunakan adalah untuk melarutkan minyak, sehingga alcohol 95%
(etanol) yang digunakan memiliki konsentrasi berada di kisaran 95-96%,
yang merupakan pelarut minyak yang baik. Pada percobaan ini diambil
sampel minyak baru dengan berat 5 gram pada proses titrasi digunakan
larutan standart NaOH 0,1 N, proses ini memerlukan 0,2 ml NaOH untuk
tepat berwarna merah jambu. Dengan menggunakan rumus angka asam

ml NaOH x N NaOH x BM NaOH


Berat minyak awal
Didapatkan angka asam minyak baru 0,16. Pada sampel minyak lama
kelompok 8,9,14 diambil sampel minyak lama dengan berat 5 gram pada
proses titrasi digunakan larutan standart NaOH 0,1 N, proses ini memerlukan
8,1 ml NaOH untuk tepat berwarna merah jambu sehingga diperoleh besarnya
angka asam sebesar 6,48. Pada sampel minyak lama kelompok 10,11 diambil
sampel minyak lama dengan berat 5 gram pada proses titrasi digunakan
larutan standart NaOH 0,1 N, proses ini memerlukan 9,7 ml NaOH untuk
tepat berwarna merah jambu sehingga diperoleh besarnya angka asam sebesar
7,76. Dan terakhir Pada sampel minyak baru kelompok 12,13 diambil sampel
minyak baru dengan berat 5 gram pada proses titrasi digunakan larutan
standart NaOH 0,1 N, proses ini memerlukan 0,2 ml NaOH untuk tepat
berwarna merah jambu sehingga diperoleh besarnya angka asam sebesar 0,16.
Pada Tabel 2.3.2 disajikan mengenai metode lain uji kualitatif minyak,
yaitu dengan uji angka asam. Minyak baru dan bekas ditimbang sebanyak 5
gram di dalam erlenmenyer 250 ml kemudian ditambah dengan 50 ml alkohol
96% dan dididihkan selama 10 menit. Kemudian ditambah dengan 5 tetes
Phenolphtalein dan di titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi
warna merah jambu. Pada sampel minyak baru kelompok 1,2,7 diambil
sampel minyak baru dengan berat 5 gram pada proses titrasi digunakan
larutan standart NaOH 0,1 N, proses ini memerlukan 0,3 ml NaOH untuk
tepat berwarna merah jambu sehingga diperoleh besarnya angka asam sebesar
0,24. Pada sampel minyak lama kelompok 3 dan 4 diambil sampel minyak
lama dengan berat 5 gram pada proses titrasi digunakan larutan standart
NaOH 0,1 N, proses ini memerlukan 9,3 ml NaOH untuk tepat berwarna
merah jambu sehingga diperoleh besarnya angka asam sebesar 7,44. Dan
terakhir Pada sampel minyak baru kelompok 5 dan 6 diambil sampel minyak
baru dengan berat 5 gram pada proses titrasi digunakan larutan standart
NaOH 0,1 N, proses ini memerlukan 0,1 ml NaOH untuk tepat berwarna
merah jambu sehingga diperoleh besarnya angka asam sebesar 0,08.

Berdasrkan hasil praktikum penentuan angka asam minyak dapat


dikatakan bahwa hasil praktikum sesuai dengan teori. Menurut Mardina dkk
(2012) pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas atau
jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis yang terjadi selama prosess
penggorengan yang biasanya dilakukan pada suhu 160 200 oC. Uap air yang
dihasilkan pada saat proses penggorengan, menyebabkan terjadinya hidrolisis
terhadap trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas, digliserida,
monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari angka asam. Tingginya
angka asam suatu minyak jelantah menunjukkan buruknya kualitas dari
minyak jelantah tersebut. Dapat dikatakan semakin tinggi angka asam minyak
maka kualitas minyak sangat buruk. Berdasrkan praktikum didapatkan angka
asam minyak terbesar pada sampel minyak lama dan telah diketahui bahwa
berdasrkan teori diatas bahwa minyak lama terjadi pembentukan asam lemak
bebas akibat hidrolisis terhadap trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas,
digliserida, monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari angka asam.
Tabel 2.4.1 Hasil Uji Aktivitas Enzim Lipase
Kel

Sampel

Warna
Sebelum
8,10
Susu
Putih
12
Blanko
Bening
9,11
Susu
Putih
13
Blanko
Bening
14
Blanko
Bening
Sumber : laporan sementara

Sesudah
Putih pink
Pink bening
Pink bening
Pink bening
Pink bening

Vol NaOH
(ml)
25,2
4,4
24
5,1
4,6

Aktivitas
Lipase
2,52 x10-3
4,4 x 10-4
2,4 x 10-3
5,1 x 10-4
4,6 x 10-4

Vol NaOH
(ml)
33

Aktivitas
Lipase
3,3 x 10-3

35

3,5 x 10-3

31

3,1 x 10-3

24,5

2,45 x 10-3

Tabel 2.4.2 Hasil Uji Aktivitas Enzim Lipase


Ke
l
1,2

Sampel
Susu

Warna
Sebelum
Putih keruh

3,4

Susu

Putih keruh

5,6

Susu

Putih keruh

Susu

Putih keruh

Sesudah
Putih semburat
pink
Putih semburat
pink
Putih semburat
pink
Putih semburat
pink

1,2

Blanko

Bening

3,4

Blanko

Bening

5,6

Blanko

Bening

Bening semburat
pink
Bening semburat
pink
Bening semburat
pink

5,5

5,5 x 10-4

0,9 x 10-4

0,1 x 10-4

Sumber : laporan sementara


Berdasarkan teori Dali dkk (2006) Enzim lipase merupakan kelompok
enzim yang secara umum berfungsi dalam hidrolisis triasilgliserol (trigliserida)
untuk menghasilkan asam lemak rantai panjang dan gliserol. Enzim ini juga
digunakan untuk hidrolisis triasilgliserol menjadi diasilgliserol dan asam lemak
bebas. Diasilgliserol adalah ester gliserol digunakan sebagai bahan pengemulsi
dan penstabil produk makanan, kosmetika dan farmasetika. Menurut Yuneta
dan Putra (2010) Lipase yang berasal dari mikroorganisme termofilik (dapat
tumbuh pada suhu 45oC-70oC) memainkan peran yang penting dalam proses
industri karena sifatnya yang stabil, sangat cocok dengan kondisi proses di
industri yang membutuhkan kondisi khusus, seperti suhu tinggi, tahan terhadap
denaturasi dan proteolisis. Bacillus substilis menunjukkan sifat ini, karena
memiliki T maks 45-55C. Penggunaan suhu tinggi dalam proses industri akan
meningkatkan kecepatan reaksi sehingga mengurangi jumlah enzim yang
dibutuhkan. Kemungkinan adanya kontaminasi mikrobial oleh mikroba
mesofilik yang mengganggu dapat dikurangi, kelarutan substrat dan senyawasenyawa kimia lainnya meningkat.
Berdasarkan teori Murni dkk (2011) enzim berfungsi sebagai katalis
untuk mempercepat atau meningkatkan kecepatan reaksi kimia dengan jalan
menurunkan energi aktivasinya. Di sisi lain, untuk meningkatkan kecepatan
reaksi kimia dapat juga dilakukan dengan meningkatkan suhu reaksi. Suhu
yang tinggi dapat mempercepat gerak molekul. Namun demikian, penggunaan
suhu tidak selamanya baik dan tepat, karena tidak semua senyawa (reaktan)
dapat tahan terhadap suhu yang tinggi. Selain dapat merusak reaktan,
penggunaan suhu tinggi juga mengakibatkan biaya proses yang lebih besar.
Enzim mempunyai kekhasan yaitu hanya bekerja pada satu reaksi saja. Suatu
enzim mempunyai ukuran yang lebih besar daripada substratnya. Oleh karena

itu tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat, bagian
enzim yang mengadakan hubungan dengan substrat disebut bagian aktif. Cara
kerja enzim dapat diterangkan dengan dua teori, yaitu teori gembok dan teori
kecocokan yang terinduksi.
a. Teori Gembok dan Kunci (Lock and Key Theory)
Pada teori gembok dan kunci menyatakan bahwa enzim dan substrat akan
bergabung bersama membentuk kompleks, seperti kunci yang masuk ke
dalam gembok. Di dalam kompleks, substrat dapat bereaksi dengan energi
aktivasi yang rendah.Setelah bereaksi, kompleks lepas dan melepaskan
produk serta membebaskan enzim.
b. Teori Kecocokan yang Terinduksi (Induced Fit Theory)
Sisi aktif enzim bersifat fleksibel sehingga dapat berubah bentuk
menyesuaikan bentuk substrat.Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim,
bentuk sisiaktif termodifikasi melingkupinya membentuk kompleks.Ketika
produk sudah terlepasdari kompleks, enzim kembali tidak aktif menjadi
bentuk yang lepas, hingga substratyang laindapat bereaksi dengan enzim
tersebut.
Pada percobaan ini digunakan larutan NaCl yang berfungsi sebagai
sampel blanko. Sampel blanko ini sebagai pengganti larutan sampel yang
digunakan NaCl untuk melihat pengamatan aktivitas enzim tanpa penambahan
ekstrak tersebut. Sedangkan larutan control baik pada sampel maupun blanko
dibuat sebagai koreksi.
Menurut Nadjib (2006) Phenolphthalein biasa disebut sebagai indikator
pp dengan berat molekul 318,31 berupa kristal putih yang dapat larut dalam air
dan sedikit larut dalam kloroform. Titik lelehnya 258o 262 oC dibuat dengan
cara memanaskan phthalat anhidrida dan fenol dalam asam sulfat.
Phenolphthalein 1 % terlarut dalam alkohol digunakan secara luas sebagai
indikator dalam titrasi asam-basa dengan trayek pH 8,3 (tidak berwarna)
sampai pH 10,4 berwarna merah. Perubahan warna pada phenolphthalein
disebabkan kalium dapat membuka cincin lakton dan membentuk garam
fenolat. Reaksi berlangsung secara bertahap membentuk intermediate hipotetik
yang tidak stabil, berubah menjadi ion berwarna. Warna dapat terjadi karena

adanya resonansi muatan negatif pada dua atom oksigen yang ekivalen.
Dengan pengurangan konsentrasi kalium atau larutan phenolphthalein yang
berlebihan, warna merah akan menghilang. Hal ini disebabkan hadirnya bentuk
garam yang mengakibatkan resonansi. Fungsi penambahan indicator PP
(fenoftalein) untuk mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen dalam proses
penitrasian denfgan terjadinya perubahan warna pada larutan. Indikator PP
dengan range 8,3 10,4 merupakan indicator yang baik untuk larutan basa
dimana indicator ini akan merubah warna larutan dari bening menjadi merah
muda akibat dari perubahan pH larutan pada saat penitrasian.
Berdasarkan tabel 2.4.1 didapatkan hasil percobaan didapatkan hasil uji
aktivitas enzim lipase dari sampel susu dan blanko. Dalam percobaan ini
sampel yang menunjukkan aktivitas lipase tertinggi yaitu kelompok 9, 11
dengan sampel susu. Warna sebelumnya putih kemudian menjadi putih bening
dengan besar aktivitas lipase 2,4 x 10-3. Sampel yang menunjukkan hasil tidak
jauh berbeda adalah susu pada kelompok 8,10 dengan nilai aktivitas lipase
sebesar 2,52x 10-3 warna sebelumnya putih kemudian menjadi putih pink. Dan
nilai aktivitas yang dengan menggunakan sampel blanko pada kelompok 12,
13, dan 14 yaitu sebesar 4,4 x 10-4 , 5,1 x 10-4, , 4,6 x 10-4 , semua sampel
blanko awalnya berwarna bening kemudian menjadi berwarna pink bening.
Berdasarkan tabel 2.4.2 didapatkan hasil percobaan didapatkan hasil uji
aktivitas enzim lipase dari sampel susu dan blanko. Dalam percobaan ini
sampel yang menunjukkan aktivitas lipase tertinggi yaitu kelompok 3,4 dengan
sampel susu. Warna sebelumnya putih keruh kemudian menjadi putih semburat
pink dengan besar aktivitas lipase 3,5 x 10-3. Sampel yang menunjukkan hasil
tidak jauh berbeda adalah susu pada kelompok 1,2 dengan nilai aktivitas lipase
sebesar 3,3x 10-3 warna sebelumnya putih keruh kemudian menjadi putih
semburat pink. Kemudian tidak jauh berbeda pada kelompok 5,6 dan kelompok
7 dengan nilai aktivitas lipase sebesar 3,1 x 10-3 dan 2,45 x 10-3 . Dan nilai
aktivitas yang dengan menggunakan sampel blanko pada kelompok 1,2,
kelompok 3,4 dan kelompok 5,6 yaitu sebesar 5,5 x 10-4 , 0,9 x 10-4, , 0,1 x 10-4
, semua sampel blanko awalnya berwarna bening kemudian menjadi berwarna
bening semburat pink.

Pada percobaan dengan menggunakan sampel susu dan blanko untuk uji
aktivitas enzim lipase telah sesuai dengan teori, bahwa enzim merupakan
protein akan meningkat aktivitasnya seiring dengan peningkatan suhu, namun
apabila melampaui batas optimumnya maka aktivitas enzim akan menurun
akibat terdenaturasi. Inilah yang menyebabkan aktivitas enzim yang
mengalami perlakuan inkubasi lebih tinggi dibandingkan tanpa perlakuan
inkubasi.
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan praktikum Lipid dan Lipase yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Suhu dingin tidak memberikan perbedaan pengaruh kondisi yaitu, pada
lemak sapi tetap padat sedangkan pada minyak sawit, wijen, dan zaitun,
juga tetap cair.
2. Minyak yang tergolong jenuh adalah lemak sapi, sedangkan minyak tidak
jenuh minyak sawit, minyak wijen dan minyak zaitun
3. Metode Kreiss merupakan salah satu metode untuk uji ketengikan
minyak. Uji Kreiss berprinsip kepada reaksi kondensasi antara ephydrinaldehida dengan phloroglucinol, sehingga menghasilkan warna merah
jambu (pink).
4. Ketengikan terjadi karena asam lemak pada suhu ruang dirombak akibat
hidrolisis atau oksidasi menjadi hidrokarbon, alkanal, atau keton serta
sedikit epoksi dan alkohol (alkanol).
5. Minyak lama lebih tengik dari pada minyak baru, minyak baru + air, dan
minyak lama + air.
6. Semakin besar angka asam minyak semakin jelek kualitas minyak.
7. Semakin besar ketengikkan minyak, maka kualitas dari minyak tersebut
semakin jelek.
8. Enzim lipase merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan ester
terutama lemak netral seperti trigliserida.

9. Sampel susu memiliki aktivitas enzimnya lebih besar dibandingkan


dengan sampel blanko

DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Eddy. 2008. Pengawasan Mutu Bahan Produk pangan. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Desnelli., dan Zainal Fanani. 2009. Kinetika Reaksi Oksidasi Asam
Miristat, Stearat, dan Oleat dalam Medium Minyak Kelapa,
Minyak Kelapa Sawit, serta Tanpa Medium. Jurnal Penelitian
Sains, Vol. 12, No. 1.
Edwar, Zulkarnain., Heldrian Suyuthie., Ety Yerizel., dan Delmi Sulastri.
2011. Pengaruh Pemanasan terhadap Kejenuhan Asam Lemak
Minyak Goreng Sawit dan Minyak Goreng Jagung. Jurnal Indon
Med Assoc, Vol. 61, No. 6.
Fadlana, Mochamad Hadi. 2006. Pengaruh Suhu Penyimpanan Dan Cara
Ekstraksi Virgin Coconut Oil (Vco) Terhadap Mutu Minyak Yang
Dihasilkan Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor Bogor.
Handajani, sri., Godras Jati Manuhara., dan Baskara Katri Anandito. 2010.
Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia Dan
Sensoris Minyak Wijen (Sesamum Indicum L.). Jurnal Agritech,
Vol. 30, No. 2.
Hermanto, Sandra., Anna Mauwanah., Prita Wardhani. 2009. Analisis
Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat
Proses Pemanasan. Jurnal Kimia Pangan, Vol. 2, No. 1.
Makfoeld, Djarir. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius.
Yogyakarta.
Mardina, Primata., Erlyta Faradina., Netty Setiawati. 2012. Penurunan
Angka Asam Pada Minyak Jelantah. Jurnal Kimia, Vol. 6, No. 2.

Murni, Sri wahyu., siti Diyar Kholisoh., Tanti., dan Petrissia. 2011.
Produksi, Karakterisasi, dan Isolasi Lipase dari Aspergillus Niger.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya
Alam Indonesia. ISSN 1693 4393.
Murty, Ramachandra. 2002. Hydrolysis of Oils by Using Immobilized
Lipase Enzyme. Biotechnol. Bioprocess Eng. 2002, Vol. 7, No. 2.
Nadjib, Muhamad. 2006. Studi Pemanfaatan Phenolphthalein pada
Pembuatan Tinta Nirwarna. Jurnal Akta Kimindo, Vol. 2, No. 1.
Njoku, P. C dan J. C. Onwu. 2010. The Study of the Characteristics and
Rancidity of Three Species of Elaeis guineensis in South East of
Nigeria. Pakistan Journal of Nutrition, Vol. 9, No. 8. Pakistan.
Siswantika, Priskila Harli., Nur Aji Wibowo., Made Rai Shanti., dan
Andreas Setawan. 2004. Pengaruh Campuran Minyak Goreng
Murni Dan Jelantah Terhadap Kandungan Energi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains VIII UKSW.
Siswati, Nana Dyah., Juni SU., Junaini. 2006. Pemanfaatan Antioksidan
Alami Flavonol Untuk Mencegah Proses Ketengikan Minyak
Kelapa. Jurnal TecnoSains, Vol. 2, No. 2.
Subakti, Yazid., dan Deri Rizki Anggarani. 2008. Keajaiban Pijat Bayi
dan Balita. Kawah Media. Jakarta.
Sudarmadji, slamet., Bambang Haryono., dan Suhardi. 2010. Analisis
Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Tuminah, Sulistyowati. 2009. Efek Asam Lemak Jenuh Dan Asam Lemak
Tak Jenuh "Trans" Terhadap Kesehatan. Media Penelit. dan
Pengembang. Kesehat. Volume XIX Tahun 2009, Suplemen II.
Wasowicz, Edwin., Anna Gramza., Marzanna Heoe1., Henryk H., Jelen;
Jozef Korczak., Maria Malecka., Sylwia Mildner-Szkudlarz;
Magdalena Rudzinska., Urszula Samotyja., Renata ZawirskaWojtasiak. 2004. Oxidation of Lipids in Food. Polish Journal of
Food and Nutrition Science. Vol. 13. No. 54.
Winarni., Wisnu Sunarto., dan Sri Mantini. 2010. Penetralan Dan
Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menjadi Minyak Goreng Layak
Konsumsi. Jurnal Kimia, Vol. 8, No. 1.
Winarno, F G. 2004. Kimia pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Yuneta, rena., dan Putra Suryo Rosa. 2010. Pengaruh Suhu pada Lipase
dari Bakteri Baciluss subtilis. Prostending Kimia. SK-091304.
Zakaria, Yusdar., Yurliasni., Mira Delima., dan Ely Diana. 2013. Analisa
Keasaman dan Total Bakteri Asam Laktat Yogurt Akibat Bahan

Baku dan Persentase Lactobacillus casei yang Berbeda. Jurnal


Agripet, Vol. 13, No. 2.

LAMPIRAN PERHITUNGAN
A. Angka asam setiap kelompok dalam 1 shift
ml NaOH x N NaOH x BM NaOH
Angka asam =
Berat minyak awal
1. Minyak baru (kelompok 8, 9, 14)
0,2 x 0,1 x 40
Angka asam =
= 0,16
5
2. Minyak lama (kelompok 8, 9, 14)
8,1 x 0,1 x 40
Angka asam =
= 6, 48
5
3. Minyak lama (kelompok 10, 11)
9,7 x 0,1 x 40
Angka asam =
= 7,76
5
4. Minyak baru (kelompok 12, 13)
0,2 x 0,1 x 40
Angka asam =
= 0,16
5
B. Aktivitas enzim lipase setiap kelompok dalam 1 shift
ml NaOH x N NaOH
Aktivitas enzim = gram sampel x menit
1. Sampel susu (kelompok 8, 10)
25,2 x 0,01
AE =
= 0,00252
10 x 10
2. Sampel blanko (kelompok 12)

AE =

4,4 x 0,01
10 x 10

= 0,00044

3. Sampel susu (kelompok 9, 11)


24 x 0,01
AE = 10 x 10
= 0,0024
4. Sampel blanko (kelompok 13)
AE =

5,1 x 0,01
10 x 10

= 0,00051

5. Sampel blanko (kelompok 14)


AE =

4,6 x 0,01
10 x 10

= 0,00046

C. Angka asam setiap kelompok dalam 1 shift


ml NaOH x N NaOH x BM NaOH
Angka asam =
Berat minyak awal
1. Minyak baru (kelompok 1, 2, 7)
0,3 x 0,1 x 40
Angka asam =
= 0,24
5
2. Minyak lama (kelompok 3,4)
9,3 x 0,1 x 40
Angka asam =
5

= 7,44

3. Minyak lama (kelompok 10, 11)


0,1 x 0,1 x 40
Angka asam =
= 0,08
5
D. Aktivitas enzim lipase setiap kelompok dalam 1 shift
ml NaOH x N NaOH
Aktivitas enzim = gram sampel x menit
1. Sampel susu (kelompok 1,2)
33 x 0,01
AE = 10 x 10
= 0,0033
2. Sampel susu (kelompok 3,4)
35 x 0,01
AE = 10 x 10
= 0,0035
3. Sampel susu (kelompok 5,6)

AE =

31 x 0,01
10 x 10

= 0,0031

4. Sampel susu (kelompok 7)


AE =

24,5 x 0,01
10 x 10

= 0,00245

5. Sampel blanko (kelompok 1,2)


AE =

5,5 x 0,01
10 x 10

= 0,00055

6. Sampel blanko (kelompok 3,4)


AE =

9 x 0,01
10 x 10

= 0,0009

7. Sampel blanko (kelompok 5,6)


AE =

1 x 0,01
10 x 10

= 0,0001

You might also like