Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
: Sri Riyanawati
: B1J014009
:I
:3
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kultur sel hewan berasal dari eksplan jaringan atau suspensi sel sebagai
kultur sel primer yang dapat disubkultur dengan rentang hidup yang terbatas. Selsel mungkin kehilangan beberapa sifat asli mereka karena adanya transformasi.
Kultur jaringan adalah bagian atau jaringan makhluk hidup, baik tumbuhan
ataupun hewan yang telah dipisahkan dari asalnya dan ditanaman dalam media
kultur atau media buatan yang steril sehinga sel-selnya mampu tumbuh dan
mengadakan pembelahan. Kultur jaringan merupakan upaya memanfaatkan sifat
totipotensi sel secara buatan (artifisial) dengan menggunakan teknologi.
Penanaman kultur secara buatan dilakukan di luar individu yang bersangkutan dan
sering kali disebut kultur in vitro, karena jaringan dibiakkan di dalam tabung
inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya
(Hendaryono dan Daisy, 1994).
Kultur sel hewan didefinisikan sebagai pemeliharaan dan propagasi sel-sel
hewan pada kondisi in vitro menggunakan media yang mengandung nutrien yang
sesuai untuk kebutuhan sel. Mengkultur sel yakni menumbuhkan sel secara
artifisial. Langkah pertama yang paling penting dan esensial ketika mengkultur sel
hewan adalah memilih medium kultur yang sesuai. Media kultur adalah tempat
bagi jaringan untuk tumbuh (membelah dan berkembangbiak) dan mengambil
nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media kultur harus mengandung
berbagai bahan atau nutrisi yang diperlukan jaringan untuk hidup dan
memperbanyak dirinya seperti air, vitamin, mineral, glukosa dan hormon
pemilihan medium kultur tergantung dari tujuan kultur itu sendiri, misalnya untuk
pertumbuhan, diferensiasi, atau produksi metabolit tertentu seperti senyawasenyawa untuk farmasi dan lain sebagainya (Trenggono, 2009).
Keberhasilan kultur jaringan hewan memerlukan berbagai prasyarat untuk
mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Prasyarat yang paling esensial
adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media merupakan faktor penentu
dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan
tergantung pada jenis jaringan yang akan diperbanyak. Langkah pertama yang
paling penting dan esensial ketika mengkultur sel hewan adalah memilih medium
kultur yang sesuai. Pemilihan medium ditentukan oleh tipe sel yang akan dikultur
dan tujuan kultur (Bird, 1981).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk membuat media alami berupa
plasma dan serum yang berasal dari darah ayam dan ikan.
II.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bunsen spiritus, korek
api, spuit injeksi 1 mL, tabung sentrifugemikro, sentrifugator, lemari pendingin,
bak pemeliharaan ikan, seser, tempat pemeliharaan ayam, mikropipet, dan tip.
Bahan yang digunakan adalah darah ikan nilem (Osteochilus vittatus),
darah ayam (Gallus gallus domesticus), antikoagulan (EDTA), alkohol 70%,
tissue, dan kertas label.
B. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah :
B.1 Pembuatan serum dan plasma darah ikan :
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Ikan di stripping terlebiih dahulu untuk mengetahui jenis kelaminnya. Jika
jantan akan megeluarkan cairan putih atau disebut milt, sedangkan betina
akan mengeluarkan butiran telur yang ukurannya cukup kecil berwarna
kuning dan bergerombol.
3. Darah ikan diambil pada bagian vena caudalis yang terletak di bagian
pangkal ekor dengan menggunakan spuitinjeksi (untuk pembuatan serum,
spuitinjeksi tidak perlu diberi EDTA, sedangkan untuk pembuatan plasma
spuit injeksi harus dibasahi EDTA terlebih dahulu).
4. Darah ikan ditampung di tabung sentrifugemikro yang telah di beri label.
Darah untuk pembuatan plasma dan serum ditampung pada tabung yang
berbeda.
5. Darah pada tabung sentrifugemikro dicatat volumenya.
6. Sediaan plasma dan serum darah ikan disimpan dalam lemari pendingin
selama 1 hari.
7. Sediaan plasma dan serum ikan disentrifuse selama 10 menit dengan
kecepatan 2500 rpm.
8. Supernatan yang terbentuk diambil dengan mikropipet dan tip kemudian
dipindahkan ke tabung sentrifugemikro yang baru yang telah diberi label.
9. Volume plasma dan serum ikan dicatat.
B.2 Pembuatan serum dan plasma darah ayam :
1. Darah ayam diambil pada vena branchial yang terletak di bagian sayap
dengan menggunakan spuit injeksi (untuk pembuatan serum, spuitinjeksi
III.
Tabel 1. Hasil data pembuatan media alami plasma dan serum Rombongan I
Kelompok
Asal media
Tujuan
pembuatan
Warna
awal
Volume
awal
Warna
akhir
Volume
akhir
Ayam
Serum
Merah ati
Merah ati
0,9 mL
0,25 mL
Kuning
Merah
Serum
Merah ati
0,5 mL
Plasma
Serum
Plasma
Serum
Plasma
0,35 mL
0,54 mL
0,5 mL
0,95 mL
0,21 mL
Merah
terang
Orange
Orange
Orange
Kuning
Kuning
kemerahan
Merah
0,2 mL
Lisis 0,1
mL
Lisis 0,2
mL
0,17 mL
0,3 mL
0,3 mL
0,31 mL
0,1 mL
Ikan
Serum
Ayam
Plasma
Merah ati
Merah
Merah
Merah
Merah
pekat
Merah
pekat
Merah
pekat
Merah
Ayam
Plasma
Merah
1,1 mL
Ikan
Plasma
Plasma
Merah
Merah
0,5 mL
0,4 mL
Serum
Merah
0,2 mL
Ikan
Ayam
3
Ikan
Plasma
Serum
0,6 mL
0,25 mL
0,97 mL
Kuning
kemerahan
Kuning
bening
Kuning
jernih
Merah
Kuning
keruh
Kuning
kemerahan
Lisis 0,3
mL
0,1 mL
0,35 mL
0,5 mL
Lisis
0,1 mL
0,35 mL
B. Pembahasan
Media yang digunakan untuk penanaman kultur dapat berupa media alami
ataupun media buatan. Media alami adalah media yang diperoleh langsung dari
organisme dan komposisi penyusunnya tidak diketahui secara pasti. Media alami
dapat berupa serum, plasma darah, dan cairan amnion. Media buatan adalah media
yang diketahui komponen penyusunnya. Media alami memiliki beberapa
keuntungan, yaitu mudah didapat, relatif murah, dan memberikan keadaan atau
kondisi seperti keadaan in vivo (Trenggono, 2009).
Perbedaan mendasar antara media alami dan media buatan adalah
komposisinya. Media alami belum diketahui komposisinya secara pasti,
sedangkan media buatan mengandung komponen sebagian atau sepenuhnya
didefinisikan. Selain itu pH media alami relatif konstan, sedangkan media buatan
harus menjaga pH fisiologis sekitar 7 dengan bantuan sistem penyangga (Heard,
2006).
Berdasarkan hasil praktikum darah ayam untuk plasma yang diiperoleh
sebelum di sentrifugasi memiliki volume 0,97 mL, setelah di sentrifugasi
didapatkan plasma darah ayam dengan volume 0,35 mL dan berwarna kuning
bening. Darah ikan untuk serum sebelum di sentrifugasi memiliki volume 0,25
mL, setelah di sentrifugasi didapatkan serum darah ikan dengan volume 0,1 mL
dan berwarna kuning kemerahan. Selain itu, hasil praktikum diperoleh darah ikan
untuk plasma sebelum disentrifugasi adalah 0,21 mL dan 0,6 mL, sedangkan
setelah disentrifugasai didapatkan plasma ikan sebanyak 0,1 mL dan lisis, plasma
berwarna kuning kemerahan untuk yang tidak lisis. Hasil plasma dan serum yang
didapat sedikit, hal tersebut dapat disebakan karena sel darah ikan yang diambil
sudah mengalami lisis. Plasma darah ayam mudah didapat dan prosedur
pembuatannya juga mudah, selain itu plasma darah ayam lebih jernih jika
dibandingkan dengan plasma darah mamalia maupun pisces dan memiliki kadar
Ca yang konstan (Gibco, 2013).
Faktor
yang
mempengaruhi
hasil
praktikum
diantaranya,
proses
pengambilan darah yang sesuai prosedur dan tepat. Pengambilan darah pada
hewan uji, baik ikan ataupun ayam untuk mendapatkan serum dan plasma harus
dilakukan dengan hati-hati. Pengambilan darah dengan cara yang salah dapat
mengakibatkan sel-sel darah akan pecah atau lisis, sehingga setelah dilakukan
sentrifugasi
tidak
terbentuk
natan
dan
supernatan,
hal
tersebut
juga
dikultur,
mengandung
vitamin,
mineral,
dan
dapat
sub-kultur
dan
pergantiaan
media.
Selain
itu,
IV.
DAFTAR REFERENSI
Acea. 2013. Culture and Monitoring of Animal Cells Basic Techniques. ACEA
Biosciences, Inc., USA.
Bird, D.R. and F.T. Forrester. 1981. Basic Laboratory Technique in Cell culture.
Public Health service, Atlanta.
Gibco. 2013. Cell Culture Basics. Life Technologies Corporation, Indonesia.
Heard, D. J. 2006. Comparison of Serum and Plasma for Determination of Blood
Biochemical Values in Malaysian Flying Foxes (Pteropus vampyrus).
Journal of Zoo and Wildlife Medicine, 37(3): 245248.
Hendaryono, Daisy P. Sriyanti. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Penerbit Kanisius,
Jakarta.
Listyorini, Dwi. 2001. Kultur Jaringan Hewan. FMIPA UM, Malang.
Trenggono, B. S. 2009. Metode Dasar Kultur Jaringan Hewan. Penerbit
Universitas Trisakti, Jakarta.