You are on page 1of 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut


sinus.

Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan

perlindungan daerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara. 1 Terdapat


empat pasang sinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis
di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara
kedua mata dan sinus sphenoidalis di belakang bola mata. 1,2,3 Sampai saat ini sinus
paranasal merupakan salah satu organ tubuh pada manusia yang sulit
dideskripsikan karena bentuknya bervariasi pada tiap individu.2 Terdapat
membran yang melapisi sinus tersebut yang mensekresikan mukus, yang mana
akan mengalir ke rongga hidung melalui sebuah saluran kecil pada setiap sinus
tersebut. Sinus yang sehat tidak mengandung bakteri yang belum steril.

Gambar 1. Sinus paranasal


Sinus maksila mulai berkembang pada usia tiga bulan kehamilan, yang
merupakan bagian dari ektoderm. Ukurannya pada saat lahir 7x4x4 mm, namun
setelah lahir sampai dewasa sinus maksila mengalami pertumbuhan kearah
1

vertikal sepanjang 2mm dan kearah anteroposterior sepanjang 3mm. Pertumbuhan


cepat sinus maksila terjadi pada usia 3 tahun pertama dan mengalami perlambatan
sampai usia 7 tahun. Pertumbuhan cepat kedua terjadi pada usia 7-12 tahun,
kemudian tumbuh lambat sampai dewasa. Pada usia 12 tahun dasar sinus maksila
sejajar dengan dasar hidung kemudian dasar sinus semakin ke inferior mendekati
alveolus saat erupsi gigi permanen.3
Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada
batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis
dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran napas atas
pada dewasa yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis. Di US dilaporkan
bahwa lebih dari 30 juta pasien menderita sinusitis.3
Oleh karena tingginya insiden sinusitis ini, maka penulis tertarik
mengangkat topik ini sebagai judul penulisan laporan kasus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal
dan sinusitis sfenoid.1,2,3
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang.
Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang
sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2)
letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari
sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah
dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan
sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar
hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.1
Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis
maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Sinusitis akut dapat
sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan
jaringan mukosa.

Sinusitis berulang terjadi lebih sering tapi tidak terjadi

kerusakan signifikan pada membran mukosa. Sinusitis kronis berlangsung selama


3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh hari.1,2,5
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada
batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis
dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran napas atas
pada dewasa yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis. Di US dilaporkan
bahwa lebih dari 30 juta pasien menderita sinusitis.3

2.3 Anatomi
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml. Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior
adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding
posteriornya ialah permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya ialah
dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dining
inferiornya ialah prosesua alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada
disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum etmoid. 1

Gambar 2. Sinus paranasal dan ostiumnya


2.4 Patofisiologi
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara
lain (1) sebagai pengatur kondisi udara, (2) sebagai penahan suhu, (3) membantu
keseimbangan kepala, (4) membantu resonansi suara, (5) peredam perubahan
tekanan udara dan (6) membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga
hidung.1,3
Fungsi sinus paranasal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
pertahanan mukosilier, ostium sinus yang tetap terbuka dan pertahanan tubuh baik
lokal maupun sistemik.2,3,5 Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga

terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak
secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti
jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

Gambar 3. Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus

Gambar 4. Perubahan silia pada sinusitis

Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya


berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir
tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus,
sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang di produksi mukosa sinus
menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri
patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1 Bakteri yang sering ditemukan pada
sinusitis kronik adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis, Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus,
kuman anaerob jarang ditemukan.1 Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.1,2,3

Gambar 5. Perubahan mukosa pada sinus yang terinfeksi


Reaksi peradangan

berjalan menurut tahap-tahap tertentu yang khas.

Pelebaran kapiler darah akan memperlambat aliran darah sehingga akan


mengeluarkan fibrin dan eksudat serta migrasi leukosit menembus dinding
pembuluh darah membentuk sel-sel nanah dalam eksudat. Tetapi bilamana terjadi
pada selaput lendir, maka pada saat permulaan vasodilatasi terjadi peningkatan
produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang terjadi bukan murni
sebagai nanah, tetapi mukopus.5

Gambar 6. Sinusitis akut menjadi sinusitis kronik


Ada tiga kategori utama pada mekanisme terjadinya sinusitis kronis, yaitu: 5
1. Sinusitis yang berhubungan dengan hiperplasia karena peradangan.
2. Sinusitis sebagai bagian dari alergi umum saluran napas.
3. Sinusitis karena salah satu diatas disertai infeksi sekunder.
Sinusitis yang berhubungan dengan hiperplasia karena peradangan5
Biasanya mulai pada masa kanak-kanak. Serangan infeksi terjadi berulangulang. Waktu antara dua serangan makin lama makin pendek. Kekebalan makin
terkalahkan dan resolusi terjadi hampir tidak pernah sempurna. Pengaruh terhadap
mukosa adalah penebalan dengan disertai infiltrasi limfosit yang padat. Fibrosis
sub epitel menyebabkan pengurangan jumlah kelenjar karena iskemia dan bila
berlangsung lebih lanjut akan menyebabkan ulserasi mukosa. Pada tahap
berikutnya periosteum akan terkena dan hiperemia meluas ke tulang-tulang yang
kemudian menjadi osteoporosis dan akhirnya menjadi sklerotik.

Sinusitis sebagai bagian dari alergi umum saluran napas.5


Penderita memiliki salah satu dari dua tipe alergi. Pertama adalah alergi
umum diatesis yang timbul pada permulaan bersama asma, eksema, konjungtivitis
dan rinitis yang kemudian menjadi rinitis musiman (hay fever) pada anak lebih
tua. Kedua mngkin tidak didapatkan keluhan dan tanda dari alergi sampai umur 8
atau 9 tahun secara berangsur-angsurmukosa makin penuh terisi air yang
menyebabkan bertambahnya sumbatan dan secret hidung. Polip dapat timbul
karena pengaruh gaya berat terhadap selaput mukosa yang penuh dengan air dan
dapat memenuhi rongga hidung.

Gambar 7. Mekanisme terjadinya sinusitis kronis


2.5 Sinusitis maksilaris akut
Etiologi
Penyebab sinusitis akut ialah (1) rinitis akut, (2) infeksi faring, seprti
faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut, (3) infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3
serta P1 dan P2 (dentogen), (4) berenang dan menyelam, (5) trauma dapat
menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal, (6) barotrauma dapat
menyebabkan nekrosis mukosa. 1,5,6

Sinusitis maksilaris dengan asal geligi. Bentuk penyakit geligi-maksilaris


yang khusus bertanggung jawab pada 10 persen kasus sinusitis yang terjadi
setelah gangguan pada gigi. Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar,
biasanya molar pertama, dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar
dan sinus maksilaris ikut terangkat.2

Gambar 8. a. Fistula oroantral b. Sinusitis maksilaris


Gejala klinis
Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus
kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.
Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri didaerah infraorbita dan kadang-kadang
menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi
dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu
membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan
dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring
sudah ditiadakan.1,2,5,6
Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak
pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak
mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan
sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius. Pada
rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).1,5,6

10

Gambar 9. Pus pada meatus medius

Gambar 10. Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis


Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Transluminasi bermakna bila salah satu sinus yang sakit, sehingga tampak
lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.1,5,6
Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level)
pada sinus yang sakit.1,2,5

11

Gambar 11. Gambaran suatu sinus yang opak


Pemeriksaan mikrobiologik atau biakan hapusan hidung dilakukan dengan
mengambil sekret dari meatus medius. Mungkin ditemukan bermacam-macam
bakteri yang merupakan flora normal atau kuman patogen, seperti Pneumokokus,
Streptokokus, Stafilokokus dan Haemofilus influenza. Selain itu mungkin
ditemukan juga virus atau jamur.1
Pengobatan
Pengobatan umum
1. Istirahat
Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan
sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur
mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap.
2. Higiene
Harus tersedia sapu tangan kertas untuk mengeluarkan sekrat hidung.
Perlu diperhatikan pada mulut yang cenderung mengering , sehingga
setiap selesai makan dianjurkan menggosok gigi.

3. Medikamentosa

12

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari,


meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang diberikan ialah
golongan penisilin. Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes
hidung, untuk memperlancar drainase sinus. Boleh diberikan analgetik
untuk menghilangkan rasa nyeri
Pengobatan lokal
1. Inhalasi
Inhalasi banyak menolong penderita dewasa karena mukosa hidung
dapat istirahat dengan menghirup udara yang sudah dihangatkan dan
lembab.
2. Pungsi percobaan dan pencucian
Apabila cara diatas tak banyak menolong mengurangi gejala dan
menyembuhkan penyakitnya dengan cepat, mungkin karena drainase
sinus kurang baik atau adanya kuman yang resisten. Kedua hal tersebut
dapat diketahui dengan pungsi percobaan dan pencucian. Dengan
anestesi lokal, trokar dan kanula dimasukkan melalui meatus inferior
dan ditusukkan menembus dinding naso-antral. Kemudian dimasukkan
cairan garam faal steril ke dalam antrum dan selanjutnya isi antrum
dihisap kembali kedalam tabung suntikan. Apabila setelah dua sampai
tiga kali pencucian infeksi belum sirna, maka mungkin diperlukan
tindakan antrostomi intranasal.

Gambar 12. Pungsi dan irigasi sinus maksila

13

Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila


telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri
yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan
2.6 Sinusitis Kronis
Etiologi
Sinusistis kronis adalah sinusitis yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan sinusitis kronik diantaranya adalah
pneumatisasi yang tidak memadai, makanan yang tak memadai, reaksi atopik,
lingkungan kotor, sepsis gigi dan variasi anatomi.5
Variasi anatomi memegang peranan lebih besar mekanisme etiologi
sinusitis kronis. Variasi anatomi yang sering ditemukan deviasi septum, prosessus
unsinatus melengkung ke lateral, konka media mengalami pneumatisasi, bula
etmoid sel dan etmoid yang meluas.4

Gambar 13. Sinusitis akibat devisi septum


Gejala klinis
Keluhan umum yang membawa pasien sinusitis kronis untuk berobat
biasanya adalah kongesti atau obstruksi hidung. Keluhan biasanya diikuti dengan
malaise, nyeri kepala setempat, sekret di hidung, sekret pasca nasal (post nasal
drip) , gangguan penciuman dan pengecapan.5,7

14

Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus
medius. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun
ke tenggorok.1
Pemeriksaan penunjang
Transluminasi1
Transluminasi dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksilaris dan sinus
frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada pemeriksaan
transluminasi tampak gelap didaerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi
oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.
Bila terdapat kista yang besar didalam sinus maksila, akan tampak terang pada
pemeriksaan transluminasi.
Radiologi7
Pemeriksaan

radiologik

pada

sinusitis

kronis

tidak

dianjurkan,

penggunaannya dibatasi hanya untuk sinusitis maksilaris akut atau sinusitis


frontalis.
CT scan7
CT

scan

salah

satu

modalitas

yang

dapat

digunakan

mengidentifikasi dan mengevaluasi anatomi dan patologi sinus.

Gambar 14. CT Scan memperlihatkan penebalan mukosa sinus.

untuk

15

Staging dapat dilakuan dengan menggunakan CT scan. Sistem stagging ini


sederhana, mudah diingat dan sangat efektif untuk mengklasifikasikan sinusitis
kronis. Stagging ini membantu dalam perencanaan operasi dan hasil terapi.
Stagging didasarkan pada perluasan penyakit setelah terapi medis. Stagging
tersebut terbagi atas:7
-

stage I

: satu fokus penyakit

stage II : penyakit noncontiguous melalui labirin ethmoid

stage III : difuse yang responsif terhadap pengobatan

stage IV : difuse yang tidak responsif dengan pengobatan.

Pengobatan
Pengobatan sinusitis kronis lebih bersifat paliatif daripada kuratif. 5
Pengobatan paliatif yang dapat diberikan pada penderita dengan sinusitis kronis
dibagi menjadi:
A. Pengobatan konservatif 1,5,8
Pengobatan konservatif yang adekuat merupakan pilihan terapi untuk
sinusitis maksilaris subakut dan kronis. Antibiotik diberikan sesuai dengan
kultur dan uji sensitivitas. Antibiotik harus dilanjutkan sekurang-kurangnya 10
hari. Drainase diperbaiki dengan dekongestan lokal dan sistemik. Selain itu
juga dapt dibantu dengan diatermi gelombang pendek selama 10 hari, pungsi
dan irigasi sinus. Irigasi dan pencucian sinus ini dilakukan 2 kali dalam
seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap
banyak sekret purulen berarti mukosa sinus sudah tidak dapat kembali normal,
maka perlu dilakukan operasi radikal.
B. Pengobatan radikal1,8
Pengobatan ini dilakukan bila pengobatan koservatif gagal. Terapi radikal
dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase
dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc.
Pembedahan ini dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal. Jika dengan
anestesi lokal, analgesi intranasal dicapai dengan menempatkan tampon kapas

16

yang dibasahi kokain 4% atau tetrakain 2% dengan efedrin 1% diatas dan


dibawah konka media. Prokain atau lidokain 2% dengan tambahan ephineprin
disuntika di fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke superior untuk saraf
intraorbital. Incisi horizontal dibuat di sulkus ginggivobukal, tepat diatas akar
gigi. Incisi dilakukan di superior gigi taring dan molar kedua. Incisi
menembus mukosa dan periosteum. Periosteum diatas fosa kanina dielevasi
sampai kanalis infraorbitalis, tempat saraf orbita diidentifikasi dan secara hatihati dilindungi.

Gambar 15. prosedur Caldwell Luc


Pada dinding depan sinus dibuat fenestra, dengan pahat, osteatom atau alat
bor. Lubang diperlebar dengan cunam pemotong tulang kerison, sampai jari
kelingking dapat masuk. Isi antrum dapat dilihat dengan jelas. Dinding
nasoantral meatus inferior selanjutnya ditembus dengan trokar atau hemostat

17

bengkok. Antrostomi intranasal ini dapat diperlebar dengan cunam kerison dan
cunam yang dapat memotong tulang kearah depan. Lubang nasoantral ini
sekurang-kurangnya 1,5 cm dan yang dipotong adalah mukosa intra nasal,
mukosa sinus dan dinding tulang. Telah diakui secara luas bahwa berbagai
jendela nasoantral tidak diperlukan. Setelah antrum diinspeksi dengan teliti
agar tidak ada tampon yang tertinggal, incisi ginggivobukal ditutup dengan
benang plain cat gut 00. biasanya tidak diperlukan pemasangan tampon
intranasal atau intra sinus. Jika terjadi perdarahan yang mengganggu, kateter
balon yang dapat ditiup dimasukan kedalam antrum melalui lubang nasoantral.
Kateter dapat diangkat pada akhir hari ke-1 atau ke 2. kompres es di pipi
selama 24 jam pasca bedah penting untuk mencegah edema, hematoma dan
perasaan tidak nyaman.
C. Pembedahan tidak radikal 1
Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan
menggunakan endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskopi Fungsional
(BESF). Prinsipnya adalah membuka dan membersihkan daerah kompleks
ostio-meatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga
ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Dengan
demikian mukosa sinus akan kembali normal.
2.7 Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotika.1 Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronis dengan eksaserbasi akut.1 Komplikasi yang dapat terjadi adalah:
Komplikasi Orbita2
Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata (orbita).2 Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita
yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis.

18

Terdapat lima tahapan terjadinya komplikasi orbita ini.2


a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan
b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk
c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan
dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis
d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum
dan bercampur dengan isi orbita
e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat
penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus
kavernosus di mana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis
septic.

Gambar 16. Komplikasi penyakit sinus pada orbita

19

Komplikasi Intrakranial1,7
Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural,
abses otak.

Gambar 17. Sistem vena sebagai jalur perluasan komplikasi ke intrakranial


Kelainan Paru1
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini disebut
sinobronkitis. Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis.
Selain itu juga dapat timbul asma bronkhial.

20

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Penderita
Nama

: Tn. A

Tanggal Lahir

: 27/02/1954

Umur

: 62 tahun

Jenis Kelamin

: Laki - Laki

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Jl. Mayzen HM Ryacudu

No. Medrec

: 50.08.86

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Os datang dengan keluhan nyeri pada telinga kiri sejak 2 hari yang
lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit :
3 hari yang lalu os mengaku mengorek telinga kirinya dengan
menggunakan pengorek telinga besi. Saat sedang mengorek telinga, os
mengaku telinga terasa sakit. Nyeri dirasakan terus menerus. Os mengaku
tidak ada cairan yang keluar dari telinganya.
2 hari yang lalu os mengaku nyeri bertambah berat. Nyeri disertai
dengan bengkak, telinga terasa penuh, dan gatal pada telinga. Os mengaku
pendengaran pada telinga kiri sedikit berkurang. Pasien mengeluhkan
demam, riwayat batuk, pilek dan nyeri tenggorokan disangkal. Karena tidak
tahan lagi os berobat ke poli THT RSUD Palembang BARI
1. Penyakit yang pernah diderita
a. Riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal.
b. Riwayat alergi obat antibiotic, namun pasien lupa nama obatnya.
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

21

3. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesadaran Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital : Nadi : 72 kali/menit


Pernapasan: 20 kali/menit
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Suhu : 37,0 C
Jantung

: SI-II normal, mur-mur (-), gallop (-)

Paru-Paru

: Vesikuler normal, whezering (-), ronkhi (-)

Abdomen

: Datar, lemas, nyeri epigastrium (-), BU (+) normal


Hepar dan lien tidak membesar

Ekstremitas

: akral hangat, edema (-), sianosis (-)

Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar
Regio Retroaurikula
- Abses
- Sikatrik
- Pembengkakan
- Fistula
- Jaringan Granulasi
Regio Zigomatikus
- Kista Brankial Klep
- Fistula
- Lobulus Aksesorius
Aurikula
- Mikrotia
- Efusi Perikondrium
- Keloid
- Nyeri tarik aurikula

Kanan

Kiri

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)

22

- Nyeri tekan tragus


Meatus Akustikus Eksternus
- Lapang/sempit
- Odeme
- Hiperemis
- Erosi
- Krusta
- sekret
(serous/seromukous/mukopus/pus)
- Perdarahan
- Bekuan darah
- Cerumen
- Epithelial plug
- Jaringan Granulasi
- Debris
- Benda asing
- Sagging
- Exostosis

II. Membran timpani


- Warna
(putih/suram/hiperemis/hematoma)
- Bentuk (oval/bulat)
- Reflek cahaya
- Retraksi
- Bulging
- Bulla
- Rupture
- Perforasi
(sentral/perifer/marginal/attic)
- Pulsasi
- Sekret
(serous/seromukous/mukopus/pus)
(kecil/besar/subtotal/total)
- Tulang pendengaran
- Kolesteatoma
- Polip
- Jaringan granulasi

(-)
(-)
(-)

(-)
(+)
(+)

lapang
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Sempit
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Tak tampak

putih
bulat
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
serous

(-)
(-)
(-)
(-)

23

III. Tes khusus


1. Tes garpu tala
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Scwabach
2.

Tes Audiometri

Kanan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

Kiri
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

3. Tes Fungsi Tuba


- Tes Valsava
- Tes Toynbee

Kanan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

Kiri
tidak dilakukan
tidak dilakukan

4. Tes Kalori
- Tes Kobrak

Kanan
tidak dilakukan

Kiri
tidak dilakukan

Hidung
I. Tes Fungsi Hidung
- Tes aliran udara
- Tes penciuman
Teh
Kopi
Tembakau
II. Hidung luar
- Dosum nasi
- Akar hidung
- Puncak hidung
- Sisi hidung
- Ala nasi
- Deformitas
- Hematoma
- Pembengkakan
- Krepitasi
- Hiperemis
- Erosi kulit
- Vulnus
- Ulkus
- Tumor
- Duktus nasolakrimalis
(Tersumat/tidak tersumbat)
III. Hidung Dalam
1. Rinoskopi Anterior
a. Vestibulum nasi
- Sikatrik
- Stenosis

Kanan
(-)
tidak dilakukan

Kiri
(-)
tidak dilakukan

Kanan
t.a.k
t.a.k
t.a.k
t.a.k
t.a.k
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
tidak tersumbat

Kiri
t.a.k
t.a.k
t.a.k
t.a.k
t.a.k
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
tidak tersumbat

Kanan

Kiri

(-)
(-)

(-)
(-)

24

- Atresia
- Furunkel
- Krustas
- Sekret
(serous/seromukus/mukopus/pus)
b. Kolumela
- Utuh/tidak utuh
- Sikatrik
- Ulkus
c. Cavum nasi
- Luasnya
- Sekret
(serous/seromukus/mukopus/
Pus)
- Krusta
- Bekuan darah
- Perdarahan
- Benda asing
- Rinolit
- Polip
- Tumor
(lapang/cukup/sempit)
d. Konka Inferior
- Mukosa
(erutropi/hipertrofi/atropi)
(basah/kering)
( licin/tak licin)
- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor
e. Konka media
- Mukosa
(erutropi/hipertropi/atropi)
( basah/kering)
(licin/tak licin)\
- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor
f. Konka Superior
- Mukosa
(erutropi/hipertropi/atropi)
( basah/kering)
(licin/tak licin)\
- Warna (merah

(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)

lapang
(-)

lapang
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

eutropi
kering
licin

eutropi
kering
licin

merah muda

merah muda

(-)

(-)

eutropi
kering
licin

eutropi
kering
licin

merah muda

merah muda

(-)

(-)

eutropi
kering

eutropi
kering

25

muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor
g. Meatus medius
- lapang/sempit
- Sekret
(serous/seromukus/mukopus/
Pus )
- Polip
- Tumor
h. Meatus inferior
- lapang/sempit
- Sekret
(serous/seromukus/mukopus/
Pus )
- Polip
- Tumor
i. Septum nasi
- Mukosa
(erutropi/hipertropi/atropi)
( basah/kering)
(licin/tak licin)\
- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor
- Deviasi ( ringan/sedang/berat)
(kanan/kiri)
(Superior/inferior)
(Anterior/Posterior)
(bentuk C/bentuk S)
- Krista
- Spina
- Abses
- Hematoma
- Perforasi
- Erosi Septum Anterior

2. Rinoskopi Posterior
- Postnasal drip
- Mukosa (licin/tak licin)

licin

licin

merah muda

merah muda

(-)

(-)

lapang
(-)

lapang
(-)

(-)
(-)

(-)
(-)

lapang
(-)

lapang
(-)

(-)
(-)

(-)
(-)

eutropi
kering
licin

eutropi
kering
licin

merah muda

merah muda

(-)
(-)

(-)
(-)

(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Kanan
tidak diperiksa
tidak diperiksa

Kiri
tidak diperiksa
tidak diperiksa

26

(merah
muda/hiperemis)
Adenoid
Tumor
Koana (sempit/lapang)
Fossa Russenmullery
(tumor/tidak)
Torus tobarius (licin/tak licin)
Muara tuba (tertutup/terbuka)

IV. Pemeriksaan Sinus Paranasal


- Nyeri tekan/ketok
- Infraorbitalis
- Frontalis
- Kantus medialis
- Pembengkakan
Tenggorok
I. Rongga Mulut
- Lidah
hiperemis/edema/ulkus/fissure
( mikroglosia/makroglosia)
( leukoplakia/gumma)
( papiloma/kista/ulkus)
- Gusi (hiperemis/edema/ulkus)
- Bukal (hiperemis/edema)
(vesikel/ulkus/mukolel)
- Palatum durum
(utuh/terbelah/pistel)
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
- Kelenjar ludah
(pembengkakan/litiasisi)
(striktur/ranula)
- Gigi geligi
(mikrodontia/makrodontia)
(anadontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

tidak diperiksa
tidak diperiksa
tidak diperiksa
tidak diperiksa

tidak diperiksa
tidak diperiksa
tidak diperiksa
tidak diperiksa

tidak diperiksa
tidak diperiksa

tidak diperiksa
tidak diperiksa

Kanan
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Kiri
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Kanan
t.a.k

Kiri
t.a.k

t.a.k
t.a.k

t.a.k
t.a.k

t.a.k

t.a.k

t.a.k

t.a.k

(-)
t.a.k

(-)
t.a.k

II. Faring
- Pallatum molle
(hiperemis/edema/asimetris/ulkus)
- Uvula (edema/asimetris/bifida/elongating)

Kanan
t.a.k

Kiri
t.a.k

t.a.k

t.a.k

27

Pilar anterior
( hiperemis/edema/perlengketan)
( pembengkakan/ulkus)
Pilar posterior
( hiperemis/edema/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus)
Dinding belakang faring ( hiperemis/edema)
( granuler/ulkus)
( secret/membrane)
Lateral band ( menebal/tidak)
Tonsil palatina ( derajat pembesaran)
( permukaan rata/tidak)
( konsistensi kenyal/tidak)
( lekat/tidak)
( kripta lebar/tidak)
( detritus/membrane)
( hiperemis/edema)
( ulkus/tumor)

III. Laring
1. Laringoskopi tidak langsung
(indirect
- Dasar lidah (tumor/kista)
- Tonsila Lingualis (eutropi /
hipertropi)
- Valekula (benda asing/tumor)
- Fosa piriformis(benda asing
/tumor)
- Epiglotis (hiperemis/ udem/
ulkus/ membran)
- Aritenoid
(hiperemis/udem/ulkus/memb
ran)
- Pita Suara
(hiperemis/udem/menebal),
(nodus/polip/tumor), (gerak
simetris/asimetris)
- Pita suara palsu
(hiperemis/udem)
- Rima glotis (lapang/sempit)
- Trakea
2. laringoskopi langsung (direct)
3.4. Pemeriksaan Penunjang

t.a.k

t.a.k

t.a.k

t.a.k

t.a.k

t.a.k

t.a.k
T1
Permukaan
rata

t.a.k
T1
Permukaan
rata

Kanan

Kiri

t.d.p
t.d.p

t.d.p
t.d.p

t.d.p
t.d.p

t.d.p
t.d.p

t.d.p

t.d.p

t.d.p

t.d.p

t.d.p

t.d.p

t.d.p

t.d.p

t.d.p

t.d.p

tidak dilakukan

tidak dilakukan

28

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, dianjurkan swab telinga untuk


dilakukan kultur guna mengetahui jenis kuman penyebab dan sensitifitas
terhadap antibiotik.
3.5. Diagnosis banding
Otitis Eksterna Diffusa Auricula Sinistra
Otitis Ekstera Sirkumskripta Auricula Sinistra
3.6. Diagnosis kerja
Otitis Eksterna Diffusa Auricula Sinistra
3.7. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
a. Pasien harus diingatkan mengenai kemungkinan kekambuhan yang
mungkin terjadi pada pasien.
b. Pasien harus menjaga agar telinganya selalu kering dan bersih.
c. Pasien diingatkan agar tidak menggaruk/membersihkan/mengorek
telinga terlalu sering.
2. Medikamentosa
- Antibiotik : Klindamisin caps 3 x 150mg
- Analgesik : Asam mefenamat tab 3 x 500mg jika perlu
- Antihistamin : Cetirizine tab 1 x 10mg
3.8. Prognosis
a.
b.

Quo ad vitam
Quo ad fungtionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal
dan sinusitis sfenoid. Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan
sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang.

29

Os datang dengan keluhan hidung sering pilek dan tersumbat pada kedua
hidung yang dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan ini juga
disertai dengan rasa gatal dan bersin-bersin terutama pada pagi dan malam hari.
Sumbatan di hidung dirasakan bergantian di rongga hidung kanan dan kiri dan
juga hilang timbul. Sejak 3 minggu terakhir OS merasa lendir yang keluar lebih
kental, berwarna hijau serta berbau busuk, dan sering terasa jatuh ke tenggorokan.
Pasien juga mengeluh tercium bau di hidungnya dan nyeri di dekat pangkal
hidung dan mata serta kepala terasa berat.
Os mengatakan tidak pernah mimisan, tidak kemasukan benda asing, tidak
ada nyeri di telinga, jarang demam, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada
cairan keluar dari telinga.
Hal ini kemungkinan berkaitan dengan telah terjadinya infeksi pada kedua
sisi sinus maksilaris, sehingga keluarnya sekret yang kental berwarna hijau dan
berbau. Pada kasus ini, sinusitis maksilaris pasien telah menjadi kronis karena
penatalaksanaan yang kurang baik saat mula gejala timbul. Faktor risiko
timbulnya sinusitis kronis adalah sinusitis akut yang tidak sembuh sempurna serta
sinusitis berulang.
Pasien didiagnosis menderita sinusitis maksilaris kronis bilateral
dikarenakan keluhan telah berlangsung lebih dari 1 tahun, serta dirasakan rasa
tidak nyaman pada kedua hidung, adanya secret berwarna hijau hamper disetiap
pagi dan hidung dirasakan berbau busuk serta rasa tidak nyaman pada mata.
Prinsip terapi adalah konservatif berupa dekongestan topikal / oral,
antibiotik (spektrum luas), mukolitik, analgetik, anti alergi jika diperlukan, serta
tindakan operatif yang dipilih pada kasus ini yaitu dengan antrostomi.p
BAB V
31
KESIMPULAN
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Yang paling sering
ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid. Sinusitis maksilaris dapat
terjadi akut, berulang atau kronis.

30

Sinusitis akut dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi
rahang atas (dentogen), trauma. Gejala klinis dapat berupa demam dan rasa lesu.
Pada hidung dijumpai ingus kental. Dirasakan nyeri didaerah infraorbita dan
kadang-kadang menyebar ke alveolus. Penciuman terganggu dan ada perasaan
penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Pada pemeriksaan tampak
pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak
mukosa konka hiperemis dan edema. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di
nasofaring (post nasal drip). Terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14
hari. Pengobatan lokal dengan inhalasi, pungsi percobaan dan pencucian.
Sinusitis kronik dapat disebabkan oleh pneumatisasi yang tidak memadai,
reaksi atopik, lingkungan kotor, sepsis gigi dan variasi anatomi. Gejala berupa
kongesti atau obstruksi hidung, nyeri kepala setempat, sekret di hidung, sekret
pasca nasal (post nasal drip), gangguan penciuman dan pengecapan.
Komplikasi dari sinusitis dapat berupa komplikasi orbita, intrakranial dan
kelainan paru.

DAFTAR PUSTAKA
32
1. Mangunkusumo, Endang dan Nusjirwan Rifki. Sinusitis. In: Soepardi EA,
Iskandar N (eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala leher. 5th Ed. Jakarta: Gaya Baru; 2001.pp.120-124.

31

2. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler
PA, editor. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.p.200.
3. Kennedy E. Sinusitis. Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm
4. Nizar W. Anatomi Endoskopik Hidung-Sinus Paranasalis dan Patifisiologi
Sinusitis. Kumpulan Naskah Lengkap Pelatihan Bedah Sinus Endoskopik
Fungsional Juni 2000.p 8-9
5. Pracy R, Siegler Y. Sinusitis Akut dan Sinusitis Kronis. Editor Roezin F,
Soejak S. Pelajaran Ringkas THT . Cetakan 4. Jakarta: Gramedia; 1993.p
81-91
6. Sobol E. Sinusitis, Acute, Medical Treatment.
http://www.emedicine.com/ent/topic337.htm

Available

from:

7. Razek A. Sinusitis, Chronic, Medical Treatment. Available from:


http://www.emidicine.com/ent/topic338.htm
8. Ballenger, J.J. Infeksi Sinus Paranasal dalam Penyakit Telinga, Hidung
dan Tenggorokan Jilid 1 Edisi 13, halaman 232-245, Binarupa Aksara,
Jakarta Indonesia 1994

You might also like

  • Dafpus
    Dafpus
    Document1 page
    Dafpus
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Epidemiologi MK
    Epidemiologi MK
    Document1 page
    Epidemiologi MK
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka PHBS
    Daftar Pustaka PHBS
    Document1 page
    Daftar Pustaka PHBS
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • 1
    1
    Document10 pages
    1
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document1 page
    Daftar Pustaka
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Febry Jurnal
    Cover Febry Jurnal
    Document3 pages
    Cover Febry Jurnal
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Telaah Jurnal Febry
    Telaah Jurnal Febry
    Document8 pages
    Telaah Jurnal Febry
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Lapsus
    Cover Lapsus
    Document4 pages
    Cover Lapsus
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • IKM-IKK
    IKM-IKK
    Document30 pages
    IKM-IKK
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document1 page
    Daftar Pustaka
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document3 pages
    Cover
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Telaah Jurnal
    Telaah Jurnal
    Document32 pages
    Telaah Jurnal
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Jurnal Mata Fix
    Jurnal Mata Fix
    Document25 pages
    Jurnal Mata Fix
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Visum
    Visum
    Document4 pages
    Visum
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Visum
    Visum
    Document4 pages
    Visum
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document4 pages
    Cover
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Daftar Hadir Dokter Muda FK UMP
    Daftar Hadir Dokter Muda FK UMP
    Document2 pages
    Daftar Hadir Dokter Muda FK UMP
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Lapsus
    Cover Lapsus
    Document4 pages
    Cover Lapsus
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Fix
    Cover Fix
    Document5 pages
    Cover Fix
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document1 page
    Daftar Pustaka
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Bab I II III
    Bab I II III
    Document27 pages
    Bab I II III
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Lapsus Kecap
    Cover Lapsus Kecap
    Document4 pages
    Cover Lapsus Kecap
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Fix
    Cover Fix
    Document5 pages
    Cover Fix
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document4 pages
    Cover
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Status Psikiatrikus
    Status Psikiatrikus
    Document22 pages
    Status Psikiatrikus
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Intrakranial
    Intrakranial
    Document25 pages
    Intrakranial
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Fix
    Cover Fix
    Document4 pages
    Cover Fix
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Halaman Pengesahan
    Halaman Pengesahan
    Document1 page
    Halaman Pengesahan
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Laporan Kasus Fix
    Cover Laporan Kasus Fix
    Document1 page
    Cover Laporan Kasus Fix
    Febry Setiawan
    No ratings yet