You are on page 1of 20

ACARA I

KARBOHIDRAT

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara I Karbohidrat ini sebagai berikut :
a. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sakarosa.
b. Mengetahui pengaruh alkali dan asam terhadap glukosa.
c. Menentukan suhu gelatinisasi pati tepung beras dan tapioka.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Karbohidrat terdiri dari berbagai senyawa yang sangat melimpah di
alam. Penggolongan karbohidrat dapat dilakukan berdasarkan bentuk
cincin sikliknya, yaitu golongan furanosa, bila karbohidrat tersebut
mempunyai cincin beranggota 5 dan piranosa, bila mempunyai cincin
beranggota 6. Ada tiga jenis karbohidrat berdasarkan penggolongan jumlah
monomer penyusunnya, yaitu monosakarida, oligosakarida, polisakarida.
Monosakarida merupakan senyawa karbohidrat yang paling sederhana
yang tidak dapat dihidrolisis lagi. Beberapa molekul monosakarida
mengandung unsure nitrogen dan sulfur. Kelompok aldoheksosa penting
misalnya glukosa. Fungsi utama glukosa adalah sumber energi dalam sel
hidup. Senyawa kelompok ketoheksosa misalnya fruktosa. Fruktosa
mengandung 5 gugus hidroksil dan gugus karbonil keton pada C-2 dari
rantai enam karbon. Oligosakarida yang paling banyak terdapat di alam
ialah disakarida. Molekul ini terdiri atas dua satuan monosakarida yang
dihubungkan oleh ikatan glikosida. Disakarida yang terkenal diantaranya
adalah sukrosa, maltosa, laktosa dan selobiosa. Polisakarida merupakan
karbohidrat bentuk polimer dari satuan monosakarida yang sangat panjang.
Polisakarida nutrisi yang lazim adalah pati dan glikogen pada hewan
(Toha, 2001).

Karbohidrat merupakan tiga perempat dari biologi dunia dan


sekitar 80% dari asupan kalori manusia. Karbohidrat mengungkapkan awal
ditentukan komposisi unsur dari Cx (H2O) x yang menandakan komposisi
yang mengandung karbon bersama dengan hidrogen dan oksigen dalam
rasio yang sama seperti di dalam air. Monosakarida adalah struktur yang
paling sederhana dalam kelompok gula dan hadir sebagai unit polisakarida.
Disakarida terdiri dari dua unit monosakarida kental dengan hilangnya
seiring satu molekul air (2 monosakarida fidisakarida + H2O). Molekul
formula monosakarida dan disakarida yang merupakan C 6H12O6 dan
C12H22O11. Semakin besar gula molekul seperti oligosakarida dan
polisakarida diklasifikasikan sebagai gula yang mengandung 2 sampai 10
dan lebih dari 10 unit sakarida (Seo et al., 2004).
Uji benedict merupakan uji kimia untuk mengetahui kandungan
gula pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan
beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Dasar dari reaksi ini yaitu
oksidasi-reduksi. Pereaksi Benedict ini terdiri dari Kupri sulfat, Natrium
sitrat, dan Natrium karbonat. Dimana fungsi dari CuSO 4 yaitu
menyediakan Cu2+, Na-sitrat untuk mencegah terbentuknya endapan
Cu(OH)2 atau CuCO3. Sedangkan Na2CO3 sebagai alkali yang mengubah
gugus karbonil bebas dari gula menjadi bentuk enol yang reaktif. Enol
yang reaktif ini mereduksi Cu2+ dari senyawa kompleks dengan sitrat
menjadi Cu+. Cu+ bersama OH membentuk CuOH (berwarna kuning) yang
dengan pemanasan akan berubah menjadi endapan Cu2O berwarna merah
bata

(Laka, 2013).
Selama pengolahan pati, banyak perubahan yang terjadi pada sifat
fisikokimia. Salah satu yang paling penting adalah gelatinisasi. Butiran
pati yang larut dalam air dingin, tapi mereka menyerap air dalam media

berair reversibel. Ketika granula pati dipanaskan dalam air berlebih, di


suhu tertentu, pembengkakan menjadi ireversibel dan struktur granula
tersebut diubah signifikan. Proses ini disebut gelatinisasi dan beberapa
teori telah diajukan untuk mekanisme, tetapi belum definisi yang diterima
secara universal proses ini tidak tersedia. Granula pati semi-kristal
terutama terdiri dari dua biopolimer, yaitu dasarnya linear amilosa dan
amilopektin yang sangat bercabang (Kibar et al, 2010).
Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati ketika
dipanaskan dalam media air. Granula pati tidak larut dalam air dingin,
tetapi granula pati dapat mengembang dalam air panas. Naiknya suhu
pemanasan

akan

meningkatkan

pembengkakan

granula

pati.

Pembengkakan granula pati menyebabkan terjadinya penekanan antara


granula pati dengan lainnya. Mula-mula pembengkakan granula pati
bersifat reversible (dapat kembali ke bentuk awal), tetapi ketika suhu
tertentu sudah terlewati, pembengkakan granula 60 pati menjadi
irreversible (tidak dapat kembali). Kondisi pembengkakan granula pati
yang bersifat irreversible ini disebut dengan gelatinisasi, sedangkan suhu
terjadinya

peristiwa

ini

disebut

dengan

suhu

gelatinisasi

(Pomeranz, 1991).
Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya
akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang
terserap dan pembengkakannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya
dapat mencapai kadar 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi
di dalam air pada suhu antara 55 sampai 65C merupakan pembengkakan
yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat
kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar
biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula.
Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah
disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air
panas. Suhu gelatinisasi tergantung juga pada konsenrasi pati. Makin
kental larutan, suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu tertentu

kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun. Konsentrasi


terbaik untuk membuat larutan gel adalah 20%; makin tinggi konsentrasi,
gel yang terbentuk makin kurang kental dan setelah beberapa waktu
viskositas akan turun. Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap jenis pati
dan merupakan suatu kisaran. Dengan viscometer suhu gelatinisasi dapat
ditentukan, misalnya pada beras 68-78C dan tapioka 52-64C
(Winarno, 1984).
Salah satu sifat penting dari pati yaitu kemampuan untuk
membengkak dan bahan resapan larut saat dipanaskan di atas suhu
gelatinisasi dan ini menentukan properti spesifik fungsional ketika
digunakan dalam produk makanan. Pati pasta dari sumber botani yang
berbeda menunjukkan berbeda fisik karakteristik dan terkemuka di antara
mereka adalah kentang pati pasta yang benang di alam dan jagung pati
dapat digambarkan sebagai clumpy. Ketika digunakan dalam produk
seperti kerupuk ikan atau keropok, hanya tapioka dan pati sagu yang
digunakan, terutama karena sifat ekspansi miskin dari kerupuk ikan selama
penggorengan saat pati lain seperti gandum digunakan (Noranizan, 2010).
Menurut Supriyadi (2012), pati tepung beras memiliki kadar
amilosa 26,58% dan kadar amilopektin 68,85%. Menurut Herawati (2012),
amilosa memiliki karakteristik rantai relatif lurus, dapat membentuk film
yang kuat, struktur gel kuat, serta apabila diberi pewarna iodine akan
menghasilkan

warna

biru.

Sementara

itu,

amilopektin

memiliki

karakteristik rantai bercabang, membentuk film yang lemah, struktur gel


lembek, dan apabila diberi pewarna iodin akan menghasilkan warna coklat
kemerahan.
2. Tinjauan Bahan
Glukosa adalah monosakarida dengan rumus kima C6H12O6
terdapat sebagai glikosida di dalam tubuh binatang, sebagai disakarida dan
polisakarida di dalam tubuh tumbuh-tumbuhan. Glukosa dapat dihasilkan
melalui hidrolisis polisakarida atau disakarida, baik dengan asam maupun
dengan enzim. Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, dan proses

pembuatannya dapat dihidrolisa dengan asam maupun enzim. Dalam


proses hidrolisa, karbohidrat diubah menjadi gula larut dalam air dilakukan
dengan penambahan air dan asam kemudian dilakukan proses peruraian
atau fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan yaest/ragi.
Glukosa adalah suatu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai
sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Analisa kualitatif glukosa
dengan uji molisch, uji barfoed, uji benedict,uji seliwanoff dan uji Iodin.
Sedangkan uji kuantitatif dengan metode luff school (Yusrin, 2010).
Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa
karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah
kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah.
Dalam alam glukosa dihasilkan dari reaksi antara karbondioksida dan air
dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Dalam dunia
perdagangan dikenal sirup glukosa, yaitu suatu larutan glukosa yang
sangat pekat, sehingga mempunyai viskositas atau kekentalan yang tinggi
(Poedjiadi, 1994).
Sukrosa atau gula tebu adalah disakarida dari glukosa dan fruktosa.
Sukrosa dibentuk oleh banyak tanaman, tetapi tidak terdapat pada hewan
tingkat tinggi. Berlawanan dengan maltosa dan laktosa, sukrosa tidak
mengandung atom karbon anomer bebas, karena karbon anomer kedua
komponen unit monosakarida pada sukrosa berikatan satu dengan yang
lain. Karena alasan inilah sukrosa bukan merupakan gula pereduksi
(Lehninger, 1993).
Tepung tapioka yang disebut juga pati ubi kayu (Manihot
utilissima) merupakan granula dari karbohidrat, berwarna putih, tidak
mempunyai rasa manis dan tidak berbau. Tepung tapioka diperoleh dari
hasil ekstraksi dari umbi ketela pohon melalui proses pengupasan,
pencucian, penggilingan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, dan
pengeringan. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang dan gandum,
komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik. Tepung tapioka memiliki
kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, yang tersusun dari 20%

amilosa dan 80% amilopektin, sehingga peranannya sangat penting dalam


menentukan tekstur. Granula pati dan air, bila dipanaskan akan
membentuk gel granula pati yang telah berubah bentuk menjadi gel yang
bersifat irreversible, dimana molekul-molekul patinya saling melekat
membentuk suatu gumpalan, sehingga viskositasnya semakin meningkat
(Hasrati, 2011).
Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83% amilopektin.
Granula tapioka berbentuk semibulat dengan salah satu bagian ujungnya
mengerucut dengan ukuran 5 35 m. Suhu gelatinisasinya berkisar
antara 5264C, kristalinisasi 38%, kekuatan mengembang 42, dan
kelarutan 31%. Kekuatan mengembang dan kelarutan tapioka lebih kecil
dibanding pati kentang, tetapi lebih besar dari pati jagung. Suhu
gelatinisasi tapioka berkisar antara 58,570,0C, bergantung pada
varietas ubi kayu yang digunakan untuk memproduksi tapioka. Tapioka
memiliki karakteristik yang spesifik terkait dengan suhu gelatinisasi,
kemampuan mengembang (swelling power), dan kelarutan dibandingkan
dengan pati lainnya. Berdasarkan data pada tabel tersebut maka tapioka
memiliki kisaran suhu gelatinisasi yang cukup lebar. Tapioka juga
memiliki kemampuan mengembang yang cukup tinggi dibandingkan
dengan produk serupa. Selain itu, tapioka mempunyai karakteristik gel
yang cukup kuat dan transparan yang sangat mendukung sebagai
komponen bahan pengisi serta perekat (Herawati, 2012).
Pati tapioka merupakan pati yang diambil dari ubi kayu dimana
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau bahan pembantu pada
industri non pangan. Pemanfaatan tapioka ini masih sangat terbatas, oleh
karena itu tapioka akan lebih tinggi nilai ekonominya jika dimodifikasi
sifat sifatnya melalui perlakuan fisik atau kimia, atau kombinasi keduanya
(Tonukari, 2004).

C. Metodelogi

1. Alat
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
2. Bahan
a. Sukrosa
b. Larutan HCl 0,1 N
c. Larutan NaOH 0,1 N
d. Aquades
e. NaHCO3 kristal
f. Pereaksi Benedict
g. Glukosa
h. Tepung tapioca
i. Tepung beras
j. Larutan Iodin

a.

Tabung reaksi
Mikroskop
Termometer
Pipet ukur
Pipet tetes
Kompor listrik
Beaker glass
Gelas ukur
Pengaduk
Pemanas air
Penjepit kayu
Gelas objek
Gelas penutup

3. Cara Kerja
Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
Sukrosa 2 ml
Dimasukkan dalam 3 tabung reaksi
Tabung 1
Ditambahkan
NaOH 0,1 N
sebanyak 5 ml.

Tabung 2
Ditambahkan HCl
0,1 N sebanyak
5 ml.

Tabung 3
Ditambahkan
aquadest
sebanyak 5 ml.

Dipanaskan sampai mendidih selama 23 menit (pemasaan I)


Diamati perubahan warnanya

NaHCO3
kristal

Ditambahkan pada tabung ke 2

Sebanyak 2 ml dari masing-masing larutan dipindahkan dalam


3 tabung reaksi
2 ml pereaksi
Benedict

Ditambahkan pada setiap tabung


lalu dipanaskan dalam penangas
air selama 5 menit (pemanasan 2)
Diamati perubahan warnanya

b.

Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa


Glukosa5 ml
Dimasukkan dalam 3 tabung reaksi

Tabung 1
Ditambahkan
NaOH 0,1 N
sebanyak 2 ml

Tabung 2
Ditambahkan HCl
0,1 N sebanyak
5 ml
Dipanaskan sampai mendidih
Diamati perubahan warnanya

Tabung 3
Ditambahkan
aquadest
sebanyak 2 ml

c.

Gelatinisasi Pati
Sebanyak 1 sendok pati tapioka dan 1 sendok tepung
beras
Dimasukkan dalam 4 beaker glass 200 ml
dan ditambahkan aquades hingga
membentuk pasta kental
Beaker 1
Ditambahkan
50 ml aquades
suhu kamar

Beaker 2
Ditambahkan
50 ml aquades
suhu 40oC

Beaker 3
Ditambahkan
50 ml aquades
suhu 65 oC

Beaker 4
Ditambahkan
50 ml aquades
suhu 80 oC

Masing-masing diambil 1 tetes dan diratakan pada gelas benda

Menambahkan HCl
0,1 N sebanyak 2 ml
pada tabung 2

Larutan Iodin
1 tetes

Diratakan dan ditutup dengan


gelas penutup

Diamati dibawah mikroskop


perbesaran 10x 10

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
Kel

Perlakuan

1
2
3
4
5
6
7
8

2 ml sukrosa +
5 ml NaOH 0,1
N
2 ml sukrosa +
5 ml HCL 0,1
N
2 ml sukrosa
+5 ml aquades

Pemanasan I
Warna
Warna
awal
akhir

Pemanasan II
Warna
Warna
awal
akhir

Bening

Bening

Biru
muda

Bening

Bening

Bening

Bening

Biru muda

Biru
Endapan
kehijauan merah bata
Biru
muda

Biru muda

Sumber: Laporan Sementara

Disakarida terdiri dari dua monosakarida yang berikatan kovalen


terhadap sesamanya. Pada kebanyakan disakarida ikatan kimia yang
menggabungkan kedua unit monosakrida disebut ikatan glikosida dan
dibentuk jika gugus hidroksil pada salah satu gula bereaksi dengan karbon
anomer pada gula yang kedua. Ikatan glikosida segera terhidrolisa oleh asam
tetapi tahan terhadap basa. Jadi, disakarida dapat dihidrolisa menghasilkan
komponen monosakarida bebasnya dengan perebusan oleh asam encer
(Lehninger, 1993).
Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asam dan
alkali terhadap sukrrosa. Percobaan kali ini dilakukan dengan penambahan
tiga larutan yang memiliki tingkat keasaman yang berbeda yaitu asam, basa
dan netral. Suasana asam diwakilkan dengan penambahan HCl 0,1 N, suasana
basa diwakilkan dengan penambahan NaOH 0,1 N, dan suasana netral
diwakilkan dengan penambahan aquades. Selain itu juga dilakukan
pemanasan dua kali dan uji benedict. Uji benedict (Cu(OH)2) merupakan uji
kimia untuk mengetahui kandungan gula pereduksi. Gula pereduksi meliputi
semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan
maltosa. Dasar dari reaksi ini yaitu oksidasi-reduksi. Pereaksi Benedict ini

terdiri dari Kupri sulfat, Natrium sitrat, dan Natrium karbonat. Dimana fungsi
dari CuSO4 yaitu menyediakan Cu2+, Na-sitrat untuk mencegah terbentuknya
endapan Cu(OH)2 atau CuCO3. Sedangkan Na2CO3 sebagai alkali yang
mengubah gugus karbonil bebas dari gula menjadi bentuk enol yang reaktif.
Enol yang reaktif ini mereduksi Cu2+ dari senyawa kompleks dengan sitrat
menjadi Cu+. Cu+ bersama OH membentuk CuOH (berwarna kuning) yang
dengan pemanasan akan berubah menjadi endapan Cu2O berwarna merah
bata

(Laka, 2013).
Pada percobaan kali ini, langkah pertama yang dilakukan adalah
mengambil 2 ml larutan sukrosa dimasukkan ke dalam tiga tabung reaksi.
Pada tabung reaksi pertama ditambahkan 5 ml NaOH 0,1 N untuk mengetahui
pengaruh basa terhadap sifat reduktif dari sukrosa. Pada tabung reaksi kedua
ditambahkan 5 ml HCl 0,1 N untuk mengetahui pengaruh asam terhadap
perubahan sukrosa. Pada tabung ketiga ditambahkan 5 ml aquades. Kemudian
semua tabung reaksi tadi dipanaskan secara bersama-sama kira-kira 2-3
menit. Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat hidrolisis. Setelah
pemanasan pertama ternyata tidak terjadi perubahan warna pada sukrosa.
Tidak terjadinya perubahan warna ini menunjukkan bahwa penambahan alkali
dan asam belum mampu menghidrolisis sukrosa. Pemanasan pertama ini
hanya berfungsi sebagai peregang ikatan antara monosakarida pada sakarosa
tetapi belum bisa menghidrolisis sakarosa dengan sempurna. Setelah itu
tabung reaksi kedua yang ditambahkan 5 ml HCl 0,1 N dinetralkan dengan
NaHCO3 kristal sampai pHnya netral. Penambahan NaHCO3 kristal bertujuan
untuk memberikan suasana sedikit basa, pada suasana yang basa, benedict
mampu bekerja maksimal. Benedict tidak dapat bekerja dengan baik pada
kondisi asam. Fungsi lain dari NaHCO3 adalah sebagai katalis dalam reaksi

benedict. Setelah itu, masing masing tabung reaksi ditambahkan 3 ml


pereaksi benedict. Penambahan benedict ini mengakibatkan seluruh tabung
reaksi berwarna biru. Lalu dipanaskan pada penangas air mendidih selama 5
menit. Setelah itu diamati adanya perubahan warna dan terbentuknya
endapan. Pada ketiga tabung reaksi tersebut semuanya menunjukkan
perubahan warna. Pada tabung reaksi pertama yang diberi penambahan
NaOH 0,1 N berubah warna dari bening menjadi biru muda. Pada tabung
kedua yang diberi penambahan HCl 0,1 N berubah warna dari bening menjadi
biru kehijauan. Sedangkan pada tabung ketiga yang diberi penambahan
aquades berubah warna dari bening menjadi biru muda.
Setelah pemanasan kedua pada tanbung kedua dengan penambahan
HCL didapatkan endapan merah bata. Adanya endapan menunjukkan
terjadinya hidrolisis. Endapan pada sukrosa yang ditetesi HCl lebih banyak
daripada sukrosa yang ditambahkan NaOH karena dalam larutan yang
mengandung asam, sukrosa mengalami hidrolisis menghasilkan D-Glukosa
dan D-Fruktosa. HCl berfungsi sebagai katalisator. Hidrolisis merupakan
suatu proses kimia yang menggunakan H2O sebagai pemecah suatu
persenyawaan termasuk inversi gula, H2O sebagai zat pereaksi dalam
pengertian luas termasuk larutan asam dan basa (dalam senyawa organik,
hidrolisis, netralisasi). Hidrolisis pada karbohidrat jenis disakarida akan
terjadi lebih cepat apabila dalam kondisi pemanasan dan dalam suasana asam.
Namun pada tabung sukrosa yang di tambahkan NaOH tidak mengalami
perubahan warna (tetap biru). Sukrosa dalam suasana alkali bersifat stabil,
tidak terhidrolisa. Jika sukrosa berada dalam keadaan alkalis, maka sukrosa
akan memberikan hasil yang negatif pada uji benedict. Larutan alkalis tidak
mampu menghidrolisis ikatan glikosidik dalam sakarosa sehingga sakarosa
tetap memiliki sifat non-reduksi. Dalam hal ini, larutan benedict yang
ditambahkan tidak tereduksi dan warna larutannya tetap, meskipun sudah
dipanaskan (Soeharsono,1978).

Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa
Kel
1
2
3
4
5
6
7
8

Perlakuan

Perubahan Warna
Warna awal
Warna akhir

5 ml glukosa + 2 ml
NaOH 0,1 N

Bening

Kuning kecoklatan

5 ml glukosa+ 2 ml HCL
0,1 N

Bening

Bening

5 ml glukosa + 2 ml
aquades

Bening

Bening

Sumber: Laporan Sementara

Monosakrida merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari lima


atau enam atom C. Tata nama monosakarida tergantung dari gugus fungsional
yang dimilikidan letak gugus hidroksilnya. Monosakarida yang mengandung
satu gugus aldehida disebut aldosa, sedangkan ketosa mempunyai satu gugus
keton. Monosakarida dengan enam atom C disebut heksosa, misalnya glukosa
(dekstrosa atau gula anggur),fruktosa (levulosa atau gula buah), dan
galaktosa. Sedangkan yang mempunyai lima atom C disebut pentose,
misalnya xilosa, arabinosa, dan ribosa (Winarno, 1984).
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asam dan alkali
terhadap glukosa. Pertama, 3 tabung reaksi diisi dengan 5 ml larutan glukosa
0,1 M. Kemudian tabung pertama ditambahkan 2 ml NaOH 0,1 N, tabung
kedua ditambahkan 2 ml HCl 0,1 N. Tabung ketiga ditambahkan 2 ml
aquades. Kemudian seluruh tabung reaksi dipanaskan selama 5 menit.
Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat hidrolisis. Kemudian diamati
perubahan warnanya. Pada tabung pertama yang ditambahkan NaOH 0,1 N
terjadi perubahan warna dari bening menjadi kuning kecoklatan. Hal ini
disebabkan karena penambahan basa mengakibatkan terjadinya dekomposisi
dan karamelisasi (pencoklatan nonenzimatik). Hal ini juga sesuai dengan sifat
gula reduksi, yaitu tidak stabil dalam suasana basa sehingga glukosa
mengalami pemecahan menjadi asam-asam organik yang menimbulkan
adanya pencoklatan bila dipanaskan. Pada tabung kedua yang ditambahkan

HCl 0,1 N tidak terjadi perubahan warna, warnanya tetap bening karena
glukosa stabil pada kondisi asam. HCl tidak mampu menghidrolisis glukosa.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan Sudarmanto (2000), yaitu
bahwa pada pH diatas 4, dalam suasana alkali, glukosa siklik akan berubah
kebentuk cincin terbuka yang mengandung gugus karbonil dan selanjutnya
akan mengalami keseimbangan antara bentuk keto dan enolnya, yang disebut
enolisasi. Enolasi pada glukosa menyebabkan terbentuknya keseimbangan
antara campuran glukosa, fruktosa, dan manosa dengan enediol sebagai
senyawa antara. Warna kuning kecoklatan yang terjadi merupakan akibat dari
terbentuknya keempat senyawa diatas. Pada tabung ketiga yang ditambahkan
aquades tidak terjadi perubahan warna, warnanya tetap bening. Aquades
bersifat netral sehingga tidak dapat menghidrolisa glukosa walaupun disertai
dengan pemanasan. Aquades hanya berfungsi sebagai pelarut.
Tabel 1.3 Hasil Pengamatan Gelatinisasi Pati pada Perbesaran 100x
Kel

Perlakuan

Tepung
tapioka suhu
kamar

Tepung beras
suhu kamar

Gambar

Keterangan

Tepung
tapioka 40oC

Tepung beras
40oC

Tepung
tapioka 65oC

Tepung beras
65oC

Tepung
tapioka 80oC

Tepung beras
80oC

Sumber: Laporan Sementara

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik.


Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai Cnya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua
fraksi yang dapat dipisahakan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Pati dalam jaringan
tanaman mempunyai bentuk granula (butir) yang berbeda-beda. Dengan
mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran,
letak hilum yang unik, dan juga dengan sifat birefringent-nya. Bila pati
mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air
dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan
pembengkakannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai
kadar 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada
suhu anatar 55

C sampai 65oC merupakan pembengkakan yang

sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada
kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi
bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut
disebut gelatinisasi (Winarno,1984).
Suhu gelatinisasi tergantung juga pada konsentasi pati. Makin kental
larutan, suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan
tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun. Konsentrasi terbaik untuk
membuat larutan gel adalah 20%, makin tinggi konsentrasi, gel yang
terbentuk makin kurang kental dan setelah beberapa waktu viskositas akan
turun. Selain konsentrasi, pembentukan gel ini dipengaruhi pula oleh pH
larutan.Pembentukan gel optimum pada pH 4-7. Bila pH terlalu tinggi,
pembentukan gel makin cepat tercapai tapi cepat turun lagi, sedangkan bila
pH terlalu rendah terbentuknya gel lambat dan bila pemanasan diteruskan,
viskositasakan turun lagi. Pada pH 4-7 kecepatan pembentukan gel lebih
lambat daripada pH 10, tapi bila pemanasan diteruskan, viskositas tidak
berubah. Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan gel yang

terbentuk. Gula akan menurunkan kekantalan, hal ini disebabkan gula akan
mengikat air, sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat,
akibatnya suhu gelatinisasi lebih tinggi. Adanya gula akan menyebabkan gel
lebih tahan terhadap kerusakan mekanik (Winarno, 1984).
Pada percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi
pati. Bahan yang digunakan polisakarida berupa tepung tapioka dan tepung
beras. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengambil setengah sendok
makan pati tapioka ke dalam 4 gelas beaker 100 ml yang tersedia. Kemudian
ditambahkan dengan 50 ml air suling sampai terbentuk pasta kental. Lalu
pada beaker pertama ditambahkan dengan air suling sebanyak 50 ml pada
suhu kamar. Beaker kedua ditambahkan dengan air suling 50 ml dan
dipanaskan pada suhu 40C. Beaker ketiga ditambahkan air suling 50 ml dan
dipanaskan pada suhu 65C. Sedangkan yang beaker keempat ditambahkan
air suling 50 ml dan dipanaskan pada suhu 80C. Lalu kemudian setelah
selasai, dibuat masing-masing preparat mikroskopisnya pada gelas objek dan
ditambahkan dengan 1 tetes larutan iodine encer agar warna terlihat jelas
sehingga dapat ditentukan range suhu gelatinisasi, ditutup dengan
menggunakan gelas penutup dan diamati dengan menggunakan mikroskop
dengan perbesaran 10x10.
Bahas tabel gelatinisasi pati dan hasil percobaan, sesuaikan dengan suhu
gelatinisasi pati berdasarkan teori, bahas jika terjadi penyimpangan !

E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara I Karbohidrat ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Sukrosa atau gula tebu adalah disakarida dari glukosa dan fruktosa.
Dengan penambahan bahanbahan yang bersifat alkali seperti NaOH,

KOH, dan air kapur, maka sukrosa dapat rusak tetapi jika hanya dalam
keadaan pekat dan dipanaskan.
2. Dalam percobaan untuk mengetahui pengaruh asam terhadap sukrosa
diketahui bahwa dalam keadaan asam dengan penambahan HCL sukrosa
bersifat tidak stabil sehingga mengalami perubahan warna dan terdapat
endapan merah bata karena mengalami hidrolisis menjadi d-glukosa dan
d-fruktosa.
3. Glukosa merupakan gula reduksi dan bersifat stabil terhadap suasana
sedikit asam, serta tidak stabil dalam suasana alkali dan akan mengalami
pemecahan menjadi asam-asam organik yang menimbulkan pencoklatan
bila dipanaskan.
4. Dalam percobaan untuk mengatahui pengaruh asam dan alkali terhadap
glukosa diketahui bahwa dalam keadaan basa dengan penambahan NaOH
glukosa tidak stabil sehingga terjadi perubahan warna dari bening
menjadi kuning kecoklatan.
5. Menurut hasil percobaan range/kisaran suhu gelatinisasi tepung beras
lebih besar yaitu 65C - 80C lebih besar daripada range/kisaran suhu
gelatinisasi tepung tapioka yaitu 40C - 65C.
6. Ukuran granula pati dari serealia seperti pati beras relatif lebih kecil
dibandingkan dengan pati dari umbi-umbian atau kacang-kacangan.
7. Faktor yang mempengaruhi sifat gelatinisasi pati yaitu sumber pati,
ukuran granula pati, asam, lemak, gula, protein, enzim, suhu pemasakan,
dan pengadukan.
8. Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati ketika
dipanaskan dalam media air.
9. Pola gelatinisasi yang berbeda antar masing-masing sampel dapat terjadi
karena perbedaan kadar amilosa.
10. Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83% amilopektin.
11. Pati dari beras terdiri atas amilosa 26,58% dan kadar amilopektin 68,85%
12. Granula pati tepung tapioka berbentuk bulat kecil dan suhu
gelatinisasinya mendekati 800C.

13. Granula pati tepung beras berbentuk bulat kecil dan suhu gelatinisasinya
mendekati 800C.

DAFTAR PUSTAKA
Hasrati, Endah. 2011. Kajian Penggunaan Daging Ikan Iias (Cyprinus Carpio
Linn) terhadap Tekstur dan Cita Rasa Bakso Daging Sapi. Jurnal Ilmu-Ilmu
Pertanian. Vol.7. No.1.
Herawati, Heny. 2012. Teknologi Proses Produksi Food Ingredient Dari Tapioka
Termodifikasi. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 3. No. 2.
Kibar, E. Aytunga Ark, Ilknur Gnen And Ferhunde Us. 2010. Gelatinization Of
Waxy, Normal And High Amylose Corn Starches. Journal Gida. Vol. 35. No.
4.

Laka, Antonia , dkk. 2013. Optimalisasi Hidrolisa Pati Menjadi Glukosa Dari
Ubi Gatal (Amorpho Phallus Campanulatus Bl) Menggunakan Asam. Jurnal
Kimiaterapan. Vol.1. No. 1.
Lehninger. 1993. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Noranizan. 2010. Effect Of Heat Treatment On The Physico-Chemical Properties
Of Starch From Different Botanical Sources. International Food Research
Journal. Malaysia.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia (UI-Press).
Jakarta.
Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties Of Food Components. Academic Press
Inc., San Diego, California.
Seo, Jeong-Ah, et al. 2004. Making monosaccharide and disaccharide sugar
glasses by using microwave oven. Department of Physics and Research
Center for Dielectric and Advanced Matter Physics, Pusan National
University, San 30, Changjeon-Dong, Keumjeong-Ku, Busan 609-735, South
Korea.
Soeharsono, 1978. Petunjuk Praktikum Biokimia. PAU Pangan dan Gizi. UGM.
Yogyakarta.
Supriyadi, Dimas. 2012. Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin dan Kadar Air
terhadap Kerenyahan dan Kekerasan Model Produk Gorengan. IPB
repository. Bandung
Toha, Abdul Hamid. 2001. Biokimia Metabolisme Biomolekul. Penerbit Alfabeta.
Bandung.
Tonukari. J.N., 2004, Cassava and Future of Starch. Electronic Journal of
Biotechnology. Vol 7. No 1, April 2004.
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Yogyakarta.
Yusrin, Ana Hidayati Mukaromah. 2010. Proses Hidrolisis Onggok Dengan
Variasi Asam pada Pembuatan Ethanol. Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Kesehatan.Universitas Muhammadiyah Semarang.
LAMPIRAN

You might also like