You are on page 1of 23

ACARA III

PROTEIN
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum acara III protein adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui titik isoelektris dan kelarutan protein.
2. Mahasiswa dapat mengetahui penjedalan protein pada susu sapi dan sari
kedelai dengan Ca (OH )2 , asam asetat dan enzim bromelin.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Susu sapi merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat zat
makanan dengan proporsi yang seimbang seperti air, protein, lemak, hidat
arang, mineral, dan vitamin. Susu sapi mengandung protein berupa kasein
yang dapat mengalami penggumpalan. Penggumpalan susu dalam proses
pembuatan tahu susu dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
dengan asam, enzim proteolitik, dan alkohol serta dapat dipercepat dengan
pemanasan. Penggumpal yang biasa digunakan adalah penggumpal kimia
antara lain kalsium/magnesium-klorida, kalsium sulfat, glukano-D-laktone,
dan penggumpal asam (asam laktat, asam asetat) (Anggraini, 2013).
Sari kedelai merupakan salah satu produk diversifikasi dari kedelai
yang ditujukan untuk meningkatkan konsumsi protein. Pola konsumsi
protein cenderung difokuskan pada konsumsi protein nabati, karena sumber
protein tersebut relatif mudah diperoleh dan harganya relatif murah serta
bergizi tinggi (Koswara, 1992). Kelebihan lain sari kedelai adalah tidak
mengandung laktosa sehingga susu ini cocok dikonsumsi penderita
intoleransi laktosa, yaitu seseorang yang tidak mempunyai enzim lactase
dalam tubuhnya (Cahyadi, 2007).
Sari kedelai adalah produk seperti susu sapi, tetapi dibuat dari
ekstrak fraksi terlarut dari kedelai. Sari kedelai diperoleh dengan cara

penggilingan biji kedelai yang telah direndam dalam air. Hasil penggilingan
kemudian disaring untuk memperoleh filtrate, yang kemudian dididihkan
dan diberi bumbu untuk meningkatkan rasanya (Winarno, 1993).
Kandungan sari kedelai bila dilihat dari segi gizinya mempunyai kadar
protein yang lebih tinggi daripada susu sapi maupun ASI (Air susu ibu),
yaitu 4, 4 g/100 g untuk sari kedelai 2, 9 g/100g untuk susu sapi dan 1, 4
g/100g untuk ASI

(Koswara, 2006).

Bromelin adalah salah satu enzim protease yang ditemukan dalam


tanaman nanas (Ananas comosus). Batang bromelin adalah sebagai
protease utama dalam ekstrak batang nanas sementara buah bromelin
adalah fraksi enzim utama yang terdapat dalam jus buah nanas. Beberapa
lainnya endopeptidases sistein minor (ananain, comosain) juga ada dalam
nanas batang bromelin. Batang bromelin banyak digunakan dalam industri
dan obat-obatan, namun buah bromelin tidak tersedia secara komersial
bahkan jika itu bisa mudah diperoleh dari jus nanas dengan ultrafiltrasi
sederhana. Demikian pula, batang bromelin mengandung campuran
kompleks dari berbagai tiol-endopeptidases dan lainnya sebagian ditandai
komponen seperti fosfat, glukosidase, peroksidase, selulase, glikoprotein
dan karbohidrat. Seluruh ekstrak batang bromelin telah ditunjukkan untuk
menunjukkan aktivitas lebih lebar pada rentang pH 5, 5 - 8, 0
(Bala et al., 2012).
Kasein merupakan golongan protein yang komposisinya mencapai
80% dari komposisi keseluruhan protein susu. Protein kasein terbagi
menjadi beberapa komponen, komponen yang umum dijumpai adalah s1kasein, s2-kasein, -kasein, dan -kasein. Protein kasein memiliki daerah
hidrofobik dan hidrofilik yang bervariasi. Kasein relatif tidak sensitif
terhadap panas, dibutuhkan temperatur diatas 120 C untuk merusak
struktur kasein hingga menjadi tidak larut dalam air. Di sisi lain, kasein
cukup sensitif terhadap pH, maka itu protein kasein akan mengendap pada
titik isoelektriknya. Protein kasein mempunyai masa molekul sebesar 106
hingga 109 Dalton. Kasein mampu menyebarkan cahaya. Oleh karena

keberadaan kasein di dalam susu, susu berwarna putih. Karena memiliki


protein berkualitas tinggi seperti kasein, susu sapi dianggap sebagai salah
satu makanan manusia yang paling penting. Lebih jauh lagi, protein kasein
terdesain untuk berikatan dengan kalsium fosfat, yang secara langsung
mengendap pada lambung bayi baru lahir. Hal ini membuat protein
tersebut mudah dicerna. Karena protein kasein dinilai mempunyai
signifikansi yang besar terhadap kehidupan manusia, struktur kasein telah
dipelajari secara menyeluruh, akan tetapi struktur pasti kasein masih
diperdebatkan

(Ali et al., 2013).

Natrium kasein asam asetat dan fosfolipid merupakan bahan alami


yang dapat berperan sebagai pengemulsi. Pengemulsi dibutuhkan untuk
menstabilkan produk pangan seperti emulsi dan buih karena mempunyai
kemampuan menempatkan diri pada antarmuka dengan cara membentuk
lapisan di sekeliling globula lemak atau udara. Pengemulsi, karena
sifatnya bersifat ampifilik (mempunyai afinitas terhadap air dan fase non
polar), teradsorpsi dan membentuk lapisan pada permukaan globula
minyak. Natrium kaseinat merupakan campuran dari protein fleksibel
dengan berat molekul rendah (Estiasih, 2012).
Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol,
yang dapat diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan,
kulit nanas, pulp kopi, dan air kelapa. Pembuatan asam asetat dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sintesis/khemis dan secar
mikrobiologis atau fermentasi, namun demikian cara fermentasi lebih
disukai, karena lebih murah, lebih praktis dan resiko kegagalan relatif
lebih kecil. Pada fermentasi asam asetat dari substrat cair umumnya hanya
dilakukan dua tahap fermentasi yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi
asam asetat. Fermentasi alkohol hanya dilakukan jika bahan yang
digunakan kaya akan gula namun tidak mengandung alkohol (Nurika,
2001).

Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia


Ca(OH)2. Kalsium hidrokida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk
putih. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO)
dengan air. Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan
melalui pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan
natrium hidroksida (NaOH). Dalam bahasa Inggris, kalsium hidroksida
juga dinamakan slaked lime, atau hydrated lime (kapur yang di-airkan).
Nama mineral Ca(OH)2 adalah portlandite, karena senyawa ini dihasilkan
melalui pencampuran air dengan semen Portland. Suspensi partikel halus
kalsium hidroksida dalam air disebut juga milk of lime. Larutan Ca(OH)2
disebut air kapur dan merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan
tersebut bereaksi hebat dengan berbagai asam, dan bereaksi dengan
banyak logam dengan adanya air. Larutan tersebut menjadi keruh bila
dilewatkan karbon dioksida, karena mengendapnya kalsium karbonat.
Pada 512 C, kalsium hidroksida terurai menjadi kalsium oksida dan air
(Leach and Moore, 2014).
2. Tinjauan Teori
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat
penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah
sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H,
O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.
Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada
jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi
dan tembaga (Tipton, 2004). Didalam tubuh manusia terjadi
suatu siklus protein, artinya protein dipecah menjadi
komponen-komponen yang lebih kecil yaitu asam amino
atau peptida. Terjadi juga sintesis protein baru untuk
mengganti yang lama. Waktu yang diperlukan untuk
mengganti separuh dari jumlah kelompok protein tertentu

dengan protein baru disebut half

life atau waktu paruh

jangka hidup protein (Kurniyati, 2009).


Denaturasi protein merupakan perubahan intramuskular yang
disebabkan hidrolisis rantai peptida. Pada pelayuan daging terjadi
denaturasi protein yang mengakibatkan keempukan daging meningkat,
tetapi sebaliknya Water Holding Capacity (WHC) daging menurun yang
mengakibatkan cooking lost meningkat. Lama pelayuan daging sebelum
dibekukan akan meningkatkan jumlah cairan daging segar (weep) dan
cairan daging beku (drip) yang keluar pada saat pencairan kembali
(thawing), yang akan menyebabkan terjadinya penurunan kandungan gizi
daging karena sebagian zat-zat dalam daging ikut terlarut dalam drip. Hal
ini karena terjadinya denaturasi protein daging (sarkoplasma dan
miofibrilar) pada pelayuan yang diakibatkan oleh penurunan pH tidak
mempengaruhi jumlah protein murni yang terdapat dalam daging.
Denaturasi protein tidak mempengaruhi jumlah protein tetapi hanya
mempengaruhi penampakan dan kualitas daging (Widati, 2008).
Denaturasi protein mengakibatkan lapisan molekul protein bagian
dalam yang bersifat hidrofobik terbalik keluar dan terbuang dengan fase
cair. Proses hidrasi hidrofobik ini menghasilkan energi bebas positif.
Perubahan energi bebas positif ini akan meningkatkan permukaan protein.
Permukaan protein yang lebih luas ini secara termodinamik tidak stabil
daripada bentuk yang tidak terdenaturasi. Proses hidrasi hidrofobik ini
dapat dicegah dengan antidenaturan. Anti denaturan yaitu gula digunakan
sebagai bahan pengawet (Suryaningsih, 2011).
Protein memiliki beberapa sifat fungsional, diantara sifat protein
yang fungsional ini adalah kelarutan karena punya pengaruh yang
signifikan

dan

penting

dalam

mempengaruhi

sifat

fungsional

protein.Secara umum, protein yang digunakan memiliki kelarutan


tinggi,dalam rangka memberikan emulsi yang baik, busa, gelatin dan
properti. Apabila protein dipanaskan atau ditambahkan alkohol, maka

protein akan menggumpal.Hal ini disebabkan alkohol menarik mantel air


yang melingkupi molekul-molekul protein (Raikos, 2010).
Aplikasi penjendalan protein pada bidang pangan adalah pada
pembuatan es krim, jelli, puding, air freshener dan lain-lain. Untuk aplikasi
jelli sebaiknya digunakan campuran formula yang memiliki kekuatan gel
tinggi dan sineresis rendah. Informasi mengenai titik leleh dan titik gel
diperlukan dalam aplikasi produk pada penyimpanan suhu rendah, seperti
pada aplikasi es krim, dan puding. Dari hasil yang diperoleh, titik leleh
terendah dicapai oleh campuran antara k-karaginan dengan gum arabik
yaitu 44,0oC. Sedangkan campuran antara i-karaginan dengan gum titik
lelehnya tidak terdeteksi karena tidak terbentuk gel (Sinurat dkk, 2006).
Titik isoelektrik merupakan data yang sangat penting diketahui
untuk proses pemurnian suatu protein. Jika titik isoelektrik (pl) suatu
protein sudah diketahui maka strategi awal pemisahan dapat dengan
mudah dikembangkan. Pada keadaan lain, bila informasi mengenai titik
isoelektrik protein tidak diketahui, beberapa percobaan pendahuluan
menggunakan

kromatografi

penukar

ion

dapat

dilakukan

untuk

mendapatkan titik isoelektrik protein tersebut, yang digunakan untuk


proses pemisahan berikutnya. (Yandri, 2011).
Titik isoelektris adalah saat dimana pada pH asam amino berada
pada bentuk amfoter (zwitter ion), dan pada saat titik isoelektris ini
kelarutan protein menurun dan mencapai angka terendah, protein akan
mengendap dan menggumpal. Pada saat titik isoelektris ini jumlah kation
dan anion yang terbentuk sama banyaknya (Triyono, 2010). Titik
Isoelektrik (TI) adalah keadaan dimana protein tidak mempunyai selisih
muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama, sehingga tidak
bergerak ketika diletakkan dalam medan listrik. Pada koloid, jika pH sama
dengan titik isoelektrik, maka sebagian atau semua muatan pada
partikelnya akan hilang selama proses ionisasi terjadi. Jika pH berada pada
kondisi di bawah titik isoelektrik, maka muatan partikel koloid akan
bermuatan positif. Sebaliknya jika pH berada di atas titik isoelektrik maka

muatan koloid akan berubah menjadi netral atau bahkan menjadi negative
(Sudarmadji, 2010).
Kelarutan adalah kemampuan suatu zat untuk bisa
larut. Suhu mempengaruhi kelarutan karena dipengaruhi
oleh wujud zat. Semakin besar suhu maka kemampuan
senyawa untuk larut akan semakin tinggi. Penurunan
kelarutan

protein

Kelarutan

protein

berpengaruh
berhubungan

pada

fungsi

dengan

protein.

permukaan

hidrofobik (protein-protein) atau tidak suka air dan hidrofilik


(protein-pelarut) atau suka air. Kebanyakan asam amino
larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi tidak larut
dalam pelarut-pelarut non polar seperti alkohol, eter dan
benzena. Yang larut dalam alkohol dan eter adalah asamasam amino seperti prolin dan hidroksiprolin. Protein yang
kaya akan radikal-radikal nonpolar bebas lebih mudah larut
dalam campuran alkohol dan air dari pada dalam air
(Riawan, 1990).
Penambahan natrium asetat bertujuan untuk mencari pH isoelektrik
pada kasein yang tepat. Pengaruh penambahan asam terhadap titik
isoelektris protein yaitu, dengan adanya ion H+ menyebabkan sebagian
jembatan atau ikatan peptida putus. Ion H+ akan bereaksi dengan gugus
COO membentuk COOH sedangkan sisanya (asam) akan berikatan
dengan gugus amino membentuk ikatan, sehingga apabila larutan peptida
dalam keadaan isoelektris diberi asam akan menyebabkan bertambahnya
gugus bermuatan yang membentuk afinitas terhadap air dan kelarutan air
meningkat meskipun meskipun tidak selamanya begitu (Suhardi, 1991).
Kasein mudah sekali mengendap pada titik isoelektrik yaitu pada
pH 4 ,6 - 5, 0 dan memiliki kelarutan yang rendah pada kondisi asam. pH
dapat mempengaruhi struktur kasein. Kasein-kasein ini berkumpul
membentuk kasein misel sehingga membentuk agregat kompleks dari
monomer ikatan kalsium fosfat yang dapat dirubah dengan variasi pH

rendah. Sedangkan pH pada praktikum diperoleh sebesar 4, 1 dan 5, 0. Hal


tersebut menunjukkan pH pada praktikum mendekati pH kasein pada titik
isoelektrik. Pada pH isoelektriknya, maka kelarutan proteinnya nol atau
tidak larut atau dengan kata lain kelarutan protein akan semakin kecil
apabila protein yang mengendap semakin banyak (Rahayu, 2008).
Kelarutan protein akan meningkat jika diberi perlakuan asam yang
berlebih, hal ini terjadi karena ion positif pada asam yang menyebabkan
protein yang semula bemuatan netral atau nol menjadi bermuatan positif
yang menyebabkan kelarutannya bertambah. Semakin jauh derajat
keasaman larutan protein dari titik isoelektrisnya, maka kelarutannya akan
semakin bertambah.Asam merupakan salah satu yang dapat menyebabkan
protein mengalami koagulasi atau penggumpalan atau penjendelan
(Triyono, 2010).
Penambahan Ca(OH)2 pada susu kedelai menyebabkan tingkat
kekeruhan yang lebih besar pada larutan daripada penambahan Ca(OH)2
pada susu sapi. Penambahan enzim bromelin pada susu kedelai
menyebabkan tingkat presipitasi yang lebih besar daripada penambahan
enzim bromelin pada susu sapi. Pemanasan akan lebih meningkatkan
jumlah endapan akibat denaturasi. Penjendalan tertinggi pada susu sapi
dan kedelai adalah dengan asam asetat 95% yang dipanaskan, dengan
tingkat kekeruhan dan presipitasi yang sama. Pada sampel susu yang
dipanaskan, penjendalan yang terjadi lebih banyak daripada susu yang
tidak dipanaskan (Kumaunang, 2011).
Penambahan CaOH2, enzim bromelin, asam asetat, dan suhu
inkubasi adalah untuk mengetahui adanya perubahan kekeruhan dan
presipitasi pada penjendalan protein. Penuruan nilai protein seiring dengan
peningkatan taraf Ca(OH)2 akibat dari faktor interaksi yang negatif antara
urea dan Ca(OH)2 Sehingga dengan adanya penambahan protein dapat
menurunkan kadar protein. (Subagio, 2002).
Tujuan penambahan Ca(OH)2 akan mempertahankan pH tetap
tinggi, sehingga dapat menghambat terjadinya hidrolisa baik oleh jasad

renik maupun pengaruh asam. Aktivitas antimikroba dari kapur disebabkan


oleh terbentuknya kalsium hidroksida yang bersifat desinfektan. Senyawa
tersebut terbentuk apabila kapur dilarutkan ke dalam air. Kapur memiliki
sifat yang mampu menggupalkan protein dan mampu merusak dinding sel
mikroorganisme (Haloho, 2015).
Enzim

bromelin

merupakan

salah

satu

alternatif

untuk

menggunakan penggumpal alami yang memanfaatkan Vegetable rennets


atau rennets asal tanaman yang mampu menggumpalkan kasein. Buah
nanas mengandung enzim proteolitik yang disebut bromelin yang dapat
menggumpalkan susu. Tujuan penambahan bromelin adalah agar susu
dapat menggumpal, pemberian enzim bromelin sampai level 22, 5 cc per
1000 ml susu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap
kekenyalan dan persentase jumlah produk tahu susu. Penggunaan bahan
penggumpal alami dari ekstrak buah nanas yang mengandung enzim
bromelin disamping lebih ekonomis dan aman dari segi kesehatan juga
ramah lingkungan

(Anggraini, 2013).

Dampak positif dari penjendalan protein adalah dalam pembuatan


edible film yang dapat digunakan untuk produk makanan serbaguna untuk
mengurangi hilangnya kelembaban, untuk membatasi penyerapan oksigen,
untuk mengurangi migrasi lipid, untuk meningkatkan sifat fisik mekanik
penanganan,

untuk

memberikan

perlindungan

fisik,

atau

untuk

menawarkan alternatif untuk kemasan komersial (Bourtoom, 2009).


Dampak lain yang ditimbulkan karena proses denaturasi adalah misalnya
pada produk daging,

Perubahan pH menyebabkan sebagian protein

terdenaturasi dan perubahan muatan protein. Perubahan muatan protein


akan mengubah jarak antar serat-serat daging sehingga mempengaruhi
kemampuannya dalam menyerap dan memantulkan cahaya yang akan
mempengaruhi penampakan (warna) daging secara visual (Chayati, 2009).

C. Metodologi
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Rak tabung reaksi
c. pH meter
d. Gelas beaker
e. Batang pengaduk
f. Pipet ukur 1 ml, 5 ml, dan 10 ml
g. Propipet
h. Penjepit
i. Termometer
j. Stopwatch
2. Bahan
a.

Asam asetat 1 N

b.

Asam asetat 0,1 N

c.

Asam asetat 0,01 N

d.

Aquadest

e.

Enzim bromelin

f.

Larutan Ca(OH)2

g.

Larutan kasein murni

h.

Larutan kasein natrium asetat

i.

Larutan NaOH 0,1 N

j.

Susu Kedelai

k.

Susu sapi

3. Cara Kerja
a. Pembuatan Larutan Kasein Natrium Asetat
0, 25 gram kasein murni

Pemasukkan dalam labu takar 50 ml

20 ml aquadest dan 5 ml NaOH 1 N

Penambahan

Pelarutan hingga sempurna

5 ml asam asetat 1N Nasaasetatmurni

Penambahan

Pengenceran dengan aquades hingga tanda tera

Penggojog hingga homogen

Gambar 3.1 Cara Kerja Pembuatan Larutan Kasein Natrium Sulfat

b. Titik isoelektris dan kelarutan protein


Tabung
Tabung
Tabung
Tabung
Tabung
Tabung
Tabung
Tabung
Tabung
1ml
larutan
Kasein
natrium
asetat

1
2
3
4
5
6
7
8
9

diisi
diisi
diisi
diisi
diisi
diisi
diisi
diisi
diisi

8,4ml aquades + 0,6ml asam asetat 0, 01 N


7,75ml aquades + 1,25ml asam asetat 0, 01 N
8,75ml aquades + 0,25ml asam asetat 0, 1 N
8,5ml aquades + 0,5ml asam asetat 0, 1 N
8ml aquades + 1ml asam asetat 0, 1 N
7ml aquades + 2ml asam asetat 0, 1 N
5ml aquades + 4ml asam asetat 0, 1 N
1ml aquades + 8ml asam asetat 0, 1 N
8,4ml aquades + 1,6ml asam asetat 0, 1 N

Penambahan

Penggojokan

Pengamatan kekentalan dan endapannya sesaat setelah digojok, setelah 10 menit dan setela

Pengukuran pH pada larutan yang paling keruh dan terdapat banyak endapan

Gambar 3.2 Cara Kerja Titik Isoelektris dan Kelarutan Protein

c. Penjendalan Protein
100 ml susu sapi

Pemasukkan 4 gelas beaker 200ml

Penambahan pada setiap gelas beaker:


Gelas beaker 1: 3ml Ca(OH)2
Gelas beaker 2: 3 l asam asetat 1N
Gelas beaker 3: 3ml enzim bromelin
Gelas beaker 4: dipanaskan hingga 80C

Pemberian perlakuan:
Gelas beaker 1 dan 2: suhu ruang, 15 menit
Gelas beaker 3: suhu 40C, 15 menit
Gelas beaker 4: penambahan tetesan asam asetat 1N hingga ph isoelektris pada percobaan

Pengamatan kekeruhan dan presipitasinya

Pengulangan pada sampel susu kedelai (perlakuan sama)

Gambar 3.3 Cara Kerja Penjendalan Protein

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Titik isoelektrik dan Kelarutan Protein
No

Aquades
(ml)

Asam asetat
0,01N 0,1N 1N
(ml)
(ml) (ml)

1.
2.

8,4
7,75

3.
4.

8,75
8,5

0,25
0,5

5.
6.
7.

8
7
5

1
2
4

8.
9.

1
7,4

0,6
1,25

1,6

Waktu (menit ke -)
0
10
30
P K
P
K
P
X +
X
+
XX
X +
X ++ XX
X
X
X +
X
+
XX
-

+
+

X
X

+
+

Sumber: Laporan sementara


Keterangan:
pH = 4,4
K: kekeruhan (+)
(+): agak keruh
P: Presipitasi (x)
(++): keruh
(-): tidak ada
(+++): sangat keruh

XX
XX
XX
X
X
XX

pH
K
++
++
+
++
+
++
++
++
+
+
++

5,9
5,6
5,3
5
4,7
4,4
4,1
3,8
3,5

(x): sedikit endapan


(xx): cukup endapan
(xxx): banyak endapan

Titik isoelektris adalah saat dimana pada pH asam amino berada


pada bentuk amfoter (zwitter ion), dan pada saat titik isoelektris ini
kelarutan protein menurun dan mencapai angka terendah, protein akan
mengendap dan menggumpal. Pada saat titik isoelektris ini jumlah kation
dan anion yang terbentuk sama banyaknya (Triyono, 2010). Titik
Isoelektrik (TI) adalah keadaan dimana protein tidak mempunyai selisih
muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama, sehingga tidak

bergerak ketika diletakkan dalam medan listrik. Pada koloid, jika pH sama
dengan titik isoelektrik, maka sebagian atau semua muatan pada
partikelnya akan hilang selama proses ionisasi terjadi. Jika pH berada pada
kondisi di bawah titik isoelektrik, maka muatan partikel koloid akan
bermuatan positif. Sebaliknya jika pH berada di atas titik isoelektrik maka
muatan koloid akan berubah menjadi netral atau bahkan menjadi negative
(Sudarmadji, 2010).
Kelarutan adalah kemampuan suatu zat untuk bisa
larut. Suhu mempengaruhi kelarutan karena dipengaruhi
oleh wujud zat. Semakin besar suhu maka kemampuan
senyawa untuk larut akan semakin tinggi. Penurunan
kelarutan

protein

Kelarutan

protein

berpengaruh
berhubungan

pada

fungsi

dengan

protein.

permukaan

hidrofobik (protein-protein) atau tidak suka air dan hidrofilik


(protein-pelarut) atau suka air. Kebanyakan asam amino
larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi tidak larut
dalam pelarut-pelarut non polar seperti alkohol, eter dan
benzena. Yang larut dalam alkohol dan eter adalah asamasam amino seperti prolin dan hidroksiprolin. Protein yang
kaya akan radikal-radikal nonpolar bebas lebih mudah larut
dalam campuran alkohol dan air dari pada dalam air
(Riawan, 1990).
Pada pembuatan larutan kasein Natrium asetat,
terdapat penambahan 5 ml asam asetat 1 N setelah
pelarutan antara 0, 25 gram kasein murni + 20 ml
aquades dan 5 ml NaOH 1 N. Penambahan natrium asetat
bertujuan untuk mencari pH isoelektrik pada kasein yang tepat. Pengaruh
penambahan asam terhadap titik isoelektris protein yaitu, dengan adanya
ion H+ menyebabkan sebagian jembatan atau ikatan peptida putus. Ion H +
akan bereaksi dengan gugus COO membentuk COOH sedangkan
sisanya (asam) akan berikatan dengan gugus amino membentuk ikatan,

sehingga apabila larutan peptida dalam keadaan isoelektris diberi asam


akan menyebabkan bertambahnya gugus bermuatan yang membentuk
afinitas terhadap air dan kelarutan air meningkat meskipun meskipun
tidak selamanya begitu (Suhardi, 1991).
Hasil pengamatan titik isoelektris dan kelarutan
protein dapat di amati pada Tabel 3. 1. Padapengamatan
ini digunakan 9 tabung yang berisi aquades dan asam
asetat

dengan

kadar

yang

berbeda-beda.

Dari

hasil

pengamatan tersebut didapatkan tingkat kekeruhan dan


presipitasi yang terbesar adalah pada tabung no. 4 yang
berisi 8, 5 ml aquades + 0, 5 ml asam asetat 0, 1 N serta
tabung no. 7 yang berisi 5 ml aquades + 4 ml asam asetat
0, 1 N. Untuk tingkat kekeruhan dan presipitasi terendah
terdapat pada tabung no. 3 yang berisi aquades 8, 75 ml +
0, 25 asam asetat 0, 1 N serta tabung no. 8 yang berisi 1
ml aquades + 8 ml asam asetat 0, 1 N. Berdasarkan teori
Rahayu (2008), menjelaskan bahwa kasein mudah sekali mengendap pada
titik isoelektrik yaitu pada pH 4 ,6-5, 0 dan memiliki kelarutan yang
rendah pada kondisi asam. pH dapat mempengaruhi struktur kasein.
Kasein-kasein

ini

berkumpul

membentuk

kasein

misel

sehingga

membentuk agregat kompleks dari monomer ikatan kalsium fosfat yang


dapat dirubah dengan variasi pH rendah. Sedangkan pH pada praktikum
diperoleh sebesar 4, 1 dan 5, 0. Hal tersebut menunjukkan pH pada
praktikum mendekati pH kasein pada titik isoelektrik. Pada pH
isoelektriknya, maka kelarutan proteinnya nol atau tidak larut atau dengan
kata lain kelarutan protein akan semakin kecil apabila protein yang
mengendap semakin banyak. Maka dapat disimpulkan bahwa hasil
percobaan yang dilakukan sesuai dengan teori yang berlaku.

Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Penjedalan Protein Susu Sapi dan Sari
Kedelai

No

Bahan

Inkubasi

Air susu sapi


+ 3 ml Ca(OH)2
Suhu ruang
+ 3 ml asam asetat
Suhu ruang
1N
1
+ 3 ml enzim
40C, 15
bromelin nanas
menit
+ 3 ml Asam asetat
80oC
1N
Air susu kedelai
+ 3 ml Ca(OH)2
Suhu ruang
+3 ml asam asetat
Suhu ruang
1N
2
+ 3 ml enzim
40C, 15
bromelin
menit
+ 3ml Asam asetat
80oC
1N
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan:
K: kekeruhan (+)
P: Presipitasi (x)
(-): tidak ada

(+): agak keruh


(++): keruh
(+++): sangat keruh

Intensitas
K

++++

++

XX

++

XXX

XX

+++

XX

++

XX

XXX

(x): sedikit endapan


(xx): cukup endapan
(xxx): banyak endapan

Pada pengamatan penjedalan protein susu sapi dan sari kedelai,


bahan yang digunakan adalah air susu sapid an air susu kedelai dengan
masing-masing ditambahkan 3 ml Ca(OH)2 yang diinkubasi di suhu ruang,
3 ml asam asetat 1N yang di inkubasi di suhu ruang, 3 ml enzim bromelin
nanas yang diinkubasi pada suhu 40C selama 15 menit, dan 3 ml Asam
asetat 1 N yang diinkubasi pada suhu 80C. Penambahan CaOH2, enzim
bromelin, asam asetat, dan suhu inkubasi adalah untuk mengetahui adanya
perubahan kekeruhan dan presipitasi pada penjendalan protein. Penuruan
nilai protein seiring dengan peningkatan taraf Ca(OH)2 akibat dari faktor
interaksi yang negatif antara urea dan Ca(OH)2 Sehingga dengan adanya
penambahan protein dapat menurunkan kadar protein (Subagio, 2002).
Tujuan penambahan Ca(OH)2 akan mempertahankan pH tetap
tinggi, sehingga dapat menghambat terjadinya hidrolisa baik oleh jasad

renik maupun pengaruh asam. Aktivitas antimikroba dari kapur disebabkan


oleh terbentuknya kalsium hidroksida yang bersifat desinfektan. Senyawa
tersebut terbentuk apabila kapur dilarutkan ke dalam air. Kapur memiliki
sifat yang mampu menggupalkan protein dan mampu merusak dinding sel
mikroorganisme (Haloho, 2015).
Tujuan penambahan bromelin adalah agar susu dapat menggumpal,
pemberian enzim bromelin sampai level 22, 5 cc per 1000 ml susu tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kekenyalan dan persentase
jumlah produk tahu susu. Penggunaan bahan penggumpal alami dari
ekstrak buah nanas yang mengandung enzim bromelin disamping lebih
ekonomis dan aman dari segi kesehatan juga ramah lingkungan
(Anggraini, 2013).
Pada pengamatan ini didapatkan hasil sebagai berikut. Tingkat
kekeruhan terbesar pada susu sapi adalah pada sampel susu sapi yang
ditambah dengan 3 ml Ca(OH) 10%, diinkubasi disuhu ruang. Sedang
yang tidak memiliki kekeruhan adalah pada susu dengan penambahan 3 ml
asam asetat 1 N, diinkubasi pada suhu 80C. Untuk tingkat presipitasinya,
terbesar adalah pada sampel susu sapi yang diberi penambahan 3 ml enzim
bromelin, diinkubasi pada suhu 40C selma 15 menit, dan yang terendah
adalah

dengan penambahan 3 ml Ca(OH) 10%, diinkubsi pada suhu

ruang. Pada sampel sari kedelai, tingkat kekeruhan terbesar adalah pada
sampel yang diberi 3 ml Ca(OH) 10%, diinkubasi pada suhu ruang, dan
terendah pada penambahan asam asetet, diinkubasi di suhu ruang serta
penambahan 3 ml asam asetat, diinkubasi pada suhu 80C. Untuk tingkat
presipitasi, tertinggi yaitu pada sampel yang diberi 3 ml asam asetat,
diinkubasi pada suhu 80C dan yang terendah adalah pada sampel yang
ditambah dengan 3 ml Ca(OH) 10%, diinkubasi disuhu ruang.
Triyono (2010) menyatakan perlakuan penambahan
asam dan pemanasan mengakibatkan gumpalan protein
yang banyak pada filtrat, dengan intensitas gumpalan yang
cukup tinggi. Penambahan asam asetat pada filtrat yang

telah dipanaskan berarti menambah konsentrasi dari ion H +


yang kemudian mengadakan reaksi dengan muatan negatif
protein

yang berasal

dari

gugus

hidroksil

bebasnya.

Semakin banyak konsentrasi H+ yang ditambahkan maka


semakin banyak penurunan pH dari filtrat sehingga titik
isoelektriknya semakin dekat. Apabila pH isoelektrik sudah
tercapai,

maka

muatan

berlawanan

akan

saling

menetralkan sehingga akan terbentuk gumpalan. Semakin


kecil pH nya maka semakin banyak endapan yang terjadi.
Ternyata pengamatan kali ini tidak sepenuhnya sesuai
dengan teori. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor,
seperti

misalnya

presepsi

atau

penilaian

seseorang

terhadap tingkat kekeruhan dan presipitasi suatu larutan


bias berbeda-beda sehingga akan menimbulkan ketidak
cocokan. Faktor lain bisa saja dikarenakan perlakuan yang
dilakukan seperti penambahan larutan dan penginkubasian
masih ada yang kurang sesuai dan kurang teliti.
Penjendalan protein dapat dipengaruhi beberapa
faktor. Pada susu kedelai dengan penambahan enzim
bromelin dari nanas dengan pemanasan 40C lebih besar
tingkat kekeruhan dan presipitasinya pada susu kedelai
daripada dengan penambahan Ca(OH) 2 dan asam asetat
tanpa pemanasan. Hal ini dikarenakan pemanasan lebih
menambah

pengaruh

proses

denaturasi

yang

menyebabkan penjendalan protein (Boutoom, 2009).


Denaturasi protein adalah proses di mana protein
kehilangan struktur tersier dan struktur sekunder dengan
penerapan stres eksternal atau senyawa, seperti asam kuat
atau basa, garam anorganik terkonsentrasi, pelarut organik
atau panas. Kebanyakan protein biologis kehilangan fungsi

biologis

mereka

kehilangan

ketika

aktivitas

didenaturasi.

mereka,

karena

Misalnya,

enzim

substrat

dapat

mengikat lagi yang aktif (Chayati, 2009).


Protein

yang

menggumpal

atau

mengendap

merupakan salah satu ciri fisik dari terdenaturasinya suatu


protein. Terjadinya denaturasi pada protein ini dapat
disebabkan

oleh

banyak

faktor,

seperti

pengaruh

pemanasan, asam atau basa, garam, dan pengadukan.


Masing-masing cara mempunyai pengaruh yang berbedabeda

terhadap

penggumpalan

denaturasi
protein

protein.

sebenarnya

Mekanisme

masih

belum

sepenuhnya diketahui, namun paling tidak melalui 2 cara.


Pertama, akibat denaturasi protein, konformasi molekul
protein berubah, baik karena pemanasan atau kimiawi.
Kedua, tahap penggumpalan karena peristiwa denaturasi
protein merupakan syarat mutlak, dimana penggumpalan
akan

membuka

kesempatan

berinteraksi

satu

dengan

gelatinasisi

atau

terbentuknya

molekul

lainnya,
gel

protein

saling

sehingga

peristiwa

terjadi

Sifat-sifat

fungsional protein dapat diklasifikasikan ke dalam tiga


kelompok utama, yaitu sifat hidrasi (berhubungan dengan
interaksi protein-air) seperti daya ikat air, kebasahan, daya
lekat, kekentalan, dan kelarutan, sifat yang berhubungan
dengan interaksi protein-protein seperti pembentukan gel,
dan sifat-sifat permukaan seperti tegangan permukaan,
emulsifikasi dan pembentukan buih (Triyono, 2010).
Dampak positif dari penjendalan protein adalah
dalam pembuatan edible film yang dapat digunakan untuk
produk makanan serbaguna untuk mengurangi hilangnya
kelembaban, untuk membatasi penyerapan oksigen, untuk

mengurangi migrasi lipid, untuk meningkatkan sifat fisik


mekanik penanganan, untuk memberikan perlindungan
fisik, atau untuk menawarkan alternatif untuk kemasan
komersial. Dampak positif lain penjendalan protein yaitu
dengan dikembangkannya produk-produk pangan berbasis
penjendalan protein seperti keju dan tahu. Peristiwa
koaulasi adalah salah satu wujud kerusakan protein.
Dampak negative yang dapat muncul yaitu menurunnya
citarasa dan nilai gizi yang terdapat pada bahan pangan.
(Bourtoom, 2009). Dampak lain yang ditimbulkan karena
proses denaturasi adalah misalnya pada produk daging,
Perubahan

pH

menyebabkan

sebagian

protein

terdenaturasi dan perubahan muatan protein. Perubahan


muatan protein akan mengubah jarak antar serat-serat
daging sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam
menyerap

dan

mempengaruhi

memantulkan
penampakan

cahaya

(warna)

yang

daging

akan
secara

visual (Chayati, 2009).


Penjendalan protein dapat dipengaruhi beberapa
faktor. Pada susu kedelai dengan penambahan enzim
bromelin dari nanas dengan pemanasan 40C lebih besar
tingkat kekeruhan dan presipitasinya pada susu kedelai
daripada dengan penambahan Ca(OH) 2 dan asam asetat
tanpa pemanasan. Hal ini dikarenakan pemanasan lebih
menambah

pengaruh

proses

denaturasi

menyebabkan penjendalan protein (Boutoom, 2009).


E. Kesimpulan
Dari hasil praktilum acara III tentang Protein dapat diambil
kesimpulan antara lain :

yang

1. Titik isoelektrik adalah derajat keasaman atau pH ketika suatu


makromolekul bermuatan nol akibat bertambahnya proton atau kehilangan
muatan oleh reaksi asam basa.
2. Jika pH sama dengan titik isoelektrik, maka sebagian atau semua muatan
pada partikelnya akan hilang selama proses ionisasi terjadi.
3. Jika pH berada pada kondisi dibawah titik isoelektrik maka muatan
partikel koloid akan bermuatan positif
4. Dari hasil pengamatan didapatkan tingkat kekeruhan dan
presipitasi yang terbesar adalah pada tabung no. 4 yang
berisi 8, 5 ml aquades + 0, 5 ml asam asetat 0, 1 N serta
tabung no. 7 yang berisi 5 ml aquades + 4 ml asam asetat
0, 1 N.
5. Dari hasil pengamatan didapatkan tingkat kekeruhan dan
presipitasi yang terendah terdapat pada tabung no. 3 yang
berisi aquades 8, 75 ml + 0, 25 asam asetat 0, 1 N serta
tabung no. 8 yang berisi 1 ml aquades + 8 ml asam asetat
0, 1 N. Hasil pengamatan sesuai dengan teori.
6. kasein mudah sekali mengendap pada titik isoelektrik yaitu pada pH 4 ,6 5, 0 dan memiliki kelarutan yang rendah pada kondisi asam.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi titik isoelektrik adaalah jumlah muatan
proton dan muatan negatifnya.
8. Dari hasil pengamatan didapatkan tingkat kekeruhan terbesar pada susu
sapi adalah pada sampel susu sapi yang ditambah dengan 3 ml Ca(OH)
10%, diinkubasi disuhu ruang. Sedang yang tidak memiliki kekeruhan
adalah pada susu dengan penambahan 3 ml asam asetat 1 N, diinkubasi
pada suhu 80C.
9. Dari hasil pengamatan didapatkan tingkat presipitasinya pada susu sapi,
terbesar adalah pada sampel susu sapi yang diberi penambahan 3 ml enzim
bromelin, diinkubasi pada suhu 40C selma 15 menit, dan yang terendah
adalah
ruang.

dengan penambahan 3 ml Ca(OH) 10%, diinkubsi pada suhu

10. Dari hasil pengamatan didapatkan tingkat kekeruhan terbesar pada sampel
sari kedelai adalah pada sampel yang diberi 3 ml Ca(OH) 10%, diinkubasi
pada suhu ruang, dan terendah pada penambahan asam asetet, diinkubasi
di suhu ruang serta penambahan 3 ml asam asetat, diinkubasi pada suhu
80C.
11. Dari hasil pengamatan didapatkan tingkat presipitasi pada sari kedelai,
tertinggi yaitu pada sampel yang diberi 3 ml asam asetat, diinkubasi pada
suhu 80C dan yang terendah adalah pada sampel yang ditambah dengan 3
ml Ca(OH) 10%, diinkubasi disuhu ruang. Hasil pengamatan tidak sesuai
dengan teori.
12. Perlakuan

penambahan

asam

dan

pemanasan

mengakibatkan gumpalan protein yang banyak pada filtrat,


dengan intensitas gumpalan yang cukup tinggi.
13. Penambahan asam asetat dalam larutan protein dapat menyebabkan
denaturasi protein. Hal ini terjadi karena asam asetat tidak dapat terionisasi

You might also like