You are on page 1of 27

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN 2016

ACARA III
PROTEIN

Disusun Oleh :
Nama

: Dayanti Haryono

NIM

: H1916005

Kelas

:A

Kelompok

:3

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

ACARA III
PROTEIN
A. TUJUAN
Tujuan dari acara III Protein adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pH isoeletrik
2. Mengetahui pengaruh penambahan Ca(OH)2, asam asetat, enzim
bromelin terhadap penjendalan protein susu sapi dan sari kedelai
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Pipet adalah alat berbentuk silinder kecil dan panjang mirip
dengan sedotan. Terbuat pipet ukur dari bahan gelas yang dilengkapi
dengan ukuran dalam mililiter (ml). Secara umum Pipet berfungsi
untuk memindahkan suatu volume cairan dari satu tempat ke tempat
yang lain. Pipet sangat beragam bentuk dan kegunaanya. Pipet volume
adalah pipet yang mempunyai bentuk yang berbeda dengan pipet
lainnya dengan bentuk menggelembung ditengahnya .Bentuk yang
menggelembung berfungsi untuk mengambil larutan dengan volume
tepat

sesuai

dengan

label

yang

tertera

pada

bagian

yang

menggelembung (gondok) pada bagian tengah pipet. Gunakan propipet


atau pipet pump untuk menyedot larutan. Pipet tetes berfungsi untuk
membantu memindahkan cairan dari wadah yang satu ke wadah yang
lain dalam jumlah yang sangat kecil yaitu setetes demi tetes (Day,
2002) .
Beker atau sering disebut sebagai gelas beker adalah
sebuah

waah

penampung

yang

digunakan

untuk

mengaduk,

mencampur, dan memanaskan cairan. Gelas beker biasanya berbentuk


silinder dengan dasar yang bidang dan tersedia dalam berbagai ukuran,
mulai dari 1 ml sampai beberapa liter. Rak tabung reaksi adalah rak
yang digunakan untuk menyimpan tabung-tabung reaksi agar tersusun
rapi. Tabung reaksi adalah tabung yang digunkan untuk tempat
mereaksikan zat-zat kimia, terutama zat cair (Novel, 2012).
Sebenarnya ada banyak alat ukur waktu yang tersedia,
seperti jam tangan, jam dinding, jam bandul dan sebagainya. Namun

yang sering digunakan di laboratorium adalah stopwatch. Ada banyak


jenis stopwatch dengan berbagai ketelitian, mulai dari 1 detik, 1/10
detik, sampai 1/100 detik. Ada juga stopwatch digital dengan ketelitian
yang sangat tinggi, misalnya fasilitas stopwatch di handpHone (Shofi,
2014). Erlenmeyer pada kultur jaringan dipergunakan untuk tempat
dan sarana menungkan air suling maupun untuk tempat media dan
penanaman eksplan. Ukuran Erlenmeyer bermacam-macam dari
volume 50 ml, 100 ml, 200 ml, 250 ml, sampai 2 liter. Harga
Erlenmeyer tergolong mahal, karena terbuat dari pirex (tahan panas)
(Hendrayono, 1994).
pH meter adalah alat elektronik yang digunakan untuk
mengukur pH (keasaman atau alkalinitas) dari cairan (meskipun probe
khusus terkadang digunakan untuk mengukur pH zat semi-padat).
Sebuah pH meter khas terdiri dari probe pengukuran khusus atau
elektroda yang terhubung ke meteran elektronik yang mengukur dan
menampilkan pembacaan pH (Muchtaridi, 2006).
Labu takar merupakan peralatan yang banya digunakan
pada laboratorium kimia analisis. Labu takar berbentuk alas bulat
dengan leher panjang dan mulut sempit. Pada leher tabung terdapat
garis batas yang menunjukkan volume sesuai dengan yang tertera pada
labu takar tersebut. Labu takar dilengkapi dengan penutup yang terbuat
dari polietilen maupun gelas. Labu takar berfungsi untuk melakukan
pengenceran sampai dengan volume tertentu sebagaimana tertera pada
labu takar tersebut. Labu takar mempunya beberapa kapasitas mulai
dari 5 ml sampai dengan 2000 ml (Ismunandar, 2008).
Air adalah zat pelarut yang paling baik sekali dan paling
murah, terdapat di alam dalam kedaan tidak murni. Air murni berupa
cairan yang tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna (Alwi,
2002). Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia
dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia
bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari
udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas

ketika dilarutkan. Ia juga larut dalametanol dan metanol, walaupun


kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan
KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya.
Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain
dan kertas (Chang, 2005).
Asam asetat murni yang disebut asam asesat glasial,
merupakan cairan bening tak berwarna, berbau sangat tajam, membeku
pada suhu 16,6oC membentuk kristal yang menyerupai es atau gelas.
Asam asetat pada cuka makan banyak dibuat dengan memanfaatkan
jenis bakteri acetobacter untuk mengoksidasi etanol yang terdapat pada
anggur atau sari buah lain sehingga larutan yang didapat tidak
mengandung asam asetat tetaoi juga mengandung zat lain yang
berguna terutama aroma yang ditimbulkan dari sari buah sehingga
cuka berbau lebih sedap (Suyatno, 2005).
Susu kedelai adalah cairan hasil ekstraksi protein biji
kedelai dengan menggunakan air panas. Sejak abad II sebelum masehi,
susu kedelai sudah dibuat di negeri Cina. Dari sana kemudian
berkembang ke Jepang dan setelah Perang Dunia II masuk ke Asia
Tenggara (14). Komposisi gizi susu kedelai hampir sama dengan susu
sapi. Karena itu susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu
sapi. Susu ini baik dikonsumsi oleh mereka yang alergi susu sapi, yaitu
orang-orang yang tidak punya atau kurang enzim laktase dalam saluran
pencernaannya, sehingga tidak mampu mencerna laktosa dalam susu
sapi(AAK, 1995).
Susu kedelai (Glycine max), protein nabati yang lebih
murah sehingga dapat dijadikan alternatif dari susu sapi. Susu kedelai
lebih kaya akan protein dibandingkan dari susu dari hewani. Susu
kedelai mengandung hampir 40% protein dibandingkan dengan 1%
sampai 5,6% protein dari kebanyakan susu hewani. Susu kedelai
merupakan sumber protein yang tingi dengan kandungan lemak jenuh
yang rendah dan serat pangan yang tinggi dan komponen bioaktif
seperti isoflavon (Osman, 2010).

Susu adalah makanan yang kompleks dari perspektif


komposisi molekul yang merupakan diet yang partof manusia itu
penting, terutama karena nilai gizi yang tinggi. Hal ini dikonsumsi
sebagai cairan atau digunakan untuk produksi produk susu lainnya
seperti mentega, keju, es krim, dll. Susu merupakan emulsi tetesan
lemak dalam fase berair. Fasa air terdiri dari komponen terlarut dan
tersuspensi seperti kasein misel, protein serum, laktosa mineral dan
vitamin. Secara tradisional protein susu diklasifikasikan dalam dua
kategori utama, konsentrasi yang dalam susu sapi yang termasuk
panas-sensitif, globular, protein larut air dan enzim (Raikos, 2010).
Susu merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat zat
makanan dengan proporsi yang seimbang seperti air, protein, lemak,
hidrat arang, mineral, dan vitamin. Susu mengandung protein berupa
kasein yang dapat mengalami penggumpalan (Anggraini, 2013).
Kaseinterdiri dari sekitar94% proteindan 6% senyawa dengan
beratkolektif molekul rendahyang disebutkoloid kalsium fosfat. Kasein
kaya prolin dan memiliki strukturnya terbuka. Peptida prolin dalam
struktur kasein cenderung mengganggu alpHahelix dan beta helai dan
jembatan disulfida yang tidak ada dalam struktur. Protein kasein
memiliki domain hidrofobik dan hidrofilik yang berbeda (Neha, 2012).
Susu sapi mengandung sekitar 33 g protein / L. Fraksi
protein utama susu merupakan kasein, yang membentuk sekitar 80%
dari protein dalam susu sapi. Komponen yang tepat dari susu
bervariasi menurut jenisnya. Susu mamalia berisi empat jenis protein
kasein as1, as2, b, dan k. Selain kasein, susu mengandung suatu
kelompok protein yang dikenal sebagai protein whey, mereka
membentuk 20% sisanya dari total protein. Whey protein biasanya
campuran

b-laktoglobulin,

a-laktalbumin,

serum

albumin,

immunoglobins dan protein minor tambahan dan enzim (Nitsche,


2011).
Enzim bromelin merupakan enzim proteolitik seperti
halnya rennin (renet), papain dan fisin yang mempunyai sifat

menghidrolisa protein dan menggumpalkan susu. Dengan demikian


enzim bromelin dapat digunakan sebagai substitusi bagi enzim sejenis
lainnya. Enzim proteolitik digunakan dalam industri bir, industri cat,
industri obat-obatan, pengolahan daging, penyamak kulit, pembuatan
konsentrat protein ikan, dan lain-lain (Sebayang, 2006).
Enzim bromelin adalah campuran dari sisteinprotease dan
komponen non-protease. Enzim proteolitik ini digunakan sebagai
senyawa pHytomedical, anti inflamasi, antidemateous, penyerapan
antibiotikobat, antitrombotik, penghambatan proliferasi sel tumor,
tindakan debridementdan pameran imunogenisitas yang kuat. Enzim
bromelin dapat diterapkan sebagai enzim dalambioteknologi, industri
makanan dan farmakologisuntuk sintesis senyawa biologis aktif
atauobat (Poh, 2011). Enzim bromelin yang diisolasi dari daging buah
nanas matang memiliki aktivitas lebih tinggi daripada enzim bromelin
yang diisolasi dari daun dan buah nanas mentah. Kondisi optimum
reaksi enzimatis bromelin dari daging buah nanas matang dicapai pada
pH 6,5 pada temperatur 50oC selama 20 menit, (Priya, 2012).
2. Tinjauan Teori
Protein adalah kompinen yang terdiri atas atom karbon,
hydrogen, oksigen, nitrogen, dan beberapa ada yang mengandung
sulfur. Tersusun dari serangkaian asam amino dengan berat molekul
yang relative sangat besar, yaitu berkisar 8.000 samopai 10.000.
Protein yang tersusun dari hanya asam amino disebut protein
sederhana. Adapaun ada yang mengandung bahan selaian asam amino,
seperti turunan vitamin, lemak, dan karbohidrat, disebut protein
kompleks. Secara biokimiawi 20 persen dari susunan tubuh orang
dewasa terdiri dari protein. Kualitas protein ditentuhkan oleh jumlah
dan jenis asam amino (Devi, 2010).
Makanan pada anak-anak harus lebih diperhatikan zat
gizinya terutama protein yang membantu proses pertumbuhan tinggi
badan, selain penyediaan untuk asupan pertumbuhan otak dan
kecerdasan. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting

bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur, Protein adalah sumber asam- asam amino yang
mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau
karbohidrat (Primasoni, 2012). Protein adalah salah satu komponen
gizi makanan yang diperlukan ternak untuk pertumbuhan. Laju
pertumbuhan ternak yang cepat, akan membutuhkan protein lebih
tinggi di dalam ransumnya (Haryanto, 1992 dalam Martawidjaya
1999). Namun efisiensi penggunaan protein untuk pertumbuhan
jaringan tubuh, dipengaruhi oleh ketersediaan energi (ENSMINGER
dan PARKER, 1986 dalam Martawidjaya 1999).
Secara kimiawi, protein merupakan polimer, dengan asam
amino sebagai monomernya dan dihubungkan dengan ikatan peptida.
Ikatan peptida adalah ikatan antara gugus karboksil satu asam amino
dengan gugus amino dari asam amino di sampingnya. Asam amino
adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil (COOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya
terletak pada atom C tepat disebelah gugus karboksil. Asam amino
penyusun protein merupakan turunan dari asam karboksilat yang satu
atom hidrogennya diganti dengan gugus amino (-NH2). Gugus asam
karboksilat menyebabkan sifat asam dan gugus amino menyebabkan
sifat basa. Sehingga asam amino bersifat amfoter (Hulse, 2009).
Fungsi dan Peranan Protein Protein memegang peranan
penting dalam berbagai proses biologi. Peran-peran tersebut antara
lain: 1. Katalisis enzimatik Hampir semua reaksi kimia dalam sistem
biologi dikatalisis oleh enzim dan hampir semua enzim adalah protein.
2. Transportasi dan penyimpanan Berbagai molekul kecil dan ion-ion
ditansport oleh protein spesifik. Misalnya transportasi oksigen di
dalam eritrosit oleh hemoglobin dan transportasi oksigen di dalam otot
oleh mioglobin. 3. Koordinasi gerak Kontraksi otot dapat terjadi
karena pergeseran dua filamen protein. Contoh lainnya adalah
pergerakan kromosom saat proses mitosis dan pergerakan sperma oleh
flagela. 4. Penunjang mekanis Ketegangan kulit dan tulang disebabkan

oleh kolagen yang merupakan protein fibrosa. 5. Proteksi imun


Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat mengenal
serta berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel
dari organisma lain. 6. Membangkitkan dan menghantarkan impuls
saraf Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh
oleh protein reseptor. Misalnya rodopsin adalah protein yang sensitif
terhadap cahaya ditemukan pada sel batang retina. Contoh lainnya
adalah protein reseptor pada sinapsis. 7. Pengaturan pertumbuhan dan
diferensiasi Pada organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan
diferensiasi diatur oleh protein faktor pertumbuhan. Misalnya faktor
pertumbuhan saraf mengendalikan pertumbuhan jaringan saraf. Selain
itu, banyak hormon merupakan protein (Santoso, 2008).
Denaturasi protein dapat dapat diartikan sebagai suatu
proses perubahan konfigurasi tiga dimensi molekul protein

tanpa

menyebabkan kerusakan ikatan peptida. Denaturasi protein dapat


mengubah sifat protein alam dan untuk bermacam-macam protein,
perubahan ini tidak seidentik menurut jenis proteinnya, misalnya
aktivitasnya sebagai enzim atau hormon berkurang, kelarutannya
dalam garam-garam atau asam asam encer menurun, kemampuannya
membentuk kristal berkurang, dan stabilitasnya menurun sehingga
menggumpal. Rantai-rantai peptida yang membentuk protein satu sama
lainnya dihubungkan oleh gaya-gaya yang lemah dan pada denaturasi,
gaya-gaya yang lemah atau ikatan sekunder, seperti ikatan hidrogen,
ikatan ionik dan interaksi hidrofobik dapat dihilangkan (Sumardjo,
2006).
Salah satu faktor yang menyebabkan denaturasi

suatu

protein ialah perubahan temperatur. Memasak putih telur merupakan


contoh denaturasi yang takrevensibel. Perubahan pH juga dapat
mengakibatkan denaturasi. Bila susu menjadi asam, perubahan pH
yang disebabkan oleh pembentukan asam laktat akan mengakibatkan
penggumpalan

susu

atau

pengendapan

protein

yang

semula

larut.faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi adalah

detergen, radiasi, zat pengoksidasi, atau pereduksi

yang dapat

merubah ikatan S-S dan perubahan tipe pelarut (Sumardjo, 2006).


Protein mempunyai titik isoelektris, titik isoelektris adalah
suatu nilai pH dimana protein memiliki jumlah muatan negatif yang
sama dengan jumlah muatan positifnya. Dengan kata lain protein
bermuatan netral. Pada nilai pH yang lebih rendah dari titik
isoelektrisnya, protein memiliki muatan positif. Dan apabila pH lebih
tinggi dari titik isoelektrisnya, protein memiliki muatan negatif. Pada
pH mendekati titik isoelektris, gaya tarik antar protein semakin besar
sehingga gel yang terbentuk cenderung menyusut dan air yang
terperangkap dalam gel protein banyak terlepas. Terlepasnya air dari
gel protein menyebabkan mikrobia yang tersuspensi dalam cairan
penggumpal ataupun dari media air yang ada dalam sari kedelai keluar
dari gel protein (Sudarmanto, 2000).
pH yang menghasilkan konsentrasi keseimbangan zwitter
ion asam amino yang maksimum disebut pH isoionik atau pI. Harga
pH ini adalah hampir sama atau sama dengan titik isoelektrik, yang
didefinisikan sebagai harga pH suatu larutan asam amino yang asam
aminonya (atau protein) tidak bergerak dalam medan listrik. Titik
isoelektrik merupakan jumlah yang secara eksperimen ditentukan
tergantung pada sifat garam buffer dan ion-ion lain dalam larutan
(Page, 1997).
Pada penggumpalan susu dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain dengan asam, enzim proteolitik, dan alkohol serta
dapat dipercepat dengan pemanasan. Penggumpal yang biasa
digunakan adalah penggumpal kimia antara lain kalsium klorida,
magnesium

klorida,

kalsium

sulfat,

glukano-D-laktone,

dan

penggumpal asam (seperti asam laktat dan asam asetat) (Setyadi, 2008
dalam Anggraini, 2013). Pada penggumpalan kedelai, penggunaan
asam akan menurunkan pH sari kedelai yang menyebabkan protein
kedelai (globulin) mencapai titik isoelektris sehingga mengalami
presipitasi .Penggumpal tipe asam yang dapat digunakan yaitu asam

laktat sebagai hasil fermentasi bakteri asam laktat, vinegar, asam


fosfat, asam sitrat, asam malat, asam tartrat, ataupun sari lemon.
Penggunaan asam laktat dapat menggumpalkan 55% protein kedelai
sedangkan asam asetat dapat menggumpalkan 67,8% total protein
kedelai.
C. METEDOLOGI
1. Alat
a. Peganas air
b. pH meter
c. Erlemeyer 100 ml
d. Pengaduk
e. Stopwatch
f. Pipet volume
g. Rak tabung reaksi
h. Tabung reaksi
i. Labu takar 50 ml
2. Bahan
Susu sapi
a.
Susu kedelai
b.
Enzim bromelin
c.
Ca(OH)2
d.
Asam asetat 0,01 N
e.
Asam asetat 0,1 N
f.
Asam asetat 1 N
g.
NaOH 1 N
h.
Aquades
i.
Larutan kasien Na-asetat
j.
Kasien murni
k.
0,25 g kasein
3. Cara kerja
murni
a. Pembuatan Larutan Kasien Natrium Asetat
20 ml aquades
+ 5ml NaOH
1N

Dimasukan dalam labu takar 50 ml

Ditambahkan

5 ml asam asetat
1N
Ditambahkan

Aquades hingga tanda tera


(50 ml)

Digojog hingga homogen

9 tabung
reaksi Protein
b. Titik Isoelektrik dan Kelarutan
Disiapkan dan diberi label

Tabung 1 diisi 8,4 ml aquades + 0,6 ml asam asetat 0,01N


Tabung 2 diisi 7,75 ml aquades + 1,25 ml asam asetat 0,01N
Tabung 3 diisi 8,75 ml aquades + 0,25 ml asam asetat 0,1N
Tabung 4 diisi 8,5 ml aquades + 0,5 ml asam asetat 0,1N
Tabung 5 diisi 8 ml aquades + 1 ml asam asetat 0,1N
Tabung 6 diisi 7 ml aquades + 2 ml asam asetat 0,1N
Tabung 7 diisi 5 ml aquades + 4 ml asam asetat 0,1N
Tabung 8 diisi 1 ml aquades + 8 ml asam asetat 0,1N
Tabung 9 diisi 7,4 ml aquades + 1,6 ml asam asetat 1N
Masing-masing tabung

Ditambahkan

1 ml larutan kasein natium


asetat
Digojog

Diamati kekeruhan dan endapannya sesaat setelah


digojog, setelah 10 menit, dan setelah 30 menit

Diukur pH pada larutan yang paling keruh dan


terdapat banyak endapan

c. Penjedalan Protein

100 ml susu sapi

Pemasukkan 4 gelas beaker 200 ml


Penambahan pada setiap gelas beaker:
Gelas beaker 1: 3 ml CaSO4 10%
Gelas beaker 2: 3 ml asam asetat 1N
Gelas beaker 3: 3 ml enzim Bromelin
Gelas beaker 4: Dipanaskan hingga 80oC
Pemberian perlakuan :
Gelas beaker 1 dan 2: suhu ruang, 15 menit
Gelas beaker 3: suhu 40oC, 15 menit
Gelas beaker 4: tambahan tetesan asam asetat 1N hingga pH
isoelektris pada percobaan sebelumnya

Pengamatan kekeruhan dan presipitasinya

Pengulangan pada sampel susu kedelai (perlakuan sama)

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Titik isoelektrik adalah titik dimana asam amino penyusun
protein non-kolagen menjadi dipolar dan memiliki muatan bersih nol (Hart
2003 dalam Karling 2010). Titik isoelektrik merupakan data yang sangat
penting diketahui untuk proses pemurnian suatu protein. Jika titik
isoelektrik (pI) sutu protein sudah diketahui maka strategi awal pemisahan
dapat dengan mudah dikembangkan. Pada keadaan lain, bila informasi
mengenai titik isoelektrik suatu protein tidak diketahui, beberapa
percobaan pendahuluan menggunakan kromatografi penukar ion dapat
dilakukan untuk mendapatkan titik isoelektrik protein tersebut, yang dapat
digunakan untuk proses pemisahan berikutnya. Pemisahan dan pemurnian
menggunakan kromatografi penukar ion pada prinsipnya sama dengan
isoelectric focusing berdasarkan pada perbedaan dalam sifat ionik dari
permukaan asam amino. Residu arginin, histidin, dan lisin yang terpapar
ke permukaan biasanya bermuatan positif pada pH netral. Sehingga pada
pH yang diberikan, protein akan mempunyai muatan netto keseluruhan.
Pada pH yang lebih rendah, muatan netto akan lebih positif, dan pada pH
yang lebih tinggi, muatan netto akan lebih negatif. Pada pH yang muatan
positif sama dengan muatan negatif (muatan nettonya nol) disebut titik
isoelektrik protein (pI) (Yandri, 2011).
Protein

dapat

juga

dipisahkan

secara

elektroforesis

berdasarkan residu pennyusunnya, asam dan basa. Titik isoelektrik, pl,


suatu protein adalah pH dimana muatan molekul protein itu nol. Pada pH
ini protein itu tidak bergerak. Sebagai contoh sitokron c, protein sangat
basa, mempunyai pH 10,6, sedangkan albumin serum, protein bersifat
asam, dengan Pi 4,8. Misalnya kedua protein tersebut dilektroferesis pada
gradie pH pada gel tanpa SDS. Masing-masing protein akan bergerak
sampai mencapai tempat pada gel itu dimana pH sama deng Pi protein itu.
Matode memisahkan protein berdasarkan titik isoelektrisnya dinamakan

isoelektic focusing. Gardien pH pada gel terbentuk oleh campuran


poliamafolit (polimer kecil dengan berbagai muatan) yang mempunyai
berbagai hatga pI. Isoelektric focusing dapat memisahkan protein yang
berbeda harga pI nya 0,01, yang berarti protein itu berbeda satu muatannya
(Devi, 2010).
Kelarutan adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan suatu
substansi mencerminkan seberapa jauh substansi tersebut dapat larut
dalam suatu pelarut tertentu. Dalam hal ini, kelarutan protein adalah situasi
dimana larutan yang berupa protein, aquadest, dan asam asetat bercampur
dengan rata dan tidak terdapat endapan. Sedangkan, presipitasi adalah
pengendapan, yaitu pembentukan zat solid dalam larutan atau dalam
lainnya selama reaksi kimia atau oleh difusi dalam padatan, dimana zat
terlarut tidak larut dengan pelarut dan terbentuklah endapan. Presipitasi
juga memiliki definisi suatu makroskopik yang menghasilkan perubahan
yang visibel (peningkatan viskositas atau kekeruhan pada larutan).
Kelarutan protein dalam berbagai pelarut (air, alcohol dan garam encer)
berlainan. Protein yang jaya akan radikal nonpolar bebas lebih mudah larut
dalam campuran alkohol-air daripada dalam air. Protein yang miskin akan
radikal polar bebas cenderung untuk mengendap dengan penambahan
sedikit alcohol atau aseton. Protein tidak larut air, tetapi kaya akan radikal
yang bermuatan, dan mudah larut dalam garam-garam netral (Sumardjo,
2006).
Adanya penambahan asam asetat, nantinya protein yang
terkandung didalam bahan akan mengalami pengendapan. Mekanisme
pengendapan protein tersebut yakni dengan penurunan pH yang kemudian
menyebabkan protein mencapai titik isoelektrik sehingga mengalami
presipitasi atau pengendapan (Harmayani, 2009). Penambahan asam asetat
dengan kadar dan volume yang berbeda tujuannya adalah untuk
mengetahui volume mana yang paling signifikan untuk mencapai titik
isoelektris. Pengendapan protein oleh asam asetat terjadi cukup cepat

karena adanya panas. Pertama tama akan terjadi presipitasi yaitu


pembentukan presipitat atau partikel kecil yang melayang layang dalam
larutan dan dapat mengendap dalam waktu singkat. Presipitat tersebut
akan saling tergabung membentuk agregat (partikel yang lebih besar) dari
presipitat tapi belum mengendap. Jika jumlah agregat terus bertambah
maka akan saling membentuk endapan. Adanya ion H+ menyebabkan
sebagian jembatan atau ikatan peptida terputus. Dalam suasana asam, ion
H+ akan bereaksi dengan gugus COO membentuk COOH sedangkan
sisanya (asam) akan berikatan dengan gugus amino NH2 membentuk NH3+,
sehingga apabila larutan peptida dalam keadaan isoelektris diberi asam
akan menyebabkan bertambahnya gugus bermuatan yang membentuk
afinitas terhadap air dan kelarutan dalam air. Kelarutan protein akan
meningkat jika diberi perlakuan asam yang berlebih, hal ini terjadi karena
ion positif pada asam yang menyebabkan protein yang semula bemuatan
netral atau nol menjadi bermuatan positif yang menyebabkan kelarutannya
bertambah. Semakin jauh derajat keasaman larutan protein dari titik
isoelektrisnya, maka kelarutannya akan semakin bertambah (Triyono,
2010).
Asam Asetat

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Waktu (menit ke-)


Aquades
0
10
30
0,01N
0,1N
1N
P
K
P
K
P
K
8,4 ml
0,6 ml
7,75 ml 1,25 ml
8,75 ml
0,25 ml
+
+
8,5 ml
0,5 ml
+++
+++
+++
8 ml
1 ml
xx
++
xxx
++
xxx ++
7 ml
2 ml
x
++
X
++
5 ml
4 ml
x
+
xx
++
Xx
++
1 ml
8 ml
++
++
+++
7,4 ml
1,6 ml
+
+
+
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Titik Isoelektrik dan Kelarutan Protein

Sumber : Laporan Sementara

Keterangan:
pH = 4,7

pH
5,9
5,6
5,3
5,0
4,7
4,4
4,1
3,8
3,5

K = kekeruhan (+)
P = presipitasi (x)
(-) = tidak ada

(+)
: agak keruh
(++) : keruh
(+++) : sangat keruh

(x)
: sedikit endapan
(xx) : cukup endapan
(xxx) : banyak endapan

Berdasarkan Tabel 3.1 adalah tabel hasil pengamatan titik


isoelektrik kelarutan protein. Percobaan dilakukan dengan pencampuran
aquades yang ditambahkan asam asetat dengan penamabahan volume
yang berbeda tiap tabung. Penambahan asam sangat berpengaruh
terhadap tingkat kelarutan dan kekeruhan protein pada kasein Na-asetat.
Semakin besar penambahan konsentrasi asam asetat dan semakin sedikit
volume

aquadest

maka

semakin

tinggi

tingkat

kelarutan

dan

kekeruhannya, serta semakin mendekati titik isoelektriknya. pH


isoelektrik didapat dari tabung yang mempunyai tingkat kelarutan paling
tinggi.

Protein mengalami kekeruhan terbesar pada tabung nomer 5

dengan pH 4, 7. Menurut teori pada titik isoelektrik pH 4,6-4,7, kasein


diendapkan sehingga bebas dari semua garam anorganik (Buckle, 1985).
Sehingga hasil praktikum sudah sesuai dengan teori titik isoelektrik.
Pada pH isoelektriknya, maka kelarutan proteinnya nol atau tidak larut
atau dengan kata lain kelarutan protein akan semakin kecil apabila
protein yang mengendap semakin banyak. Pada pH di bawah titik
isoelektrik protein akan cenderung bermuatan positif, sedangkan pada pH
di atas titik isoelektrik protein cenderung bermuatan negatif. Jika jumlah
muatan positif dan negatif pada molekul protein sama, maka protein
bersifat netral dan mengendap. Dalam hal ini, pH pada saat protein
mengendap (menjendal) ini disebut dengan titik isoelektrik. Semakin
jauh dari titik isoelektrik, maka kemampuan protein dalam mengikat air
akan semakin tinggi dan sebaliknya, semakin mendekati titik isoelektrik,
maka kemampuan protein mengikat air akan menurun dan mencapai
minimal pada titik isolektrik (Sudarmanto, 2000).
Menurut Suwedo (1994), pengaruh waktu pengamatan 0,
10, dan 30 terhadap kelarutan dan presipitasi protein adalah karena
pengendapan kasein Na-asetat oleh asam asetat terjadi sangat lambat.
Pertama-tama akan terjadi presipitasi yaitu pembentukan presipitat atau

partikel kecil yang melayang-layang dalam larutan dan dapat mengendap


dalam waktu lama Presipitat terdebut akan saling tergabung membentuk
agregat (partikel yang lebih besar dari presipitat tapi belum mengendap.
Jika jumlah agregat terus bertambah maka akan saling membentuk
endapan yang kemudian turun menempel pada dasar tabung reaksi.
Sedangkan pengaruh pH pada titik isoelektris adalah pH yang mendekati
titik isoelektrik protein akan mempunyai nilai kelarutan terendah.
Sehingga protein yang semula larut lama kelamaan akan mengalami
koagulasi dan kemudian mengendap (presipitasi) (Windrati, 2010).
Kelarutan protein kasein Na-asetat adalah kondisi saat
protein dan asam asetat larut dalam pelarut aquades. Fungsi Na-asetat
adalah berperan dalam presipitasi karena konsentrasi garam yaitu Naasetat yang digunakan terlalu tinggi sehingga air dalam larutan protein
mudah berikatan dengan garam. Protein membentuk ikatan yang sama
dan terbentuklah endapan. Kekeruhan terjadi karena konsentrasi garam
pada larutan rendah, sehingga air dalam larutan lebih mudah berikatan
dengan protein yang kemudian bereaksi menghasilkan warna keruh pada
larutan (Poedijadi, 2005).
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Penjendalan Protein Susu Sapi dan Sari
Kedelai
No.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.

Bahan
50 ml Air SusuSapi
+ 3 ml larutan
Ca(OH)210%
+ 3ml asam asetat 1 N
+ 3 ml Enzim Bromelin
nanas
+ 3 ml asam asetat pH
isoelektrik
100 ml Sari Kedelai
+ 3 ml larutan
Ca(OH)210%
+ 3ml asam asetat 1 M
+ 3 ml cairan buah
nanas muda
+ 3 ml asam asetat pH
isoelektrik

Sumber :LaporanSementara

Inkubasi

Intensitas
K

Suhukamar

+++

Suhukamar

++

40oC, 15 menit

xx

80oC

xxx

Suhukamar

+++

Suhukamar

xx

40 C, 15 menit

++

xxx

80oC

Keterangan :
pH = 4,4 (yang paling keruh)
K
: kekeruhan (+) (+)
: agakkeruh (x)
: sedikitendapan
P
: presipitasi (x) (++) : keruh
(xx) : cukupendapan
(-) : tidakada
(+++) : sangatkeruh (xxx) : banyakendapan
Kegunaan dari air kapur ini adalah sebagai reaktan atau
pereaksi kimia. Reaktan atau pereaksi kimia adalah bahan yang
dikonsumsi atau menyebabkan terjadinya suatu reaksi kimia tertentu.
Pada penjedalan protein untuk susu sapi dan susu kedelai berfungsi untuk
mengendapakan kasien susu yang membuktikan bahwa susu masih segar
dan memiliki protein. Fungsi enzim bromelin pada praktikum yaitu
digunakan untuk memberi suasan asam pada susu sapi dan susu kedelain,
sehingga akan menimbulkan endapan dan kekeuruhan. Fungsi perlakuan
panas yaitu adalah untuk mendenaturasi protein lebih cepat dan
meningkatkan aktivitas enzim. Fungsi asam asetata 1 N yaitu
menimbulkan suasa asam dan memberi ion H + pada susu, sehingga
menyebabkan pengendapan dan kekeruhan
Berdasarkan Tabel 3.2 sampel yang digunakan pada uji
pendelan yaitu susu sapi 50 ml dan susu kedelai 100 ml. Masing-masing
diberi perlakuan dengan penambahaan Ca(OH)2, asam asetat 1 N, enzim
bromelin. Pengaruh penambahan bromelin yaitu untuk menghidrolisis
protein dan menggumpalkan susu. Enzim bromelin merupakan enzim
proteolitik seperti halnya rennin (renet), papain dan fisin yang
mempunyai sifat menghidrolisa protein dan menggumpalkan susu.
Dengan demikian enzim bromelin dapat digunakan sebagai substitusi
bagi enzim sejenis lainnya (Sebayang, 2006). Perlakuan susu sapi dan
susu kedelai ditambakan enzim bromelin kemudian diinkubasi selama 15
menit dengan suhu 40oC. Inkubasi pada suhu 40C selama 15 menit ini
bertujuan untuk meningkatkan aktifitas enzim bromelin. Hasil dari susu
sapi yaitu agak keruh dan cukup endapan. Sedangkan pada susu kedelai
yaitu keruh dan banyak endapan endapan . Hal ini tidak sesuai dengan
teori yang menyebutkan bahwa susu sapi yang banyak mengalami

pengendapan karena susu sapi banyak mengandung gugus S-H bebas


daripada sari kedelai. Karena enzim bromelin merupakan protease
sulfhidril, berarti enzim tersebut akan lebih aktif menyerang ikatan
peptida yang terdapat pada susu sapi. Penyimpangan yang mungkin
terjadi pada saat praktikum yaitu pada saat pemanasa suhu tidak
mencampi 40oC dan mungkin susu sapi terjadi pengendapan namun tidak
terlalu banyak, sehingga tidak terlihat.
Perlakuan susu sapi dan susu kedelai yang ditambkan
asam asetat hingga mencapai pH isoelektrik, selanjutnya diinkubasi
selama 15 menit dengan suhu 80oC. Hasilnya yaitu susu sapi terdapat
banyak endapan, sedangkan susu kedelai sangat keruh dan sedikit
endapan. Hasil pada praktikum ini tidak sesuai dengan teori. Teori
tersebut menyebutkan bahwa penambahan asam cuka (asam asetat) pada
susu yang telah dipanaskan berarti menambahkan konsentrasi dari ion H +
yang kemudian akan mengadakan reaksi dengan muatan negatif protein
yang berasal dari gugus hiroksil bebasnya. Semakin banyak konsentrasi
H+ yang ditambahkan maka semakin banyak pula penurunan pH dari
susu sehingga titik isoelektriknya semakin dekat. Apabila pH isoelektrik
sudah tercapai maka muatan yang saling berlawanan akan saling
menetralkan sehingga akan terbentuk gumpalan. Pengaruh penambahan
asam asetat pada sampel yaitu membuat sampel mengalami penjendalan,
sehingga protein dalam bahan rusak dan mengakibatkan terkoagulasi
karena faktor pemanasan salah. Asam asetat mampu menggumpalkan
sekitar 67,8% dari total protein. Mekanisme dari penggumpalan protein
dengan penambahan asam asetat (cuka) yakni dengan menurunkan pH
yang akanmenyebabkan protein mencapai titik isoelektrik sehingga
mengalami

penjendalan

(penggumpalan)

(Harmayani,

2009).

Penyimpangan yang dapat terjadi yaitu pada saat pemanasaan susu sapi
suhu 80oC sudah terjadi cukup lama sehingga terjadi pengumpalan yang
sangat banyak dan tersisa susu sedikit karena terjadi peguapan ke

lingkungan. Kemudian penyimpangan yang lain diduga bahwa susu


kedelai sudah basi.
Pada susu sapi dan susu kedelain ditambahkan Ca(OH)2
dengan 15 menit suhu ruang. Susu sapi didapatkan hasil sangat keruh dan
tidak terdapat endapan. Sedangkan pada susu kedelai sangat keruh dan
sedikit endapan. Penambahan basa misalnya Ca(OH)2 atau NaOH dapat
menyebabkan denaturasi. Hal ini karena terjadi pemecahan ikatan peptida
baik sebagian atau keseluruhan. Ion OH- akan bereaksi dengan gugus
amino. Pada perlakuan susu sapi dan susu kedelain ditambahkan asam
asetat 1 N kemudian dibiarkan disuhu ruang selama 15 menit. Susu sapi
mengalami keruh dan sedikit endapan, sedangkan untuk susu kedelai
yaitu agak keruh dan cukup endapan. Kekuruhan dan pengendapan
diakibatakan adanya reaksi H+ pada susu dapi dan kedelain. Berdasarkan
penjedalan urutan proten dari yang paling tinggi pada susu sapi yaitu
susu sapi + Ca(OH)2, susu sapi + asam asetat 1N, susu sapi + enzim
bromelin, susu sapi + asam asetat hingga mendekati pH isoelektrik.
Sedangakan pada susu kedelai yaitu susu kedelai + Ca(OH) 2, susu
kedelai + enzim bromelin, susu kedelai + asam asetat 1 N, susu kedelai +
asam asetat hingga pH isoelektrik.
Denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur
lebih tinggi oleh terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder
lain yang memutuskan molekul protein. Akibat dari suatu denaturasi
adalah hilangnya banyak sifat-sifat biologis suatu protein. Salah satu
penyebab denaturasi protein adalah perubahan temperatur, dan juga
perubahan pH. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi
adalah detergent, radiasi zat pengoksidasi atau pereduksi, dan perubahan
jenis pelarut. Denaturasi dapat bersifat reversibel, jika suatu protein
hanya dikenai kondisi denaturasi yang lembut seperti perubahan pH. Jika
protein dikembangkan kelingkungan alamnya, hal ini untuk memperoleh
kembali struktur lebih tingginya yang alamiah dalam suatu proses yang

disebut denaturasi. Denaturasi umumnya sangat lambat atau tidak terjadi


sama sekali (Fessenden, 1982).
Mekanisme denaturasi protein adalah penambahan asam
dan basa dapat mengacaukan jembatan garam yang terdapat pada protein.
Ion positif dan negatif pada garam dapat berganti pasangan dengan ion
positif dan negatif dari asam ataupun basa sehingga jembatan garam pada
protein yang merupakan salah satu jenis interaksi pada protein, menjadi
kacau dan protein dapat dikatakan terdenaturasi (Poedijadi, 1994).
Denaturasi karena panas mekanismenya rasi karena panas. Panas dapat
digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik
non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi
kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau
bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebu
(Yazid, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penjendalan antara lain
adalah cara penggumpalan yang digunakan. Penggumpalan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan asam, enzim
proteolitik, kimia (seperti kalsium klorida, magnesium klorida, kalsium
sulfat, glukano-D-laktone), dan alkohol serta dapat dipercepat dengan
pemanasan.Selain itu, pada penggunaan penggumpal asam, jenis asam
yang digunakan juga mempengaruhi penjendalan. Penggunaan asam
laktat mampu menggumpalkan 55% protein sedangkan asam asetat
mampu menggumpalkan 67,8% total protein (Bintang, 2010).
Kerusakan

protein

dapat

bermanfaat

positif

untuk

mengentalkan bahan misalnya pada industri susu dan sirup. Hasil dari
proses koagulasi protein biasanya mampu membentuk karakteristik yang
diinginkan. Yaitu mengental yang mungkin terjadi pada proses
selanjutnya setelah denaturasi dan koagulasi. Kekentalan hasil campuran
telur mempengaruhi keinginan untuk menyusut atau menjadi lebih kuat.
(Vickie, 2008) Sedangkan kerusakan protein yang memberikan dampak
negatif adalah menyebabkan trurunnya kelarutan, hilangnya aktifitas

biologi dan mudah diserang oleh enzim. Denaturasi protein adalah


modifikasi konformasi struktur, tersier dan kuartener. Denaturasi struktur
merupakan fenomena dimana terbentuk konformasi batu dari struktur
yang telah ada. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan,
hilangnya aktivias biologi, peningkatan viskositas dan protein mudah
diserang oleh enzim proteolitik (Oktavia, 2007).
E. Kesimpulan
Dari percobaab acara III Protein dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. pH isoelektrik didapatkan dari larutan yang paling keruh. pH isoelektrik
pada saat praktikum didapat pH 4,7
2. Ca(OH)2 menyebabkan pemecahaan ikatan pepetida baik keseluran atau
sebagian. Enzim bromelin dan pemanasan menyebabkan peningkatan
aktivitas enzim. Asam asetat menyebabkan suasana asam dan
pingkatan ion H+ pada susu sapi dan susu kedelain

DAFTAR PUSTAKA
AKK. 1995. Kedelai. Kanisius. Jakarta
Alwi H dan Dendy S. 2002. Telaah dan Sastra. Obor. Jakarta
Anggraini R P, Agustinus H, Djoko R. dan R. Singgih S S. 2013. Pengaruh Level
Enzim Bromelin dari Nanas Masak dalam Pembuatan Tahu Susu
Terhadap Rendemen dan Kekenyalan Tahu Susu. Jurnal Ilmiah
Peternakan Vol. 1 No. 2 Hal: 507-513
Bintang, R. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta
Buckle, K A. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid I. Erlangga. Jakarta
Day dan Undew. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Gramedia.
Jakarta
Devi, N. 2010. Nutrition and Food Gizi untuk Keluarga. Buku Kompas. Jakarta
Fesseden, R J. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid II. Erlangga. Jakarta
Fesseden, R J. 1999. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta
Hermayani, E. dkk. 2009. Pemanfaatan Kultur Pediococcus acidilactid F-11
Penghasil Bakteriosin Sebagai Penggumpalan pada Pembuatan Tahu.
Jurnal Pascapanen Vol. 6 No. 1 Hal: 0-20
Hendrayo D, Sriyanti, dan Ari W. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisus. Jakarta
Hulse, Wendy L, dkk. 2009. Inuence of Protein on Mannitol PolymorpHic form
Produced During Co-spray Drying. International Journal of
PHarmaceutics 382 (2009) 6772
Ismunandar. dkk. 2008. Olimpiade Kimia International Tingkat SMA.
Wahyumedia. Jakarta
Karling, I K dan Lukman A. 2010. Ekstraksi Gelatin dari Tulang Rawan Ikan
Pari (Himatura gerardi) pada Variasi Larutan Asam Untuk Perendaman.
Prosding Skripsi Semester Gasal 2009/2010. Jurusan Kimia. Fakultas
Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institu Teknologi Sepuluh
November
Martawidjaja M, Setiadi B, dan Sarta S S. 1999. Pengaruh Tingkat Protein Energi
Ransum Terhadap Kinerja Produksi Kambing Muda. Balai Penelitian
Ternak

Muchtardi dan Sandri J. 2006. Kimia 2. Yudhistira. Jakarta


Neh A, Garg T, and Bilandi A. 2012. Review on Casein Production and Casein
Based Nano-Formulations. International Research Journal of PHarmacy,
Vol. 3, No.1.
Nitsche, R. 2011. Milk Protein Analysis with the Agilent 2100 Analyzer and the
Agilent Protein 80 Kit. Agilent Technologi. Inc
Novel, S S. 2012. Super Lengkap Biologi. Gagas Media. Jakarta
Oktavia, E. 2007. Studi Pendahulu Polimerasi Emulsi Opal. Fakultas
Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. UI. Depok
Osman, Manhal M D dan Kamal Awad A R. 2010. Quality Attributes of Soyyoghurt During Storage Period. Pakistan Journal of Nutrition 9 (11),
Hal:1088
Page, D S. 1997. Prinsip-prinsip Biokomia. Erlangga. Jakarta
Poedijadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta
Poedijadi, A. 2005. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta
Poh, S. S. and F. A. Abdul Majid. 2011. Thermal Stability of Free Bromelain and
Bromelain-PolypHenol Complex in Pineapple Juice. International Food
Research Journal, Vol. 18, No. 3, Pages: 1051-1060.
Primasari, N. 2012. Manfaat Protein untuk Mendukung Aktivitas Olahraga,
Perkembangan, dan Pertumbuhaan Anak Usia Dini. Universitas Negeri
Yogyakarta
Raikos, V. 2010. Effect of Heat Treatment on Milk Protein Functionality at
Emulsion Interfaces. A review. Food Hydrocolloids 24 (2010) 259-265.
Sebayang, F. 2006. Pengujian Stabilitas Enzim Bromelin yang Diisolasi dari
Bonggol Nanas serta Imobilisasi Menggunakan Kappa Karagenan. Jurnal
Sains Kimia, Vol. 10, No. 1, Hal:20
Shofia M N dan Tri A. 2014. SKS Pendalaman Materi IPA Sains. OZproduction.
Jakarta
Sudarmanto. dkk. 2000. Kimia Hasil Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta
Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta

Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia. EGC. Jakarta


Suyatno. dkk. 2005. Kimia. Grasindo. Jakarta
Triyono, A. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahaan Beberapa Asam pada
Proses Isolasi Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau
(PHasedius radiates L). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 4-5
Agustus 2010. ISSN:1411-4126. Jurusan Teknik Kimia. Universitas
Diponegoro. Semarang
Vaclavik, V. 2008. Essential of Food Science Third Edition. Springer
Science + Business Media : New York
Yandri. 2011. Pengaruh Modifikasi Kimia Terhadap Titik Isoelektrik (pI) Enzim
Hasil Modifikasi. Jurnal Sains. Vol. 17 No. 3 Hal : 92-98
Yazid, E. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia. Penerbit Andi. Yogyakarta

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 3.1 Hasil Uji pH isoelektrik

Gambar 3.2 Hasil Penjedala Protein Susu Sapi

Gambar 3.3 Proses Pemanasan

Gambar 3.4 Alat dan Bahan

You might also like