Professional Documents
Culture Documents
berdasarkan edible film harus ditujukan terutama untuk meningkatkan kekuatan dan
penghalang sifat mekanik bahan kemasan terhadap kelembaban. Modifikasi kimia
membantu untuk mencapai peningkatan plastisitas (Park et al., 2008). Plastisizers
yang paling umum digunakan meliputi berbagai poliol (gliserin), oligosakarida dan
lipid (monogliserida, fosfolipid) yang menghancurkan ikatan hidrogen antara rantai
polimer,
membuat
struktur
lebih
cair,
sehingga
meningkatkan
elastisitas
(Shatalov, 2014).
C. Metodologi
1. Alat
a. Mangkuk WVP
b. Desikator
c. Higrometer
d. Termometer
e. Mikrometer
f. Gunting
g. Piring plastik
h. Plastik wrap
2. Bahan
a. Film plastik biodegradable
b. Silika gel
c. Plastik polimer non polar
d. Malam (Wax)
e. Buah anggur
3. Cara Kerja
Pemotongan 2x2 cm
Aquadest 50 ml
WVP
Pengukuran tebal
Anggur
Anggur
Pembungkusan
Perlakuan
Pembungkusan
kontrol
dengan
plastik wrapdengan edible film
Tepung
Komposit
Tepung Tapioka
Tepung Maizena
Tepung Tapioka
Tepung
Berat
Kertas
Saring
(gr)
Berat
Kertas
Saring
edibel (gr)
Berat
film
larut
(gr)
0,029
%
kelarutan
0,528
Berat
film tdk
terlarut
(gr)
0,045
0,074
0,483
0,079
0,108
0,067
0,093
0,486
0,495
0,492
0,506
0,456
0,552
0,524
0,545
-0,030
0,057
0,032
0,039
0,109
0,051
0,035
0l054
137,92%
47,3%
52,24%
58,06%
39,18%
Komposit
Tepung Maizena
0,074
0,496
0,538
0,042
0,032
plastik
konvensional,
namun
akan
hancur
terurai
oleh
aktivitas
mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis
terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam,
plastik biodegradabel merupakan bahan plastic yang ramah terhadap lingkungan
(Feris, 2008). Pati dapat menjadi bahan dasar dalam pembuatan plastik. Pati
merupakan biopolimer karbohidrat yang dapat terdegradasi secara mudah di alam
dan bersifat dapat diperbaharui. Pati sendiri memiliki batasan bervariasi terkait
dengan kelarutan dalam air. Pati mempunyai lapisan tipis yang mudah rusak,
sehingga untuk meningkatkan karakteristik pati dicampur dengan suatu polimer
sintetik (Mufidah dkk, 2008).
Dari tabel 3.1 dapat dijelaskan bahwa kelompok shift A menggunakan jenis
biodegradble film komposit dan tapioka. Pada jenis biodegradble film komposit
dengan berat awal 0,074 gr dilarutkan dalam air hingga 30 menit dan disaring
menggunakan kertas saring dengan berat 0,483 gr dan dilakukan pengovenan selama
15 menit dengan berat akhir kertas saring yaitu 0,528 gr dengan berat film tidak
terlarut yaitu 0,045, berat film larut 0,029 dan didapatkan 39,18% kelarutan film.
Pada jenis biodegradble film tapioka dengan berat awal 0,079 gr dilarutkan dalam air
hingga 30 menit dan disaring menggunakan kertas saring dengan berat 0,486 gr dan
dilakukan pengovenan selama 15 menit dengan berat akhir kertas saring yaitu 0,456
gr dengan berat film tidak terlarut yaitu -0,030, berat film larut 0,109 dan didapatkan
137,97%. Kelarutan film shift B menggunakan jenis biodegradable film maizena dan
tapioka, pada jenis biodegradable film maizena dengan berat awal 0,018gr, kertas
saring yang digunakan mempunyai berat 0,495gr dan setelah dioven beratnya
menjadi 0,552gr sehingga diketahui berat film tidal larut adalah 0,057gr, berat film
43,24%
larut 47,3 dengan kelarutan film yaitu 47,3%. Pada jenis biodegradable film tapioka
dengan berat awal 0,067gr, kertas saring yang digunakan mempunyai berat 0,492gr
dan setelah dioven beratnya menjadi 0,524gr sehingga diketahui berat film tidal larut
adalah 0,032gr, berat film larut 0,035 dengan kelarutan film yaitu 52,24%. Shift
AGB menggunakan tepung komposit dan tepung maizena, pada tepung komposit
berat awal film yaitu 0,093 gr. Menggunakan kertas saring 0,506 gr dan setelah
digunakan kertas saring mempunyai berat 0,545 gr sehingga berat film yang tidak
larut adalah 0,039 gr, berat film larut 0,054 serta diperoleh kelarutan film yaitu
58,065%. Pada Pada jenis biodegradable film maizena dengan berat awal 0,074gr,
kertas saring yang digunakan mempunyai berat 0,496gr dan setelah dioven beratnya
menjadi 0,538gr sehingga diketahui berat film tidal larut adalah 0,042gr, berat film
larut 0,032 dengan kelarutan film yaitu 43,24%. Berdasarkan data kelarutan edible
film yang baik yaitu shift A dengan jenis biodegradable film tepung tapioka dengan
hasil berat film tidak larut -0,030, berat film terlarut0,109 serta 137,97% kelarutan.
Karena menurut Handajani dkk (2010), jika film dilarutan menggunakan air dingin
maka film harus seminimal mungkin larut dalam air.
Pada dasarnya karakter uji kelarutan film plastik dalam air hampir sama
dengan uji biodegradabilitas dalam tanah. Konsep dasarnya adalah bahwa film
plastik yang dihasilkan dapat dengan mudah dihancurkan secara alamiah, efektif dan
efisien ekonomis dan tentunya ramah lingkungan. Pada uji kelarutan, faktor yang
paling menentukan adalah sifat hidrofilik film plastik dan didukung oleh pengadukan
yang secara mekanis dapat mempercepat kelarutan film plastik dalam air (Feris,
2008). Dalam penentuan kelarutan film adalah berat kering dari film yang terlarut
film dipotong 2cm x 2cm lalu ditimbang beratnya kemudian dilarutkan. Dalam
kelarutan film yang digunakan adalah biodegradable/edible film berasal dari tepung
maizena, tepung tapioka dan tepung komposit (tepung tapioka dan tepung maizena).
Kelarutan dipengaruhi oleh perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin
tepung. Semakin tinggi kandungan amilopektin pada tepung yang digunakan, nilai
kelarutan Biodegradable film semakin kecil sehingga kemampuan film untuk
melindungi produk yang dikemas dari pengaruh air akan lebih tinggi, maka semakin
jelek kualitas film tersebut untuk dijadikan bahan pengemas makanan karena film
mudah sekali larut dalam air sehingga dapat memperbesar terjadinya kemungkinan
kerusakan pada produk terutama sifat-sifat bahan yang terpengaruh oleh kadar air.
Menurut Haryadi (1999), amilopektin umumnya merupakan penyusun utama
kebanyakan granula pati. Dengan kadar amilopektin yang tinggi maka kelarutan
tepung tapioka dalam air lebih rendah.
Pati terdiri dari dua polisakarida, amilosa dan amilopektin, yang bisa
dipisahkan menurut perbedaan kelarutan. Amilosa terutama berstruktur linier dan
amilopektin sangat bercabang. Pati asetat membentuk film-film yang transparan,
telah dipakai secara komersial sebgai pengganti kertas dan tekstil. Turunan-turunan
pati telah direaksikan dengan stirena di bawah kondisi radikal bebas untuk
memberikan pati yang terstirenasi. Ada banyak daya tarik dalam kopolimerkopolimer cangkok pati, karena potensinya sebagai bahan pengemas yang bisa
terbiodegradasi dan sebagai pupuk pertanian (Stevens, 2001).
Tabel 3.2 Penentuan Susut Bobot Buah Melon
Shift Jam
Perlakuan
Kontrol
Wrap
Tapioka
Ke
A
0
10,151
10,630
15,224
1
10,006
10,613
15,119
2
9,826
10,592
14,997
3
9,644
10,572
14,820
4
9,480
10,559
14,648
5
9,245
10,545
14,432
B
0
10,792
10,262
11,624
1
10,171
10,231
11,370
2
10,019
10,206
11,025
3
9,793
10,165
10,508
4
9,638
10,138
10,416
5
9,582
10,078
10,284
AG
0
9,804
10,163
1
9,533
10,103
B
2
9,225
10,060
3
9,112
10,043
4
9,016
10,028
5
8,849
10,003
Sumber : Laporan sementara
Maizena
11,155
10,974
10,828
10,559
10,334
10,112
10,933
10,748
10,527
10,440
10,308
10,220
Komposit
10,998
10,686
10,142
10,072
9,858
9,718
akan tetapi produk-produk pangan lainnya juga sudah banyak menggunakan edible
coating, seperti produk konfeksionari, daging dan ayam beku, sosis, produk hasil laut
dan pangan semi basah.
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa tidak semua pada sampel
mengalami susut berat. Penyusutan berat tidak stabil, dikarenakan adanya cemaran
dari suhu lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi berat pada sampel anggur.
Biodegradable film memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai
bahan pengemas alternatif mengingat jenis plastik jenis bisa terurai oleh
mikroorganisme menjadi polimer rantai-rantai pendek sehingga ramah lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya kecepatan susut berat pada acara
aplikasi biodegradable film ini yaitu terutama karena jenis komposisi yang dipakai
dalam formula film. Sedangkan dengan penambahan tepung komposit (tapioka dan
maizena) ke dalam formula film, maka rata-rata meningkatkan sifat biodegradable
film, yaitu susut berat buah anggur menjadi lebih kecil. Sedangkan dengan pengemas
sintetik seperti plastik warp sangat resisten terhadap oksigen, air dan asam, serta
basa. Biodegradable film memiliki permeabilitas uap air yang lebih tinggi.
Menurut Eden dalam Davidson (1970), kemasan sintetik digunakan untuk
mengatasi kelemahan-kelamahan yang dimiliki oleh kemasan alami. Adanya
kemasan sintetik menyebabkan suatu bahan makanan dapa disimpan dalam jangka
waktu yang lebih lama, dengan kualitas yang tetap terjaga. Walaupun kemasan
sintetik memiliki kelebihan dibandingkan dengan kemasan alami, kemsan sintetik
juga memiliki beberapa kelemahan, khususnyaberkaitan dengan isu lingkungan.
Kelebihan pengemas sintesis yaitu perlindungan sempurna terhadap produk dari sinar
matahari, panas, debu atau kotoran, dan lain-lain sehingga sangat hiegienis dan
terjaga kualitasnya untuk jangka waktu lama, dapat dituliskan berbagai informasi
mengenai produk, produsen, kodeproduksi, dan tanggal kadarluarsa, dan
memudahkan pengangkutan dan penyimpanan. Sedangkan kekurangannya yaitu
bahan baku kebanyakan barasal dari sumber daya alam tidak terurai, untuk
memproduksinya memerlukan banyak energi, biaya mahal, baik selama proses
A
(cm)
Keteb
alan
(cm)
Jam ke1
Permiabilita
s Uap air
(cm)
34,091
0,2
169,057
185,597
185,741
185,802
185,857
7,022 x 10-4
4,6353
0,25
130,825
135,269
131,374
131,435
131,489
8,798 x 10-4
(Farmaka)
Komposit
(Farmaka)
4,6735
0,26
154,578
155,190
155,316
155,435
155,435
air
adalah
kemampuan
untuk
melewatkan
air. Sifat
permeabilitas plstik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu
berperan memodifikasi ruang kemasselama penyimpanan. Bilapermeabilitas dari
kemasannya rendah maka akan meningkatkan kadar air dariproduk. Sehingga dapat
merubah tekstur, rasa, dan aroma. bukan hanya itu sajaumur simpan dari produk juga
akan berkurang karena bila kadar air meningkatmaka aktivitas air (aw) akan
meningkatkan. Aw merupakan tingkat ketersedianair bebas dalam bahan pangan
untuk
berlangsungnya
reaksi reaksi
kimia.Biokimia
dan
pertumbuhan
14,197 x 10-4
(polisakarida dan protein) umumnya menghasilkan nilai permeabilitas uap air yang
tinggi dan permeabilitas terhadap oksigen rendah (Yusuf, 2012). Hal ini disebabkan
polimer mempunyai ikatan hidrogen yang besar. Sebaliknya, polimer kimia yang
bersifat non polar (lipida) yang banyak mengandung gugus hidroksil mempunyai
nilai permeabilitas uap air rendah dan permeabilitas oksigen yang tinggi, sehingga
menjadi penahan air yang baik tetapi tidak efektif menahan gas.
Permeabilitas uap air (WVP)
ditembus oleh uap air, atau dapat dinyatakan sebagai laju transmisi uap air dan
dilambangkan sebagai B. Penentuan permeabilitas uap air pada kemasan dapat
ditentukan dengan meletakkan kemasan dengan luasan tertentu pada suatu alat yang
dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan tekanan antara sisi dalam dan sisi luar.
Permeabilitas kemasan biasanya dinyatakan dalam gram H2O yang melewati
kemasan dengan luas permukaan tertentu per hari untuk tebal dan suhu serta
kelembaban relative (RH) tertentu. Satuannya dinyatakan dalam gr H2O mm/m2 hari
atm. Pada penentuan permeabilitas uap air digunakan 1 sampel pengemas. Sampel
pengemas yang digunakan yaitu Cling warp, kemasan plastik PP serta enam
biodegradable film dengan komposisi yang sama yaitu 2 film dari maizena jahe, dan
4 film yang terbuat dari maizena.
Pada penentuan permeabilitas uap air digunakan silika gel yang dimasukkan
ke dalam cawan. Cawan yang berisi silika gel dimasukan ke dalam wadah yang
berisi larutan garam. Silika gel dan cawan selanjutnya ditimbang setiap satu jam
sekali hingga didapat hasil lima kali penimbangan. Silica gel bersifat menyerap air
yang ada dalam mangkuk WVP akibatnya terdapat perbedaan tekanan antara di
dalam dan di luar mangkuk WVP. Perbedaan tekanan akan menyebabkan uap air atau
gas masuk ke dalam mangkuk WVP. Uap air yang masuk ke dalam mangkuk WVP
ini akan mempengaruhi berat mangkuk WVP. selisih berat mangkuk WVP yang
diukur tiap satu jam sekali dari jam ke 0 hingga jam ke-4, selisih berat dianggap
sebagai jumlah uap air yang masuk ke dalam mangkuk WVP melalui kemasan.
Keuntungan penggunaan silica gel sebagai desikan antara lain adalah mampu
menyerap sepertiga dari jumlah uap air yang ada, dapat diturunkan dan digunakan
kembali dengan cara pemberian panas, silica gel adalah material yang inert (tidak
bereaksi dengan bahan), lebih sering dan mudah digunakan dengan bungkus sachect
atau kantong. Silika gel merupakan suatu bentuk dari silika yang dihasilkan melalui
penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol mirip agar agar ini dapat
didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip kaca yang bersifat
tidak elastis. Sifat ini menjadikan silika gel dimanfaatkan sebagai zat penyerap,
pengering dan penopang katalis. Garam garam kobalt dapat diabsorpsi oleh gel ini.
Silica gel mencegah terbentuknya kelembapan yang berlebihan sebelum terjadi.
Menurut Apriyanti dkk (2013), semakin rendah nilai permeabilitas uap air
atau semakin mendekati nol maka daya serap plastik terhadap uap air semakin kecil.
Jika plastik telah menyerap uap air dari luar maka plastik tersebut tidak mampu
untuk menyerap uap air lagi yang melebihi dari kapasitas penyerapannya maka nilai
permeabilitas uap air (WVP) akan semakin baik. Kecilnya permeabilitas yang ada
pada kemasan maka kemampuan kemasan untuk melindungi produk semakin baik
sehingga dapat menambah daya simpan produk. juga tinggi.
Salah satu sifat edible film yang sangat penting agar dapat berfungsi dengan
baik sebagai pelapis makanan adalah permeabilitas uap air (water vapor
permeability). Water vapor permeability (WVP) adalah kemampuan dari film untuk
menahan laju uap air yang menembusnya. Permeabilitas film dipengaruhi oleh beda
konsentrasi antara satu sisi dengan sisi yang lain. Semakin besar beda konsentrasi
maka transfer massa yang terjadi semakin cepat. Selain itu permeabilitas juga
dipengaruhi oleh tebal dari film. Penggunaan plasticizer harus diminimalkan karena
beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa plasticizer dapat meningkatkan
permeabilitas uap air dan menurunkan sifat kohesi film yang mempengaruhi sifat
mekanik film (Silva dkk., 2009). Jenis Plasticizer yang paling umum digunakan pada
pembuatan edible film adalah gliserol, sorbitol dan polietilen glikol. Karena sifatnya
yang hidrofilik maka plasticizer ini cenderung banyak menyerap uap air (Suppakul,
2006).
Menurut Syarief dkk (1989), mekanisme uji permeabilitas yang umum
digunakan untuk mengukur permeabilitas uap ialah dengan metode gravimetri.
Dalam metode ini digunakan suatu desikan yang bisa menyerap uap air dan menjaga
supaya tekanan uap air tetap rendah disimpan dalam suatu mangkuk alumunium
yang kemudian ditutup dengan film plastik yang akan diukur permeabilitasnya.
Prinsip pengujian uji peremeabilitas terhadap gas dan uap air (Gas or water
vapor
permeability
WVP)
yang
banyak
digunakan
dalam teknologi
pengemasan menghitung gram air per hari per 100 in 2 permukaan kemasan, untuk
ketebalan dan temperatur tertentu, dan kelembaban relatif di satu sisi 0% dan
pada sisi lainnya 95%.
Menurut Indriani (2009), silika gel merupakan material berpori, berbentuk
amorf yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai
adsorben. Ketidakteraturan struktur molekul dari silika gel menyebabkan silika gel
memiliki keragaman pori. Pembuatan silika gel dari abu sekam padi dengan
penambahan surfaktan sebagai molekul pengarah diharapkan akan berpengaruh
terhadap ukuran pori yang terbentuk pada material hasil. Menurut Ali et al (2009),
fungsilika gel sebagai penyangga katalis, sebagai agen flatting di pelapis dan sebagai
adsorben selektif dalam kromatografi kolom. Silika gel ini memiliki aplikasi di
modifikasi viskositas dan thixotropy dari cairan. Silika gel dapat juga digunakan
untuk pengolahan air limbah, kontrol kelembaban atmosfer, pemurnian gas dan untuk
penyulingan minyak bumi. Dalam praktikum ini silica gel berfungsi untuk
mengetahui permeabilitas uap air pada edible film yang dibuat. Menurut Nugroho
dkk (2012) penggunaan cawan WVTR pada uji Laju Transmisi Uap Air (WVTR)
pada kemasan edible film digunakan untuk menempatkan silica gel yang masih aktif,
karena kerapatanya yang baik sehingga dapat digunakan untuk pengujian ini.
Kemudian di seal kemasan edible film pada bagian atas mulut cawan. Cawan yang
umum digunakan yakni berukuran 7,5 cm (diameter dalam) dan 8 cm (diameter
luar) dengan kedalaman 2 cm, yang didalamnya berisi 10 gram silica gel.
Data nilai WVP dari masing-masing kelompok, untuk THP B dengan
menggunakan film yang terbuat dari maizena nilai WVPnya sebesar 7,002gr,dengan
berat awal 34,091gr, permeabilitas jam ke-1 hasil 169,1 , jam ke-2 185,6 , jam ke-3 1
185,7, dan jam ke-5 185,8. Sedangkan untuk kelompok THP A yang menggunakan
film yang terbuat dari maizena mempunyai nilai WVP sebesar 8,79gr, dengan berat
awal 4,63gr pada jam ke-1 130,8 , jam ke-2 135,3 , jam-ke 3 131,4 , jam-ke4 131,4
dan jam ke-5 131,5. Untuk kelompok Farmaka yang menggunakan film yang terbuat
dari tepung komposit mempunyai nilai WVP sebesar 14,19gr, dengan berat awal
4,67. Nilai permeabilitas pada kelompok Farmaka pada jam ke-1 154,6 , jam ke-2
155,2 , jam-ke 3 155,4 , jam-ke4 131,4 dan jam ke-5 155,4. Pada shif 3 hal ini sesuai
dengan teori penggunaan tapioka dan maizena sebagai bahan pembuat edible film
diduga mampu menurunkan laju transmisi uap air dari film yang dihasilkan. Hal ini
diindikasikan dari laju transmisi uap air edible film komposit tapioka dan maizena
lebih rendah daripada edible film komposit glukomanan-tapioka yang pernah diteliti
Manuhara, dkk. (2008).
Menurut Estiningtyas (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi konstanta
permeabilitas kemasan adalah jenis film permeabilitas dari polipropilen lebih kecil
dari pada polietilen artinya gas atau uap air lebih mudah menembus polipropilen
daripada polietilen, suhu, ada tidaknya plasticizer misal air, jenis polimer film, dan
sifat dan besar molekul gas serta solubilitas atau kelarutan gas.sedangkan menurut
Syarief, et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi konstanta permeabilitas
kemasan adalah: suhu, ada tidaknya plasticizer, jenis polimer film, sifat dan
besar molekul gas, dan solubilitas atau kelarutan gas.
Menurut Gontardet et al (1993), dilakukan pengujian uap air edible film yaitu
untuk mengetahui kualitas edible film berdasarkan jenis tepung yang digunakan.
Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu
dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah
untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uap air harus
serendah mungkin.
E. Kesimpulan
Dari praktikum acara III Pengujian Karakteristik dan Aplikasi Biodegradable
Film dapat disimpulkan bahwa:
1. Biodegradable film banyak digunakan untuk pengemasan produk buahbuahan segar.
2. faktor yang paling menentukan pada uji kelarutan adalah sifat hidrofilik film
plastik dan didukung oleh pengadukan yang secara mekanis dapat
mempercepat kelarutan film plastik dalam air. Konsep dasar uji kelarutan
biodegradable film adalah bahwa film plastik yang dihasilkan dapat dengan
mudah dihancurkan secara alamiah, efektif dan efisien ekonomis dan
tentunya ramah lingkungan.
3. Semakin tinggi kandungan amilopektin pada tepung yang digunakan, nilai
kelarutan Biodegradable film semakin kecil
4. Aplikasi
edible
film
dengan
cara
coating
kurang
efektif
dalam
DAFTAR PUSTAKA
Asri, Arum. 1996. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri Komoditas Wangi Penuh Potensi.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Bourtoom, T. 2008. Edible films and coatings: characteristics and properties
International Food Research Journal 15(3):(2008) Department of Material
Product
Technology, Prince of Songkla University, Hat Yai, Songkhla,
90112, Thailand.
Dhanapal, Aruna. 2012. Edible films from Polysaccharides Food Science and Quality
Management www.iiste.org ISSN 2224-6088 (Paper) ISSN 2225-0557
(Online) Vol 3, 2012 Department of Food Processing and Preservation
Technology, Avinashilingam
University
for
women,Faculty
of
Engineering,Coimbatore.
Jaya, Danang. 2010. Pembuatan Edible Film dari Tepung Jagung. Fakultas Teknologi
Industri Universitas Pembanguna Nasional Veteran. Yogyakarta
Krisna, Simas Damar Adi. 2011. Pengaruh Gelatinisasi Dan Modifikasi Hidrotermal
Terhadap Sifat Fisik Pada Pembuatan Edible Film Dari Pati Kacang Merah
(Vigna Angualaris Sp). Universitas Diponegoro. Semarang.
Krochta,J.M. 1992. Control of mass transfer in food with edible coatings and film. In:
Singh,R.P. and M.A.Wirakartakusumah (Eds) : Advances in Food
Engineering. CRC Press : Boca Raton, F.L. pp. 517-538.
Krochta,J.M., Baldwin,E.A. dan M.O.Nisperos-Carriedo. 1994. Edible coatings and
film to improve food quality. Echnomic Publ.Co., Inc., USA.
Pashova, Sabka. Zhivkova, Vanya. 2007. Edible Film and Coating Used For
Prolonging The Term Of Storage Of Foods. Vol.12, No.25-36.
Purnomo, dkk. 2010. Pembuatan Dan Karakterisasi Edible Film Dari Pati Umbi Kayu
Dan Ganyong Dengan Penambahan Sorbitol Dan Gliserol. Universitas
Negeri Malang. Malang
Shatalov, Iwan. Shatalavoa, Alexandrina. 2014. Developing of Edible Packaging
Meterial Based on Protein Film. Vol. 15.
Wahyu, Maulana Karnawidjaja. 2008. Pemanfaatan Pati Singkong Sebagai Bahan Baku
Edible Film. Universitas Padjajaran. Bandung.
Yunira, Salma. 2001. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah. Agromedia Pustaka. Jakarta.
LAMPIRAN FOTO