You are on page 1of 14

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI FARMASI DAN PARASITOLOGI


ACARA II
CARA PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA JARI-JARI TANGAN

NAMA

NIM

KELOMPOK:
ASISTEN

PROGRAM D3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

ACARA II
CARA PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA JARI-JARI
TANGAN

A. TUJUAN
1. Dapat mengetahui dan memahami cara pemeriksaan telur cacing pada jari-jari
tangan.
2. Dapat mengamati berbagai macam jenis telur cacing yang ada pada jari-jari
tangan.
B. DASAR TEORI
Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar
orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH).
Infeksi tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di
sub-Sahara Afrika, Amerika, Cina dan Asia Timur (WHO, 2013). Di Indonesia
sendiri prevalensi kecacingan di beberapa kabupaten dan kota pada tahun 2012
menunjukkan angka diatas 20% dengan prevalensi tertinggi di salah satu kabupaten
mencapai 76,67% (Direktorat Jenderal PP&PL Kemenkes RI, 2013).
Banyak dampak yang dapat ditimbulkan akibat infeksi cacing. Cacingan
mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbsi),
dan metabolisme makanan. Secara kumulatif, infeksi cacing dapat menimbulkan
kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain dapat
menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat
menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya (Depkes,
2006).
Penyakit infeksi cacing kremi atau enterobiasis adalah infeksi usus pada
manusia yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis, merupakan infeksi
cacing yang terbesar dan sangat luas dibandingkan dengan infeksi cacing
lainnya.Penyakit cacing kremi tersebar di seluruh dunia dengan konsentrasi pada

daerah-daerah yang faktor perilaku sehatnya masih rendah. Meskipun penyakit ini
menyerang semua umur, namun penderita terbanyak adalah anak berusia 5-14
tahun. Hal ini karena perilaku menggaruk dan daya tahan tubuh yang masih rendah
pada anak. Penyebaran cacing kremi di dunia merupakan yang terluas di antara
cacing lainnya (Nugroho, et al., 2010).
Enterobius vermicularis atau Oxyuris vermicularis adalah cacing kecil (1
cm) berwarna putih. Dalam sekali bereproduksi cacing dapat menghasilkan 11.000
butir telur. Telur berbentuk asimetris, eclips pada satu sisi dan datar pada sisi
lainnya dengan ukuran telur 30-60 m. Setelah mengalami proses pematangan,
larva dapat bertahan hidup dalam telur sampai 20 hari (Suryani, 2012).
Cacing dewasa betina biasanya akan bermigrasi pada malam hari kedaerah
sekitar baban rasa anus untuk bertelur. Telur akan terdeposit disekitar area ini. Hal
ini akan menyebabkan rasa gatal disekitar anus (pruritus ani nokturnal). Apabila
digaruk maka penularan dapat terjadi dari kuku jari tangan ke mulut (self-infection,
infeksi oleh diri sendiri). Metode penularan lainnya adalah dari orang-orang melalui
pakaian, peralatan tidur. Penularan juga dapat terjadi dalam lingkungan yang
terkontaminasi cacing kremi, misalnya melalui debu rumah (Suryani, 2012).
Telur menetas di usus halus, selanjutnya larva akan bermigrasi ke daerah
sekitar anus (sekum, caecum). Disini larva akan tinggal sampai dewasa. Infeksi
dapat juga terjadi karena menghisap debu yang mengandung telur dan retrofeksi
dari anus. Bila sifat infeksinya adalah retroinfeksi dari anus, maka telur akan
menetas disekitar anus, selanjutnya larva akan bermigrasi ke kolon asendens,
sekum, atau apendiks dan berkembang sampai dewasa. Sensasi gatal disekitar anus
adalah gejala yang khas pada infeksi ini. Gejala tersebut biasanya diikuti dengan
gangguan kurang tidur. Diagnosis dibuat berdasarkan gejala dan ditemukannya telur
dari apusan daerah anus atau adanya cacing pada daerah tersebut. Kebersihan
perorangan penting utuk pencegahan,kuku hedaknya selalu dipotong pendek, tangan
di cuci bersih sebelum makan (Perdana dan Keman, 2013).
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat-alat yang digunakan :
1. Kaca benda (12 buah).
2. Kaca tutup (12 buah).
3. Cawan Petri (12 buah).

4.
5.
6.
7.
8.

Pinset (12 buah).


Kain kasa 5 cm x 5 cm (12 buah).
Tabung sentrifuse (12 buah).
Pipet dengan balon karet (3 buah).
Mikroskop (6 buah)

b. Bahan yang digunakan :


1. Larutan NaOH 0,25% (secukupnya).
D. CARA KERJA
1. Kain kasa dicelupkan ke dalam larutan NaOH yang terdapat dalam cawan petri.
2. Jari-jari tangan dibersihkan dengan cara dihapuskan dengan kain kasa yang
sudah basah.
3. Kain kasa yang kotor beberapa kali dicelupkan ke dalam cawan petri yang
mengandung larutan NaOH dengan memakai pinset.
4. Larutan NaOH yang kotor dimasukan ke dalam tabung sentrifuse.
5. Tabung tersebut dipusingkan pada kecepatan putar 2000 rpm (x600 g) selama 3
menit.
6. Cairan supernatant dituang keluar.
7. Sedimen diambil dengan pipet
8. Sedimen diletakan pada kaca benda
9. Kemudian ditutup dengan kaca tutup.
10. Diperiksa dengan mikroskop.
11. Didokumentasikan hasil pengamatan dengan mikroskop.
12. Hasil pengamatan diidentifikasi jenisnya.
E. HASIL PENGAMATAN
NO.
1.

NAMA CACING
Ascaris lumbricoides
(Jari-jari tangan praktikan IK)

FOTO

2.

Taenia saginata
(Jari-jari tangan praktikan MA)

3.

Enterobius vermicularis
(Jari-jari tangan praktikan AD)

F. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan
memahami cara pemeriksaan telur cacing pada jari-jari tangan serta mengamati
berbagai macam jenis telur cacing yang ada pada jari-jari tangan. Metode yang
digunakan pada praktikum ini adalah metode sedimentasi. Metode sedimentasi
adalah pemisahan larutan berdasarkan perbedaan berat jenis, dimana partikel yang
tersuspensi akan mengendap kedasar wadah. Prinsip dari percobaan ini adalah
pengamatan mikroskopis terhadap endapan yang mengandung telur cacing dalam
larutan NaOH 0,25%.
Dalam praktikum ini jari-jari tangan praktikan dibersihkan menggunakan
larutan NaOH. Larutan NaOH yang digunakan memiliki kadar 0,25%, dengan
tujuan agar tidak mengiritasi tangan ataupun jari-jari tangan dari praktikan yang

diuji. Digunakan larutan NaOH yaitu karena larutan NaOH mampu mengangkat
kotoran yang ada pada jari-jari tangan atau kuku. Kain kasa yang berisi larutan
NaOH 0,25% diusapkan pada jari-jari tangan sampai didapatkan larutan NaOH
yang kotor.
Selanjutnya, larutan NaOH kotor tersebut dimasukan ke dalam tabung
sentrifuse dan kemudian larutan dipusingkan dengan alat sentrifugasi pada
kecepatan 2000 rpm selama, yang bertujuan agar terbentuk endapan dengan
memisahkan kotoran dengan cairan supernatant serta supaya telur cacing yang akan
diamati tetap pada endapan dan tidak menyebar dalam cairan supernatant. Cairan
supernatant merupakan cairan bening yang berada di bagian atas endapan. Setelah
itu cairan supernatant dibuang, karena pada praktikum kali ini yang akan diamati
adalah endapan yang terbentuk. Lalu endapan diambil dengan pipet kemudian
diletakan pada kaca objek dan ditutup cover glass. Selanjutnya sampel endapan
diamati di bawah mikroskop. Dari pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil
bahwa dari 12 orang praktikan yang diuji, 9 orang praktikan tidak terdapat telur
cacing pada jari-jari tangannya. Sedangkan 3 orang praktikan lainnya positif
terdapat telur cacing pada jari-jari tangannya. Telur cacing yang ditemukan jenisnya
antara lain Ascaris lumbricoides; Taenia saginata; dan Enterobius vermicularis
Ascaris lumbricoides adalah salah satu jenis cacing nematoda intestinalis
dengan ukuran terbesar yang menginfeksi manusia. Penyakit yang disebabkan
cacing ini disebut askariasis. Parasit ini bersifat kosmopolit, yaitu tersebar di
seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan kelembaban cukup tinggi. Bentuk
tubuhnya silindris dengan ujung anterior lancip. Bagian anteriornya dilengkapi tiga
bibir (triplet) yang tumbuh dengan sempurna. Cacing betina panjangnya 20-35 cm,
sedangkan cacing jantan panjangnya 15-31 cm. Pada cacing jantan, ujung
posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral dan dilengkapi pepil kecil serta
dua buah spekulum berukuran 2 mm. Cacing betina posteriornya membulat dan
lurus, dan sepertiga bagian anterior tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya
berwarna putih sampai kuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula
bergaris halus.

Telur cacing ini memiliki empat bentuk, yaitu tipe dibuahi (fertrilized), tidak
dibuahi (afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang dibuahi berukuran 60 x 45
mikron dengan dua lapis dinding tebal. Lapisan luar terdiri dari jaringan
albuminoid, sedangkan lapisan dalam jernih. Isi telur berupa massa sel telur. Sel
telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan lebih panjang daripada tipe yang
dibuahi ukurannya 90 x 40 mikron, dengan dinding luar yang lebih tipis. Isi telur
berupa massa granula refraktil. Telur matang berisi larva (embrio), tipe ini menjadi
infelatif setelah berada di tanah 3 minggu. Telur yang dekortikasi tidak dibuahi,
namun lapisan luar yaitu albuminoid sudah hilang.
Cacing betina menghasilkan 200 ribu butir per hari. Telur Ascaris
lumbricoides berkembang dengan baik pada tanah liat dengan kelembaban tinggi
pada suhu 25-30 C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif
(mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu. Telur yang infektif bila tertelan
manusia akan menetas menjadi larva di usus halus. Larva menembus dinding usus
halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa, kemudian terbawa oleh darah
sampai ke jantung dan menuju paru-paru. Larva di paru-paru menembus dinding
alveolus dan masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea. Dari trakea larva menuju
ke faring dan menimbulkan iritasi. Penderita akan batuk karena rangsangan larva
ini. Larva di faring tertelan dan terbawa ke esofagus, sampai di usus halus, dan
menjadi dewasa. Dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa
membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.
Ascaris lumbricoides biasanya berada dalam usus kecil manusia, khususnya
jejunum. Cacing ini menghasilkan inhibitor pepsin untuk mencegah enzim host dari
mencerna dan menggunakan aktivitas otot untuk menghindari dikeluarkan. Cacing
jenis ini banyak ditemukan di daerah tropis dengan kelembapan tinggi, termasuk
Indonesia. Tidak ada informasi ditemukan mengenai manfaat kepada manusia yang
diberikan oleh Ascaris lumbricoides. Cacing jenis ini merupakan parasit dalam usus
manusia. Infeksi Ascaris lumbricoides adalah penyebab utama dari kekurangan gizi,
terutama pada anak-anak, karena menyebabkan kehilangan energi protein dan
vitamin A dan vitamin C. Secara keseluruhan, hal ini dapat menyebabkan

pengerdilan pertumbuhan linear, yang mengarah kepada defisit fisik dan mental
pada manusia.
Cara efektif pencegahan ascariasis dengan menerapkan sanitasi yang baik,
hygiene keluarga dan hygiene pribadi, antara lain dengan berperilaku hanya buang
air besar di jamban, sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan,
tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun dan air mengalir. Bagi
yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci
bersih dan disiram lagi dengan air hangat. Selain upaya tersebut, juga dilakukan
dengan mengobati penderita melalui pengobatan massal pada penduduk
menggunakan obat cacing berspektrum lebar di daerah endemis dapat memutuskan
rantai daur hidup cacing Ascaris lumbricoides dan nematoda usus lainnya serta
adanya pemberian pendidikan kesehatan pada penduduk juga perlu dilakukan untuk
menunjang upaya pemberantasan dan pencegahan askariasis.
Taenia saginata adalah salah satu cacing pita yang berukuran besar dan
panjang terdiri atas kepala yang disebut skoleks, leher dan strobila yang merupakan
rangkaian ruas-ruas proglotid, sebanyak 1000 2000 buah. Hospes difinitif cacing
pita Taenia saginata adalah manusia dan hewan, pada hewan terdapat pada sapi dan
kerbau. Dan nama penyakitnya Taeniasis saginata. Panjang cacing 4 12 meter
atau lebih. Skoleks hanya berukuran 1 2 milimeter, mempunyai empat batil isap
dengan otot-otot yang kuat tanpa kait kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak
jelas dan didalamnya tidak terlihat struktur tertentu. Strobila terdiri atas rangkaian
proglotid yang belum dewasa(imatur), proglotid yang dewasa (matur) dan proglotid
yang mengandung telur atau disebut gravid.
Ovarium terdiri atas dua lobus, berbentuk kipas, besarnya hampir sama.
Letak ovarium di sepertiga bagian posterior proglotid. Vitelaria letaknya dibelakang
ovarium dan merupakan kumpulan folikel yang eliptik Taenia saginata memiliki
Proglotid dengan Jumlah segmen mencapai 2000. Dan Segmen matur panjangnya
3-4 kali lebarnya. Segmen gravida paling ujung panjangnya 2 cm dan lebarnya
0,5cm. cacing ini juga mempunyai Lubang genital berada didekat ujung posterior.
Uterus pada segmen gravida berupa batang memanjang ditengah segmen, bercabang

lateral 15-30 di setiap sisi yang memenuhi ruang segmen. Segmen gravida
dilepaskan satu persatu dan dengan kekuatan sendiri mampu bergerak keluar anus.
Morfologi dari telur cacing Taenia saginata yaitu berbentuk bulat, memiliki
ukuran 30-40 m. kulit sangat tebal, halus, dengan garis-garis silang. warna kulit
kuning gelap-coklat. isi terang abu-abu. Berisi masa bulat bergranula yang diliputi
dengan membran yang halus, dengan tiga pasang kait berbentuk lanset yang
membias, kadang-kadang telur berada mengambang didalam kantung yang
transparan.
Siklus hidup cacing dimulai dari cacing pita Taenia dewasa hidup dalam
usus manusia yang merupakan induk semang definitif. Segmen tubuh Taenia yang
telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif dari anus manusia atau
secara pasif bersama-sama feses manusia. Bila inang definitif (manusia) maupun
inang antara (sapi dan babi) menelan telur maka telur yang menetas akan
mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudian menembus dinding usus.
Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang
menjadi sistiserkosis yang infektif di dalam otot tertentu. Otot yang paling sering
terserang sistiserkus yaitu jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah
esofagus, leher dan otot antar tulang rusuk.
Cacing dewasa Taenia Saginata, biasanya menyebabkan gejala klinis yang
ringan,seperti sakit ulu hati,perut merasa tidak enak, mual, muntah, diare,pusing
atau gugup. Gejala tersebut disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang
bergerak-gerak lewat dubur bersama dengan tinja. Gejala yang lebih berat dapat
terjadi, yaitu apabila proglotid masuk apendiks, terjadi ileus yang disebabkan
obstruksi usus oleh strobila cacing. Berat badan tidak jelas menurun. Infeksi berat
sering menyebabkan penurunan berat badan, pusing, sakit perut, diare, sakit kepala,
mual, sembelit, atau gangguan pencernaan kronis, dan kehilangan nafsu makan
Taenia Saginata sering ditemukan di Negara yang penduduknya banyak
mengkonsumsi daging sapi atau kerbau. Cara penduduk mengkonsumsi daging
tersebut yaitu memakan (well down), setengah matang (medium), atau mentah dan
cara memelihara ternak memainkan peranan. Ternak yang dilepas dipadang rumput

lebih mudah di hinggapi Taenia Saginata, daripada ternak yang dipelihara dan
dirawat dengan baik dikandang.
Tindakan pencegahannya dapat dilakukn dengan menghilangkan infeksi
dengan mengobati orang yang mengandung parasit ini dan mencegah kontaminasi
tanah dengan tinja manusia; pemeriksaan daging sapi akan adanya sistiserkus;
pendinginan daging sapi pada suhu -10o C selama 5 hari; memasak daging sapi
sampai matang diatas suhu 57o C; mengasinkan didalam larutan garam 25% selama
5 hari dapat membunuh sistiserkus.
Enterobius vermicularis adalah cacing kecil yang biasanya berukuran 1 cm
berwarna putih. Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,3-0,5 mm, dengan pelebaran
kutikulum seperti sayap pada ujung anterior yang disebut alae. Bulbus oesofagus
jelas sekali, dan ekor runcing. Pada cacing betina gravid, uterus melebar dan penuh
telur. Sedangkan cacing jantan lebih kecil sekitar 2-5 mm dan juga bersayap, tapi
ekornya berbentuk seperti tanda tanya, spikulum jarang ditemukan.
Dalam sekali bereproduksi cacing dapat menghasilkan 11.000 butir telur.
Telur berbentuk asimetris, eclips pada satu sisi dan datar pada sisi lainnya dengan
ukuran berukuran 50m - 60m x 30m. Dinding telur terdiri atas hialin, tidak
berwarna dan transparan, serta rerata panjangnya x diameternya 47,83 x 29,64 mm.
Didalamnya berisi massa bergranula berbentuk oval yang teratur, kecil, atau berisi
embrio cacing, suatu larva kecil yang melingkar. Setelah mengalami proses
pematangan, larva dapat bertahan hidup dalam telur sampai 20 hari.
Manusia merupakan satu-satunya host bagi E. vermicularis. Manusia
terinfeksi bila menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan
berkembang menjadi dewasa dalam caecum, termasuk appendix. Cacing dewasa
betina biasanya akan bermigrasi pada malam hari kedaerah sekitar baban rasa anus
untuk bertelur. Telur akan terdeposit disekitar area ini. Hal ini akan menyebabkan
rasa gatal disekitar anus (pruritus ani nokturnal). Apabila digaruk maka penularan
dapat terjadi dari kuku jari tangan ke mulut (self-infection, infeksi oleh diri sendiri).
Bila sifat infeksinya adalah retroinfeksi dari anus, maka telur akan menetas disekitar
anus, selanjutnya larva akan bermigrasi ke kolon asendens, sekum, atau apendiks
dan berkembang sampai dewasa.

Infeksi cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis,


terutama di pedesaan, daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya. Semua
umur dapat terinfeksi cacing ini dan prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak.
Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan
diri dan lingkungan.Enterobiasis menular setidaknya melalui 3 cara, yaitu penularan
dari tangan ke mulut setelah menggaruk perianal (autoinfeksi), atau tangan
menyebarkan telur ke orang lain maupun diri sendiri setelah memegang bendabenda dan pakaian yang terkontaminasi, debu merupakan sumber infeksi. Infeksi
melalui inhalasi yang mengandung telur, retroinfeksi melalui anus. Larva yang
menetas disekitar anus kembali masuk ke usus.
Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan. Kebersihan perorangan
penting utuk pencegahan. Kuku hedaknya selalu dipotong pendek, tangan di cuci
bersih sebelum makan, ganti sprei teratur, ganti celana dalam setiap hari,
membersihkan debu-debu kotoran di rumah, hindari mandi cuci kakus (MCK) di
sungai. Kalau perlu toilet dibersihkan dengan menggunakan desinfektan. Selain itu,
peningkatan kesehatan perorangan dan kelompok digabung dengan terapi kelompok
dapat membantu pencegahan penyakit ini.
G. KESIMPULAN
1. Dilakukan pengamatan telur cacing pada jari-jari tangan dengan metode
sedimentasi. Metode sedimentasi adalah pemisahan larutan berdasarkan
perbedaan berat jenis, dimana partikel yang tersuspensi akan mengendap
kedasar wadah.
2. Dari pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa pada jari-jari tangan
praktikan IK terdapat telur cacing Ascaris lumbricoides ; pada jari-jari tangan
praktikan MA terdapat telur cacing Taenia saginata ; dan pada jari-jari tangan
praktikan AD terdapat telur cacing Enterobius vermicularis.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2006. Profil Kesehatan 2005. Jakarta:Departemen Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal PP&PL Kemenkes RI. 2013. Profil Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Tahun 2012. Jakarta:Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Nugroho, C., Djanah, S. N., Mulasari, S. A. 2010. Identifikasi Kontaminasi Telur
Nematoda Usus Pada Sayuran Kubis (Brassica oleracea) Warung Makan Lesehan
Wonosari Gunungkidul Yogyakarta Tahun 2010. Jurnal Kesehatan Masyarakat
UAD 4(1):67-75 ISSN : 1978-0575.
Perdana, A.S., Keman, S. 2013. Hubungan Higiene Tangan dan Kuku Dengan Kejadian
Enterobiasis Pada Siswa SDN Kenjeran No. 248 Kecamatan Bulak Surabaya.
Jurnal Kesehatan Lingkungan 7(1): 713.
Suryani, D. 2012. Hubungan Perilaku Mencuci Dengan Kontaminasi Telur Nematoda
Usus Pada Sayuran Kubis (Brassica oleracea) Pedagang Pecel Lele di Kelurahan
Warungboto Kota Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat UAD 6(2):162-232
ISSN : 1978 - 0575.

Mengetahui,
Asisten Pembimbing

Surakarta, 30 November 2015


Praktikan,

LAMPIRAN

Cawan petri yang berisi NaOH

Larutan NaOH kotor


dimasukkan ke tabung
sentrifuse

Jari-jari tangan dibersihkan


menggunakan kasa yang telah
dicelupkan NaOH

Dipusing 2000 rpm


selama 3 menit

Sedimen diletakkan di kaca benda

Cairan supernatan
dibuang

Kaca benda ditutup dengan


kaca tutup

You might also like