You are on page 1of 30

ACARA V

UJI AKTIVITAS STARTER DALAM FERMENTASI MAKANAN

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara V tentang Uji Aktivitas Starter dalam
Fermentasi Makanan adalah :
1. Mengetahui aktivitas starter yoghurt dalam proses fermentasi susu.
2. Mengetahui aktivitas starter ragi roti dalam proses fermentasi makanan.
3. Mengetahui aktivitas starter ragi tape dalam proses fermentasi makanan.
B. Tinjauan Pustaka
Fermentasi ragi (khamir) roti merupakan fermentasi aerob dimana udara
merupakan kebutuhan utama proses fermentasi. Salah satu parameter yang
berpegaruh dari proses fermntasi yaitu konsentrasi oksigen terlarut. Dalam
pembuatan roti, adonan roti akan ditanami ragi yang sebenarnya kultur spora
suatu jenis jamur. Spora jamur akan tumbuh dan memfermentasikan gula
dalam adonan, dan terbentuklah gelembung-gelembung karbondioksida.
Fermentasi yang berlangsung dalam kondisi aerob ini akan mendorong
produksi CO2. Pertumbuhan dan daya fermentasi ragi dipegaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah keberadaan gula yang dapat difermentasi, pH, suhu,
tekanan osmosis serta bahan-bahan penghambat dan pemicu fermentasi
(Afrianti, 2013).
Dalam industri pengolahan susu, bakteri asam laktat memegang peranan
kusus sebagai pembentuk asam dan cita rasa. Umumnya, sebagai bahan dasar
digunakan susu atau kepala susu yang sudah disterilisasi atau dipasteurisasi
yang kemudian dibubuhi biak murni sebagai pembangkit asam atau biak
pemulai. Mentega kepala susu asam diperoleh darikepala susu dengan
penambahan Streptococcus lactis, S. cremoris, dan Leuconostoc cremoris
menjadi asam dengan pembentukan ikatan diasetil menjadi beraroma. Joghurt
terdiri dari susu utuh terhomogenisasi dan terasteurisasi yang ditumbuhi
dengan Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dan
dieramkan pada suhu 43-45oC selam waktu singkat (2-3 jam) (Baskoro, 1994).

Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus merupakan bakteri gram


positif berbentuk batang, berserabut, tidak bergerak dan tidak membentuk
spora. Bakteri ini membutuhkan pH rendah (sekitar 4,6 - 5,4) untuk tumbuh
secara efektif sehingga bakteri ini dianggap sebagai bakteri aciduric atau
acidophilic. Bakteri ini memiliki kebutuhan gizi yang kompleks termasuk
ketidakmampuan untuk memfermentasikan semua gula kecuali laktosa, yang
memproduksi asam laktat yang membantu untuk mengawetkan yoghurt.Hal ini
kerap membantu penderita alergi laktosa, yang sistem pencernaannya tidak
memiliki enzim untuk memecah laktosa menjadi gula sederhana. Sementara
fermentasi susu, menghasilkan asetaldehida, yang merupakan salah satu
komponen terutama aroma yoghurt (Aswal et al., 2012).
Yogurt dibuat dengan fermentasi susu dengankultur bakteri yang terdiri
dari

campuran

Streptococcussubsp.

thermophilus

dan

Lactobacillus

delbrueckiisubsp.bulgaricus. Temperatur optimum untuk bakteri asam laktat


termofilik

seperti

Streptococcussubsp.

Thermophillusdan

Lactobacillus

delbrueckiisubsp. bulgaricus adalah sekitar 40-45oC. Fermentasi bakteri


mengubah laktosa menjadi asam laktat yang menurunkan pH dari susu. Selama
asidifikasi dari susu yang menurunkan pH dari 6,7 hingga 4,6. Gelatinasi
terjadi dari pH 5,2 hingga 5,4 pada susu yang diberikan perlakuan pemanasan
tinggi (Lee and Luccy, 2010).
Lama inkubasi pada setiap perlakuan juga dapat mempengaruhi viskositas
yogurt. Peningkatan viskositas selama penyimpanan disebabkan oleh adanya
perubahan protein susu terutama kasein yang bersifat hidrofilik. Perbedaan
tingkat kekentalan disebabkan oleh total padatan yang terdapat pada masingmasing produk dan juga perbedaan asam dan nilai pH, karena keduanya
berperan dalam penggumpalkan kasein dan protein. Semakin lama inkubasi
maka semakin meningkat kekentalan yoghurt tersebut (Dibyanti dkk, 2010).
Ragi tape adalah bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan tape, baik
dari singkong dan beras ketan.Ragi tape merupakan populasi campuran yang
tediri dari spesies-spesies genus Aspergilius, Saccharomyces, Candida,
Hansenulla, dan bakteri Acetobacter.Genus tersebut hidup bersama-sama
secara sinergis.Aspergillus menyederhanakan tepung menjadi glukosa serta

memproduksi enzim glukoamilase yang akan memecah pati dengan


mengeluarkan unit-unit glukosa, sedangkan Saccharomyces, Candida dan
Hansenulla dapat menguraikan gula menjadi alkohol danbermacam-macam
zat organik lain sementara itu Acetobacter dapat merombak alkohol menjadi
asam. Beberapa jenis jamur juga terdapat dalam ragi tape, antara lain
Chlamydomucor oryzae, Mucor sp, dan Rhizopus sp (Hasanah dkk, 2012).
Ragi roti berfungsi untuk mengembangkan adonan dengan memproduksi
gas CO2, memperlunak gluten dengan asam yang dihasilkan dan memberikan
rasa dan aroma pada roti.Ragi untuk roti dibuat dari sel khamir Saccharomyces
cereviceae.Dengan memfermentasi gula, khamir menghasilkan karbondioksida
yang digunakan untuk mengembangkan adonan.Gula ini dapat berasal dari
tepung, yaitu sukrosa atau dari gula yang sengaja ditambahkan ke dalam
adonan seperti gula tebu dan maltosa.Didalam ragi terdapat beberapa enzim
yaitu

protease, lipase, invertase, maltase dan zymase. Protease memecah

protein dalam tepung menjadi senyawa nitrogen yang dapat diserap sel khamir
untuk membentuk sel yang baru.Lipase memecah lemak menjadi asam lemak
dan gliserin.Invertase memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.Maltase
memecah maltosa menjadi glukosa dan zymase memecah glukosa menjadi
alkohol dan karbondioksida.Akibat dari fermentasi ini timbul komponenkomponen pembentuk flavor roti, diantaranya asam asetat, aldehid dan ester
(Koswara, 2009).

C. Metodologi
1. Alat
a. Alat titrasi
b. Erlemeyer 250 ml dan 50 ml
c. Gelas beker
d. Gelas volume
e. Inkubator
f. Kompor
g. Neraca

2.

h. Panci
i. Pengaduk
j. Penjepit
k. pH meter
l. Pipet dan pro pipet
m. Termometer
Bahan
a. Susu pasteurisasi
b. Starter yoghurt Lactobacillus bulgaricus
c. Starter yoghurt Streptococcus thermophillus
d. Indikator pp 1 %
e. Aquades
f. Larutan NaOH 0,1 N
g. Ragi roti
h. Ragi tape
i. Tepung terigu
j. Tepung beras

3. Cara Kerja
a. Uji Aktivitas Kultur Yogurt Terhadap Kekentalan
50 ml susu pasteurisasi

Penambahan dalam erlenmeyer

Pemanasan sampai suhu 37oC

Pembuatan untuk masing-masing sampel pengamtan jam ke 0, 0.5 dan

4 % starter LB, ST, LB + ST

Penambahan

Penginkubasian pada suhu ruang

Pengamatan terhadap kekentalan secara visual dengan penilaian secara kua

b. Uji Aktivitas Kultur Yogurt Terhadap pH


50 ml susu pasteurisasi

Penambahan dalam erlenmeyer

Pemanasan sampai suhu 37oC

Pembuatan untuk masing-masing sampel pengamtan jam ke 0, 0.5 dan 1

4 % starter LB, ST, LB + ST

Penambahan

Penginkubasian pada suhu ruang

20 ml sampel

Pengambilan kedalam beker glass

Pengukuran pH dengan menggunakan pH meter

50 ml susu pasteurisasi

Penambahan dalam erlenmeyer


c. Uji Aktivitas Kultur Yogurt Terhadap Kadar Asam Laktat
Pemanasan sampai suhu 37oC

Pembuatan untuk masing-masing sampel pengamtan jam ke 0, 0.5 dan

4% starter LB, ST, LB + ST

Penambahan

Penginkubasian pada suhu ruang

10 ml sampel

Pemasukkan kedalam erlenmeyer

Penambahan

Pengojokan; penggojogan
3 tetes indikator PP 1 %

Penambahan

Pentitrasian dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda


10ml aquades
NaOH
0,1 N

d. Uji Aktifitas Ragi Roti

1 gram ragi roti

Pelarutan dalam larutan air hangat


25 gr tepung terigu
Penambahan sedikit demi sedikit didalam mangkok

Pembutan adonan roti dengan sendok selama 5 menit

Pemasukan adonan dalam gelas ukur yang telah dilapisi minyak

Penekanan kebawah

Penginkubasian pada suhu kamar 90 menit

Pengamatan pertambahan volume setiap 15 menit (ml/15menit)

e. Uji Aktifitas Ragi Tape


50 ml bubur tepung beras encer

Pemasukan kedalam erlenmeyer 100ml

Penambhan,
2 gr ragi roti
pembuatan sampel untuk masing-masing percobaan jam ke 0,

Pengadukan sampai rata

Penginkubasian didalam inkubator suhu 30oC atau suhu ruang selama 60 m

Penyamplingan pada jam ke 0, 0.5, dan 1


1 tetes larutan iod

Penambahan

Pengamatan intensitas warna biru yang terbentuk

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Yogurt
Starter
LB
ST
LB + ST
LB
ST
LB+ ST

Shift
A
A
A
B
B
B

0
+
+
+
+
+
+

Kekentalan
0,5
1
++
+++
+
++
++
++
++
+++
++
+++
++
+++

0
7,40
7,50
7,20
6,89
6,9
6,82

pH
0,5
7,73
7,35
7,46
6,16
5,78
6,5

1
7,62
6,81
6,67
6,46
5,93
6

0
0,045
0,036
0,0315
0,054
0,0405
0,0495

% Asam Laktat
0,5
0,036
0,0405
0,036
0,0315
0,036
0,054

Sumber : Laporan Sementara


Keterangan:
+
: Sedikit kental
++
: Cukup kental
+++
: Sangat kental
Menurut Dibyanti dkk (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh
Penambahan Berbagai Konsentrasi Kultur dan Waktu Inkubasi Terhadap pH,
Kadar Keasaman, Viskositas dan Sineresis Set Yogurt yang dimaksud
denganyogurt adalah susu fermentasi. Yogurt yang terdapat dipasaran
berbentuk seperti bubur dengan rasa asam.Karakteristik yogurt yaitu,
berbentuk seperti bubur dengan rasa sedikit asam. Sebagian besar masyarakat
mengkonsumsi yogurt untuk membentu proses pencernaan. Pembuatan
yogurt dilakukan dengan melakukan fermentasi dan penambahan bakteri L.
bulgaricus dan S. thermophilus. Kedua jenis bakteri ini merombak laktosa
atau gula susu menjadi asam laktat, yang selain memberi cita rasa khas pada
yogurt, juga bersifat sebagai pengawet. Kandungan lemak yogurt menjadi
lebih rendah dibandingkan susu segarnya sehingga cocok diminum oleh
mereka yang sedang berdiet rendah kalori. Yogurt lebih mudah dicerna oleh

60
0,027
0,045
0,054
0,0315
0,045
0,0585

tubuh dibanding susu. Menurut Widodo (2002),yoghurt merupakan salah satu


produk hasil fermentasi susu yang paling tua dan cukup populer di seluruh
dunia. Kata "yoghurt" berasal dari bahasa Turki, yaitu "jugurt" yang berarti
susu asam. Itulah sebabnya sampai saat ini yoghurt sering juga disebut
sebagai "susu asam".
Cara pembuatan yogurt menurut Sugiarto (1997) adalah secara
tradisional, yoghurt dibuat dari susu yang dikentalkan dengan pengasaman.
Sekarang ini, yoghurt dapat dibuat dari susuyang dihomogenisasi, susu yang
berkadar lemak rendah, atau susu skim dengan tambahan susu bubuk tanpa
lemak. Pada dasarnya pembuatan yoghurt meliputi pemanasan susu,
pendinginan inokulasi dan inkubasi susu tersebut. Pengolahanyoghurt dimulai
dengan persiapan starter atau kultur, yaitu membiakan kulturmumi S.
thermophilus dan L. bulgaricus kemudian mencampurkannya sebelum
diinokulasi pada susu yang akan difermentasi, dipasteurisasi, pada suhu 8590C sekitar 15-30 menit. Kemudian didinginkan sampai 43C, dan
diinokulasi dengan 2-3 persen kultur campuran S. thermophilus dan L.
bulgaricus dan diinkubasi pada suhu 43C selama 3-6 jam sampai
diperolehkeasaman yang diinginkan yaitu 0,85-0,95 persen (asam laktat)
dengan nilaipH 4,4 - 4,5. Setelah itu produk didinginkan sampai suhu 5C.
Hubungan antara waktu inkubasi dengan kekentalan, pH, dan kadar asam
laktat adalah sebagai berikut. Berdasarkan teori menurut Dibyanti dkk (2010)
semakin lama inkubasi maka semakin meningkatnya viskositas atau
kekentalan yoghurt tersebut. Lama inkubasi pada setiap perlakuan juga dapat
mempengaruhi viskositas yogurt, peningkatan viskositas selama penyimpanan
disebabkan oleh adanya perubahan protein susu terutama kasein yang bersifat
hidrofilik. Perbedaan tingkat kekentalan disebabkan oleh total padatan yang
terdapat pada masing-masing produk dan juga perbedaan asam dan nilai pH,
karena keduanya berperan dalam penggumpalkan kasein dan protein.
Sedangkan hubungan waktu inkubasi dengan besarnyaa pH berdasarkan teori
menurut Siregar dkk (2010) besarnya nilai pH bisa dipengaruhi oleh suhu,
waktu inkubasi, jumlah starter serta jumlah prebiotik sebagai bahan yang
digunakan untuk fermentasi oleh bakteri asam laktat. Semakin lama inkubasi

mengakibatkan menurunnya nilai pH semakin asam.Selain itu menurut teori


Muawanah (2011) dengan bertambahnya waktu inkubasi, aktivitas mikroba
semakin meningkat dan jumlah mikroba semakin banyak, sehingga
mengakibatkan pH medium menjadi turun.Hal ini membuktikan terjadinya
perubahan kimia pada komponen gula menjadi komponen asam.Semakin
lama inkubasi pH pada startes semakin menurun.Jenis starter tidak
mempengaruhi aktifitas perubahan komponen gula menjadi komponen asam
laktat. Lamanya waktu inkubasi juga berpegaruh terhadap kadar asam laktat.
Menurut teori Utami dkk (2010) menyatakan bahwa kenaikan asam laktat
dalam fermentasi susu selalu seimbang dengan penurunan pH yoghurt,
artinya semakin besar kadar asam laktat yang terbentuk selama fermentasi
maka pH yoghurt semakin turun.
L. bulgaricus merupakan isolat yang diperoleh dari yoghurt komersial
bersifat membentuk lendir. L. bulgaricus berbentuk batang dengan sel
berukuran 0,5-0,8 m x 2,0-9,0 m. Merupakan bakteri gram positif, bersifat
anaerob fakultatif, tidak membentuk spora, dan non motil. Pada susu, bakteri
ini membentuk rantai pendek yang terdiri dari 3-4 sel. Memiliki suhu
optimum pertumbuhannya yaitu sekitar 37-45oC. Bersifat homofermentatif
dengan menghasilkan asam laktat sebesar 1,7-2,1% pada susu. Kondisi
optimum untuk pertumbuhannya adalah sedikit asam atau sekitar pH 5,5
(Syah, 2011).
Streptococcus thermophilus, merupakan bakteri gram positif, berbentuk
bulat hingga oval, memiliki diameter sebesar 0,7 hingga 0,9

m dan dapat

ditemui dalam pasangan hingga rantai panjang. Sel bakteri dapat tumbuh
dengan baik pada suhu 37-40oC, namun juga dapat tumbuh hingga
520C.Bakteri

ini

tergolong

sebagai

fakultatif

anaerobik

dan

dapat

memproduksi asam laktat.Bakteri ini memfermentasi fruktosa, manosa, dan


laktosa, tapi tidak dapat memfermentasi galaktosa dan sukrosa (Ray, 2005).
Menurut Syah (2011) Dalam pembuatan yoghurt sering menggunakan
kombinasi antara bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus. Kedua bakteri
itu mengurai laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen
aroma dan cita rasa. L. bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma,

sedangkan S. thermophilus lebih berperan pada pembentukan cita rasa. Pada


saat fermentasi berlangsung L. bulgaricus melepaskan asam-asam amino
antara

lain

valin,

histidin,

dan

glisin

yang

diperlukan

oleh

thermophilusuntuk dapat menstimulir pertumbuhannya. Sebaliknya

S.
S.

thermophilus membantu menurunkan pH dan menghasilkan asam formiat.


Hal ini menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk pertumbuhan L.
bulgaricus yang mulai berkembang bila pH telah menurunsampai kira-kira
4,5. Keseimbangan kedua bakteri starter tersebut dapat dipertahankan dengan
mengatur suhu dan persentase kultur. Penggunaan suhu inkubasi 42 oC dengan
tingkat inokulum masing-masing 2% memberikan hasil yang baik.
Praktikum acara 5 bab 1 yang dilakukan adalah pengamatan uji aktivitas
kultur yoghurt, dimana pada praktikum ini menggunakan 3 perlakuan.
Perlakuan pertama adalah dengan penambahan Lactobacillus bulgaricus,
penambahan Streptococcus thermopillus, dan penambahan Lactobacillus
bulgaricus denganStreptococcus thermopillus. Yoghurt tersebut diinkubasi
pada suhu ruang selama selama 1 jam dan tiap 30 menit diuji kekentalan, pH
dan kadar asam laktat. Uji kekentalan dilakukan dengan cara visual,
pengukuran pH dengan pHmeter, sedangkan kadar laktat diperoleh dengan
metode titrasi yang lalu diformulasikan dalam rumus :
ml NaOH x N NaOH x BM asamlaktat (90)
x 100
% Asam laktat =
ml sampel x 1000
Pada tabel 5.1 diketahui perubahan sifat fisik dan kimia dalam susu pada
starter

Lactobacillus

bulgaricus,

Streptococcus

thermopillus

dan

Lactobacillus bulgaricusdengan Streptococcus thermopillusdari jam ke 0


sampai jam ke 1. Sifat fisik kekentalan dengan starterLactobacillus
bulgaricusdari jam ke 0 sampai jam ke 1 dari hasil percobaan shift A maupun
shift B mengalami peningkatan kekentalan seiring bertambahnya waktu yaitu
dari sedikit kental menjadi sangat kental. Susu yang menggunakan starter
streptococcus dari percobaan shift A dari jam ke 0 sampai jam ke 0,5 tidak
menunjukkan pertambahan kekentalan atau dalam kondisi sedikit kental dan
jam ke 1 susu mengalami pertambahan kekentalan menjadi cukup kental.
Sedangkan berdasarkan percobaan shift B dengan menggunakan starter yang

sama yaitu streptococcus menghasilakan percobaan bahwa susu mengalami


peningkatan kekentalan dari jam ke 0 sampai jam ke 1 dari sedikit kental
menjadi sangat kental. Pada percobaan susu dengan menggunakan starter
lactobacillus+streptococcus dari jam ke 0 sampai jam ke 1 dari hasil
percobaan shift A maupun shift B mengalami peningkatan kekentalan seiring
bertambahnya waktu penyimpanan yang awalnya sedikit kental menjadi
sangat kental.Berdasarkan teori menurut Dibyanti dkk (2010) semakin lama
inkubasi maka semakin meningkatnya viskositas atau kekentalan yoghurt
tersebut. Lama inkubasi pada setiap perlakuan juga dapat mempengaruhi
viskositas yogurt, peningkatan viskositas selama penyimpanan disebabkan
oleh adanya perubahan protein susu terutama kasein yang bersifat hidrofilik.
Perbedaan tingkat kekentalan disebabkan oleh total padatan yang terdapat
pada masing-masing produk dan juga perbedaan asam dan nilai pH, karena
keduanya berperan dalam penggumpalkan kasein dan protein. Berdasarkan
teori maka dapat dikatakan bahwa hasil percobaan sesuai dengan teori yakni
semakin lama waktu inkubasi maka kekentalan atau viskositas semakin
meningkat. Berdasarkan hasil percobaan didapatkan hasil percobaan yang
berbeda meskipun dengan menggunakan starter yang sama hal ini dikarekan
kekentalan diamati secara visual atau secara obyektif yang menurut persepsi
antara individu berbeda beda sehingga dihasilkan hasil yang berbeda tiap
sampel meskipun dengan menggunakan starter yang sama.
Pada perubahan pH, susu yang menggunkan starter lactobacillus pada
percobaan shift A pada jam ke 0 pHnya 7,4, jam ke 0,5 pH 7,33 dan pada jam
ke 1 pH turun menjadi 7,62. Susu yang menggunakan starter lactobacillus
pada percobaan shift B mengalami perbedaan hasil dengan shift A yaitu pada
jam ke 0 pH 6,89, jam ke 0,5 pH 6,16, dan pada jam ke 1 pH menjadi 6,46.
Susu dengan menggunakan starter streptococcus diperoleh hasil percobaan
oleh shift A pada jam ke 0 pH7,35, jam ke 0,5 pH tetap yaitu 7,35, dan pada
jam ke 1 pH turun menjadi 6,81. Sedangkan hasil percobaan oleh shift B
dengan starter yang sama yaitu streptococcus didapatkan hasil pada jam ke 0
pH 6,9, jam ke 0,5 pH 5,78 dan pada jam ke 1 pHnya menjadi 5,93.

Perubahan nilai pH juga terjadi pada susu dengan menggunakan starter


lactobacillus+streptococcus, hasil percobaan oleh shift A menghasilkan
perubahan pada jam ke 0 pH 7,46, pada jam ke 0,5 pH tetap yaitu 7,46, dan
pada jam ke 1pH menjadi 6,67. Sedangkan hasil percobaan oleh shift B
dengan starter yang sama yaitu lactobacillus+streptococcus menghasilkan pH
pada jam ke 0 adalah 6,82, jam ke 0,5 pH 6,5, dan pada jam ke 1 pH menjadi
6.Berdasarkan teori menurut Siregar dkk (2010) besarnya nilai pH bisa
dipengaruhi oleh suhu, waktu inkubasi, jumlah starter serta jumlah prebiotik
sebagai bahan yang digunakan untuk fermentasi oleh bakteri asam
laktat.Semakin lama inkubasi mengakibatkan menurunnya nilai pH semakin
asam.Selain itu menurut teori Muawanah (2011) dengan bertambahnya waktu
inkubasi, aktivitas mikroba semakin meningkat dan jumlah mikroba semakin
banyak, sehingga mengakibatkan pH medium menjadi turun.Hal ini
membuktikan terjadinya perubahan kimia pada komponen gula menjadi
komponen asam.Semakin lama inkubasi pH pada startes semakin
menurun.Jenis starter tidak mempengaruhi aktifitas perubahan komponen
gula menjadi komponen asam laktat.Berdasarkan kedua teori tersebut dapat
dikatakan bahwa hasil percobaan yang sesuai dengan teori hanya pada susu
dengan starterstreptococcus oleh shift 1 dan susu dengan starter
lactobacillus+streptococcus oleh shift 2 dengan seiring bertambahnya waktu
inkubasi pH semakin menurun, sedangkan percobaan lain dikatakan tidak
sesuai dengan teori karena mengalami siklus pH yang naik turun hal ini
diakibatkan karena kurang ketelitian praktikan dalam praktikum seperti
menggunkan pH meter yang lupa dicelupkan ke aquades terlebih dahulu
sebelum digunakan pada sampel baru, pencelupan ini bertujuan untuk
menetralkan pH meter agar saat digunakan lebih akurat.
Perubahan kadar asam laktat pada masing-masing starter berbeda-beda.
Pada starter lactobacillus shift A kadar asam laktat pada jam ke 0 dengan pH
7,40 yaitu 0,045%. Pada jam ke 0,5 kadar asam laktat menurun menjadi
0,036% dengan pH 7,73. Pada jam ke 1 kadar asam laktat menurun lagi
menjadi 0,027% dengan pH 7,62. Pada starter lactobacillus shift B kadar

asam laktat pada jam ke 0 dengan pH 6,89 yaitu 0,054%. Pada jam ke
0,5kadar asam laktat menjadi 0,0315% seiring dengan menurunnya pH
menjadi 6,16. Pada jam ke 1 kadar asam laktat tetap yaitu 0,0315% dengan
pH 6,46.
Pada starter streptococus shift A kadar asam laktat pada jam ke 0 dengan
pH 7,50 yaitu 0,036%. Pada jam ke 0,5 kadar asam laktat meningkat menjadi
0,0405 % dengan pH 7,35. Pada jam ke 1 kadar asam laktat menjadi 0,045%
dengan pH 6,81. Pada starter streptococus shift B kadar asam laktat pada jam
ke 0 dengan pH 6,9 yaitu 0,0405%. Pada jam ke 0,5 kadar asam laktat
menurun menjadi 0,036% seiring dengan menurunnya pH menjadi 5,78.
Pada jam ke 1 kadar asam laktat menjadi 0,045% dengan pH 5,93.
Pada starter lactobasillus + streptococus berdasarkan percobaan shift A
kadar asam laktat pada jam ke 0 dengan pH 7,20 yaitu 0,0315%. Pada jam ke
0,5 kadar asam laktat menjadi 0,036% dengan pH 7,46. Pada jam ke 1 kadar
asam laktat meningkat menjadi 0,054% dengan pH 6,67. Pada percobaan
starter lactobacillus + streptococcus shift B kadar asam laktat pada jam ke 0
dengan pH 6,82 yaitu 0,0495%. Pada jam ke 0,5 kadar asam laktat menjadi
0,054% dengan pH 6,5. Pada jam ke 1 kadar asam laktat meningkat menjadi
0,0585% seiring dengan pH 6.
Menurut teori Utami dkk (2010) menyatakan bahwa kenaikan asam
laktat dalam fermentasi susu selalu seimbang dengan penurunan pH yoghurt,
artinya semakin besar kadar asam laktat yang terbentuk selama fermentasi
maka pH yoghurt semakin turun. Berdasarkan teori tersebut dapat dikatakan
bahwa hasil praktikum yang sesuai dengan teori hanya percobaan dengan
starter streptococcus oleh shift 1 dan susu dengan starter lactobacillus+
streptococcus oleh shift 2 karena pada percobaan ini dihasilkan seiring
besarnya kadar asam laktat maka pH yoghurt semakin turun, sedangkan
percobaan lainnya dianggap tidak sesuai dengan teori Utami dkk (2010)
karena hasil yang diperoleh besarnya kadar asam laktat dengan pH tidak
stabil kadang turun dan kadang naik. Namun ketidaksesuaian hasil praktikum
dengan teori Utami (2010) karena adanya penggojokan yang kurang homogen

setelah sampel ditambahkan dengan starter bisa juga disebkan karena adanya
kebocoran pada buret pada saat proses tritasi yang menyebabkan volume
NaOH yang ditambahkan terlalu berlebih dan menyebabkan kadar asam laktat
yang tidak signifikan dan ketidaktelitian praktikan pada saat praktikum.
Ada beberapa faktor yang mempegaruhi uji aktivitas kultur yogurt
menurut Dibyanti dkk (2010) faktor-faktor itu diantaranya yaitu, ketersediaan
nutrient didalam media tumbuh, pengaruh suhu, pengaruh aktifitas air,
pengaruh pH, dan pengaruh oksigen.
Tabel 5.2 Uji Aktivitas Ragi Roti
Kelompok
4 (B)

Sampel
Tepung terigu + ragi roti

4 (A)

Tepung terigu + ragi roti

Waktu
0
15
30
45
60
0
15
30
45
60

Kenaikkan volume (ml)


40
60
110
130
150
50
110
135
150
140

Sumber : Laporan Sementara


Menurut Koswara (2009) ragi roti berfungsi untuk mengembangkan
adonan dengan memproduksi gas CO2, memperlunak gluten dengan asam
yang dihasilkan dan memberikan rasa dan aroma pada roti.Ragi untuk roti
dibuat dari sel khamir Saccharomyces cereviceae.Dengan memfermentasi
gula,

khamir

menghasilkan

karbondioksida

yang

digunakan

untuk

mengembangkan adonan.Gula ini dapat berasal dari tepung, yaitu sukrosa


atau dari gula yang sengaja ditambahkan ke dalam adonan seperti gula tebu
dan maltosa.Didalam ragi terdapat beberapa enzim yaitu protease, lipase,
invertase, maltase dan zymase. Protease memecah protein dalam tepung
menjadi senyawa nitrogen yang dapat diserap sel khamir untuk membentuk
sel

yang

baru.Lipase

memecah

lemak

menjadi

asam

lemak

dan

gliserin.Invertase memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.Maltase


memecah maltosa menjadi glukosa dan zymase memecah glukosa menjadi
alkohol dan karbondioksida. Akibat dari fermentasi ini timbul komponenkomponen pembentuk flavor roti, diantaranya asam asetat, aldehid dan ester.

Hubungan antara lama waktu inkubasi dengan pertambahan volume


adonan adalah volume pengembangan erat kaitannya dengan kemampuan
adonan dalam membentuk dan menahan gas CO2 yang dihasilkan selama
fermentasi menurut teori yang dikemukakan oleh Azizah dkk (2012) yang
menyatakan peningkatan produksi gas CO2 seiring dengan bertambahnya
waktu fermentasi yang artinya pertambahan volume meningkat seiring
lamanya waktu fermentasi namun turun pada waktu yang berbeda.
Mekanisme ragi roti dalam proses pengembangan adonan menurut
Antara (2009) adalah udara (oksigen) yang masuk ke dalam adonan pada saat
pencampuran dan pengulenan (kneading) akan dimanfaatkan untuk tumbuh
oleh khamir. Akibatnya akan terjadi kondisi yang anaerob dan terjadi proses
fermentasi. Gas CO2ini yang dihasilkan selama proses fermentasi akan
terperangkap di dalam lapisan film gluten yang impermiabel. Gas akan
mendesak lapisan yang elastis dan extensible yang selanjutnya menyebabkan
pengembangan (penambahan volume) adonan.
Berdasarkan teori Antara (2009) banyak faktor yang mempengaruhi
proses fermentasi adonan, namun tetap harus diingat bahwa dalam proses
fermentasi tersebut yang dipentingkan adalah pengembangan adonan.
Pengembangan adonan sendiri merupakan akibat dari peningkatan tekanan
internal akibat dari gas CO2 yang dihasilkan. Dengan demikian, beberapa
parameter

yang

mempengaruhi

laju

pengembangan

adonan

adalah

ekstensibilitas dan elastisitas film protein, viskositas adonan, dan tentu saja
aktivitas khamirnya.
a. Suhu, aktivitas khamir sangat dipengaruhi oleh suhu medium. Pada
kisaran suhu 20-40oC, peningkatan suhu adonan 1oC akan
meningkatkan laju fermentasi sampai 12%. Oleh karena itu, pada
proses produksi sangat vital untuk dilakukan pemantauan dan
pengendalian suhu adonan secara akurat pada akhir proses
pencampuran. Perlu diketahui dan menjadi catatan bahwa apabila
suhu adonan melebihi 55oC maka khamir akan mati.
b. Konsentrasi khamir, pada suhu tersebut di atas, laju fermentasi
tergantung pada jumlah khamir ynag digunakan. Setelah proses

fermentasi 1 jam akan terjadi sedikit penurunan pertumbuhan khamir


pada penambahan khamir 2-5%. Kemudian segera pertumbuhan
khamir

meningkat

kembali

setelah

tersedia

nutrisi

untuk

pertumbuhannya. Selain jumlah khamir yang digunakan, keberadaan


gula sebagai sumber nutrisi juga mempengaruhi laju pengembangan
adonan
c. pH, proses fermentasi oleh khamir terjadi secara optimal diantara pH
4 dan 6. Pada proses pembuatan roti, pH adonan pada akhir
fermentasi adalah sekitar 5,2. Apabila menggunakan kultur starter
untuk sourdough, pH adonan dapat lebih rendah.
Pada percobaan acara 5 bab 2 tentang uji aktivitas ragi roti kali ini
dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 1 gram ragi roti yang dilarutkan
ke dalam 30 ml air hangat dan dicampur dengan 25 gram tepung terigu
dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit di dalam gelas atau mangkuk,
kemudian adonan ditekan-tekan dengan sendok selama 5 menit. Adonan
tersebut kemudian dimasukkan ke dalamgelas ukur yang telah dilapisi
minyak, kemudian diinkubasi selama 60 menit, pengamatan dilakukan setiap
15 menit.
Pada tabel 5.2 uji aktivitas ragi roti diperoleh hasil percobaan oleh shift
A dengan menggunakan sampel tepung terigu + ragi roti pada menit ke 0
volume adonan roti 50 ml, menit ke 15 adonan roti mengalami kenaikan
volume menjadi 110 ml, menit ke 30 volume menjadi 135 ml, menit ke 45
volume adonan roti 150 ml, dan menit ke 60 volume adonan roti menjadi 140
ml. Sedangkan hasil percobaan yang dilakukan oleh shift B dengan
menggunakan sampel yang sama yaitu tepung terigu + ragi roti pada menit
pertama volume adonan 40 ml, pada menit ke 15 volume adonan menjadi 60
ml, pada menit ke 30 volume adonan 110 ml, pada menit ke 45 volume
adonan naik menjadi 130 ml, dan pada menit ke 60 volume adonan roti
menjadi 150 ml. Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan oleh shift A
maupun shift B dikatakan sudah sesuai dengan teori Azizah dkk (2012)
bahwa peningkatan produksi gas CO2 seiring dengan bertambahnya waktu

fermentasi yang artinya pertambahan volume meningkat seiring lamanya


waktu fermentasi namun turun pada waktu yang berbeda.
Tabel 5.3 Uji Aktivitas Ragi Tape
Kelompok
4 (A)

Sampel
Tepung beras + ragi tape

4 (B)

Tepung beras + ragi tape

Waktu
0
30
60
0
30
60

Keterangan
Ungu
Ungu memudar
Ungu pudar
Ungu pekat
Ungu agak pudar
Ungu keputihan

Sumber : laporan Sementara


Menurut teori Simbolon (2008) hubungan lama fermentasi dengan kadar
gula reduksi ragi tape adalah semakin lama fermentasi, maka kadar gula
reduksi yang dihasilakan semakin menurun. Fermentasi merupakan proses
perombakan

bahan-bahan

yang

mengandung

karbohidrat

menjadi

monosakarida, alkohol, asam asetat, karbondioksida, air, dan senyawa


lainnya. Pada proses fermentasi pati terlebih dahulu diubah menjadi sukrosa
(maltose), kemudian dirombak menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa),
kemudian diubah menjadi alkohol, asam asetat, karbondioksida, air dan
senyawa lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa, semakin lama proses
fermentasi berlangsung, semakin banyak monosakarida yang diubah menjadi
senyawa lain, sehingga kadar gula reduksi yang terdapat pada tape yang
dihasilkan semakin menurun.
Coba dicari lagi tujuan uji iod.... benar tidak untuk mengetahui kadar
gula pereduksi. Mungkin teorinya benar tapi cara menghubungannya dengan
soal dari pembahasan ini yang salah. Teori dari simbolon itu, menggunakan
uji Luff Schoorl untuk kadar gula pereduksi bukan menggunakan uji iod.
Pahami lagi ya....
Pati yang berikatan dengan (I2) akan menghasilakn warna biru. Sifat ini
dapat digunakan untuk menganalisis adanya pati.Hal ini disebabkan oleh
struktur molekul iodine dan terbentuklah warna biru.Bila pati dipanaskan,
spiral merenggang, molekul-molekul iodine terlepas sehingga warna biru
menghilang. Dari percobaan didapat bahwa pati akan merefleksikan warna
biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar daridua puluh, misalnya
molekul-molekul amilosa. Bila polimernya kurang dari dua puluh seperti

amilopektin, maka akan didapatkan hasil warna merah. Sedang dekstrin


dengan polimer 6,7 dan 8 membentuk warna coklat. Polimer yang lebih kecil
dari lima tidak memberikan warna dengan iodine (Winarno, 2004).
Berdasarkan teori menurut Simbolon (2008) dan Winarno (2004) dapat
dikatakan bahwa Uji Iod digunakan untuk mengetahui kandungan pati atau
gula reduksi padabahan.Jika intensitas warna besar maka kandungan pati atau
gula reduksi juga besar. Semakin lama fermentasi, pati yang terdegrasi
menjadialkohol semakin banyak sehingga intensitas warna yang dihasilkan
semakin pudar atau hilang karena kandungan monosakarida diubah menjadi
senyawa lain, sehingga kadar gula reduksi yang terdapat pada bahan yang
dihasilkan semakin menurun.Cek lagi...
Perubahan yang terjadi pada bahan saat ditambahkan ragi tape menurut
teori

Budiansyah

(2010)

adalah

terjadinyaproses

fermentasi

yang

menyebabkan perubahan terhadap komposisi kimia bahan seperti kandungan


asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral akibat aktivitas dan
perkembangbiakan mikroorganisme. Didalam ragi tape yang banyak berperan
merubah karbohidrat yang terkandung dalam bahan pakan menjadi gula
adalah A niger, sedangkan yang banyak berperan mengubah gula menjadi
alkohol adalah S cereviceae.S cereviceae dilaporkan dapat meningkatkan
kecernaan pakan berserat tinggi. Hasil fermentasi dengan ragi tape adalah
senyawa atau bahan organik terlarut yang mudah diserapseperti asam amino
esensial dan disacharida serta sebagai sumber vitamin B.
Peran penambahan iod dalam uji aktivitas ragi tapi adalah untuk
mengetahui kandungan pati atau gula reduksipadabahan, menurut Winarno
(2004) Pati yang berikatan dengan (I2) akan menghasilakn warna biru. Sifat
ini dapat digunakan untuk menganalisis adanya pati.Hal ini disebabkan oleh
struktur molekul iodine dan terbentuklah warna biru.Bila pati dipanaskan,
spiral merenggang, molekul-molekul iodine terlepas sehingga warna biru
menghilang.
Pada praktikum acara 5 bab 3 tentang uji aktivitas ragi tape dilakukan
dengan cara 50 ml bubur tepung beras encer dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 100 ml, ditambahkan masing-masing 2 gr ragi tape yang telah

dihancurkan. Dibuat masing-masing pengamatan jam ke-0, 0,5 dan 1. Setelah


diuaduk rata, dilakukan inkubasi di dalam inkubator suhu 30oC/suhu ruang
selama 60 menit.Dan pada menit ke-0, 30 dan 60 disampling dan ditambah 1
tetes larutan iod.Kemudian diamati intensitas warna biru yang terbentuk.
Pada tabel 5.3 didapatkan hasil percobaan dari uji aktivitas ragi tape oleh
shift A dengan bahan tepung beras + ragi tape pada menit pertama saat
ditetesi oleh larutan iod warna adonan menjadi ungu, pada menit ke 30
adonan ditetesi lagi dengan larutan iod dan menghasilakn warna ungu
memudar, dan pada menit ke 60 adonan yang ditetesi dengan latrutan iod
menjadi ungu pudar. Percobaan yang dilakukan oleh shift B dengan bahan
yang sama yaitu tepung beras + ragi tape menunjukkan hasil pada menit
pertama adonan yang ditetesi larutan iod menjadi ungu pekat, pada menit ke
30 adonan yang telah ditetesi larutan iod berubah menjadi ungu agak pudar,
dan pada menit terakhir yaitu menit ke 60 adonan yang ditetesi larutan iod
warnanya berubah menjadi ungu keputihan.Berdasarkan hasil percobaan
dapat dikatakan sesuai dengan teori karena didapatkan hasil percobaan
semakin lama fermentasi, intensitas sampel yang ditetesi dengan larutan iod
semakin memudar. Hal ini sesuai dengan teori Simbolon (2008) yang
menyatakan hubungan lama fermentasi dengan kadar gula reduksi ragi tape
adalah semakin lama fermentasi, maka kadar gula reduksi yang dihasilakan
semakin menurun. Kadar gula yang menurun mempegaruhi intensitas warna
yang dihasilkan oleh sampel.Menurut Winarno (2004) jika intensitas warna
besar maka kandungan pati atau gula reduksi juga besar. Semakin lama
fermentasi, pati yang terdegrasi menjadialkohol semakin banyak sehingga
intensitas warna yang dihasilkan semakin pudar atau hilang karena
kandungan monosakarida diubah menjadi senyawa lain, sehingga kadar gula
reduksi yang terdapat pada bahan yang dihasilkan semakin menurun.

E. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum acara V Uji Aktivitas Starter


Pada Fermentasi Makanan yaitu:
1. Pembuatan yogurt dilakukan

dengan

melakukan

fermentasi

dan

penambahan bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus. Kedua jenis


bakteri ini merombak laktosa atau gula susu menjadi asam laktat, yang
selain memberi cita rasa khas pada yogurt, juga bersifat sebagai pengawet.
2. Semakin lama inkubasi maka semakin meningkatnya viskositas atau
kekentalan yoghurt.
3. Semakin lama inkubasi pada yogurt mengakibatkan menurunnya nilai pH
semakin asam.
4. Kenaikan asam laktat dalam fermentasi susu selalu seimbang dengan
penurunan pH yoghurt.
5. Didapatkan hasil percobaan oleh kelompok 2 dengan starter L. bulgaricus
dan S. thermophilustingkat kekentalan susu semakin lama intensitasnya
semakin kental, pH dari susu semakin lama semakin turun, dan kadar asam
laktat dari waktu ke waktu semakin naik.
6. Ragi untuk roti dibuat dari sel khamir Saccharomyces cereviceae.
7. Semakin lama waktu inkubasi maka volume adonan akan bertambah besar.
8. Parameter yang mempengaruhi laju pengembangan adonan adalah
ekstensibilitas dan elastisitas film protein, viskositas adonan, dan aktivitas
khamir.
9. Didapatkan hasil percobaan bahwa semakin lama inkubasi menyebabkan
kenaikkan volume adonan dari 40 ml, 60ml, 110ml, 130ml, dan pada menit
ke 60 volumenya 150ml.
10. Fermentasi merupakan proses perombakan bahan-bahan yang mengandung
karbohidrat menjadi monosakarida, alkohol, asam asetat, karbondioksida,
air, dan senyawa lainnya.
11. Semakin lama fermentasi, maka kadar gula reduksi yang dihasilkan
semakin menurun.
12. Peran penambahan iod dalam uji aktivitas ragi tape adalah untuk
mengetahui kandungan pati atau gula reduksi padabahan.
13. Dari hasil praktikum diperoleh bahwa semakin lama waktu inkubasi
intensitas warna sampel menjadi semakin memudar.

DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, Leni Herlina. 2013. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta.
Bandung.
Antara, Nyoman Semadi. 2009. Pengendalian Proses Fermentasi Dalam
Pengolahan Roti. Jurnal Tataboga, Vol. 2, No. 1.

Aswal, Priyanka., Anubha Shukla., and Siddharth Priyadarshi. 2012.


Yoghurt: Preparation, Characteristics And Recent Advancements.
Internasional Journal, Vol. 1, No. 2.
Azizah, N., N Al Baarri., dan S Mulyani. 2012. Pengaruh Lama
Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, Ph, Dan Produksi Gas Pada
Proses Fermentasi Bioetanol Dari Whey Dengan Substitusi Kulit
Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, Vol. 1, No. 2.
Baskoro, Tedjo. 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah mada University
Press.Yogyakarta.
Budiansyah, Agus. 2010. Performan Ayam Broiler yang Diberi Ransum
yang Mengandung Bungkil Kelapa yang Difermentasi Ragi Tape
Sebagai Pengganti Sebagian Ransum Komersial. Jurnal Ilmiah
Ilmu, Vol. 8, No. 5.
Dibyanti, Prakasita., Lilik Eka Radiati., dan Djalal Rosyidi. 2010.
Pengaruh Penambahan Berbagai Konsentrasi Kultur Dan Waktu
Inkubasi Terhadap Ph, Kadar Keasaman, Viskositas Dan Sineresis
Set Yogurt. Jurnal Kimia Pangan, Vol. 3, No. 1.
Hasanah, Hafidatul., Akyunul Jannah., dan Ganaim Fasya. 2012.
Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape
Singkong (Manihot Utilissima Pohl).Jurnal Alchemy, Vol. 2, No. 1.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Roti.eBook Pangan.
Lee, W J., and A Luccy. 2010. Formation and Physical Properties of
Yogurt. Journal Asian Aust, Vol. 23, No. 9.
Muawanah, Anna. 2011. Pengaruh Lama Inkubasi dan Variasi Jenis
Starter Terhadap Kadar Gula, Asam Laktat, Total Asam dan pH
Yoghurt Susu Kedelai.Jurnal Kimia, Vol. 2, No. 1.
Ray, Bibek. 2003. Fundamental Food Microbiology. CRC Press LLC.
Simbolon, Karlina. 2008. Pengaruh Presentasi Ragi Tape dan Lama
Fermentasi Terhadap Mutu Tape Ubi Jalar. Skripsi. Departemen
Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Siregar, Nur Hudawi., Lilik Eka Radiati., dan Djalal Rosyidi. 2010.
Pengaruh Penambahan Berbagai Konsentrasi Kultur Dan Lama
Pemeraman Pada Suhu Ruang Terhadap Ph, Viskositas, Kadar
Keasaman Dan Total Plate Count (TPC) Set Yogurt. Jurnal
Biokimia, Vol. 1, No. 3.

Sugiarto. 1997. Proses Pembuatan dan Penyimpanan Yoghurt yang


Baik.Lokakarya Fungsional Nan Peneliti. Balai Penelitian Ternak.
Syah, Setiawan Putra. 2011. Fermentasi Susu Oleh Lactobacillus
Bulgaricus.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Utami, Rohula., MAM Andriani., dan Zoraya A Putri. 2010. Kinetika
Fermentasi Yoghurt Yang Diperkaya Ubi Jalar (Ipomea Batatas).
Jurnal Caraka Tani, Vol. 25, No. 1.
Widodo,

Wahyu.

2002.

Bioteknologi

Fermentasi

Susu.

Pusat

Pengembangan Bioteknologi. Universitas Muhanadiyah Malang.


Winarno, F G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Kadar Asam Laktat L. bulgaricus dan S. thermophilus

Kadar Asam Laktat =

ml NaOH x N NaOH x BM asamlaktat


x 100
ml sampel x 1000

a. 0 jam

1,1 x 0,1 x 90
x 100
20 x 1000
= 0,0495 %

% asam laktat =
b. 0,5 jam

1,2 x 0,1 x 90
x 100
20 x 1000
= 0,054 %

% asam laktat =
c. 1 jam

% asam laktat =

1,3 x 0,1 x 90
x 100
20 x 1000

= 0,0585 %
2. Kadar asam laktat Kadar Asam Laktat L. bulgaricus
a. 0 jam
1,2 x 0,1 x 90
x 100
% asam laktat =
20 x 1000
= 0,054 %
b. 0,5 jam
0,7 x 0,1 x 90
x 100
% asam laktat =
20 x 1000
= 0,0315 %
c. 1 jam
0,7 x 0,1 x 90
x 100
% asam laktat =
20 x 1000
= 0,0315 %
3. Kadar asam laktat Kadar Asam Laktat S. thermophilus
d. 0 jam
0,9 x 0,1 x 90
x 100
% asam laktat =
20 x 1000
= 0,0405%
e. 0,5 jam
0,8 x 0,1 x 90
x 100
% asam laktat =
20 x 1000
= 0,036 %
f. 1 jam
1 x 0,1 x 90
x 100
% asam laktat =
20 x 1000
= 0,045 %

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 5.1 sampel susu yang diinkubasi pada suhu ruang

Gambar 5.2 sampel tepung beras + ragi tape

Gambar 5.3 Pembuatan sampel tepung terigu + ragi roti

Gambar 5.4 Sampel susu yang telah dititrasi

Gambar 5.5 sampel susu diuji kekentalannya secara visual

Gambar 5.6 tepung terigu dimasukkan dalam gelas ukur

LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI PANGAN DAN PENGOLAHAN
UJI AKTIVITAS STARTER DALAM FERMENTASI MAKANAN

Disusun Oleh :
1. Lintang Sekar Sari
2. Nur Saadah Tri M
3. Ria Juniarbaya

(H3114057)
(H3114070)
(H3114079)

4. Sekar Maharani R
5. Wahyuningtyas PN

(H3114091)
(H3114100)

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

You might also like