Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah hama tanaman merujuk pada semua binatang(yangbersifat
herbivora ataupun omnivora) yangmenimbulkan kerusakan dan/atau kerugian
pada tanaman (tumbuhan yang diusahakan oleh manusia). Pada tingkat populasi
yangtinggi, binatangbinatangtersebut (mungkin) akan menimbulkan kerugian
(secara ekonomis) pada tanaman, dan pada saat itulah mereka "dianggap" sebagai
hama. Jadi, istilah hama bersifat relatif dan antroposentris (berdasarkan
kepentingan manusia). Artinya, jika keberadaan binatangbinatangtersebut
merugikan kepentingan manusia, maka mereka dianggap sebagai hama, dan
sebaliknya.
Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan
mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau
jamur). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan
memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan
beberapa
Secara
contoh
alamiah,
binatang
sesungguhnya
yang
hama
sering
menjadi
mempunyai
hama
musuh
tanaman.
yang
dapat
dan
menjadi
hama
pertanian.
kerusakan serta tanda tanda yang timbul dan terjadi akibat adanya serangan
hama. Agar pemahaman mengenai persoalan tersebut bisa diperoleh dengan baik.
1.2 Tujuan Praktikum
- Mengenal bentuk umum dan ciri-ciri filum binatang yang berperan
-
sebagai hama
Mengenal morfologi serangga
Mengenal tipe alat mulut serangga
Mengenali tipe metamorfosis serangga
Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi
dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari
751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia.
BAB III
BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM
A. Bahan
1. Pengenlan Tanda Serangan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum ini meliputi:
Preparat komoditas tanaman pangan terserang hama:
(1) Penggerek batang padi, Sesama inferes
(2) Penggerek tongkol jagung, Helicoverpa armigera
X 100%
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perhitungan
Total skor :
Skor
0
1
2
3
4
Jumlah
IS =
Jumlah daun
3
24
8
4
1
40
x100%
x100%
56
160
x100%
= 35%
Pengamatan kelompok lain
1. Daun mangga 2
= 21,8%
2. Daun kopi
=74,375 %
3. Daun jambu biji 1
= 60%
4. Daun rambutan
= 45%
5. Daun Jambu air
= 44,375%
6. Daun rambutan 2
= 60,62%
7. Daun kakao
= 27,5%
8. Daun jambu biji 2
= 46,25%
9. Daun mangga 1
= 41, 875%
B. pembahasan
Pada praktikum ini dilaksanakan pengamatan tanda-tanda serangan yang khas
pada tiap komoditas tanaman. Perhitungan dilakukan pada daun jambu biji
sebanyak 40 helai, dengan tingkat kerusakan pada daun yang berbeda. Setelah itu
setiap helai daun dicermati dan disimpulkan berapa skor tingkat kerusakannya.
Ada sebanyak 3 helai yang tidak mengalami kerusakan, 24 helai rusak ringan, 8
helai rusak sedang, 4 helai rusah agak parah dan 1 helai rusak parah. Kemudian
skor ini dikonversikan dengan membagi jumlah helai keseluran kemudian
dikalikan dengan 100%, maka hasilnya akan menunjukkan tingkat kerusakan pada
daun sample.
Hasil dari perhitungan menunjukkan bahwa daun jambu biji mempunyai tingkat
kerusakan sebesar 35%, artinya pohon jambu ini tidak terlalu parah terserang
hama, akan tetapi mendekati level sedang untuk tingkat kerusakan daun.
Sementara itu, pada pengamatan kelompok lain dengan komoditas tanaman yang
berbeda, dapat dilihat bahwa semakin besar persentase hasil maka semakin besar
kerusakan pada tumbuhan karena hama. Daun pada kopi menunjukkan persentase
tertinggi, sedangkan daun mangga 2 menunjukkan persentase terendah pada
pengamatan gejala serangan hama pada tiap komoditas sampel.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Hama dapat menyerang tanaman ketika dalam kondisi yang mendukung
untuk tumbuh dan berkembang. Pada sampel daun jambu biji, terlihat bahwa
pohon jambu biji terkena serangan hama yang belum parah, yakni 35%. Meskipun
begitu tetap perlu adanya pengendalian hama agar tidak semakin merusak pohon
jambu biji.
DAFTAR PUSTAKA
Djafarudin. 1995. Dasar-dasar Perlindungan Umum. Edisi 1. Bumi aksara.
Jakarta.
Christian W & G Gottsberger. 2000. Diversity Preys in Crop Pollination. Crop
Science 40 (5): 1209-1222p.
Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Direvisi dan ditranslate
oleh P. A. Vand der Lann. Ikhtiar Baru, Van Haeve Jakarta.
Parimin,
Biji:
Budidaya
dan
Ragam
Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan bidang kehidupan yang paling utama
menjadi sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan mendapat
prioritas utama dalam pembangunan yang bertujuan memperbaiki tata kehidupan
perekonomian yang mampu mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat.
Faktor yang menjadi kendala dalam budidaya pertanian salah satunya adalah
adanya serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang berdampak 75 %
terhadap hasil pertanian. Berbagai cara dilakukan oleh petani untuk mencegah
serangan OPT yang menimbulkan kerugian secara kualitas dan kuantitas. Dewasa
ini, banyak petani yang menggunakan pestisida kimia dalam mengendalikan OPT.
Kebanyakan dari petani memilih pestisida kimia karena pestisida kimia ampuh
membunuh hama. Namun, banyak dampak negatif yang ditimbulkan akibat
penggunaan pestisida kimia.
Pengendalian
hayati
merupakan
salah
satu
dari
komponen
utama
dalam
pengendalian
alami
yang
dapat
menjadi
alternatif
pengendalian
hama
yang
ramah
lingkungan,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara
biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali
biologi), seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu
teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan memanfaatkan/memanipulasikan
musuh alami untuk kepentingan pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan
dilakukan perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium. Sedangkan
Pengendalian alami merupakan Proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa
campur tangan manusia, tidak ada proses perbanyakan musuh alami (Effendi,
2009).
Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang
antropoda lainnya. Parasitoid bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan
dewasanya
hidup
bebas
dan
tidak
terikat
pada
inangnya.
Parasitoid
hidup menumpang di luar atau didalam tubuh inangnya dengan cara menghisap
cairan tubuh inangnya guna memenuhi kebutuhan hidupnya . Umumnya
parasitoid menyebabkan kematian pada inangnya secara perlahan-lahan dan
parasitoid dapat menyerang setiap fase hidup serangga, meskipun serangga
dewasa jarang terparasit. Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan
memakan, membunuh atau memangsa serangga lain, ada beberapa ciri-ciri
predator
yaitu Predator
dapat
memangsa
semua
tingkat
perkembangan
mangsanya (telur, larva, nimfa, pupa dan imago ), Predator membunuh dengan
cara memakan atau menghisap mangsanya dengan cepat, Seekor predator
memerlukan dan memakan banyak mangsa selama hidupnya, Predator membunuh
mangsanya untuk dirinya sendiri, Kebanyakan predator bersifat karnifor, Predator
memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya, Dari segi perilaku
makannya, ada yang mengunyak semua bagian tubuh mangsanya, ada menusuk
mangsanya dengan mulutnya yang berbentuk seperti jarum dan menghisap
cairanya tubuh mangsanya ( Nurhayati, 2011).
spesies
kutu
daun
(Aphis spp.).
Hingga
saat
ini
populasi
BAB III
BAHAN DAN METODE PERCOBAAN
A. Bahan
1. Preparat awetan predator
a. Ulat hongkong
2. Preparat awetan patogen
a. Kultur Metharizium anisopliae
B. Alat
Pinset, petridish
C. Cara kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengambil 10 ekor ulat hongkong untuk setiap petridish (dua kali)
3. Mengguling-gulingkan 10 ekor ulat hongkong di jamur Metharizium
anisopik. 10 lainnya sebagai kontrol
4. Setelah itu tutup petridish dengan plastik kemudian diberi lubang
untuk pernapasan ulat hongkong
5. Amati setiap hari
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan ini menghasilkan ulat jepang yang berada dalam petridish berisi
Metharizhium mati sebanyak 7 ekor, sedangkan dalam petridish kontrol tidak ada
yang mati. Secara umum Metarhizium anisopliae masuk ke tubuh serangga
melalui spirakel dan pori-pori atau kutikula dari tubuh serangga. Setelah masuk ke
dalam tubuh serangga, jamur menghasilkan perpanjangan hifa lateral yang
akhirnya berkembang biak dan mengkonsumsi organ internal serangga.
Pertumbuhan hifa berlanjut sampai serangga tersebut ditumbuhi dengan miselia.
Selanjutnya jamur akan beristirahat melalui kutikula dan sporulates, yang
membuat serangga tampak seperti diselimuti bulu halus berwarna putih
(Wiryadiputra, 1995).
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Metarhizium anisopliae termasuk kelompok entomopatogen yang dapat
digunakan sebagai agen hayati. Cendawan entomopatogen yang telah banyak
digunakan untuk pengendalian serangga hama secara hayati. penggunaan
cendawan entomopatogen yang terdapat secara alami akan lebih menjamin
keberhasilan pengendalian. Untuk mendapatkan cendawan entomopatogen
tersebut dapat dilakukan dengan cara mengisolasinya dari berbagai tempat.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Nurariaty., T. Abdullah., dan S. N. A. Ngatimin. 2011. Kemampuan Makan Predator
Coccinella sp. (Coleoptera: Coccinellidae) pada Makanan Buatan.Fitomedika,
7(3): 191-194.
Effendi, Baehaki S. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi Dalam
Perspektif
Praktek
Pertanian
Yang
Baik
(Good
Agricultural
Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida
ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititik
beratkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah
batas ambang ekonomi atau ambang kendali. Selama ini, kita mengetahui bahwa
pestisida sangat berguna dalam membantu petani merawat pertaniannya. Pestisida
dapat mencegah lahan pertanian dari serangan hama. Hal ini berarti jika para
petani menggunakan pestisida, hasil pertaniannya akan meningkat dan akan
membuat hidup para petani menjadi semakin sejahtera. Dengan adanya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
hama
secara
kimiawi
merupakan
upaya
pengendalian
hama
dan
penyakit.
Macam-macam pestisida
Seiring berkembangnya metode pengendalan hama, ada beberapa macam
pestisida, yakni :
C.
a.fungisida
: pengendali cendawan
b.insektisida
: pengendali serangga
c.herbisida
: pengendali gulma
d.nematisida
: pengendali nematoda
e.akarisida
: pengendali tungau
f.ovarisida
g.bakterisida
: pengendali bakteri
h.larvasida
: pengendali larva
i.rodentisida
: pengendali tikus
j.avisida
: pengedali burung
k.mollussida
: pengendali bekicot
l.sterillant
: pemandul.
Peranan Pestisida
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama tanaman. Dalam konsep PHT, pestisida berperan sebagai salah satu
komponen pengendalian. Prinsip penggunaanya adalah :
Idealnya teknologi pertanian maju tidak memakai pestisida. Tetapi sampai saat
ini belum ada teknologi yang demikian. Pestisida masih diperlukan, bahkan
penggunaanya semakin meningkat. Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan
pestisida untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu
mengatasi masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama.
Hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil karena hama
dapat ditekan.
Pengalaman di Amerika Latin menunjukkan bahwa dengan menggunakan
pestisida dapat meningkatkan hasil 40 persen pada tanaman coklat. Di Pakistan
dengan menggunakan pestisida dapat menaikkan hasil 33 persen pada tanaman
tebu,
dan berdasarkan
penggunaan
pestisida
dapat
E.
Klasifikasi Pestisida
Menurut Soemirat (2003), pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan
organisme target, struktur kimia, mekanisme dan atau toksisitasnya. Berikut
klasifikasi pestisida berdasarkan organisme targetnya :
o Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau
kutu. Akarisida sering juga disebut sebagai mitesida. Fungsinya untuk membunuh
tungau atau kutu.
o Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahas latinnya berarti ganggang laut.
Berfungsi untuk membunuh melawan alga.
o Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung.
Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi
burung.
o Bakterisida, berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani bacron. Berfungsi
untuk melawan bakteri.
o Fungisida, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani spongos yang berarti
jamur. Berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.
o Herbisida, berasal dari kat latin herba yang berarti tanaman setahun. Berfungsi
membunuh gulma (tumbuhan pengganggu).
o Insektisida, berasal dari kata latin insectum yang berarti potongan, keratan atau
segmen tubuh. Berfungsi untuk membunuh serangga
o Larvasida, berasal dari kata Yunani lar. Berfungsi untuk membunuh ulat atau
larva.
o Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus yang berarti berselubung tipis
lembek. Berfungsi untuk membunuh siput.
o Nematisida, berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nema yang
berarti benang. Berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang
hidup di akar).
o Ovisida, berasal dari kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk
membunuh telur.
o Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis berarti kutu, tuma. Berfungsi untuk
membunuh kutu atau tuma.
o Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis yang berarti ikan. Berfungsi untuk
membunuh ikan.
o Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat. Berfungsi
untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus.
o Predisida, berasal dari kata Yunani praeda yang berarti pemangsa. Berfungsi untuk
membunuh pemangsa (predator).
o Silvisida, berasal dari kat latin yang berarti hutan. Berfungsi untuk membunuh
pohon.
o Termisida, berasal dari kata Yunani termes ang berarti serangga pelubang daun.
Berfungsi untuk membunuh rayap.
Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida, namun namanya
tidak menggunakan akhiran sida:
o Atraktan, zat kimia yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik.
Sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan
perangkap.
o Kemosterilan, zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga atau hewan
bertulang belakang.
o Defoliant, zat yang dipergunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan
panen, digunakan pada tanaman kapas dan kedelai.
o Desiccant. zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman
lainnya.
o Disinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan
mikroorganisme.
o Zat pengatur tumbuh. Zat yang dapat memperlambat, mempercepat dan
menghentikan pertumbuhan tanaman.
o Repellent, zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama
yang lainnya. Contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak
nyamuk.
o Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau
biji gulma.
o Pengawet kayu, biasanya digunakan pentaclilorophenol (PCP).
o Stiker, zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin
dan hujan.
o Surfaktan dan agen penyebar, zat untuk meratakan pestisida pada permukaan
daun.
o Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas.
o Stimulan tanaman, zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan
memastikan terjadinya buah.
F.
Formulasi Pestisida
Pestisida sebelum digunakan harus diformulasi terlebih dahulu. Pestisida
dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat
diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator lain. Oleh formulator baru diberi
nama. Berikut ini beberapa formulasi pestisida yang sering dijumpai:
o Tepung (powder)
Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan
bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75 persen). Untuk
mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama dagang
tercantum singkatan WP (wettable powder) atau WSP (water soluble powder).
o Oli (oil)
Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble
concentrate in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen,
karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra low
volume) dengan menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada
tanaman kapas.
o Fumigansia (fumigant)
Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang
berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan.
G.
Dosis pestisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk
mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan
dalam satu kali aplikasi atau lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah
jumlah pestisida yang telah dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan
untuk menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah
jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau
satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya tercantum dalam
label pestisida.
2.
Konsentrasi pestisida
Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan
pestisida,
o Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu pestisida dalam larutan
yang sudah dicampur dengan air.
o Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter
air.
o Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida, yaitu persentase kandungan
pestisida dalam suatu larutan jadi.
3.
Alat semprot
Alat untuk aplikasi pestisida terdiri atas bermacam-macam seperti knapsack
sprayer (high volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 500
liter. Mist blower (low volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi
sekitar 100 liter. Dan Atomizer (ultra low volume) biasanya kurang dari 5 liter.
4.
Ukuran droplet
Ada bermacam-macam ukuran droplet:
Ukuran partikel
Ada bermacam-macam ukuran partikel:
BAB III
BAHAN DAN METODE PERCOBAAN
A. Bahan
Beberapa Pestisida dengan nama dagang :
Curacron 500 EC
Decis 25 EC
Sevin
Convidor 70 WS
Furadan 3 G
B. Cara Kerja
1. Untuk mengenal pestisida amatilah jenis jenis merk pestisida yang
disediakan
Mencermati dan mencatat formulasi, nama bahan aktif, sifat racun. Hama sasaran,
aturan dan cara penggunaanya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
(Terlampir)
N
o
1
Nama
Bahan
Insektis
dagang
Kanon
aktif
Dimetoat
ida
400EC
400 g/l
Nama
kontak
Sasaran
Formul
asi
Aplikasi
Penyemprotan
volume
(500
tinggi
l/ha)
dan
disemprot merata
sistemi
ke
k
Insektis
tanaman
seluruh
ida dan
ZPT
( konta
2
k
langsun
g
Regent
Fipronil
Lalat
bibit,
50 SC
50 g/l
batang, semut
penggerek
50 SC
Perendaman
larutan
sistemi
k)
Penggerek batang, lalat
Insektis
ida/
3
nematis
Furada
ida
bintil
akar
nematoda
(sistemi
tomat, uran
bintil
akar, 3%
Ditabur, dicampur
di dalam tanah
k)
penggerek pucuk
Fungisi
da dan
4
Jamur,
hawar
pelepah,
ZPT
Deisene Karbenda
Dilarutkan,
(sistemi
MX
disemprotkan
zim 6,2%
dan
rebah batang
kontak)
Insektis
ida
5
(kontak
dan
Rizotin
Sipermetr
in 100 g/l
100 EC
Disemprotkan
pada tanaman
lambun
6
g)
Akarari
Miraz
Amitraz
Hama
tungau
(apel) Miraz
Penyemprotan
sida
(kontak
)
Fungisi
7
da
(kontak
)
Insektis
ida
(kontak
200 g/l
Antraco
l
70
WP
Abacel
Prepinep
70%
tungau kuning
Embun
200 EC
tepung,
bercak
Dilarutkan,
disemprotkan
Abamekti
Ulat
n 18 g/l
merah)
Oksitetras
Layu
grayak
(bawang
volume tinggi
Dilarutkan dalam
18 EC
air, disemprotkan
)
Bakteri
sida,
9
fungisid Bactoc
a
yn
(sistemi
bakteri,
Dilarutkan,
bakteri
disemprotkan
lalu
dengan
volume
tinggi
k)
Dilarutkan,
disemprotkan
volume
1
Insektis
ida
Vigor
Sipermetr
Hama
in 100 g/l
kakao
penghisap
buah
tinggi,
populasi
100 EC
atau
intensitas
serangan
hama
mencapai
ambangnya
setempat
Herbisi
Isopropila
da
Roundu mina
(sistemi
k)
glifosfat
486 g/l
teh
akasia,
Insektis
Dursba
Klorpirifo
olah tanah
Hama bawang
ida
s 200 g/l
cabai,
jagung,
SL
/ Disemprotkan
cair
merah, EC
kacang cair
dengan merata
Disemprotkan
hijau,
kacang
tanah,
kakao,
kedelai,
kelapa,
da
Gramo
(kontak
xone
)
Bakteri
1
sida
(sistemi
k)
Parakuat
klorida
276 g/l
Streptomi
Agrept
sin sulfat
20%
Penyakit
kedelai dsb.
Dilarutkan
276 SL
pada
air,
disemprotkan
layu
bakteri
20 WP
Penyemprotan
volume tinggi
lalu
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous,2009.http://agriculturesupercamp.wordpress.com/2008/01/25/bijakmemilih-pestisida
Anonymous, 2009.http://dizzproperty.blogspot.com/2007/05/pencemaran-pestidadampak-dan-upaya Anonymous,
2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Herbisida - 25k
Anonymous,
2009. http://www2.kompas.com/kompas-
cetak/0010/19/iptek/inse10.htm
Maryati, sri dan Suharno.2006.Biologi.Jkarta;Erlangga
Sudjadi, bagoed dan Dra. Siti Laila. 2006. Biologi sains dalam kehidupan. Jakarta:
Yudhistira
Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Usaha peningkatan produksi pertanian tidak hanya dilakukan melalui
pemupukan tetapi juga melalui upaya perlindungan tanaman agar tanaman bebas
dari serangan hama penyakit. Untuk pemberantasan hama tersebut salah satunya
adalah dengan menggunakan berbagai jenis zat kimia yang disebut dengan
pestisida.. Namun penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak negatif, baik
itu bagi kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak negatif
ini akan terus terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam memilih jenis dan cara
penggunaannya. Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan
pestisida diantaranya : Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida
yang kemudian terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang
sukar terurai akan berkumpul pada hewan pemakan tumbuhan tersebut termasuk
manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah
tercemar pestisida. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari tumbuhan
yang telah tercemar pestisida maka bayi yang disusui menanggung resiko yang
lebih besar untuk teracuni oleh pestisida tersebut daripada sang ibu. Zat beracun
ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu yang diberikan. Dan kemudian racun
ini akan terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi).
Pestisida tidak hanya beracun bagi hama, tetapi dapat juga mematikan
organisme yang berguna, ternak piaraan, dan bahkan manusia, maka agar
terhindar dari dampak negatif yang timbul, penyimpanan dan penggunaannya
harus dilakukan secara hati-hati dan dilakukan sesuai petunjuk. Oleh karena itu,
untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan cara
menggunakan pestisida alami atau pestisida yang berasal dari tumbuhan (pestisida
nabati). Pestisida nabati tidak mencemari lingkungan karena bersifat mudah
terurai (biodegradable) sehingga relatif aman bagi ternak peliharaan dan manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari
tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahanbahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk
tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit
sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil
abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya
bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan
pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di
seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian
petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida,
diantaranya
menggunakan
daun
sirsak
untuk
mengendalikan
hama
BAB III
BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM
Ulat hongkong
Aquadest
Petridish
Mortir
Penjepit
Daun sirsak, srikaya, mimba
B. Cara kerja
1. Menimbang daun sirsak, srikaya, dan mimba dengan berat masingmasing daun 2 gram
2. Setelah menimbang kemudian diberi air sebanyak 10ml
3. Menuang cairan hasil ekstrasi ke dalm petridish
4. Masukkan ulat hongkong ke dalam petridish
5. Mengamati kematian ulat hongkong di dalam larutan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
No
1.
2.
3.
4.
Ekstrak daun
Daun Mimba
Daun Sirsak
Daun Srikaya
Kontrol
Waktu
1 menit
2 menit
5 menit
10 menit
Dari hasil praktikum diatas, terlihat bahwa yang paling cepat membuat
ulat mati adalah daun mimba. Mimba, terutama dalam biji dan daunnya
mengandung beberapa komponen dari produksi metabolit sekunder yang diduga
sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun
farmasi (kosmetik dan obat-obatan). Beberapa diantaranya adalah azadirachtin,
salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin(Ruskin, 1993). Azadirachtin sendiri
terdiri dari sekitar 17 komponen dan komponen yang mana yang paling
bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat, belum jelas diketahui (Rembold,
1989). Mimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengganggu hama
pada proses makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya (Senrayan, 1997).
Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat
menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam
proses metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian
kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi
kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam
proses ini seringkali mengakibatkan kematian (Chiu, 1988).
Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (anti-feedant) yang
mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya
sendiri belum mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari
mimba, seringkali hamanya tidak mati seketika setelah disemprot (knock down),
namun memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun
demikian, hama yang telah disemprot tersebut daya rusaknya sudah sangat
menurun, karena dalam keadaan sakit (Ruskin, 1993).
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan
serangga hama enggan mendekati zat tersebut. Suatu kasus terjadi ketika belalang
Schistocerca gregaria menyerang tanaman di Afrika, semua jenis tanaman
terserang belalang, kecuali satu jenis tanaman, yaitu mimba (Sudarmadji, 1999).
Mimbapun dapat merubah tingkah laku serangga, khususnya belalang (insect
behavior) yang tadinya bersifat migrasi, bergerombol dan merusak menjadi
bersifat solitair yang bersifat tidak merusak (informasi lisan Prof. K. Untung).
Nimbin dan nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti antivirus, bakterisida, fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam
mengendalikan penyakit tanaman (Ruskin, 1993). Tidak terbatas hal itu, bahanbahan ini sering digunakan dan dipercaya masyarakat sebagai obat tradisional
yang mampu menyembuhkan segala jenis penyakit pada manusia (Kardinan dan
Taryono, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Kardinan, A., Taryono, 2003, Tanaman Obat Penggempur Kanker,13, Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Ruskin. 1993. Pestisida Nabati. Ramuan dan aplikasi. Pt. Penebar swadaya.
Jakarta
Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberti
Supriyatin dan Marwoto, 2000. Pestisida Nabati. Jakarta: Rineka Cipta
Thamrin dkk,2008. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati.
Jakarta: balai pertanian lahan rawa
Untung, 1993. Pestisida Alami ( Nabati). Jakarta: Erlangga.
PENGAMATAN
MAKROSKOPIS
METHARIZHIUM,
THRICHODERMA
CAPSICI
Disusun oleh :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 1410401007
DAN
DAN
MIKROSKOPIS
COLLETROTICUM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cendawan adalah suatu kelompok jasad hidup yang menyerupai tumbuhan
tingkat tinggi karena mempunyai dinding sel, tidak bergerak, berkembang biak
dengan spora, tetapi tidak mempuntai klorofil. Cendawan tidak mempunyai
batang, daun, akar dan sistem pembuluh seperti pada tumbuhan tingkat tinggi.
D e w a s a i n i , m i n a t t e r h a d a p p e n g g u n a a n J a m u r Patogen Serangga
(JPS) untuk mengendalikan hamasecara hayati telah dipacu karena adanya
masalahlingkungan seperti efek samping penggunaan bahankimia yang
berbahaya bagi organisme bukan sasaran (K a a y a e t a l l , 1 9 9 6 ) .
Sekarang ini istilah manajemen penyakit memiliki kecenderungan
menggacendawan ntikan istilah dari pengendalian penyakit. Idealnya tujuan dari
sistem manajemen penyakit tumbuhan adalah untuk menghasilkan pengendalian
secara lengkap. Di dalam praktek manajemen penyakit akan dikatakan sukses
apabila dapat menghasilkan pengembalian ekonomi secara nyata. Sistem ini
seyogyanya difokuskan untuk penyelamatan pertanaman, jangan hanya pada
individu tanaman saja. Alasannya adalah perlakuan manajemen yang ditujukan
hanya untuk tanaman secara individu saja jarang yang secara lengkap berhasil,
untuk itu diperlukan adanya penyatuan program (integrated programme)
(Yudiarti,2007).
Dewasa ini banyak diketahui bahwa Trichoderma sp. dan Glioclodium spp dapat
dipakai untuk mengendalikan berbagai penyakit bawaan pada tanah. Pengendalian
secara biologis juga dapat dilakukan dengan patogen yamg tidak virulen dari jenis
yang
sama
sebagai
pesaing
(kompetitor)
Schlegel,
1994).
meskipun
pengendalian
ini
juga
bersifat
biologis
(Semangun,
1996).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jamur M. anisopliae telah dikenal sebagai patogen pada berbagai jenis
serangga hama dan dapat diproduksi secara komersial sebagai bioinsektisida.
Walaupun jamur ini dapat menginfeksi begitu banyak serangga, ternyata intensitas
serangan terbesar dan inangyang terbaik untuk berkembang biak adalah larva O.
rhinoceros. Semua stadia O. rhinoceros kecuali telur dapat diinfeksi oleh jamur
ini. Sifat jamur ini yang dapat menginfeksi hampir semua stadia O.
rhinoceros itulah yang menjadi dasar untukmemanfaatkan jamur ini sebagai agens
hayati hama tersebut (Sambiran dan Hosang,2007).
Trichoderma spp. memiliki konidiofor bercabang cabang teratur, tidak
membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam kelompokkelompok kecil
terminal,
kelompok
konidium
berwarna
hijau
biru
(Semangun,
1996). Trichoderma spp.juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma atau phialid
tunggal dan berkelompok (Barnet, 1960).
Jamur Colletotrichum capsici ini mempunyai ciri morfologi yang struktur
tubuhnya sangat kecil dan hidupnya sebagai parasit obligat merupakan sifat jamur
yang hanya dapat hidup pada inangnya saja, serta mempunyai habitat yang sangat
luas penyebarannya sampai keseluruh bagian tumbuhan (Roma, 2009). Konidia
Colletotrichum capsici berwarna abu-abu keputihan, melengkung seperti bulan
sabit dan berakhir meruncing pada kedua ujungnya (Eric McKenzie, 2013).
BAB III
BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA