You are on page 1of 53

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU HAMA TANAMAN

Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah hama tanaman merujuk pada semua binatang(yangbersifat
herbivora ataupun omnivora) yangmenimbulkan kerusakan dan/atau kerugian
pada tanaman (tumbuhan yang diusahakan oleh manusia). Pada tingkat populasi
yangtinggi, binatangbinatangtersebut (mungkin) akan menimbulkan kerugian
(secara ekonomis) pada tanaman, dan pada saat itulah mereka "dianggap" sebagai
hama. Jadi, istilah hama bersifat relatif dan antroposentris (berdasarkan
kepentingan manusia). Artinya, jika keberadaan binatangbinatangtersebut
merugikan kepentingan manusia, maka mereka dianggap sebagai hama, dan
sebaliknya.
Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan
mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau
jamur). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan
memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan
beberapa
Secara

contoh
alamiah,

binatang
sesungguhnya

yang
hama

sering

menjadi

mempunyai

hama

musuh

tanaman.

yang

dapat

mengendalikannya. Namun, karena ulah manusia, sering kali musuh alamiah


hama hilang. Akibat hama tersebut merajalela. Salah satu contoh kasus yang
sering terjadi adalah hama tikus. Sesungguhnya, secara ilmiah, tikus mempunyai
musuh yang memamngsanya. Musuh alami tikus ini dapat mengendalikan jumlah
populasi tikus. Musuhnya tikus itu ialah Ular, Burung hantu, dan elang.
Sayangnya binatang binatang tersebut ditangkapi oleh manusia sehingga tikus
tidak lagi memiliki pemangsa alami. Akibatnya, jumlah tikus menjadi sangat
banyak

dan

menjadi

hama

pertanian.

Dengan demikian, pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap


beberapa hal diatas terkait dengan hama termasuk tipe alat makan, gejala,

kerusakan serta tanda tanda yang timbul dan terjadi akibat adanya serangan
hama. Agar pemahaman mengenai persoalan tersebut bisa diperoleh dengan baik.
1.2 Tujuan Praktikum
- Mengenal bentuk umum dan ciri-ciri filum binatang yang berperan
-

sebagai hama
Mengenal morfologi serangga
Mengenal tipe alat mulut serangga
Mengenali tipe metamorfosis serangga

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HAMA TANAMAN

INTERAKSI HAMA DAN TANAMAN

Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyebab hama sebagian besar adalah berasal dari golongan serangga,
namun demikian serangga yang berperan sebagai hama ternyata hanya 1-2 persen
saja, sedangkan sisanya yang 98-99 persen adalah merupakan serangga berguna
yang dapat berperan sebagai parasitoid, predator, penyerbuk(pollinator), pengurai
(dekomposer), dan serangga industri. Menurut ahli entomologi, serangga terdiri
dari 30 ordo yang merupakan ordo pentingdalam perlindungan tanaman.
Pengenalan gejala serangan hama sangat penting untuk diketahui karena untuk
menentukan binatang penyebabnya umumnya lebih mudah diketahui dari gejala
serangannya.
Alat mulut merupakan salah satu alat tubuh yang mendukung kemampuan
serangga untuk bertahan di alam yang bentuk dan ukurannya sangat bermacammacam. Dengan tipe alat mulut tertentu, serangga hama dalam merusak tanaman
akan mengakibatkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman yang
diserangnya. Karena itu, dengan mempelajari berbagai tipe gejala ataupun tanda
serangan akan dapat membantu dalam mengenali jenis-jenis hama penyebab yang
dijumpai di lapangan.
Selain itu tipe alat mulut dapat pula digunakan untuk menduga cara hidup
ataupun untuk menaksir populasi hama yang bersangkutan. Tipe alat mulut
serangga tergantung dari (1) stadium perkembangan; (2) bentuk makanan; dan (3)
jenis makanannya. Dalam praktikum ini akan diketahui bagaimana interaksi hama
dan tanaman dilihat dari tipe alat mulut dan tanda serangan.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mengetahui dan memahami hubungan yang sangat erat antara tipe alat
mulut hama dengan tanda serangan.
2. Mengenal ciri-ciri tanda serangan pada beberapa komoditas tanaman
pangan, holtikultura, perkebunan dan pasca panen.
3. Mengetahui tehnik pengamatan populasi hama dan kerusakannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi
dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari
751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia.

Serangga di bidang pertanian banyak dikenal sebagai hama (Kalshoven, 1981).


Sebagian bersifat sebagai predator, parasitoid, atau musuh alami (Christian dan
Gotisberger,2000).
Menurut Djafarudin (1995), gejala adalah setiap perubahan pertanaman
yang mengarah pada pengurangan hasil kualitas dari hasil yang diharapkan akibat
serangan hama. Gejala merusak yang diakibatkan oleh serangan hama khususnya
dari serangga tidak bisa lepas dari pembicaraan mengenai morfologi alat mulut
serangga hama.
Serangan dengan ciri daun berlubang pada tanaman jambu biji dengan
nama ilmiah Psidium guajava. Gejala disebabkan oleh ulat daun (Srapsicrates
rhothia) serta ulat jengkal (Odonestis vitis) menyerang dan memakan daun jambu
biji ditandai dengan banyaknya daun yang rusak serta tidak utuh sehingga
pertumbuhan tanaman terganggu dan produksi berkurang (Parimin, 2007).

BAB III
BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM
A. Bahan
1. Pengenlan Tanda Serangan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum ini meliputi:
Preparat komoditas tanaman pangan terserang hama:
(1) Penggerek batang padi, Sesama inferes
(2) Penggerek tongkol jagung, Helicoverpa armigera

(3) Ulat grayak perusak daun kedelai, Spodoptera litura


(4) Puru daun padi (ganjur), Orseolia oryzae
Preparat komoditas tanaman hortikultura terserang hama:
(1) Penggerek batang mangga, Rhytidodera simulans
(2) Ulat perusak daun kubis, Crocidoloma binotalis
(3) Nematoda puru akar pada tomat, Meloidogynae sp
(4) Penggulung daun pisang, Erionata thrax
Preparat komoditas tanman perkebunan terserang hama:
(1) Uret perusak akar tebu, Lepidiota stigma
(2) Penggerek puvuk tebu, Chilo sachariphagus
(3) Kumbang penggorok daun kelapa, Brontispa longisima
(4) Kepik penghisap buah kakao, Heliopeltis antoni
(5) Penggulung daun teh, Homona theivora dan Enarmonia leucostoma
Preparat komoditas pasca panen terserang hama:
(1) Penggerek umbi kentang, Pthorimaca opercullela
(2) Kumbang bubuk beras, Sitophylus oryzae
(3) Kumbang bubuk kedelai, Bruchus sinensis
A. Cara kerja
1. Metode pengamatan hama dan gejala serangan di lapangan
Tentukanlah suatu pertanaman atau tempat untuk menemukan komoditas
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan pasca panen
Komoditas tanaman pangan
(1) Lakukanlah pengambilan 20 unit sampel secara acak
(2) Lakukan pengamatan terhadap populasi hama secara mutlak maupun
relatif. Catat dan hitung jenis hama yang ditemukan tiap unit sample
(3) Tafsirkan tingkat kerusakannya, kemudian dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
IS=

rerata jumlah batang terserang


rerata jumlang batang per rumpun

X 100%

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perhitungan
Total skor :
Skor
0
1
2
3
4
Jumlah

IS =

Jumlah daun
3
24
8
4
1
40

(3 x 0)+( 24 x 1)+(8 x 2)+( 4 x 3)+(4 x 1)


40 x 4
0+24+16+ 12+ 4
160

x100%

x100%

56
160

x100%

= 35%
Pengamatan kelompok lain
1. Daun mangga 2
= 21,8%
2. Daun kopi
=74,375 %
3. Daun jambu biji 1
= 60%
4. Daun rambutan
= 45%
5. Daun Jambu air
= 44,375%
6. Daun rambutan 2
= 60,62%
7. Daun kakao
= 27,5%
8. Daun jambu biji 2
= 46,25%
9. Daun mangga 1
= 41, 875%
B. pembahasan
Pada praktikum ini dilaksanakan pengamatan tanda-tanda serangan yang khas
pada tiap komoditas tanaman. Perhitungan dilakukan pada daun jambu biji
sebanyak 40 helai, dengan tingkat kerusakan pada daun yang berbeda. Setelah itu
setiap helai daun dicermati dan disimpulkan berapa skor tingkat kerusakannya.
Ada sebanyak 3 helai yang tidak mengalami kerusakan, 24 helai rusak ringan, 8
helai rusak sedang, 4 helai rusah agak parah dan 1 helai rusak parah. Kemudian
skor ini dikonversikan dengan membagi jumlah helai keseluran kemudian
dikalikan dengan 100%, maka hasilnya akan menunjukkan tingkat kerusakan pada
daun sample.
Hasil dari perhitungan menunjukkan bahwa daun jambu biji mempunyai tingkat
kerusakan sebesar 35%, artinya pohon jambu ini tidak terlalu parah terserang
hama, akan tetapi mendekati level sedang untuk tingkat kerusakan daun.
Sementara itu, pada pengamatan kelompok lain dengan komoditas tanaman yang
berbeda, dapat dilihat bahwa semakin besar persentase hasil maka semakin besar
kerusakan pada tumbuhan karena hama. Daun pada kopi menunjukkan persentase
tertinggi, sedangkan daun mangga 2 menunjukkan persentase terendah pada
pengamatan gejala serangan hama pada tiap komoditas sampel.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Hama dapat menyerang tanaman ketika dalam kondisi yang mendukung
untuk tumbuh dan berkembang. Pada sampel daun jambu biji, terlihat bahwa
pohon jambu biji terkena serangan hama yang belum parah, yakni 35%. Meskipun
begitu tetap perlu adanya pengendalian hama agar tidak semakin merusak pohon
jambu biji.

DAFTAR PUSTAKA
Djafarudin. 1995. Dasar-dasar Perlindungan Umum. Edisi 1. Bumi aksara.
Jakarta.
Christian W & G Gottsberger. 2000. Diversity Preys in Crop Pollination. Crop
Science 40 (5): 1209-1222p.
Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Direvisi dan ditranslate
oleh P. A. Vand der Lann. Ikhtiar Baru, Van Haeve Jakarta.
Parimin,

S.P. 2007. Jambu

Biji:

Budidaya

Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta.

dan

Ragam

PENGENALAN AGEN PENGENDALI HAYATI

Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR

2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan bidang kehidupan yang paling utama
menjadi sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan mendapat
prioritas utama dalam pembangunan yang bertujuan memperbaiki tata kehidupan
perekonomian yang mampu mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat.
Faktor yang menjadi kendala dalam budidaya pertanian salah satunya adalah
adanya serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang berdampak 75 %
terhadap hasil pertanian. Berbagai cara dilakukan oleh petani untuk mencegah
serangan OPT yang menimbulkan kerugian secara kualitas dan kuantitas. Dewasa
ini, banyak petani yang menggunakan pestisida kimia dalam mengendalikan OPT.
Kebanyakan dari petani memilih pestisida kimia karena pestisida kimia ampuh
membunuh hama. Namun, banyak dampak negatif yang ditimbulkan akibat
penggunaan pestisida kimia.
Pengendalian

hayati

merupakan

salah

satu

dari

konsep pengendalian hamaterpadu (PHT) dengan pemanfaatan musuh alami


sebagai agen hayati dalam mengendalikan hama dan penyakit perlu dikedepankan
dalam menekan penggunaan pestisida kimia yang berlebihan. Agen hayati
merupakan bagian dari suatu ekosistem yang sangat penting peranannya dalam
mengatur keseimbangan ekosistem tersebut. Secara alamiah, agen hayati
merupakan

komponen

utama

dalam

pengendalian

alami

yang

dapat

mempertahankan semua organisme pada ekosistem tersebut berada dalam keadaan


seimbang. Musuh alami serangga hama umumnya berupa Arthropoda dari jenis
serangga dan laba-laba, serta dapat digolongkan menjadi predator dan parasitoid.
Predator adalah binatang yang memangsa binatang lain, sedangkan parasitoid
adalah binatang yang pada fase pradewasanya hidup dengan menjadi parasit pada
binatang lain sedangkan pada fase dewasanya hidup bebas.
Oleh karena itulah, pengendalian hayati perlu dikembangkan guna
menjaga ekosistem lingkungan. Hal ini juga mempunyai pengaruh besar
terhadap keberadaan musuh alami yang sangat penting dalam pengendalian
populasi serangga hama, sehingga konservasi musuh alami di lahan pertanian
menjadi hal penting untuk dilakukan. Konservasi dan pemberdayaan musuh alami
dapat

menjadi

alternatif

pengendalian

hama

yang

ramah

lingkungan,

dibandingkan dengan pengendalian hama secara kimia menggunakan pestisida


yang selama ini dilakukan yang ternyata membawa dampak negatif bagi
lingkungan pertanian dan kesehatan manusia.
1.2 Tujuan
1. Menegnal beberapa jenis serangga yang berperan sebagai musuh
alami
2. Mengenal beberapa jenis mikroorganisme yang berperan sebagai
entomopatogen

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara
biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali
biologi), seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu
teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan memanfaatkan/memanipulasikan
musuh alami untuk kepentingan pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan
dilakukan perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium. Sedangkan
Pengendalian alami merupakan Proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa
campur tangan manusia, tidak ada proses perbanyakan musuh alami (Effendi,
2009).
Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang
antropoda lainnya. Parasitoid bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan
dewasanya

hidup

bebas

dan

tidak

terikat

pada

inangnya.

Parasitoid

hidup menumpang di luar atau didalam tubuh inangnya dengan cara menghisap
cairan tubuh inangnya guna memenuhi kebutuhan hidupnya . Umumnya
parasitoid menyebabkan kematian pada inangnya secara perlahan-lahan dan
parasitoid dapat menyerang setiap fase hidup serangga, meskipun serangga
dewasa jarang terparasit. Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan
memakan, membunuh atau memangsa serangga lain, ada beberapa ciri-ciri
predator

yaitu Predator

dapat

memangsa

semua

tingkat

perkembangan

mangsanya (telur, larva, nimfa, pupa dan imago ), Predator membunuh dengan
cara memakan atau menghisap mangsanya dengan cepat, Seekor predator
memerlukan dan memakan banyak mangsa selama hidupnya, Predator membunuh
mangsanya untuk dirinya sendiri, Kebanyakan predator bersifat karnifor, Predator
memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya, Dari segi perilaku
makannya, ada yang mengunyak semua bagian tubuh mangsanya, ada menusuk
mangsanya dengan mulutnya yang berbentuk seperti jarum dan menghisap
cairanya tubuh mangsanya ( Nurhayati, 2011).

Pengendalian dengan menggunakan agens hayati merupakan pemanfaatan


aksi dari predator, parasitoid atau patogen di dalam menekan populasi suatu hama.
PredatorCoccinella sp. merupakan agens hayati potensial untuk menekan populasi
berbagai

spesies

kutu

daun

(Aphis spp.).

Hingga

saat

ini

populasi

predator Coccinella di alam masih rendah mungkin disebabkan karena teknik


bercocok tanam yang tidak tepat sehingga perlu dilakukan perbanyakan predator
di laboratorium untuk selanjutnya dilepaskan ke pertanaman (Agus et al. 2011).

BAB III
BAHAN DAN METODE PERCOBAAN
A. Bahan
1. Preparat awetan predator
a. Ulat hongkong
2. Preparat awetan patogen
a. Kultur Metharizium anisopliae
B. Alat
Pinset, petridish

C. Cara kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengambil 10 ekor ulat hongkong untuk setiap petridish (dua kali)
3. Mengguling-gulingkan 10 ekor ulat hongkong di jamur Metharizium
anisopik. 10 lainnya sebagai kontrol
4. Setelah itu tutup petridish dengan plastik kemudian diberi lubang
untuk pernapasan ulat hongkong
5. Amati setiap hari

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan ini menghasilkan ulat jepang yang berada dalam petridish berisi
Metharizhium mati sebanyak 7 ekor, sedangkan dalam petridish kontrol tidak ada
yang mati. Secara umum Metarhizium anisopliae masuk ke tubuh serangga
melalui spirakel dan pori-pori atau kutikula dari tubuh serangga. Setelah masuk ke
dalam tubuh serangga, jamur menghasilkan perpanjangan hifa lateral yang
akhirnya berkembang biak dan mengkonsumsi organ internal serangga.
Pertumbuhan hifa berlanjut sampai serangga tersebut ditumbuhi dengan miselia.
Selanjutnya jamur akan beristirahat melalui kutikula dan sporulates, yang
membuat serangga tampak seperti diselimuti bulu halus berwarna putih
(Wiryadiputra, 1995).

BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Metarhizium anisopliae termasuk kelompok entomopatogen yang dapat
digunakan sebagai agen hayati. Cendawan entomopatogen yang telah banyak
digunakan untuk pengendalian serangga hama secara hayati. penggunaan
cendawan entomopatogen yang terdapat secara alami akan lebih menjamin
keberhasilan pengendalian. Untuk mendapatkan cendawan entomopatogen
tersebut dapat dilakukan dengan cara mengisolasinya dari berbagai tempat.

DAFTAR PUSTAKA
Agus, Nurariaty., T. Abdullah., dan S. N. A. Ngatimin. 2011. Kemampuan Makan Predator
Coccinella sp. (Coleoptera: Coccinellidae) pada Makanan Buatan.Fitomedika,
7(3): 191-194.
Effendi, Baehaki S. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi Dalam
Perspektif

Praktek

Pertanian

Yang

Baik

(Good

Agricultural

Practices).Pengembangan Inovasi Pertanian, 2(1): 68-78.


Nurhayati. 2011. Penggunaan Jamur Dan Bakteri Dalam Pengendalian Penyakittanaman
Secara Hayati Yang Ramah Lingkungan. Prosiding Semirata, 1(1): 316-321.

PENGENALAN AGEN PENGENDALI KIMIAWI

Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida
ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititik
beratkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah
batas ambang ekonomi atau ambang kendali. Selama ini, kita mengetahui bahwa
pestisida sangat berguna dalam membantu petani merawat pertaniannya. Pestisida
dapat mencegah lahan pertanian dari serangan hama. Hal ini berarti jika para
petani menggunakan pestisida, hasil pertaniannya akan meningkat dan akan
membuat hidup para petani menjadi semakin sejahtera. Dengan adanya

pemahaman tersebut, pestisida sudah digunakan di hampir setiap lahan pertanian.


Namun sekarang ini banyak pemahaman yang salah tentang penggunaan dosis
dari pestisida ini. Para petani tidak mengindahkan anjuran pemakaian yang telah
diterapkan oleh pemerintah.
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan
virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud
hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan
pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria
dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran
mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.
Dalam penggunaan pestisida perlu adanya alat untuk mengaplikasikan
pestisida tersebut kepada sasaran ataupun tanaman yang ingin dilindungi dari
serangan OPT. Alat tersebut dikenal dengan sebutan alat pengendali hama. Pada
praktikum ini akan dilakukan identifikasi jenis jenis pertisida dan alat pengendali
hama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Pengendalian Hama secara Kimiawi


Pengendalian

hama

secara

kimiawi

merupakan

upaya

pengendalian

pertumbuhan hama tanaman menggunakan zat kimia pembasmi hama tanaman


yaitu pestisida. Definisi dari pestisida, pest memiliki arti hama, sedangkan
cide berarti membunuh, sering disebut pest killing agent.
Pengendalian hama ini biasa dilakukan dengan penyemprotan zat kimia pada
bagian tumbuhan. Pengendalian hama ini sering dilakukan oleh petani. Olehnya
itu pengendalaian hama secara kimiawi sering dimasukkan ke dalam langkah
pemerantasan

hama

dan

penyakit.

Permasalahan yang terjadi sekarang, petani semakin cenderung menggunakan


pengendalian hama dan penyakit dengan cara kimiawi yakni dengan pestisida. Hal
ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan petani akan interaksi tanaman dan
musuh-musuh alaminya.
B.

Macam-macam pestisida
Seiring berkembangnya metode pengendalan hama, ada beberapa macam
pestisida, yakni :

C.

a.fungisida

: pengendali cendawan

b.insektisida

: pengendali serangga

c.herbisida

: pengendali gulma

d.nematisida

: pengendali nematoda

e.akarisida

: pengendali tungau

f.ovarisida

: pengendali telur serangga dan telur tungau

g.bakterisida

: pengendali bakteri

h.larvasida

: pengendali larva

i.rodentisida

: pengendali tikus

j.avisida

: pengedali burung

k.mollussida

: pengendali bekicot

l.sterillant

: pemandul.

Peranan Pestisida
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama tanaman. Dalam konsep PHT, pestisida berperan sebagai salah satu
komponen pengendalian. Prinsip penggunaanya adalah :

o Harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti komponen hayati.


o Efisien untuk mengendalikan hama tertentu.
o Meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan.
o Tidak boleh persistent, harus mudah terurai.

o Dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus


memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum.
o Harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut.
o Sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota.
o Relatif aman bagi pemakai.
o Harga terjangkau bagi petani.

Idealnya teknologi pertanian maju tidak memakai pestisida. Tetapi sampai saat
ini belum ada teknologi yang demikian. Pestisida masih diperlukan, bahkan
penggunaanya semakin meningkat. Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan
pestisida untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu
mengatasi masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama.
Hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil karena hama
dapat ditekan.
Pengalaman di Amerika Latin menunjukkan bahwa dengan menggunakan
pestisida dapat meningkatkan hasil 40 persen pada tanaman coklat. Di Pakistan
dengan menggunakan pestisida dapat menaikkan hasil 33 persen pada tanaman
tebu,

dan berdasarkan

catatan dari FAO

penggunaan

pestisida

dapat

menyelamatkan hasil 50 persen pada tanaman kapas.


Dengan melihat besarnya kehilangan hasil yang dapat diselamatkan berkat
penggunaan pestisida, maka dapat dikatakan bahwa peranan pestisida sangat besar
dan merupakan sarana penting yang sangat diperlukan dalam bidang pertanian.
Usaha intensifikasi pertanian yang dilakukan dengan menerapkan berbagai
teknologi maju seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan
dan pola tanam akan menyebabkan perubahan ekosistem yang sering diikuti oleh
meningkatnya problema serangan jasad pengganggu. Demikian pula usaha
ekstensifikasi pertanian dengan membuka lahan pertanian baru, yang berarti
melakukan perombakan ekosistem, sering kali diikuti dengan timbulnya masalah
serangan jasad pengganggu. Dan tampaknya saat ini yang dapat diandalkan untuk
melawan jasad pengganggu tersebut yang paling manjur hanya pestisida. Memang

tersedia cara lainnya, namun tidak mudah untuk dilakukan, kadang-kadang


memerlukan tenaga yang banyak, waktu dan biaya yang besar, hanya dapat
dilakukan dalam kondisi tertentu yang tidak dapat diharapkan efektifitasnya.
Pestisida saat ini masih berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil
yang disebabkan oleh jasad pengganggu.
D.

Kelebihan dan Kekurangan Pestisida


Seperti diketahui pada peranan pestisida yang dijelaskan pada sub bab
sebelumnya bahwa pestisida berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan
hasil yang disebabkan oleh OPT. Pengendalian OPT dengan menggunakan
pestisida banyak dilakukan secara luas oleh masyarakat, karena pestisida
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain, yaitu:

o Dapat diaplikasikan secara mudah.


o Dapat diaplikasikan hampir di setiap tempat dan waktu.
o Hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat.
o Dapat meningkatkan hasil produksi.
o Dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu yang singkat.
o Mudah diperoleh, dapat dijumpai di kios-kios pedesaan sampai pasar swalayan di
kota besar.
Di samping memiliki kelebihan tersebut di atas, pestisida harus diwaspadai
karena dapat memberikan dampak negatif, baik secara langsung maupun tidak
langsung, antara lain:
o Keracunan dan kematian pada manusia, ternak dan hewan piaraan, satwa liar, ikan
dan biota air lainnya, biota tanah, tanaman
o Terjadinya resistensi, resurjensi, dan perubahan status OPT
o Pencemaran lingkungan hidup
o Residu pestisida yang berdampak negatif terhadap konsumen
o Terhambatnya hasil pertanian (terutama perdagangan dalam ekspor)
Dari kekurangan yang telah disebutkan di atas, tentunya sudah dapat dilihat
bahwa pestisida merupakan zat kimia yang berbahaya dan dapat menimbulkan

dampak buruk yang dapat merugikan manusia maupun lingkungan. Penyuluhan


untuk menggunakan pestisida dengan aman dan benar sangatlah diperlukan.
Sebelum menggunakan pestisida dalam pengendalian OPT akan lebih baik bila
pengguna mengenal seluk beluk mengenai pestisida dan cara penggunaannya
sesuai fungsinya agar dapat mengaplikasikan pengendalian dengan aman dan
benar. Aman terhadap diri dan lingkungannya, benar dalam arti 5 tepat, yaitu:
1. Tepat jenis pestisida.
2. Tepat cara aplikasi.
3. Tepat sasaran.
4. Tepat waktu, dan
5. Tepat takaran.

E.

Klasifikasi Pestisida
Menurut Soemirat (2003), pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan
organisme target, struktur kimia, mekanisme dan atau toksisitasnya. Berikut
klasifikasi pestisida berdasarkan organisme targetnya :

o Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau
kutu. Akarisida sering juga disebut sebagai mitesida. Fungsinya untuk membunuh
tungau atau kutu.
o Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahas latinnya berarti ganggang laut.
Berfungsi untuk membunuh melawan alga.
o Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung.
Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi
burung.
o Bakterisida, berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani bacron. Berfungsi
untuk melawan bakteri.
o Fungisida, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani spongos yang berarti
jamur. Berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.

o Herbisida, berasal dari kat latin herba yang berarti tanaman setahun. Berfungsi
membunuh gulma (tumbuhan pengganggu).
o Insektisida, berasal dari kata latin insectum yang berarti potongan, keratan atau
segmen tubuh. Berfungsi untuk membunuh serangga
o Larvasida, berasal dari kata Yunani lar. Berfungsi untuk membunuh ulat atau
larva.
o Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus yang berarti berselubung tipis
lembek. Berfungsi untuk membunuh siput.
o Nematisida, berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nema yang
berarti benang. Berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang
hidup di akar).
o Ovisida, berasal dari kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk
membunuh telur.
o Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis berarti kutu, tuma. Berfungsi untuk
membunuh kutu atau tuma.
o Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis yang berarti ikan. Berfungsi untuk
membunuh ikan.
o Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat. Berfungsi
untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus.
o Predisida, berasal dari kata Yunani praeda yang berarti pemangsa. Berfungsi untuk
membunuh pemangsa (predator).
o Silvisida, berasal dari kat latin yang berarti hutan. Berfungsi untuk membunuh
pohon.
o Termisida, berasal dari kata Yunani termes ang berarti serangga pelubang daun.
Berfungsi untuk membunuh rayap.

Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida, namun namanya
tidak menggunakan akhiran sida:

o Atraktan, zat kimia yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik.
Sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan
perangkap.
o Kemosterilan, zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga atau hewan
bertulang belakang.
o Defoliant, zat yang dipergunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan
panen, digunakan pada tanaman kapas dan kedelai.
o Desiccant. zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman
lainnya.
o Disinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan
mikroorganisme.
o Zat pengatur tumbuh. Zat yang dapat memperlambat, mempercepat dan
menghentikan pertumbuhan tanaman.
o Repellent, zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama
yang lainnya. Contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak
nyamuk.
o Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau
biji gulma.
o Pengawet kayu, biasanya digunakan pentaclilorophenol (PCP).
o Stiker, zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin
dan hujan.
o Surfaktan dan agen penyebar, zat untuk meratakan pestisida pada permukaan
daun.
o Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas.
o Stimulan tanaman, zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan
memastikan terjadinya buah.

F.

Formulasi Pestisida
Pestisida sebelum digunakan harus diformulasi terlebih dahulu. Pestisida
dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat
diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator lain. Oleh formulator baru diberi
nama. Berikut ini beberapa formulasi pestisida yang sering dijumpai:

o Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates)


Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang
nama dagang diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable solution), WSC (water
soluble concentrate). B (emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka
singkatan tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan
aktif. Bila angka tersebut lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut tergolong
murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu bahan
aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut bentuk cairan
emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan
membentuk emulsi.
o Butiran (granulars)
Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai
insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam untuk melindungi
tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan
aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa serta bahan perekat.
Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen, dengan ukuran butiran 2080 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila dibanding dengan formulasi
lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama dagang biasanya tercantum
singkatan G atau WDG (water dispersible granule).
o Debu (dust)
Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat
pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida formulasi debu ini
kurang banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya berkisar 10-40 persen
saja apabila pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat mengenai sasaran
(tanaman).

o Tepung (powder)
Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan
bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75 persen). Untuk
mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama dagang
tercantum singkatan WP (wettable powder) atau WSP (water soluble powder).
o Oli (oil)
Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble
concentrate in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen,
karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra low
volume) dengan menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada
tanaman kapas.
o Fumigansia (fumigant)
Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang
berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan.

G.

Cara Menggunakan Pestisida


Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor yang
penting dalam menentukan keberhasilan pengendalian hama. Walaupun jenis
obatnya manjur, namun karena penggunaannya tidak benar, maka menyebabkan
sia-sianya penyemprotan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan
pestisida, di antaranya adalah keadaan angin, suhu udara, kelembapan dan curah
hujan. Angin yang tenang dan stabil akan mengurangi pelayangan partikel
pestisida di udara. Apabila suhu di bagian bawah lebih panas, pestisida akan naik
bergerak ke atas. Demikian pula kelembapan yang tinggi akan mempermudah
terjadinya hidrolisis partikel pestisida yang menyebabkan kurangnya daya racun.
Sedang curah hujan dapat menyebabkan pencucian pestisida, selanjutnya daya
kerja pestisida berkurang.

Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida adalah


ketepatan penentuan dosis. Dosis yang terlalu tinggi akan menyebabkan
pemborosan pestisida, di samping merusak lingkungan. Dosis yang terlalu rendah
menyebabkan hama sasaran tidak mati. Di samping berakibat mempercepat
timbulnya resistensi.
1.

Dosis pestisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk
mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan
dalam satu kali aplikasi atau lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah
jumlah pestisida yang telah dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan
untuk menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah
jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau
satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya tercantum dalam
label pestisida.

2.

Konsentrasi pestisida
Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan
pestisida,

o Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu pestisida dalam larutan
yang sudah dicampur dengan air.
o Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter
air.
o Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida, yaitu persentase kandungan
pestisida dalam suatu larutan jadi.
3.

Alat semprot
Alat untuk aplikasi pestisida terdiri atas bermacam-macam seperti knapsack
sprayer (high volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 500
liter. Mist blower (low volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi
sekitar 100 liter. Dan Atomizer (ultra low volume) biasanya kurang dari 5 liter.

4.

Ukuran droplet
Ada bermacam-macam ukuran droplet:

o Veri coarse spray : lebih 300 m


o Coarse spray : 400-500 m
o Medium spray : 250-400 m
o Fine spray : 100-250 m
o Mist : 50-100 m
o Aerosol : 0,1-50 m
o Fog : 5-15 m
5.

Ukuran partikel
Ada bermacam-macam ukuran partikel:

o Macrogranules : lebih 300 m


o Microgranules : 100-300 m
o Coarse dusts : 44-100 m
o Fine dusts : kurang 44 m
o Smoke : 0,001-0,1 m
6.

Ukuran molekul hanya ada satu macam, yatu kurang 0,001 m

BAB III
BAHAN DAN METODE PERCOBAAN

A. Bahan
Beberapa Pestisida dengan nama dagang :

Curacron 500 EC

Decis 25 EC
Sevin
Convidor 70 WS
Furadan 3 G

B. Cara Kerja
1. Untuk mengenal pestisida amatilah jenis jenis merk pestisida yang
disediakan
Mencermati dan mencatat formulasi, nama bahan aktif, sifat racun. Hama sasaran,
aturan dan cara penggunaanya

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
(Terlampir)
N
o
1

Nama

Bahan

Insektis

dagang
Kanon

aktif
Dimetoat

ida

400EC

400 g/l

Nama

kontak

Sasaran

Formul
asi

Aplikasi

Kutu daun, ulat grayak,

Penyemprotan

kutu putih, hama tipis

volume
(500

tinggi
l/ha)

dan

disemprot merata

sistemi

ke

k
Insektis

tanaman

seluruh

ida dan
ZPT
( konta
2

k
langsun
g

Regent

Fipronil

Lalat

bibit,

50 SC

50 g/l

batang, semut

penggerek

50 SC

Perendaman
larutan

sistemi
k)
Penggerek batang, lalat

Insektis

daun, wereng hijau, padi

ida/
3

nematis

Furada

ida

gogo, lundi uret, nematoda Karbof


30 GR

bintil

akar

nematoda

(sistemi

tomat, uran

bintil

akar, 3%

Ditabur, dicampur
di dalam tanah

perusak daun ulat grayak,

k)

penggerek pucuk

Fungisi
da dan
4

Jamur,

hawar

pelepah,

ZPT

Deisene Karbenda

bercak daun, cacar daun, MX-80

Dilarutkan,

(sistemi

MX

gugur daun, busuk daun, WP

disemprotkan

zim 6,2%

dan

rebah batang

kontak)
Insektis
ida
5

(kontak
dan

Rizotin

Sipermetr
in 100 g/l

Perusak daun (kubis)

100 EC

Disemprotkan
pada tanaman

lambun
6

g)
Akarari

Miraz

Amitraz

Hama

tungau

(apel) Miraz

Penyemprotan

sida
(kontak
)
Fungisi
7

da
(kontak
)
Insektis

ida
(kontak

200 g/l

Antraco
l

70

WP

Abacel

Prepinep
70%

tungau kuning

Embun

200 EC

tepung,

bercak

Dilarutkan,

ungu, antraktosa, bercak 70 WP

disemprotkan

daun, cacar daun

Abamekti

Ulat

n 18 g/l

merah)

Oksitetras

Layu

grayak

(bawang

volume tinggi

Dilarutkan dalam

18 EC

air, disemprotkan

)
Bakteri
sida,
9

fungisid Bactoc
a

yn

(sistemi

bakteri,

Dilarutkan,

bakteri

disemprotkan

iklin 150 daunbergaris, bercak daun, 150 Al


g/l

lalu

dengan

hawar pelepah, bias padi

volume

tinggi

k)
Dilarutkan,
disemprotkan
volume
1

Insektis

ida

Vigor

Sipermetr

Hama

in 100 g/l

kakao

penghisap

buah

tinggi,

populasi
100 EC

atau

intensitas
serangan

hama

mencapai
ambangnya
setempat
Herbisi

Isopropila

da

Roundu mina

(sistemi

k)

glifosfat
486 g/l

Gulma cengkeh, kakao,


karet, kelapa, kelapa sawit,
kopi,

teh

akasia,

jagung,kedelai, padi tanpa

Insektis

Dursba

Klorpirifo

olah tanah
Hama bawang

ida

s 200 g/l

cabai,

jagung,

SL

/ Disemprotkan

cair

merah, EC
kacang cair

dengan merata

Disemprotkan

hijau,

kacang

tanah,

kakao,

kedelai,

kelapa,

kelapa sawit, kubis, lada,


petsai, tembakau, tomat,
wortel
Herbisi
1

da

Gramo

(kontak

xone

)
Bakteri
1

sida

(sistemi
k)

Parakuat
klorida
276 g/l
Streptomi

Agrept

sin sulfat
20%

Anakan sawit liar, gulma,


dsb

Penyakit
kedelai dsb.

Dilarutkan
276 SL

pada

air,
disemprotkan

layu

bakteri

20 WP

Penyemprotan
volume tinggi

lalu

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous,2009.http://agriculturesupercamp.wordpress.com/2008/01/25/bijakmemilih-pestisida
Anonymous, 2009.http://dizzproperty.blogspot.com/2007/05/pencemaran-pestidadampak-dan-upaya Anonymous,

2009.

http://id.wikipedia.org/wiki/Herbisida - 25k
Anonymous,

2009. http://www2.kompas.com/kompas-

cetak/0010/19/iptek/inse10.htm
Maryati, sri dan Suharno.2006.Biologi.Jkarta;Erlangga
Sudjadi, bagoed dan Dra. Siti Laila. 2006. Biologi sains dalam kehidupan. Jakarta:
Yudhistira

BIOPESTISIDA / PESTISIDA NABATI

Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Usaha peningkatan produksi pertanian tidak hanya dilakukan melalui
pemupukan tetapi juga melalui upaya perlindungan tanaman agar tanaman bebas
dari serangan hama penyakit. Untuk pemberantasan hama tersebut salah satunya
adalah dengan menggunakan berbagai jenis zat kimia yang disebut dengan
pestisida.. Namun penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak negatif, baik
itu bagi kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak negatif
ini akan terus terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam memilih jenis dan cara
penggunaannya. Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan
pestisida diantaranya : Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida
yang kemudian terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang
sukar terurai akan berkumpul pada hewan pemakan tumbuhan tersebut termasuk
manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah
tercemar pestisida. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari tumbuhan
yang telah tercemar pestisida maka bayi yang disusui menanggung resiko yang
lebih besar untuk teracuni oleh pestisida tersebut daripada sang ibu. Zat beracun
ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu yang diberikan. Dan kemudian racun
ini akan terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi).
Pestisida tidak hanya beracun bagi hama, tetapi dapat juga mematikan
organisme yang berguna, ternak piaraan, dan bahkan manusia, maka agar
terhindar dari dampak negatif yang timbul, penyimpanan dan penggunaannya
harus dilakukan secara hati-hati dan dilakukan sesuai petunjuk. Oleh karena itu,
untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan cara
menggunakan pestisida alami atau pestisida yang berasal dari tumbuhan (pestisida
nabati). Pestisida nabati tidak mencemari lingkungan karena bersifat mudah
terurai (biodegradable) sehingga relatif aman bagi ternak peliharaan dan manusia.

Berdasarkan uraian sebelumnya maka perlu dilakukan percobaan tentang


pembuatan pestisida nabati sebagai upaya untuk mengurangi dampak yang dapat
ditimbulkan oleh pestisida buatan.
1.2.Tujuan
a. untuk mengetahui cara pembuatan biopestisida alami
b. mengetahui dampak biopestisida pada hama

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari
tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahanbahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk
tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit
sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil
abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya
bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan
pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di
seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian
petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida,
diantaranya

menggunakan

daun

sirsak

untuk

mengendalikan

hama

serangga (Thamrin dkk, 2008)


Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun,
bunga, buah, biji, kulit, dan batang yang mempunyai kelompok metabolit
sekunder atau senyawa bioaktif. Beberapa tanaman telah diketahui mengandung
bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik, atau menolak serangga.
Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawasenyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem
pencernaan, atau mengubah perilaku serangga (Supriyatin dan Marwoto, 2000).
Pestisida alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
alam seperti tumbuhan. Pestisida alami merupakan pemecahan jangka pendek
untuk mengatasi masalah hama dengan cepat Pestisida nabati bersifat ramah
lingkungan karena bahan ini mudah terdegradasi di alam, sehingga aman bagi
manusia maupun lingkungan. Selain itu pestisida nabati juga tidak akan
mengakibatkan resurjensi maupun dampak samping lainnya, justru dapat
menyelamatkan musuhmusuh alami (Untung, 1993).

BAB III
BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini :

Ulat hongkong
Aquadest
Petridish
Mortir
Penjepit
Daun sirsak, srikaya, mimba

B. Cara kerja
1. Menimbang daun sirsak, srikaya, dan mimba dengan berat masingmasing daun 2 gram
2. Setelah menimbang kemudian diberi air sebanyak 10ml
3. Menuang cairan hasil ekstrasi ke dalm petridish
4. Masukkan ulat hongkong ke dalam petridish
5. Mengamati kematian ulat hongkong di dalam larutan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
No
1.
2.
3.
4.

Ekstrak daun
Daun Mimba
Daun Sirsak
Daun Srikaya
Kontrol

Waktu
1 menit
2 menit
5 menit
10 menit

Dari hasil praktikum diatas, terlihat bahwa yang paling cepat membuat
ulat mati adalah daun mimba. Mimba, terutama dalam biji dan daunnya
mengandung beberapa komponen dari produksi metabolit sekunder yang diduga
sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun
farmasi (kosmetik dan obat-obatan). Beberapa diantaranya adalah azadirachtin,
salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin(Ruskin, 1993). Azadirachtin sendiri
terdiri dari sekitar 17 komponen dan komponen yang mana yang paling
bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat, belum jelas diketahui (Rembold,
1989). Mimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengganggu hama
pada proses makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya (Senrayan, 1997).
Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat
menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam
proses metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian
kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi
kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam
proses ini seringkali mengakibatkan kematian (Chiu, 1988).
Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (anti-feedant) yang
mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya
sendiri belum mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari
mimba, seringkali hamanya tidak mati seketika setelah disemprot (knock down),
namun memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun

demikian, hama yang telah disemprot tersebut daya rusaknya sudah sangat
menurun, karena dalam keadaan sakit (Ruskin, 1993).
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan
serangga hama enggan mendekati zat tersebut. Suatu kasus terjadi ketika belalang
Schistocerca gregaria menyerang tanaman di Afrika, semua jenis tanaman
terserang belalang, kecuali satu jenis tanaman, yaitu mimba (Sudarmadji, 1999).
Mimbapun dapat merubah tingkah laku serangga, khususnya belalang (insect
behavior) yang tadinya bersifat migrasi, bergerombol dan merusak menjadi
bersifat solitair yang bersifat tidak merusak (informasi lisan Prof. K. Untung).
Nimbin dan nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti antivirus, bakterisida, fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam
mengendalikan penyakit tanaman (Ruskin, 1993). Tidak terbatas hal itu, bahanbahan ini sering digunakan dan dipercaya masyarakat sebagai obat tradisional
yang mampu menyembuhkan segala jenis penyakit pada manusia (Kardinan dan
Taryono, 2003).

DAFTAR PUSTAKA
Kardinan, A., Taryono, 2003, Tanaman Obat Penggempur Kanker,13, Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Ruskin. 1993. Pestisida Nabati. Ramuan dan aplikasi. Pt. Penebar swadaya.
Jakarta
Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberti
Supriyatin dan Marwoto, 2000. Pestisida Nabati. Jakarta: Rineka Cipta

Thamrin dkk,2008. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati.
Jakarta: balai pertanian lahan rawa
Untung, 1993. Pestisida Alami ( Nabati). Jakarta: Erlangga.

PENGAMATAN

MAKROSKOPIS

METHARIZHIUM,

THRICHODERMA

CAPSICI

Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2016

DAN
DAN

MIKROSKOPIS
COLLETROTICUM

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cendawan adalah suatu kelompok jasad hidup yang menyerupai tumbuhan
tingkat tinggi karena mempunyai dinding sel, tidak bergerak, berkembang biak
dengan spora, tetapi tidak mempuntai klorofil. Cendawan tidak mempunyai
batang, daun, akar dan sistem pembuluh seperti pada tumbuhan tingkat tinggi.
D e w a s a i n i , m i n a t t e r h a d a p p e n g g u n a a n J a m u r Patogen Serangga
(JPS) untuk mengendalikan hamasecara hayati telah dipacu karena adanya
masalahlingkungan seperti efek samping penggunaan bahankimia yang
berbahaya bagi organisme bukan sasaran (K a a y a e t a l l , 1 9 9 6 ) .
Sekarang ini istilah manajemen penyakit memiliki kecenderungan
menggacendawan ntikan istilah dari pengendalian penyakit. Idealnya tujuan dari
sistem manajemen penyakit tumbuhan adalah untuk menghasilkan pengendalian
secara lengkap. Di dalam praktek manajemen penyakit akan dikatakan sukses
apabila dapat menghasilkan pengembalian ekonomi secara nyata. Sistem ini
seyogyanya difokuskan untuk penyelamatan pertanaman, jangan hanya pada
individu tanaman saja. Alasannya adalah perlakuan manajemen yang ditujukan
hanya untuk tanaman secara individu saja jarang yang secara lengkap berhasil,
untuk itu diperlukan adanya penyatuan program (integrated programme)
(Yudiarti,2007).
Dewasa ini banyak diketahui bahwa Trichoderma sp. dan Glioclodium spp dapat
dipakai untuk mengendalikan berbagai penyakit bawaan pada tanah. Pengendalian
secara biologis juga dapat dilakukan dengan patogen yamg tidak virulen dari jenis
yang

sama

sebagai

pesaing

(kompetitor)

Schlegel,

1994).

Dalam fitopatologi pada umumnya diikuti batasan, yang menyatakan bahwa


pengendalian biologis meliputi setiap usaha untuk mengurangi intensitas sesuatu
penyakit tumbuhan dengan memakai bantuan satu atau lebih jasad hidup, selain
tumbuhan inang sendiri dan manusia. Dengan mengikuti batasan itu pengendalian
fisiologis tidak meliputi pengendalian dengan penanaman tanaman yang tahan,

meskipun

pengendalian

ini

juga

bersifat

biologis

(Semangun,

1996).

Mikroorganisme tanah, meskipun jarang, memiliki kehidupan yang lengkap pada


habitatnya di alam secara in vivo . Namun demikian, sejak pertumbuhan mikroba
dan hasilnya berdampak pada pertumbuhan di ekosistem dikontrol oleh faktor
biotik dan dan interaksi abiotik dengan ekosistem, evaluasi tentang aktivitas
mikroba pada kultur campurannya lebih jarang daripada pada di kultur alaminya
(Tate, 1986).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Jamur M. anisopliae telah dikenal sebagai patogen pada berbagai jenis
serangga hama dan dapat diproduksi secara komersial sebagai bioinsektisida.
Walaupun jamur ini dapat menginfeksi begitu banyak serangga, ternyata intensitas
serangan terbesar dan inangyang terbaik untuk berkembang biak adalah larva O.
rhinoceros. Semua stadia O. rhinoceros kecuali telur dapat diinfeksi oleh jamur
ini. Sifat jamur ini yang dapat menginfeksi hampir semua stadia O.
rhinoceros itulah yang menjadi dasar untukmemanfaatkan jamur ini sebagai agens
hayati hama tersebut (Sambiran dan Hosang,2007).
Trichoderma spp. memiliki konidiofor bercabang cabang teratur, tidak
membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam kelompokkelompok kecil
terminal,

kelompok

konidium

berwarna

hijau

biru

(Semangun,

1996). Trichoderma spp.juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma atau phialid
tunggal dan berkelompok (Barnet, 1960).
Jamur Colletotrichum capsici ini mempunyai ciri morfologi yang struktur
tubuhnya sangat kecil dan hidupnya sebagai parasit obligat merupakan sifat jamur
yang hanya dapat hidup pada inangnya saja, serta mempunyai habitat yang sangat
luas penyebarannya sampai keseluruh bagian tumbuhan (Roma, 2009). Konidia
Colletotrichum capsici berwarna abu-abu keputihan, melengkung seperti bulan
sabit dan berakhir meruncing pada kedua ujungnya (Eric McKenzie, 2013).

BAB III
BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan bahan


Mikroskop
Konidia Metharizium
Tricoderma
C. Capsici
B. Cara kerja
1. Menyiapkan mikroskop
2. Memasang preparat pada mikroskop, lalu diamatai dan digambar
(metarhizium), setelah selesai diamati dan digambar, ganti dengan
3. Preparat Tricoderma, lalau diamati dengan digambar, setelah selesai
ganti dengan
4. Preparat C. Capcisi, lalau diamati dan digambar
5. Menggambar metharizium, tricoderma, dan c. Capcisi dengan
pengamatan secara makroskopis

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


(terlampir)

DAFTAR PUSTAKA

Barnett. 1960. Ilustrated Genera Of Imperfecty Fungi. Second Edition. Burgess


Publishing Company. 241 hlm.
McKenzi, Eric. 2013.Colletotrichum capsici. http://www.padil.gov.au/mafborder/pest/main/143014/51022 diakses pada tanggal 14 April 2014 Pukul 21.15
WIB.
Sambiran, W.J dan Hosang, M.L.A., 2007. Patogenisitas Metarhizium anisopliae dari
Beberapa Media Air Kelapa Terhadap Oryctes rhinoceros L. Balai Penelitian
Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Dalam Buletin Palma No. 32.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Yudiarti, T, 2007, Ilmu Penyakit Tumbuhan, Edisi Pertama, Yogyakarta : Graha Ilmu.

You might also like