You are on page 1of 25

ACARA IV

ISOLASI ENZIM AMILASE DARI KECAMBAH BIJI DAN REAKSI


PENCOKLATAN ENZIMATIS

A. Tujuan
Tujuan dari pratikum acara IV Isolasi Enzim Amilase dari Kecambah
Biji dan Reaksi Pencoklatan Enzimatis ini adalah:
1. Untuk mengetahui aktivitas amilase selama perkecambahan biji.
2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang berbeda terhadap reaksi
pencoklatan enzimatik pada permukaan potongan buah.
B. Tinjauan Pustaka
1.
Tinjauan Bahan
Kacang hijau merupakan tanaman tropis yang berumur pendek dan
dapat tumbuh di daerah yang curah hujannya rendah. Kacang hijau
merupakan sumber protein nabati. Protein biji kacang hijau mengandung 8
asam amino esensial, yaitu Valine, Leucine, Isoleucine, Methionine, Venyl
Alanine, Lycine dan Tryptophane. Selain itu juga terdapat lemak,
karbohidrat serta mineral yang dibutuhkan tubuh (Retno, 2005).
Kacang hijau (Phaseolus radiatus) yang juga biasa disebut mungbean
merupakan tanaman yang dapat tumbuh hampir di semua tempat di
Indonesia. Berbagai jenis makanan (olahan) asal kacang hijau seperti
bubur kacang hijau, minuman kacang hijau, kue/penganan tradisional, dan
kecambah kacang hijau telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Dalam 100 gram kacang hijau mengandung 124 mg kalsium dan 326 mg
fosfor, yang berarti bahwa kacang hijau bermanfaat untuk memperkuat
kerangka tulang. Kandungan lemaknya juga jauh lebih rendah dari kedelai.
Oleh karena itu, kacang hijau sangat baik bagi orang yang ingin
menghindari konsumsi lemak tinggi. Kacang hijau juga mampu menjaga
kesehatan jantung karena kandungan lemak tak jenuhnya mencapai 73
persen (Dillah 2003).
Apel adalah tanaman yang berasal daerah subtropis. Di Indonesia
beredar 2 jenis apel, yaitu apel impor maupun apel lokal. Terdapat 4

varietas apel yang dikembangkan oleh petani yaitu Manalagi, Anna, Rome
Beauty, dan Wangling. Pemanfaatan dan tingkat nilai ekonomis terhadap
apel lokal dapat dilakukan melalui diverifikasi produk. Salah satu produk
olahan apel yang cukup dikenal yaitu sari apel (Sari dkk, 2012).
Pisang termasuk tanaman hortikultura. Pisang merupakan tanaman
herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Tanaman pisang telah ada sejak manusia ada. Namun, saat itu pisang
masih merupakan tanaman liar yang tidak dibudidayakan. Selain pisang
sebagai sumber vitamin dan mineral, buah pisang hijau dapat digunakan
sebagai gurah, yaitu menghilangkan dahak atau menyaringkan suara. Buah
pisang juga sangat berkhasiat untuk penyembuhan penderita anemia
(Cahyono, 2009).
Produksi buah pisang rata-rata 25,216 ton per tahun dengan luas area
4,784 ha. Varietas terbesarnya adalah pisang kepok. Sebagai komoditi hasil
pertanian, buah pisang merupakan produk yang bersifat mudah rusak.
Umur simpannya sangat terbatas sehingga pisang sering diolah dengan
menggunakan teknologi sehingga memiliki daya tahan yang lebih lama.
Misalnya dengan dibuat menjadi tepung pisang (Suprapto, 2006).
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 178. Dalam
bentuk kristal tidak berwarna, titik cair 190-1920 C. Bersifat larut dalam air
sedikit larut dalam aseton atau alkohol yang mempunyai berat molekul
rendah. Vitamin C sukar larut dalam kloroform, eter, dan benzena. Dengan
logam membentuk garam. Pada pH rendah vitamin C lebih stabil daripada
pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi (Suhardi, 1996).
Sodium Clorida atau Natrium Klorida (NaCl) yang dikenal sebagai
garam adalah zat yang memiliki tingkat osmotik yang tinggi. Zat ini pada
proses perlakuan penyimpanan benih recalsitran berkedudukan sebagai
medium

inhibitor

yang

fungsinya

sebagai

menghambat

proses

metabolisme benih sehingga perkecambahan pada benih recalsitran dapat


terhambat. Dengan kemampuan tingkat osmotik yang tinggi ini maka
apabila NaCl terlarut dalam air maka air tersebut akan mempunyai nilai
atau tingkat konsentrasi yang tinggi dapat mengimbibisi kandungan air

(konsentrasi rendah) yang didalam tubuh benih sehingga akan diperoleh


keseimbangan kadar air pada benih tersebut. Hal ini dapat terjadi karena
H2O akan berpindah dari konsentrasi yang rendah ke tempat yang
memiliki konsentrasi yang tinggi (Estiasih, 2009).
Asam askorbat adalah salah satu senyawa kimia yang disebut vitamin
C, selain asam dehidroaskorbat. Ia berbentuk bubuk kristal kuning
keputihan yang larut dalam air dan memiliki sifat-sifat antioksidan. Asam
askorbat merupakan antioksidan yang menakjubkan yang melindungi sel
dari stres ekstraselular, dengan peningkatan proliferasi sel endotelial,
stimulasi sintesis kolagen tipe IV, degradasi oksidasi LDL, menghambat
aterosklerosis dan stes intraselular dengan memelihara kadar alpha
tocopherol pada eritrosit dan neuron, dan melindungi hepatosit dari setress
oksidatif akibat paparan alkohol alil (Buckle et al, 1987).
2. Tinjauan Teori
Proses pencoklatan atau browing sering terjadi pada buah-buahan
seperti pisang, peach, pear, salak, pala, dan apel. Buah yang memar juga
mengalami proses pencokalatan. Pada umumya proses pencoklatan dapat
dibagi menjadi dua jenis yaitu proses pencoklatan yang enzimatis dan yang
nonenzimatis. Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah-buahan yang
banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Reaksi pencoklatan
nonenzimatis belum diketahui atau dimengerti penuh. Pecoklatan akibat
vitamin C (asam askorbat) merupakan senyawa reduktor dan juga dapat
bertindak

sebagai

precursor

untuk

pembentukan

warna

coklat

nonenzimatik. Asam-asam askorbat berada dalam keseimbangan dengan


asam dehidroaskorbat (Winarno, 2008).
Pertumbuhan tanaman yang berasal dari biji diawali dari proses
perkecambahan. Dalam pertumbuhannya memerlukan energi, dan energi
tersebut berasal dari perombakan bahan-bahan organik seperti karbohidrat
lemak dan protein,. Enzim yang digunakan untuk merombak protein
adalah enzim protease, perombakan lemak adalah enzim lipase dan pati
memerlukan enzim amilase. Enzim-enzim tersebut secara bersamaan
dihasilkan tumbuhan selama proses perkecambahan. Enzim adalah

molekul protein yang berperan sebagai biokatalis dan berfungsi untuk


mengkatalisis reaksi-reaksi metabolisme yang berlangsung pada mahkluk
hidup. Fungsi ini dipengaruhi oleh faktor lingkungannya seperti
temperatur, keasaman (pH), konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan
aktivator. Pada kondisi optimum, laju reaksi enzimatik akan bekerja secara
optimum, sehingga diperoleh produk yang lebih banyak. Laju reaksi
enzimatik akan bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim, akan
tetapi laju reaksi dapat mencapai konstan bila jumlah substrat bertambah
terus sampai melewati batas kemampuan enzim (Bahri, 2012).
Amilase adalah enzim yang berfungsi memecah pati dan glikogen.
Amilase bisa didapatkan dari beberapa sumber seperti tumbuhan, binatang,
dan mikroba. Namun metode produksi enzim amilase menggunakan
mikroogranisme lebih sering dipakai karena dalam produksinya lebih
ekonimis dengan hasil yang bisa lebih besar dan mikroba juga mudah
untuk dimanipulasi untuk karakter hasil yang sesuai keinginan. Amilase
juga dikategorikan dalam kelas enzim, yang berguna dan bermanfaat, bisa
diaplikasikan di bidang makanan, tekstil, deterjen, dan perusahan farmasi
(Vidyalakshmi, 2009).
Amilase banyak

digunakan

oleh

hewan,

tumbuhan,

dan

mikroorganisme dan dapat dikembangkan menjadi aplikasi industri lainnya


misalnya pertanian, detergen, kulit, tekstil, produk farmasi dan perwatan
lingkungan. Pada pH tinggi beberapa industri (misalnya detergen dan
kulit) membutuhkan enzim toleran dalam kondisi alkali. Kegiatan amilase
dalam beberapa tanaman (jagung dan malt) memiliki pH optimal antara
4,5 dan 5,5 dan suhu optimal antara 50-900 C. Di massa yang akan dating
pemurnian dan karakteristik aktivitas amilase memproduksi buah dan
sayuran akan diselidiki (Laloknam, 2009).
Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi pencoklatan
(reaksi Mailard) karena pHnya rendah dan kandungan gula pereduksi
tinggi yang akan
bereaksi dengan grup amino dari amin, asam amino atau protein.
Reaksi antara asam-asam organic dan etanol (alkohol) lainnya akan

menghasilkan ester-ester yang merupakan senyawa pembentuk citarasa


dan aroma. Adanya reaksi antara asam amino dengan gula akan
menyebabkan terjadinya pencoklatan yang akan mempengaruhi mutu
produk secara keseluruhan (Suprihatin, 2010).
Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan,
seperti pisang, pir, salak, pala dan apel begitu juga stroberi. Buah stroberi
yang memar juga akan mengalami proses pencoklatan. Pada umumnya,
proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu proses pencoklatan
enzimatik dan non enzimatik. Perubahan warna yang utama pada stroberi
disebabkan oleh reaksi browning (pencoklatan). Reaksi pencoklatan terdiri
atas pencoklatan enzimatis dan non enzimatis. Pencoklatan enzimatis
disebabkan oleh aktivitas enzim phenolase dan oliphenolase. Pembentukan
warna coklat dikarenakan terjadinya oksidasi senyawa-senyawa fenol dan
polifenol oleh enzim fenolase dan polifenolase membentuk quinon, yang
selanjutnya berpolimerisasi membentuk melanin (pigmen berwarna
coklat). Untuk terjadinya reaksi browning enzimatis diperlukan adanya 4
komponen fenolase dan polifenolase (enzim), senyawa-senyawa fenol dan
polifenol (substrat), oksigen dan ion tembaga yang merupakan sisi aktif
enzim. Untuk menghindari terjadinya reaksi browning enzimatis dapat
dilakukan dengan mengeliminasi (menghilangkan) salah satu atau
beberapa komponen tersebut (Harianingsih, 2010).
Pencoklatan yang terjadi selama pengolahan lada hijau merupakan
proses enzimatis yang dikatalisasi oleh enzim polifenolase dengan adanya
oksigen. Pencoklatan enzimatis terjadi karena komponen fenolik
terkonversi menjadi melanin coklat yang dikatalisis oleh enzim polifenol
oksidase. Penghambatan pencoklatan enzimatis dapat dilakukan baik
dengan perlakuan fisik (pemanasan, pendinginan, pembekuan, aplikasi
tekanan tinggi, irradiasi, dan lain-lain), mau-pun penambahan zat
penghambat (pereduksi, pengkelat, asidulan, penghambat enzim, dan agen
pengkompleks). Kombinasi dari kedua cara tersebut juga dapat dilakukan
untuk mendapatkan penghambatan yang lebih efektif. Penggunaan zat

penghambat sebaiknya tidak mempengaruhi tekstur, rasa dan aroma


produk akhir (Nurdjanah, 2008).
Reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada
sayuran

dan

buah-buahan

oleh

enzim

polifenol

oksidase

yang

menghasilkan pigmen warna coklat (melanin). Proses pencoklatan


enzimatis memerlukan enzim polifenol oksidase dan oksigen untuk
berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dikenal yaitu
fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini
bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu. Reaksi ini dapat terjadi bila
jaringan tanaman terpotong, terkupas, dan karena kerusakan secara
mekanis. Reaksi ini banyak terjadi pada buah-buahan atau sayuran yang
banyak mengandung substrat senyawa fenolik seperti catechin dan
turunannya

yaitu

tirosin,

asam

kafeat,

asam

klorogenat,

serta

leukoantosianin (Zulfahnur, 2009).


Amilase adalah enzim-enzim yang menghidrolisis pati molekul untuk
memberikan produk yang beragam termasuk dekstrin, dan polimer
semakin kecil terdiri dari glukosa unit. Keluarga -amilase terdiri dari
sekelompok enzim dengan berbagai berbeda kekhususan bahwa semua
bertindak pada satu jenis substrat yang residu glukosa dihubungkan
melalui, -1-1, -1-4, -1-6, glikosidik obligasi. Anggota keluarga ini
berbagi angka sifat karakteristik umum. Amilase dapat dibagi menjadi dua
kategori, endoamylases dan exoamylases. Endoamylases mengkatalisis
hidrolisis secara acak di bagian dalam molekul pati memproduksi linier
dan bercabang oligosakarida dari berbagai panjang rantai. Exoamylases
bertindak dari ujung non-mengurangi berturut-turut mengakibatkan singkat
produk akhir (Reddy, 2003).
Enzim merupakan bagian dari protein, yang mengkatalisir reaksireaksi kimia. Enzim juga dapat diartikan sebagai protein katalisator yang
memiliki spesifisitas terhadap reaksi yang dikatalisis dan molekul yang
menjadi substratnya. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu konsentrasi substrat, suhu, dan pH. Kecepatan reaksi enzim
dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama perubahan suhu dan pH yang

mempunyai pengaruh besar terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi enzim


juga dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat.
Pengaruh aktivator, inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit dalam
beberapa keadaan juga merupakan faktor-faktor yang penting. Hasil reaksi
enzim juga dapat menghambat kecepatan reaksi. Jenis-jenis enzim amilase
(a) -amilase (EC 3.2.1.1) -amilase adalah kalsium metalloenzymes,
benar-benar tidak dapat berfungsi dengan tidak adanya kalsium. -amilase
memotong karbohidrat rantai panjang pada lokasi acak di sepanjang rantai
pati, yang pada akhirnya menghasilkan maltotriosa dan maltosa dari
amilosa, atau maltosa, glukosa dan "limit-dextrin "dari amilopektin. amilase cenderung lebih cepat kerjanya dibanding -amilase karena dapat
bekerja di mana saja pada substrat. Secara fisiologis pada manusia, baik
amilase ludah dan pankreas adalah -amilase. Juga ditemukan pada
tumbuhan, jamur (ascomycetes dan basidiomycetes) dan bakteri
(Bacillus), (b) -amilase (EC 3.2.1.2) -amilase adalah bentuk lain dari
amilase disintesis oleh bakteri, jamur, dan tanaman. - amilase
mengkatalisis

hidrolisis

ikatan

glikosidik

kedua

-(1,4),

bekerja

membentuk ujung nonreducing, memecah maltosa menjadi dua unit


glukosa pada suatu waktu. Selama pematangan buah, -amilase memecah
pati menjadi maltosa, sehingga menghasilkan rasa manis pada buah yang
matang. -amilase dan -amilase dijumpai dalam biji, -amilase muncul
dalam bentuk tidak aktif sebelum perkecambahan, sedangkan -amilase
dan protease muncul setelah perkecambahan dimulai. Jaringan hewan
tidak mengandung -amilase, (c) -Amilase / glukoamilase (EC 3.2.1.3) amilase/ glukoamilase memecah ikatan glikosidik -(1,6), selain memecah
ikatan glikosidik (1,4) terakhir pada ujung non-reducing dari amilosa dan
amilopektin, sehingga menghasilkan glukosa. Tidak seperti bentuk lain
dari amilase, -amilase yang paling efisien dalam lingkungan asam dan
memiliki pH optimum 3 (Juwita, 2010).
Perkecambahan didefinisikan sebagai permulaan pertumbuhan aktif
biji yang menghasilkan kulit biji pecah kemudian muncul semai.

Perkecambahan merupakan pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan


embrionik axis didalam biji yang terhenti kemudian tumbuh semai. Faktor
utama yang diperlukan dalam perkecambahan adalah air, oksigen, suhu,
dan cahaya (Purnomo, 2010).
Perkecambahan adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang
menghasilkan pecahnya kulit biji dan munculnya semai.perkecambahan
meliputi peristiwa-peristiwa fisiologis dan morfologis berikut (1) imbibisi
dan absorbs air, (2) hidrasi jaringan, (3) absorbs O2, (4) pengaktifan enzim
dan pencernaan, (5) transport molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio,
(6) peningkatan respirasi dan amilase, (7) inisiasi pembelahan dan
pembesaran sel, dan (8) munculnya embrio (Hart, 1998).
C. Metodologi
1. Alat
a. Corong
b. Gelas ukur
c. Kertas filter Whatman
d. Kompor
e. Mortar
f. Panci
g. Pengaduk
h. Pipet tetes
i. Piring
j. Pisau
k. Propipet
l. Rak tabung reaksi
m. Stopwatch
n. Tabung reaksi
o. Timbangan Analitik
2. Bahan
a. Biji kacang hijau
b. Larutan NaCl 0,1 N 25 ml
c. Larutan enzim 1 ml
d. Larutan iodine 0,01 N 3 tetes
e. Larutan pati 4% (DE= 15-20)
f. Buah apel segar
g. Buah pisang
h. Larutan asam askorbat 0,5%
i. Larutan natrium bisulfit 0,8%
j. Larutan sukrosa 5%
k. Aquadest

3. Cara Kerja
a. Isolasi Enzim Amilase dari Kecambah Biji
1. Ekstraksi Enzim
5 gram biji kacang hijau
50 ml Nacl 0,1 M

Penghancuran

Pembiaran campuran selama 30 menit

Penyaringan campuran dengan kertas filter

2. Uji Aktivitas Amilase secara kualitatif


1 ml larutan pati 4%
1 ml subtrat

Penambahan

0,5 larutan enzim


Pengamatan perubahan warna biru pati setelah
ditambah 5 tetes larutan iod encer

Penginkubasian pada suhu kamar selama 60


menit

Pengamatan setiap 10 menit

b. Reaksi Pencoklatan Enzimatik


Apel, Pisang
Pengupasan

Kulit

Apel/Pisang kupas
Pemotongan

10 potongan apel/pisang

2 potong

2 potong

Apel/pisang
Perendama
n ke dalam
larutan
Vitamin C
selama 30
detik

2 potong

2 potong

Apel/pisang Apel/pisang
Perendama
n kedalam
larutan
NaHSO3
selama 30
detik

2potong

Apel/pisang Apel/pisang

Perendama
n kedalam
larutan
gula
selama 30
detik

Pemblanch
ingan
selama 30
detik

2 potong
Apel/pisang

Pemblanch
ingan
selama 3
menit

Pembiaran
pada suhu
kamar
selama 60
menit

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 4. 1 Pengamatan Aktivitas Amilase Selama Perkecambahan Biji
Kacang Hijau
Waktu
0
10

Sampel

20

30

40

50

60

+++

+++

+++

+++

++

++

++

++

+++

+++

0,5 ml larutan enzim


(Kacang hijau kering)
+

1 ml larutan pati + 5
tetes iodin
0,5 ml larutan enzim
(Kacang

hijau

direndam 12 jam)+1 ml larutan pati + 5


tetes iodin

+++

++
++

0,5 ml larutan enzim


(perkecambahan

12

jam)+1 ml larutan pati

+++

+++

+++

+++

++

++

+++

+++

+++

+++

++

++

+ 5 tetes iodin
0,5 ml larutan enzim
(perkecambahan

24

jam)+1 ml larutan pati

+ 5 tetes iodin
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan
-

:
: biru pekat

: warna biru mulai memudar

++

: biru muda

+++

: putih kebiruan

++++

: putih

Menurut Reddy (2003) amilase adalah enzim-enzim yang menghidrolisis


pati molekul untuk memberikan produk yang beragam termasuk dekstrin, dan
polimer semakin kecil terdiri dari glukosa unit. Keluarga -amilase terdiri
dari sekelompok enzim dengan berbagai berbeda kekhususan bahwa semua
bertindak pada satu jenis substrat yang residu glukosa dihubungkan melalui,
-1-1, -1-4, -1-6, glikosidik obligasi. Anggota keluarga ini berbagi angka
sifat karakteristik umum. Amilase dapat dibagi menjadi dua kategori,
endoamylases dan exoamylases. Endoamylases mengkatalisis hidrolisis
secara acak di bagian dalam molekul pati memproduksi linier dan bercabang
oligosakarida dari berbagai panjang rantai. Exoamylases bertindak dari ujung
non-mengurangi berturut-turut mengakibatkan singkat produk akhir.
Menurut Vidyalakshmi (2009) amilase adalah enzim yang berfungsi
memecah pati dan glikogen. Amilase bisa didapatkan dari beberapa sumber
seperti tumbuhan, binatang, dan mikroba. Namun metode produksi enzim
amilase menggunakan mikroogranisme lebih sering dipakai karena dalam
produksinya lebih ekonimis dengan hasil yang bisa lebih besar dan mikroba

juga mudah untuk dimanipulasi untuk karakter hasil yang sesuai keinginan.
Amilase juga dikategorikan dalam kelas enzim, yang berguna dan
bermanfaat, bisa diaplikasikan di bidang makanan, tekstil, deterjen, dan
perusahan farmasi.
Menurut Juwita (2010) enzim merupakan bagian dari protein, yang
mengkatalisir reaksi-reaksi kimia. Enzim juga dapat diartikan sebagai protein
katalisator yang memiliki spesifisitas terhadap reaksi yang dikatalisis dan
molekul yang menjadi substratnya. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu konsentrasi substrat, suhu, dan pH. Kecepatan reaksi
enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama perubahan suhu dan pH
yang mempunyai pengaruh besar terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi
enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat.
Pengaruh aktivator, inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit dalam
beberapa keadaan juga merupakan faktor-faktor yang penting. Hasil reaksi
enzim juga dapat menghambat kecepatan reaksi.
Menurut Winarno (2008) enzim amilase adalah kelompok enzim yang
memiliki kemampuan memutuskan ikatan glikosida yang terdapat pada
senyawa polimer karbohidrat. Hasil molekul amilum ini akan menjadi
monomer-monomer yang lebih sederhana, seperti maltose, dekstrin dan
terutama molekul glukosa sebagai unit terkecil. Amilase dihasilkan oleh
berbagai jenis organisme hidup, mulai dari tumbuhan, hewan, manusia
bahkan pada mikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Kelompok enzim ini
memiliki banyak variasi dalam aktivitasnya, sangat spesifik, tergantung pada
sumber organismenya dan tempatnya bekerja. Beberapa lainnya yang sejenis
bisa mengatur aktivitas -amilase selama perkecambahan dan proses lainnya.
Jenis-jenis enzim amilase (a) -amilase (EC 3.2.1.1) -amilase adalah
kalsium metalloenzymes, benar-benar tidak dapat berfungsi dengan tidak
adanya kalsium. -amilase memotong karbohidrat rantai panjang pada lokasi
acak di sepanjang rantai pati, yang pada akhirnya menghasilkan maltotriosa
dan maltosa dari amilosa, atau maltosa, glukosa dan "limit-dextrin "dari
amilopektin. -amilase cenderung lebih cepat kerjanya dibanding -amilase

karena dapat bekerja di mana saja pada substrat. Secara fisiologis pada
manusia, baik amilase ludah dan pankreas adalah -amilase. Juga ditemukan
pada tumbuhan, jamur (ascomycetes dan basidiomycetes) dan bakteri
(Bacillus), (b)

-amilase (EC 3.2.1.2) -amilase adalah bentuk lain dari

amilase disintesis oleh bakteri, jamur, dan tanaman. - amilase mengkatalisis


hidrolisis ikatan glikosidik kedua -(1,4), bekerja membentuk ujung nonreducing, memecah maltosa menjadi dua unit glukosa pada suatu waktu.
Selama pematangan buah, -amilase memecah pati menjadi maltosa,
sehingga menghasilkan rasa manis pada buah yang matang. -amilase dan amilase dijumpai dalam biji, -amilase muncul dalam bentuk tidak aktif
sebelum perkecambahan, sedangkan -amilase dan protease muncul setelah
perkecambahan dimulai. Jaringan hewan tidak mengandung -amilase, (c) Amilase / glukoamilase (EC 3.2.1.3) -amilase/ glukoamilase memecah ikatan
glikosidik -(1,6), selain memecah ikatan glikosidik (1,4) terakhir pada
ujung non-reducing dari amilosa dan amilopektin, sehingga menghasilkan
glukosa. Tidak seperti bentuk lain dari amilase, -amilase yang paling efisien
dalam lingkungan asam dan memiliki pH optimum 3 (Juwita, 2010). Enzim
-amilase banyak terdapat pada kecambah kacang-kacangan. Enzim amilase dalam biji dibentuk pada waktu awal perkecambahan oleh asam
giberilik. Asam giberilik adalah suatu senyawa organik yang sangat penting
dalam proses perkecambahan suatu biji karena bersifat sebagai pengontrol
perkecambahan tersebut

(Suarni, 2007).

Penambahan larutan NaCl berguna untuk menetralkan pH kacang dari


kacang-kacangan misalnya kacang tolo atau juga bisa berguna untuk
mengeluarkan enzim yang terdapat pada kacang-kacangan tersebut.
Penambahan larutan pati digunakan untuk aktivasi enzim, Pati yang berikatan
dengan Iodin (I2) akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan
untuk menganalisis adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati
yang berbentuk spiral sehingga akan mengikat molekul iodin dan
terbentuklah warna biru (Winarno, 2008), tujuan penambahan larutan iod

berguna untuk mengubah warna atau menguji adanya amilum pada sampelsampel tersebut atau sebagai penanda terhidrolisisnya larutan pati.
Mekanisme kerja enzim amilase, yaitu enzim amilase akan memecah
substrat pati melalui tiga tahapan utama yaitu gelatinisasi, likuifikasi,
sakarifikasi . ketiga proses tersebut merupakan proses dengan tingkat
konsumsi energi yang tinggi sehingga meningkatkan biaya hidrolisis bahan
berpati. Solusi yang dapat diambil untuk menurunkan tingkat konsumsi
energi tersebut adalah dengan menggunakan enzim amilase yang dapat
memecah pati tanpa proses gelatinisasi/pati mentah (Nangin dkk, 2015).
Hasil positif amilum ditunjukkan dengan timbulnya warna biru keunguan
setelah amilum direaksikan dengan iodin. Terbentuknya warna tersebut
disebabkan karena amilosa yang berikatan dengan iodin akan menghasilkan
warna biru dan amilopektin yang berikatan dengan iodin memberikan warna
violet kebiruan atau ungu (Priyanta, 2010).
Mekanisme kerja enzim amilase, yaitu enzim amilase akan memecah
substrat pati melalui tiga tahapan utama yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan
sakarifikasi. Ketiga proses tersebut merupakan proses dengan tingkat
konsumsi energi yang tinggi sehingga meningkatkan biaya hidrolisis bahan
berpati. Solusi yang dapat diambil untuk menurunkan tingkat konsumsi
energi tersebut adalah dengan menggunakan enzim amilase yang dapat
memecah pati tanpa proses gelatinisasi/ pati mentah (Nangin dkk, 2015).
Penambahan garam natrium (NaCl) meningkatkan aktivitas amilase dan
menstabilkan larutan. Fungsi iod adalah sebagai pereaksi yang menyebabkan
perubahan warna pada larutan yang mengandung polisakarida. Dan
polisakarida ini akan dihidrolisis oleh enzim amilase. Dengan adanya larutan
iod akan menunjukkan perubahan warna dari biru menjadi bening. Warna
bening ini menunjukkan bahwa pati telah terhidrolisis sempurna oleh enzim
amilase menjadi monosakarida. Pada tabung yang mengalami perubahan dari
biru menjadi bening setelah diinkubasi menandakan bahwa pati telah
terhidrolisis sempurna oleh enzim amilase menjadi glukosa, sedangkan

substrat amilum yang terdapat pada tabung yang belum berubah menjadi
bening belum terhidrolisis sempurna menjadi glukosa (Mutia, 2010).
Hasil praktikum dapat dilihat pada Tabel 4.1. Data menunjukkan hasil
pengamatan aktivitas amilase selama perkecambahan biji kacang hijau.
Pengujian ini dilakukan dengan berbagai macam perlakuan pada kacang
hijau, seperti perkecambahan 24 jam dan 12 jam, perendaman 12 jam, dan
pengeringan. Selain itu, penambahan enzim juga divariasikan sebanyak 0,5
ml dan 1 ml larutan pati untuk menguji tingkat aktivitas enzim jika dilihat
dari sisi banyaknya enzim yang digunakan.
Pada kacang hijau kering jam dengan enzim 0,5 ml, dari menit ke-0
hingga menit ke-60, larutan berubah dari biru pekat di menit ke-10, biru
pudar di menit ke-20 dan seterusnya berwarna putih. Pada kacang hijau
direndam 12 jam dengan enzim 1 ml, larutan berwarna biru pekat pada menit
ke-0, menit ke-10 menjadi putih kebiruan, hingga menit ke-60 berubah warna
putih. Hal ini menunjukkan bahwa amilase mulai bekerja, meski perlahan.
Hasil yang didapat sesuai teori bahwa penambahan enzim akan mempercepat
pudarnya warna biru yang mengindikasikan terhidrolisisnya polisakarida pada
kacang menjadi monosakarida. Warna biru tersebut disebabkan polisakarida
membentuk ikatan kompleks dengan molekul iod. Jika polisakarida tersebut
terhidrolisis akan menyebabkan warna biru memudar (Winarno, 2008).
Pada perkecambahan rendam 12 jam dan enzim 0,5 ml, warna biru
memudar hingga menit ke-60 berwarna putih. Pada perkecambahan direndam
24 jam dari menit ke-0 dan ke-10 berwarna biru pekat hingga menit ke-60
berubah menjadi warna putih. Pada hasil didapatkan kacang hijauyang
direndam 12 jam memiliki jumlah amylase tertinggi. Tetapi hasil praktikum
mengalami penyimpangan dengan urutan kacang hijau kecambah direndam
12 jam, kacang hijau direndam 12 jam, kacang hijau kering, kecambah
direndam 24 jam. Berdasarkan teori, Makin lama umur kecambah makin
tinggi aktivitas enzim amilasenya. Makin lama waktu perendaman makin
tinggi aktivitas enzim amilasenya karena perendaman dapat membuat enzim
amilase menjadi aktif. Perkecambahan menyebabkan penyerapan air oleh biji

yang dapat mengaktifkan makromolekul dan organel sel di dalam biji.


Masuknya air ke dalam biji akan mengaktifkan sebagian besar enzim amilase.
Sehingga semakin lama perkecambahan maka semakin banyak air yang
diserap dan aktivitas amilase semakin meningkat. Aktivitas amilase pada biji
kering lebih rendah dibanding dengan perkecambahan karena pada biji kering
tidak terjadi penyerapan air ke dalam biji sehinga amilase dalam biji tidak
sepenuhnya aktif. (Suarni dan Patong, 2007).
Perubahan paling tinggi atau yang memiliki aktivitas enzim yang tinggi
urutannya yaitu: kacang hijau kering dengan larutan enzim amilase 1 ml,
kacang hijau kering dengan larutan amilase 0,5 ml, kacang hijau rendam 24
jam dengan larutan enzim amilase 1 ml, dan rendam 24 jam dengan 0,5 ml
enzim amilase. Sedangkan yang lainnya cenderung terjadi perubahan warna
yang perlahan. Penyimpangan terjadi karena kurang keakuratan dalam
praktikum, bahan, dan kurang teliti dalam praktikum.
Jenis kacang yang digunakan berpengaruh pada hasil pengujian yang
didapat. Secara keseluruhan, aktivitas amilase sampel kacang hijau lebih
cepat bekerja dibandingkan dengan aktivitas amilase pada sampel. Hal ini
sesuai teori bahwa kacang hijau memiliki kandungan enzim amilase paling
tinggi dibanding dengan kacang-kacangan yang lain. Jadi aktivitas enzim
amilase pada kacang hijau lebih tinggi dibanding dengan kecambah
(Suarni dan Patong, 2007).
Tabel 4.2 Pengamatan Pengaruh Perlakuan yang Berbeda Terhadap Reaksi
Pencoklatan Enzimatis
Ke

Sampe

wakt
u

Perlakuan
Kontro

Menit l
0
10
20
30
40

++
++
++
++

Na-

Laruta

Asam

bisulfi

n gula askorba

ing 30 hing 3

t 0,8%
+
+
+

5%
+
+
+
+
++

detik

t 0,5%
-

Blanch

Blanc
detik

50
+++
60
+++
0
10
+
20
+
30
++
40
++
++
12 Pisang 50
60
+++
Sumber: Laporan Sementara
11

Apel

Keterangan
-

+
+
+
+
+
+

++
++
+
+
++
++
++
+++

+
+
+
+

:
: tidak coklat

: agak coklat

++

: coklat

+++

: sangat coklat

Browning merupakan suatu proses pencoklatan pada buah yang terjadi


karena proses enzimatik oleh enzim polifenol oksidase. Pada umumnya
proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu proses pencoklatan
yang enzimatik dan yang non enzimatik. Pencoklatan enzimatik terjadi pada
buah-buahan yang banayk mengandung substrat senyawa felonik. Reaksi
pencoklatan non enzimatikbelum diketahui penuh. Tetapi pada umumnya ada
tiga macam reaksi pencoklatan nonenzimatik yaitu karamelisasi, reaksi
maillard, dan pencoklatan akibat vitamin C. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pencoklatan adalah asam askorbat, tirosin, enzim polifenol
oksidase dan oksigen yang tersedia. Reaksi pencoklatan dapat terjadi melalui
dua proses yaitu proses pencoklatan enzymatic, disebabkan adanya enzim
PPO dan tirosin yang berperan sebagai substrat sedangkan proses non
enzimatis disebabkan karena reaksi Meillard, karamelisasi atau oksidasi asam
askorbat (Wahyuningsih, 2009).
Pada tabel 4.2 sampel yang digunakan adalah apel dan pisang dengan
berbagai perlakuan. Perlakuan yang digunakan antara suhu ruang,
dimasukkan larutan vitamin C, larutan gula, dan larutan NaHSO 3. Hasil yang
diperoleh dengan urutan paling efektif untuk mencegah pencoklatan pada
buah apel adalah vitamin C, larutan NaHSO3, larutan gula, dan suhu kontrol.

Sedangkan untuk sampel pisang mengalami penyimpangan dengan urutan


vitamin C, NaHSO3, kemudian larutan gula dan kontrol menyebabkan hasil
yang sama.
Menurut Nurdjannah dan Hoerudin (2008), bahwa penghambatan
terhadap pencoklatan enzimatis dapat dilakukan baik dengan perlakuan fisik
(pemanasan, pendinginan, pembekuan, aplikasi tekanan tinggi, irradiasi, dll),
maupun penambahan zat penghambat (pereduksi, pengkelat, asidulan,
penghambat enzim, dan agen pengkompleks). Kombinasi dari keduanya dapat
memberikan hasil yang lebih efektif, namun penggunaan zat penghambat
sebaiknya tidak mempengaruhi tekstur, rasa dan aroma produk akhir. Sulfit
berfungsi sebagai agen anti browning yang efektif dalam industri pangan.
Sulfit secara ekstensif sudah efektif digunakan untuk menghambat terjadinya
reaksi pencoklatan. Salah satunya yaitu Na-bisulfit tujuannya untuk
menghambat terjadinya proses pencoklatan enzim (Kaur, 2009). Natrium
bisulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil reaksi tersebut dapat
mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat (Purwanto,
2013). Terjadi penyimpangan teori disini. Penyimpangan dapat terjadi karena
ada faktor dari bahan atau dari praktikan yang kurang teliti. Jadi larutan
NaHSO3 paling efektif mencegah pencoklatan dengan cara gugus karbonil
yang diikat oleh NaHSO3 sehingga mencegah terbentuknya melanoid.
Melanoid adalah pigmen warna coklat.
Browning secara enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak
mengandung substrat senyawa fenolik. Senyawa fenolik banyak sekali yang
dapat bertindak sebagai substrat dalam proses browning enzimatik pada buahbuahan dan sayuran. Contohnya substrat yang baik adalah senyawa fenolik
dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan. Proses
pencoklatan enzimatik akan terjadi apabila adanya reaksi antara enzim fenol
oksidase dan oksigen dengan substrat tersebut. Pada pencoklatan enzimatis
seperti pada buah apel dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh
pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan
oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang

selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang


membentuk warna coklat. Pencoklatan enzimatis dapat dilihat pada buah
(apricot,

pir, pisang, anggur), sayur (kentang dan jamur), dan jua pada

seafood (udang, lobster, dan kerang). Pencoklatan enzimatis dapat terjadi


karena adanya jaringan tanaman yang terluka, misalnya pemotongan,
penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan
integritas jaringan tanaman (Cahyono, 2009).
Enzim polifenol oksidase dapat mengkatalisis reaksi oksidasi terhadap
senyawa fenol yang mengakibatkan pembentukan warna cokelat pada bahan
pangan. Mekanisme kerja enzim polifenol oksidase berawal ketika
terbentuknya warna coklat pada bahan yang dipicu oleh enzim polifenolase
atau polifenol oksidase. Enzim ini biasanya terdapat secara alami pada bahan
seperti: apel, pisang, dan kentang. Enzim ini akan reaktif ketika adanya
oksigen. Ketika kulit bahan terkelupas maka polifenolase akan terkontaminasi
dengan oksigen yang berada di udara sekitar, maka permukaan bahan akan
menjadi coklat (browning). Pencoklatan tidak dapat terjadi pada buah atau
sayuran yang sudah dimasak, karena enzim sudah rusak pada suhu tinggi
(Estiasih, 2009).
Berbagai bahan yang dapat menghambat reaksi browning yaitu NaBisulfit, larutan gula, dan asam askorbat. Na-Bisulfit mampu menghambat
reaksi browning

dengan cara mengikat logam yang ada di dalam umbi

sehingga logam tersebut terjerat padanya membentuk logam yang tidak dapat
terionisasi dan tidak dapat berperan aktif dalam reaksi dengan substrat fenol
sehingga senyawa ini mencegah pembentukan warna gelap. Larutan gula
dapat menghambat pencoklatan enzimatis karena larutan gula dapat
memberikan lapisan atau mantel sehingga mencegah permukaan buah dapat
kontak dengan oksigen. Asam askorbat yang berkonsentrasi rendah memiliki
kecepatan laju pencoklatan awal yang lebih tinggi sebab bila jumlah asam
askorbat yang rendah telah teroksidasi total maka proses oksidasi selanjutnya
terjadi pada substrat PPO yaitu fenol sehingga kadar fenol turun. Hal ini
berbeda dengan asam askorbat yang tinggi, karena asam askorbat pada

konsentrasi tinggi lebih banyak teroksidasi sebelum fenol sehingga laju


pencoklatan awal lebih lama. Karena asam askorbat tersebut mencegah
oksidasi fenol maka semakin tinggi asam askorbat maka semakin tinggi kadar
fenol yang berarti lebih banyak fenol yang tidak akan teroksidasi
(Kumalaningsih, 2003).
Blanching juga dapat menghambat pencoklatan. Semakin tinggi suhu dan
semakin lama waktu blansing dapat menurunkan tingkat pencoklatan. Hal ini
ada kaitannya dengan aktifitas PPO yang semakin turun akibat perlakuan
panas. Blansing dengan air mendidih menyebabkan banyak asam-asam
organik dan senyawa yang peka terhadap water blanching akan larut
(Kumalaningsih, 2003).
Pencegahan pencoklatan secara tradisional dapat dilakukan dengan
perendaman di air segera setelah umbi dikupas untuk menghindari peristiwa
oksidasi. Namun, hal ini dapat menurunkan rendemen tepung karena pati
yang larut dan merepotkan pekerja. Untuk mengefisienkan proses pengolahan
umbi ubi jalar, perlu dicari perlakuan yang lebih efektif dalam pencegahan
pencoklatan (Kumalaningsih, 2003).
Aplikasi penghambatan pencoklatan enzimatis dalam industri pangan
yaitu contohnya potongan apel yang direndam sebentar dalam jus lemon,
warna putih pada apel akan lebih tahan lama. Asam ini ditambahkan pada
manisan buah dengan tujuan menurunkan pH manisan yang cenderung
sedang sampai di bawah 4,5. Dengan turunnya pH menjadi kondisi asam
maka kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh akan semakin kecil
(Javdani, 2013).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Acara IV Isolasi Enzim Amilase dari
Kecambah Biji, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil praktikum mengalami penyimpangan dengan urutan kacang hijau
kecambah direndam 12 jam, kacang hijau direndam 12 jam, kacang hijau
kering, kecambah direndam 24 jam. Makin lama umur kecambah makin

tinggi aktivitas enzim amilasenya. Makin lama waktu perendaman makin


tinggi aktivitas enzim amilasenya karena perendaman dapat membuat
enzim amilase menjadi aktif.
2. Hasil yang diperoleh dengan urutan paling efektif untuk mencegah
pencoklatan pada buah apel adalah vitamin C, larutan NaHSO3, larutan
gula, dan suhu kontrol. Sedangkan untuk sampel pisang mengalami
penyimpangan dengan urutan vitamin C, NaHSO3, kemudian larutan gula
dan kontrol menyebabkan hasil yang sama. Terjadi penyimpangan teori
disini.
3. Enzim -amilase banyak terdapat pada kecambah kacang-kacangan.
Aktivitas amilase sampel kacang hijau lebih cepat bekerja dibandingkan
dengan aktivitas amilase pada sampel kacang tolo.
4. Urutan perlakuan yang efektif untuk menghambat browning adalah
blanching 3 menit, penambahan Na-Bisulfit, penambahan larutan gula,
dan penambahan asam askorbat, dan blanching 30 detik.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Leni Herliani. 2013. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Alfabeta.


Bandung.
Amutha and K. Jaya Priya. 2011. Effect of Ph, Temperature and Metal Ions on
Amylase Activity from Bacillus Subtiliskcx 006. International Journal of
Pharma and Bio Sciences, Vol. 2, No. 2, Pp. 407-416.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Erlangga. Jakarta.
Cahyono, Bambang. 2009. Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen. Kasius
Yogyakarta.
Dillah, Shohib Qomad dan Ismail. 2003. Pembuatan Susu Kacang Hijau sebagai
Alternatif Minuman Kesehatan. Jurnal Teknik Pertanian Vol 5 No 1.
Estiasih, Teti., Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi aksara.
Jakarta.
Handajani, Sri., Endang Setyorini dan Danar Praseptiangga. 2010. Pengolahan
Hasil Pertanian; Teknologi Tradisional dan Terkini. UNS Press. Surakarta.
Hasan, Moh., Syaiful Bahril., dan Moh. Mirzan. 2012. Karakterisasi Enzim
Amilase dari Kecambah Biji Jagung Ketan (Zea mays ceratina L.). Jurnal
Natural Science Vol. 1, No1, Hal. 2.
He, Qiang, yaguang Luo dan Pei Chen. 2008. Elucidation of the mechanism of
enzymatic browning inhibition by sodium chlorite. Food Chemistry
Journal, Pp. 847851.
Javdani, Zahea., Ghasemnezhad, Mahmood., Zare, Somaye. 2013. A Comparison
of Heat Treatment and Ascorbic Acid on Controlling Enzymatic Browning
of Fresh-Cuts Apple Fruit. International Journal of Agriculture and Crop
Sciences, Vol. 5, No. 3, Pp. 186-193.
Kaur, Charanjit dan Harish C Kapoor. 2000. Inhibitiorn of Enzymatic Browning in
Apples, Potatoes, and Mushrooms. International Journal of Sciencetific
and Industrial Research, Vol. 59, Pp. 389-394.

Kumalaningsih, Sri., Harijono, Amir. 2003. Pencegahan Pencoklatan Umbi Jalar


untuk Pembuatan Tepung. Jurnal Teknik Pertanian, Vol. 5, No. 1, Hal 1119.
Kusnandar, Feri. 2010. Reaksi Pencoklatan dalam Pangan. Departemen Ilmu
Teknologi Pangan IPB. Bogor.
Laloknam, Surasak, dkk. 2009. Detection of Amylase Activity from Fruit and
Vegetables in an Undergraduate Classroom. As. Journal Food Ag-Ind, Vol.
2, No. 3, Hal. 381-390.
Mutia, Mufti., Seniwati Dali, Rugaiyah Arfah, dan Firdaus Zenta. 2010. Isolasi
Dan Karakterisasi Enzim Amilase Dari Akar Rimpang. UNHAS Press.
Makassar.
Naiola, Elidar. 2002. Karakterisasi Dan Optimasi Media Produksiamilase
Dari Aspergilus niger dan Aspergilus clavatu. Jurnal Berita Biologi, Vol.6,
No. 3.
Nangin, Debora., Sutrisno, Aji. 2015. Enzim Amilase Pemecah Pati Mentah dari
Mikroba. Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol. 3, No. 3, Hal. 1032-1039.
Ningsih, Dian Riana., Rastuti, Undri., Kamaludin, Ridlwan. 2012. Karakterisasi
Enzim Amilase dari Bakteri. Journal of Food Engineering, Vol 9, No. 5.
Noviyanti, Tri., Puji Ardiningsih., Winda Rahmalia. 2012. Pengaruh Temperatur
Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Daun Sansakng (Pycnarrhena
Cauliflora Diels). Jkk. Vol.1, No. 1, Hal. 45-48.
Nurdjannah, Nanan dan Hoerudin. 2008. Pengaruh Perendaman dalam Asam
Organik dan Metoda Pengeringan terhadap Mutu Lada Hijau. Bul. Littro.
Jurnal Pangan, Vol. 19, No.2, Hal 182-183.
Purwanto, Chatrine Chrisandy, Dwi Ishartani dan Dimas Rahadian. 2013. Kajian
Sifat Fisik dan Kimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) Dengan
Perlakuan Blanching Dan Perendaman Natrium Metabisulfit (Na2S2O5).
Jurnal Teknosains Pangan, Vol. 2, No. 2.
Retno, Endah dan Yuanti Uki. 2005. Pembuatan Keju dari Susu Kacang Hijau
dengan Bakteri Lactobacillus Bulgaricus. Jurnal Ekuilibrium Vol. 4. No. 2: 58
63.
Quintas, Mafalda A.C. 2012. Modelling colour changes during the caramelisation
reaction. Universidade Cato lica Portuguesa, R. Dr. Anto nio Bernardino
de Almeida, 4200-072 Porto. Portugal
Sari, Elok K. N., Bambang Susilo dan Sumardi Hadi S. 2012. Proses Pengawetan
Sari Buah Apel (Malus sylvestris Mill) Secara Non-Termal Berbasis
Teknologi Oscillating Magneting Field (OMF). Jurnal Teknologi
Pertanian, Vol. 13, No. 2.
Sari, Elok Kurnia Novita. 2012. Proses Pengawetan Sari Buah Apel (Mallus
Sylvestris Mill) Secara Non-Termal Berbasis Teknologi Oscillating

Magneting Field (Omf). Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 13, No. 2, Hal.
78-87.
Suarni dan Rauf Patong. 2007. Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber
Enzim -Amilase. Journal Chemistry, Vol.7, No. 3, Hal. 332-336.
Suarni. 2007. Potency Of Mung Bean Sprout As Enzyme Source (-Amilase)
Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber Enzim -Amilase. Indo.
Journal Chemistry, Vol. 7, No. 3, Hal. 332-336.
Suprapto, Hadi. 2006. Pengaruh Perendaman Pisang Kepok (Musa acuminax
balbisiana Calla) dalam Larutan Garam terhadap Mutu yang Dihasilkan.
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 1, No.2.
Suhardi, Sudarmadji, Slamet dan Haryono, Bambang. 1996. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Sutikno. 2008. Pengaruh Proses Pemblansiran Irisan Buah Sukun (Artocarpus
Communis) Terhadap Pencoklatan dan Kadar Pati. Jurnal Kimia, Vol. 1,
No. 2.
Wahyuningsih. 2009. Pengaruh Tirosin, Asam Askorbat, Enzim Polifenol, Xidase
terhadap Perubahan Warna Kentang. IPB Press. Bogor.

You might also like