You are on page 1of 50

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA PANGAN I

ACARA I
KARBOHIDRAT

Oleh :
Muhammad Althof B

A1M014018

Mario Carlos Halilintar Widyotomo A1M014015


Ayunda Lintang Pratiwi

A1M014029

KEMENTERIAN PENDIDIKAN TINGGI DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015

ABSTRAK

Oleh : Ayunda Lintang Pratiwi


A1M014029
Asam dan alkali memiliki pengaruh terhadap karboidrat. Asam dan
alkali akan berpengaruh terhadap perubahan warna dan memunculkan
endapan pada setiap jens karbohidrat. Praktikum pengaruh asam dan alkali
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penambahan baik asam
maupun alkali pada setiap jenis karbohidrat. Untuk jenis karbohidrat yang
digunakan pada praktikum kali ini adalah glukosa, sukrosa, dan
maltodekstrin. Sementara untuk campuran asam adalah HCl, untuk alkali
adalah NaOH, dan akuades untuk campuran netral. Setiap 2 ml jenis
karbohidrat seperti glukosa, sukrosa, dan maltodekstrin dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan kemudian ditetesi dengan 2 ml HCl, NaOH, dan
akuades dan kemudian dipanasi diatas kompor sampai terjadi perubahan
warna, dan kemudian dilakukan pembanding dengan melakukan hal yang
sama namun setiap tabung reaksi ditetesi larutan benedict. Pada perlakuan
sebelum ditambahkan larutan benedict, sebelum dipanaskan seluruh
karbohidrat yang telah dicampurkan HCl, NaOH dan akuades berwarna
jernih, kemudian terjadi perubahan warna. Untuk keseluruhan jenis
karbohidrat dengan penambahan HCl dan akuades tidak terjadi perubahan
warna atau tetap berwarna jernih, sementara glukosa dengan penambahan
NaOH, larutan tersebut berubah warna menjadi cokelat, kemudian sukrosa
dengan penambahan NaOH, larutan tersebut berubah warna menjadi
kuning kecokelatan, dan maltodekstrin dengan penambahan NaOH,
larutan tersebut berubah warna menjadi kuning. Ketika ditambahkan
benedict, sebelum dipanaskan hampir seluruh jenis karbohidrat berwarna
sedikit biru, kecuali pada campuran jenis karbohidrat dengan NaOH.
Campuran glukosa dengan NaOH berubah warna menjadi sedikit kuning,
campuran sukrosa dengan NaOH berubah warna menjadi agak kuning,
campuran maltodekstrin dengan NaOH berubah warna menjadi kuning.
Dan ketika dipanskan, hanya campuran glukosa dan akuades yang tidak

memiliki endapan. Untuk glukosa dan HCl, terdapat sangat banyak


endapan, untuk sukrosa dan HCl, sukrosa dan akuades, serta maltodekstrin
dan HCl, terdapat banyak endapan. Untuk sukrosa dan NaOH, terdapat
agak banyak endapan. Kemudian, untuk glukosa dan NaOH, maltodekstrin
dan NaOH, serta maltodekstrin dan akuades terdapat sedikit endapan.
Bahan pangan sumber karbohidrat seperti umbi-umbian, serealia,
dan biji- bijian tentunya mengandung pati. Bahan pangan tersebut dapat
diolah menjadi tepung. Pati dalam tepung jika ditambahkan dengan air
dapat mengalami gelatinisasi. Tepung yang diuji dalam praktikum ini
adalah tepung sagu tani, maizena, tepung tapioka, amilum, dan tepung
beras. Praktikum gelatinisasi pati ini bertujuan untuk mengetahui suhu
gelatinisasi pati dari berbagai macam sampel tepung. Pengujian dilakukan
dengan meneteskan akuades ke dalam beker gelas yang masing-masing
berisi tepung sagu tani, maizena, tepung tapioka, amilum, dan tepung
beras, sampai terbentuk pasta kental. Setelah itu, campuran tepung dan
akuades ditambahkan 100 mililiter air masing-masing dengan suhu 60 oC,
70oC, 80oC, dan 90oC yang dibiarkan suhunya turun hingga 50oC, 50oC,
dan 30oC. Kemudian setiap bahan yang telah ditambahkan air dengan suhu
tertentu dihitug viskositasnya dengan menggunakan rotary viskometer, dan
hasil perhitunganya menggunakan satuan mps.
Karbohidrat merupakan senyawa organik yang terdiri dari
unsur karbon, hidrogen, dan nitrogen.Karbohidrat diklasifikasikan
menjadi monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida.Makanan yang
mengandung karbohidrat dapat mengalami pencoklatan (browning),
biasanya diakibatkan oleh reaksi kimia antara gula reduksi, terutama
D-glukosa, dengan asam amino bebas atau gugus amino bebas dari
suatu asam amino yang merupakan bagian dari suatu rantai protein.
Faktor yang mempengaruhi pencoklatan ini antara lain adanya gula
reduksi, asam amino, peningkatan suhu, dan perubahan pH. Alat yang
digunakan dalam praktikum yaitu tabung reaksi, pipet volume, filler,

burnsen, dan erlenmeyer. Sedangkan bahan yang digunakan adalah


glukosa 2%, sukrosa 2%, maltodekstrin 2%, protein 2% (putih telur
fermentasi), NaOH 0,1 N, dan HCl 0,1 N. Masing-masing gula
dimasukkan pada tabung reaksi yang berbeda dengan ditambahkan
protein 2%. Kemudian diberi perlakuan ditambahkan NaOH 0,1 N dan
HCl 0,1 N, semua tabung dipanaskan.

Kata kunci

:karbohidrat, asam alkali, glukosa.

DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................ 3

Pendahuluan........................................................................................ 6

I.
A.

Latar Belakang.................................................................................. 6

B.

Tujuan............................................................................................. 7
Tinjauan Pustaka................................................................................... 8

II.
III.

Metode Praktikum............................................................................17

a.

Pengaruh asam dan alkali...................................................................17

1.

Alat dan Bahan................................................................................ 17


2.

Prosedur Kerja............................................................................. 17
Gelatinisasi..................................................................................... 18

b.
1.

Alat dan Bahan............................................................................. 18

2.

Prosedur Kerja............................................................................. 19
Reaksi Mailard................................................................................ 20

c.
1.

Alat dan bahan............................................................................. 20

2.

Prosedur Kerja............................................................................. 20

IV.

Hasil dan Pembahasan.......................................................................22

a.

Pengaruh asam dan alkali...................................................................22


1.

Hasil.......................................................................................... 22

2.

Pembahasan................................................................................ 23
Gelatinisasi.................................................................................... 27

b.
1.

Hasil.......................................................................................... 27

2.

Pembahasan................................................................................ 31
Reaksi Maliard................................................................................ 37

c.
1.

Hasil.......................................................................................... 37

2.

Pembahasan................................................................................ 38

Penutup............................................................................................ 41

V.
a.

Kesimpulan.................................................................................... 41

b.

Saran............................................................................................ 42

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 43
LAMPIRAN............................................................................................ 46

I.

Pendahuluan
A. Latar Belakang.
Karbohidrat termasuk zat gizi yang akrab dalam keseharian
kita.Karena karbohidrat memilki fungsi utama sebagai sumber energi

dalam tubuh.Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksil-aldehida


atau polihidroksil-keton, atau senyawa yang menghasilkan senyawasenyawa ini bila dihidrolisis.Karbohidrat mengandung gugus fungsi
karbonil (sebagai aldehida atau keton) dan banyak gugus hidroksil. Pada
awalnya, istilah karbohidrat digunakan untuk golongan senyawa yang
mempunyai rumus (CH2O)n, yaitu senyawa-senyawa yang n atom
karbonnya tampak terhidrasi oleh n molekul air. Namun demikian,
terdapat pula karbohidrat yang tidak memiliki rumus demikian dan ada
pula yang mengandung nitrogen, fosforus, atau sulfur.
Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana terdiri dari satu
molekul gula sederhana yang disebut monosakarida, misalnya glukosa,
galaktosa, dan fruktosa.Banyak karbohidrat merupakan polimer yang
tersusun dari molekul gula yang terangkai menjadi rantai yang panjang
serta dapat pula bercabang-cabang, disebut polisakarida, misalnya pati,
kitin, dan selulosa.Selain monosakarida dan polisakarida, terdapat pula
disakarida (rangkaian dua monosakarida) dan oligosakarida (rangkaian
beberapa monosakarida) (sudarmanto,2000).
1. Monosakarida
Monosakarida merupakan karbohidrat paling sederhana karena
molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom C dan tidak dapat diuraikan
dengan cara hidrolisis menjadi karbohidrat lain. Monosakarida dibedakan
menjadi aldosa dan ketosa.Contoh dari aldosa yaitu glukosa dan
galaktosa.Contoh ketosa yaitu fruktosa.
2. Disakarida dan Oligosakarida
Disakarida merupakan karbohidrat yang terbentuk dari dua
molekul monosakarida yang berikatan melalui gugus -OH dengan
melepaskan molekul air.Contoh dari disakarida adalah sukrosa, laktosa,
dan maltosa.
3. Polisakarida
Polisakarida merupakan karbohidrat yang terbentuk dari banyak
sakarida sebagai monomernya. Rumus umum polisakarida yaitu
C6(H10O5)n. Contoh polisakarida adalah selulosa, glikogen, dan amilum

Karbohidrat merupakan komponen pangan yang menjadi sumber


energi utama dan sumber serat makanan.
Hidrolisis adalah suatu proses kimia yang menggunakan H2O
sebagai pemecah suatu persenyawaan termasuk inversi gula, saponifikasi
lemak dan ester, pemecahan protein dan reaksi Grignard. H2O sebagai zat
pereaksi dalam pengertian luas termasuk larutan asam dan basa (dalam
senyawa organik, hidrolisis, netralisasi)
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap hidrolisis
karbohidrat.
2. Mengetahui mekanisme gelatinisasi pada bahan jenis pati
(sagu tani, maizena, tapioka, amilum, tepung beras) dan
faktor-faktor yang mempengruhi geltinisasi.
3. Mengetahui reaksi reaksi maillard pada berbagai pati dan
untuk mengetahui pengaruh asam basa terhadap reaksi
maillard sehingga nantinya kita dapat mengetahui cara
mengendalikan reaksi maillard ini.

II.

Tinjauan Pustaka.
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hampir seluruh
penduduk, khususnya di negara-negara berkembang. 1 gram karbohidrat
setara 4 kkal dan merupakan sumber kalori yang murah. Di dalam tubuh
manusia karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan
sebagian dari gliserol lemak. Tetapi sebagian besar karbohidrat dari bahan

makanan yang kita makan. Jenis karbohidrat dibagi menjadi 3, yaitu


monosakarida,

oligosakarida,

dan

polisakarida

(Winarno,

2002).

Monosakarida merupakan suatu molekul yang terdiri atas 5 atau 6 atom C.


contohnya glukosa, fruktosaa, dan galaktossa. Oligosakarida merupakan
polimer dari 2-10 monosakarida. Oligosakarida yang terdiri dari 2 molekul
disebut disakarida (contohnya laktosa, maltosa, sukrosa). Polisakarida
merupakan polimer lebih dari 10 monosakarida yang dapat berantai lurus
atau cabang dan dapat dihidrolisis dengan enzim yang spesifik kerjanya.
Contohnya glikogen, selulosa, dan amilum (Anyika, 2012).
Hidrolisa asam juga dapat dikenal hidrolisa secara non enzimatik.
Hidrolisa asam menggunakan asam kuat sebagai katalisnya misalnya HCI.
Hidrolisis sukrosa menjadi gula penyusunnya dengan katalis asam sangat
tepat dilakukan (Risnoyatiningsih, 2011). Hidrolisis sukrosa optimal pada
range pH 3,0-5,0. pH paling optimal dilakukannya hidrolisis adalah 4,5. Di
atas pH tersebut tidak akan terjadi hidrolisis jikapun terjadi tetapi tidak
maksimal seperti pada pH optimal (Awwalurrizki dan Putra, 2008).
Gelatinisasi atau gelatinization adalah peristiwa terbentuknya gel
dari pati karena perlakuan dengan air panas. Gel dapat memiliki selaput
yang tidak dapat berubah pada permukaan produk, sehingga hal ini dapat
mengurangi kehilangan nutrien yang larut dalam air bila produk di masak
atau di rendam dengan air (Makfoeld,2002).
Gelatinisasi pati merupakan proses

penggelembungan

dan

disorganisasi. Peristiwa ini disebut sebagai retrogradasi yang di tandai


dengan pembentukan gel oleh amilopektin secara lebih lambat dan gel
yang terbentuk lebih lunak. Adapun satuan dasar dari pati adalah
anhidroglukosa dengan

rumus

empiris

(C6H10O5)n.

besarnya

proteinpembentuk gluten dalam tepung sangat menentukan sifat adaonan


dan produk yang dihasilkan (Surya saputra 2005).
Menurut Kusnandar (2010) factor-faktor yang mempengaruhi
gelatinisasi adalah sebagai berikut ;

a. Sumber pati, setiap jenis pati memiliki profil gelatinisasi yaitu suhu awal
gelatinisasi, suhu saat viscositas maksimal tercapai, nilai viscositas
maksimum,

viscositas sel baik,

viscositas akhir dan kestabilan

pengadukan.
b. Ukuran granula pati, ukuran granula pati dapat mempengaruhi profil
gelatinisasi. Semakin besar ukuran granula maka suhu awal gelatinisasi
semakin rendah dan memiliki viscositas semakin tinggi.
c. Asam, semakin tinggi tingkat ke asaman atau ph rendah, maka hidrolisis
pati akan semakin besar. Gula, penambahan gula menyebabkan proses
gelatinisasi menjadi lambat karena gula bersifat hidroskopis maka gula
akan mengikat sebagian air dalam suspensi pati.Suhu pemanasan, semakin
tinggi suhu maka pati akan cepat mengalami
down.Pengadukan,

proses

pengadukan

yang

viscocity break
berlebihan

dapat

menyebabkan pemecahan granula pati berlangsung cepat.


Menurut Winarno(2004), suhu gelatinisasi tergantungn juga pada
konsentrasi pati, makin kental larutan suhu tersebut makin lambat tercapai.
Makin tinggi konsentrasi gel yang terbentuk makin kurang kental dan
setelah beberapa waktu viskositas akan turun. Penambahan granula juga
berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan
kekentalan, hal ini disebabkan gula akan mengikat air, sehingga
pembengkakan butir-butir granula pati lebih lambat. Akibatnya suhu
gelatinisasi lebih tinggi, adanya gula akan menyebabkan gel lebih tahan
terhadap kerusakan mekanik.
Gelling point adalah suhu pada saat granula pati pecah, dimana dapat
dilakukan dengan penambahan air panas(winarno,2002).
Pada pati yang dipanaskan dan telah dingin kembali ini sebagian
air masih berada di bagian luar granula yang membengkak. Air ini
mengadakan ikatan yang erat dengan molekul-molekul pati pada
permukaan butir-butir pati yang membengkak. Demikian juga dengan
amilosa yang menyebabkan butir-butir pati membengkak.Sebagian air
dalam pasta yang telah di masak tersebut berada dalam rongga-rongga

10

jaringan yang terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa.Bila gel di
potong dengan pisau atau disimpan untuk beberapa hari air tersebut dapat
keluar dari bahan.Keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel dari
pati disebut sineresis (syneresis) (Winarno, 2002).
Mekanisme glatinisasi secara ringkas dan skematis di uraikan oleh
Makfield et.al.,(2002)..Tahap pertama granula pati masih dalam keadaan
normal

belum

berinteraksi

dengan

apapun.Ketika

granula

milai

berinteraksi dengan molekul air disertai dengan peningkatan suhu suspense


terjadilah pemutusan sebagian besar ikatan intermolecular (tahap 2).Tahap
berikutnya molekul-molekul amilosa mulai berdifusi keluar granula akibat
meningkatnya aplikasi panas dan air yang menyebabkanb granula
mengembang lebih lanjut (tahap 3). Proses glatinisasi terus berlanjut
sampai seluuruh mol amilosa keluar. Hingga tinggi amilopektin yang
berada di dalam granula akan segera pecah sehingga akhirnya terbentuk
matriks 3 dimensi yang tersusun oleh molekul-molekul amilosa dan amilo
pectin (tahap 4). Menurut Kusnandar (2010). bila shu mancapai 85oC,
granula pati akan merekah dan isinya akan terdispersi ke dalam air.
Molekulmolekul yang berantai panjang akan mulai saling terlepas dan
campuran pati air menjadi lebih kental, membentuk sol suatu system
koloid. Kemampuan pati untuk membentuk koloid di karenakan pati
merupakan rantai panjang dari unit-unit glukosa yang mempunyai gugusgugus hydroksil yang dapat membentuk ikatan hydrogen dengan molekul
air, hydrogen yang sarat dengan cabang tidak di bentuk gel pada pati lebih
di kenal sebagai sifat utama amilosa daripada amilopektin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi pati, viskositas, dan
karakteristik gel pati menurut Miegawa (2004) adalah sebagai berikut :
Karakteristik granula pati Amilosa akan membentuk gel yang tegar.
Strukturnya yang linier menyebabkan granula lebih mudah menyerap air
dan gel amilosa cepat terjadi pada konsentrasi yang rendah (5%).

11

Sedangkan amilopektin akan membentuk gel yang lembut dan


membutuhkan konsentrasi yang tinggi (30%) karena struktur yang
bercabang membuatnya sulit menyerap air. Suhu gelatinisasi Adalah
kisaran suhu saat pengembangan seluruh granula pati.Suhu gelatinisasi
dipengaruhi oleh konsentrasi pati dan pH larutan. Konsentrasi pati 20 %
dan pH larutan 4-7 akan membentuk gel dengan viskositas yang baik.
Faktor-Faktor

yang

mempengaruhi

gelatinisasi

menurut

Winarno (2002), antara lain :


Konsentrasi pati
Konsentrasi terbaik untuk membuat larutan gel adalah 20%, makin
tinggi konsentrasi, gel yang terbentuk makin kurang kental dan setelah
beberapa waktu viskositasnya akan semakin turun. Makin kental larutan,
suhu glatinisasi makin lambat tercapai.
Suhu
Suhu glatinisasi bagi tiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran.
Dengan viskosimeter suhu glatinisasi dapat ditentukan misalnya pada
jagung 62-70oC, beras 68-78oC, gandum 54,5 64oC, kentang 58-66oC,
dan tapioca 52-64oC. Suhu glatinisasi juga dapat ditentukan dengan
polarized microscope pH Pembentukan gel optimum pada pH 4-7.Bila pH
terlalu tinggi pembentukan gel semakin cepat tercapai tapi cepat turun lagi.
Sedangkan jika pH terlalu rendah terbentuknya gel lambat dan bila
pemanasan diteruskan, viskositas akan turun lagi.
pH
Pembentukan gel optimum pada pH 4-7.Bila pH terlalu tinggi
pembentukan gel semakin cepat tercapai tapi cepat turun lagi. Sedangkan
jika pH terlalu rendah terbentuknya gel lambat dan bila pemanasan
diteruskan, viskositas akan turun lagi.

12

Gelatinisasi pati adalah proses transisi fisik bersifat endotermis


yang merusak keteraturan molekuler granula dan melibatkan proses
pembengkakan granula, hilangnya birefringence, pelarutan pati, dan
pelelehan kristal. (Syamsir dkk., 2010). Menurut Winarno (2002)
terjadinya gelatinisai dimulai jika pati mentah dimasukkan ke dalam air
dingin, granula pati tersebut akan menyerap air dan mengalami
pembengkakan. Jumlah air yang terserap oleh pati terbatas sehingga air
yang terserap hanya mencapai kadar 30%. Peningkatan volume granula
pati yang terjadi dalam air pada suhu antara 550C sampai 650C merupakan
pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula
pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat
membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi
semula yang disebut peristiwa gelatinisasi.
Gelatinisasi yang terjadi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu jumlah fraksi amilosa-amilopektin, garam akan menunda waktu
terjadinya gelatinisasi, suhu, Struktur amilopektin, waktu, arsitektur
granula, dan komposisi pati. Faktor suhu tinggi menyebabkan beberapa
double helix fraksi amilopektin merenggang dan terlepas saat ada ikatan
hidrogen yang terputus. Semakin tinggi suhu, ikatan hidrogen akan
semakin banyak yang terputus, menyebabkan air terserap masuk ke dalam
granula pati. Pati ketika dipanaskan bersama air berlebih diatas suhu
gelatinisasinya, granula pati yang memiliki kandungan amilopektin lebih
tinggi akan membengkak lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki
kandungan yang lebih rendah. Jenis tepung yang berbeda memiliki
distribusi partikel yang berbeda menyebabkan gelatinisai yang berbeda
pula. Ukuran partikel yang semakin besar maka luas permukaannya
semakin kecil, sehingga air memerlukan waktu yang lebih lama untuk
diabsorpsi ke dalam partikel pati. Sebaliknya, ukuran partikel yang lebih
kecil akan meningkatkan laju hidrasi tepung (Imanningsih, 2012).
Suhu gelatinisasi berbeda-beda tiap jenis pati. Dengan
menggunakan viskosimeter suhu gelatinisai dapat ditentukan. Suhu
gelatinisasi pada tepung tapioka 520C 640C. Tepung maizena merupakan

13

tepung yang terbuat dari jagung. Jagung sendiri memiliki suhu gelatinisasi
pada 620C 700C. Bahan-bahan lain seperti beras memiliki suhu
gelatinisasi 680C- 780C, gandum 54,5 0C 64 0C dan kentang 580C 64 0C
(Winarno, 2002). Setiap pati memiliki perbedaan suhu gelatinisasi
dikarenakan ukuran granula pati berbeda antara bahan satu dengan yang
lain, contohnya tepung maizena memiliki ukuran granula pati lebih kecil
jika dibandingkan dengan tepung tapioka sehingga tepung maizena hanya
dapat mengadsorpsi air yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan
tapioka, oleh karena itu suhu gelatinasi tepung maizena lebih rendah dari
suhu gelatinasi tapioka (Widjajaseputra 2011).
Gula di dalam larutan tidak tahan terhadap lingkungan yang asam.
Apabila di dalam larutan terdapat bahan yang bersifat asam maka gula
akan mengalami kerusakan dan sukar mengkristal. Cara untuk
menghilangkan sifat asam larutan adalah dengan menambahkan bahan
yang bersifat basa untuk menetralkannya. Kapur merupakan bahan bersifat
basa yang paling efektif sebagai pemurni yang mudah didapat dan
memiliki harga yang murah (Erwinda,2014).
Ada tidaknya sifat pereduksi dari molekul gula ditentukan oleh
keberadaan gugus hidroksil bebas yang aktif. Gugus hidroksil yang reaktif
pada aldosabiasanya terletak pada rantai karbon nomor satu. Sedangkan
ketosa hidroksil reaktifnya terletak pada karbon nomor dua (Winarno,
2002).
Sukrosa

merupakan

salah

satu

disakarida

dengan

gula

penyusunnya yaitu glukosa dan fruktosa.Sukrosa disebut juga pemanis


alami, tradisional, yang digunakan dalam makanan manusia karena rasa
menyenangkannya, bergizi nilai dan biaya produksi yang rendah.hidrolisis
sukrosa menghasilkan fruktosa dan glukosa campuran equimolar bernama
gula invert.
Glukosa

merupakan

monosakarida

paling

sederhana

yang

kebanyakan bertindak sebagai gula pereduksi, yang mampu mereduksi


senyawa pengoksidasi. Senyawa pengoksidasi yang selalu direduksi oleh
monosakarida adalah Fe(CN)2, H2O2, dan ion kupri (Cu2+). Gula akan

14

dioksidasi pada gugus karbonilnya (Indarti, 2011). Glukosa terdapat


dengan jumlah yang bervariasi dalam sayuran dan buah-buahan.Kadar
yang tinggi didapat pada buah seperti anggur dan dalam jumlah sdikit
dapat dijumpai pada wortel dan kapri muda.
Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa
anhidrat. Unit glukosa yang satu dengan yang lain dihubungkan melalui
ikatan 1,4--D-glukosidic. Pati dapat diperoleh dari berbagai macam
tanaman seperti kentang, jagung, beras, dan sagu karena pada dasarnya
pati merupakan karbohidrat yang disimpan oleh tanaman sebagai sumber
cadangan energi.Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin,
dimana masing-masing memiliki sifat-sifat alami yang berbeda.Pada
industri makanan, pati digunakan sebagai binding dan thickening
agent.Oleh karena itu, karakteristik pati seperti swelling power, solubility,
freeze-thaw stability, paste clarity, dan gel strength berperan penting untuk
menghasilkan produk makanan berbasis pati yang berkualitas (Teja W,
2008).
Terdapat dua polimer pada granula pati yaitu amilosa dan
amilopektin. Amilosa merupakan senyawa yang mengendalikan proses
gelatinisasi karena senyawa ini terdifusi keluar dari granula selama proses
pembengkakan. Seperti yang telah diketahui, pati waxy biasanya
membengkak lebih besar jika dibandingkan dengan pati non-waxy
(Odenigbo, 2013).
Tepung tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang
dibuang ampasnya. Ubi kayu tergolong polisakarida yang mengandung
pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi tetapi lebih rendah
daripada ketan yaitu amilopektin 83 % dan amilosa 17 %, sedangkan
buah-buahan termasuk polisakarida yang mengandung selulosa dan pektin
(Winarno, 2002).
Tepung maizena merupakan tepung dengan bahan utamanya adalah
jagung.Saat ini tepung maizena telah banyak digunakan pada industri
pangan. Tepung maizena memiliki keunggulan dibanding dengan teoung
yang lain, yaitu kadar lemak dari tepung maizena lebih rendah sehingga

15

tidak mudah mengalami ketengikan pada produk olahan, selain itu tepung
maizena sangat baik untuk produk-produk emulsi karena mampu mengikat
air dan menahan air tersebut selama pemasakan. Produk pangan yang
menggunakan tepung ini akan lebih renyah dibanding tepung yang lainnya
(Wellyalina, 2013). Reaksi pencoklatan adalah perubahan warna menjadi
kecoklatan pada saat diolah atau selama penyimpanan yang terjadi pada
bahan dan produk pangan.Pembentukan warna tersebut dapat dipicu oleh
aktivitas enzim atu reaksi kimia.Reaksi pencoklatan terdiri dari reaksi
pencoklatan enzimatis dan non enzimatis (Kusnandar, 2010).
Pencoklatan banyak terjadi pada buah-buahan dan sayuran yang
mengalami kerusakan mekanis, dibelah atau dikupas.Pencoklatan pada
buah dan sayuran biasanya adalah pencoklatan enzimatis Pencoklatan
enzimatis umumnya terjadi pada buah yang banyak mengandung substrat
senyawa fenolik. Beberapa substratnya diantaranya tirosin, asam kafeat,
leukuantosianin. Enzim yang berkerja pada pencoklatan enzimatis adalah
fenol oksidase. Pencoklatan non enzimatis umunya dibagi menjadi 3
macam yaitu karamelisasi, reaksi maillard, dan akibat vitamin C.
Karamelisasi terjadi karena gula yang dipanaskan melampauhi titik lebur
sehingga terjadi pencoklatan. Reaksi maillard terjadi karena karbohidrat
bereaksi dengan gugus amina primer dan menghasilkan warna coklat
sehingga disebut pencoklatan. Pencoklatan akibat vitamin C, jika dalam
suasana asam-asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible (Winarno
2004).
Menurut Purlis(2010)Reaksi maillard disebabkan oleh kandungan
gula pereduksi dan asam amino yang dipanaskan.Reaksi non enzimatik
maillard dipengaruhi beberapa faktor terutama suhu dan pH. Laju reaksi
akan meningkat seiring dengan meningkatnya pH antara 3-8 dan mencapai
maksimum (warna coklat maksimum pada pH basa (9-10). Catrien et al.
(2008) melaporkan bahwa reaksi maillard berlangsung pada suasana basa
(pH 9,0-10,5), sementara suasana asam (pH 2,6-7,17) tidak berjalan
dengan baik. Pada pH rendah banyak grup amino yang terprotonasi atau

16

bermuatan positif (-NH3+) sehingga hanya sedikit asam amino yang


tersedia untuk reaksi maillard.

III.

Metode Praktikum
a. Pengaruh asam dan alkali
1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam Praktikum Kimia Pangan I
acara karohidrat, sub acara pengaruh asam dan alkali yaitu
tabung reaksi, erlenmeyer, pipet, lampu spiritus, waterbath,
penjepit tabung, aluminium foil, rak tabung reaksi, dan
timbangan.
Bahan

yang

digunakan

yaitu

larutan

glukosa

monohidrat 2%, larutan sukrosa komersial 2%, larutan


maltodekstrin 2%, larutan amilum 2%, larutan pati murni 2%,

17

NaOH 0,1N, HCl 0,1N, akuades, pereaksi Benedict, NaHCO3


kristal, dan pH paper.
2. Prosedur Kerja
Tabung reaksi disiapkan sebanyak 3 buah untuk setiap
jenis

karbohidrat.Larutan

karbohidrat

masing-masing

dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml, dibuat 3


kali ulangan.Jadi, ada 15 tabung reaksi dari kelima jenis
karbohidrat yang diuji.Tabung reaksi pertama ditambahkan 5
ml larutan NaOH 0,1N, tabung reaksi kedua ditambahkan 5 ml
larutan HCl 0,1N, dan tabung reaksi ketiga ditambahkan 5 ml
akuades.Masing-masing tabung dipanaskan bersama-sama di
atas lampu spiritus sampai mendidih 2-3 menit.Diamati
terjadinya perubahan warna.
Tabung kedua yang berisi larutan karbohidrat dan HCl,
kemudian dinetralkan dengan NaHCO3 kristal hingga pH 7.
Pengukuran pH dengan pH paper.Masing-masing larutan
diambil sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam 3 tabung
reaksi yang berbeda.Pereaksi Benedict ditambahkan sebanyak
3 ml.Semua tabung reaksi yang telah ditambahkan Benedict
dipanaskan dalam waterbath selama 5 menit.Diamati terjadinya
reaksi

positif

Benedict

dan

adanya

endapan.Hasil

uji

dibandingkan antar tabung dan antar larutan yang diuji.


Disajikan dalam bentuk tabel dengan tanda (-) untuk reaksi
negatif dan tanda (+,++,st) untuk hasil reaksi positif.
Pembuatan

larutan

karbohidrat

2%menggunakan

karbohidrat (maltodekstrin, sukrosa, glukosa monohidrat, pati


murni, aluminium), masing-masing ditimbang sebanyak 0,8
gram.Karbohidrat yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.Akuades ditambahkan hingga menunjukkan batas

18

40 ml pada erlenmeyer.Larutan diaduk agar tercampur


sempurna.Larutan karbohidrat 2% siap digunakan.
Pembuatan larutan NaOH 0,1 N menggunakan NaOH
Kristal yang ditimbang sebanyak 5,4 gram.NaOH kristal yang
telah ditimbang dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100
ml.Akuades ditambahkan hingga batas tanda terra. Larutan
diaduk agar tercampur sempurna. Larutan NaOH 0,1 N siap
digunakan.
b. Gelatinisasi.
1. Alat dan Bahan
Bahan utama yang digunakan pada praktikum ini adalah
pati yang terdiri dari sagu tani, tapioka, maizena, amilum,
tepung beras.
Peralatan yang digunakan dalam praktkum gelatinisasi
pati ini adalah 4 buah beaker glass, rotary viscometer, 4 buah
sendok, termometer, panci, kompor, termometer tembak.
2. Prosedur Kerja
Pada praktikum gelatinisasi ini disiapkan 4 buah gelas
berukuran sedang yang terbuat dari keramik, yang nantinya
masing-masing diisi dengan bahan jenis pati seperti sagu tani,
maizena, tapioka, amilum dan tepung beras sebanyak 10 gram
setiap bahan dimasukan ke dalam 4 buah gelas, setelah itu
masing-masing ditambahkan tetes demi tetes akuades sambil
diaduk hingga terbentuk pasta kental, ditambahkan air pada
masing-masing gelas, untuk gelas yang pertama ditambahkan
100 ml air dengan suhu 600C sambil diaduk, untuk gelas yang
kedua ditambahkan 100 ml air dengan suhu 700C, untuk gelas
yang ketiga ditambahkan 100 ml air dengan suhu 80 0C ,dan
untuk gelas terakhir pada setiap bahan ditambahkan 100ml air

19

dengan suhu 900C, kemudian pada masing-masing gelas


dilakukan pengukuran viskositas atau kekentalan dengan
menggunakan rotary viscometer segera setelah diaduk, prinsip
kerja dari rotary vicometer adalah larutan yang akan di tes
kekentalanya

disiapkan dan disimpan dibawah

bandul,

turunkan bandul dengan cara melonggarkan tuas yang


menguatkan bandul tersebut, pastikan bandulnya itu berada
tepat didalam larutan jenis pati yang akan diukur, bandul tidak
boleh sampai menyentuh bagian dasar gelas, kemudian
viscometer dinyalakan lalu ditunggu hasilnya di meteran
viskometer sampai stabil pengukuran kekentalan dinyatakan
dalam mpas, setelah dialukan pengkuran dengan viskometer
selanjutnya untuk gelas ke 4 ditunngu suhunya sampai 500C
dan 300C untuk dilakukan lagi dengan menggunkan viskometer.

c. Reaksi Mailard.
1. Alat dan bahan
Pada percobaan praktikum reaksi maillard ini, alat-alat
yang digunakan antara lain 9 buah tabung reaksi, lampu spirtus,
penjepit tabung, alumunium foil, rak tabung reaksi, dan pipet.
Sedangkan

bahan

yang

digunakan

monohidrat

2%,

larutan

sukrosa

yaitu

larutan

komersil

2%,

glukosa
larutan

mallodekstrin 2%, larutan amilum 2%, larutan pati murni 2%,


NaOH 0,1N, HCl 0,1N, larutan protein 2%, dan aquades.
2. Prosedur Kerja
Praktikum diawali dengan menyiapkan 9 buah tabung
reaksi. Kemudian tabung 1 diisi dengan 2 ml larutan glukosa 2%
ditambahkan dengan 2 ml larutan protein 2%. Tabung 2 diisi
dengan 2 ml larutan sukrosa 2% ditambahkan dengan 2 ml larutan
protein 2%. Tabung 3 diisi dengan 2 ml larutan maltodekstrin 2%

20

ditambahkan dengan 2 ml larutan protein 2%. Tabung 4 diisi


dengan 2 ml larutan glukosa 2% ditambahkan dengan 2 ml larutan
protein 2% dan 2 tetes larutan HCl 0,1 N. Tabung 5 diisi dengan 2
ml larutan sukrosa 2% ditambahkan dengan 2 ml larutan protein
2% dan 2 tetes larutan HCl 0,1 N. Tabung 6 diisi dengan 2 ml
larutan maltodekstrin 2% ditambahkan dengan 2 ml larutan protein
2% dan 2 tetes larutan HCl 0,1 N. Tabung 7 diisi dengan 2 ml
larutan glukosa 2% ditambahkan dengan 2 ml larutan protein 2%
dan 2 tetes larutan NaOH 0,1 N. Tabung 8 diisi dengan 2 ml larutan
sukrosa 2% ditambahkan dengan 2 ml larutan protein 2% dan 2
tetes larutan NaOH 0,1 N. Tabung 9 diisi dengan 2 ml larutan
maltodekstrin 2% ditambahkan dengan 2 ml larutan protein 2%
dan 2 tetes NaOH 0,1 N. Kemudian masing-masing tabung
dipanaskan diatas spirtus sampai mendidih. Lalu tabung reaksi
didiamkan selama 5 menit.
Dalam pembuatan masing-masing larutan, dilakukan
dengan prosedur tertentu. Untuk pembuatan larutan karbohidrat
2%, karbohidrat (maltodekstrin,sukrosa,glukosa,pati murni, dan
amilum) masing-masing ditimbang seberat 0,8 gr lalu karbohidrat
yang telah ditimbang dimaksukkan ke dalam Erlenmeyer.
Kemudian aquades ditambahkan hingga batas pada Erlenmeyer,
larutan diaduk agar tercampur sempurna dan larutan karbohidrat
2% siap untuk digunakan.
Selanjutnya untuk pembuatan larutan NaOH 2% , NaOH
Kristal ditimbang sebanyak 5,4 gram untuk kemudian dimasukkan
ke dalam Erlenmeyer 100 ml. Selanjutnya aquades dimasukkan
hingga batas pada Erlenmeyer lalu larutan diaduk agar tercampur
sempurna dan larutan NaOH 2% siap untuk digunakan.
Untuk pembuatan bubuk putih telur fermentasi, terdiri dari
dua tahap.Tahap pertama adalah pembuatan larutan yeast yaitu
dengan dimasukkannya 1 gram yeast merk fermipan ke dalam
Erlenmeyer lalu ditambahkan 3 ml aquades. Selanjutnya campuran

21

dimasukkan ke dalam incubator selama 1 jam pada suhu 37 C.


Untuk tahap dua yaitu pembuatan bubuk putih telur. Pertama-tama
dipisahkan terlebih dahulu antara putih telur dengan kuningnya lalu
ditambahkan 0,3% larutan yeast (berat yeast/ berat putih telur).
Selanjutnya campuran diaduk dan difermentasika selama 6 jam
pada suhu 37 C - 40 C kemudian dikeringkan menggunakan cabinet
dryer. Setelah kering, bubuk dihaluskan dengan menggunakan
mortar dan akhirnya bubuk seap digunakan sebagai larutan protein
2 %.

IV.

Hasil dan Pembahasan


a. Pengaruh asam dan alkali
1. Hasil
Tabel Data Pengamatan Pengaruh Asam dan Alkali
Perubahan

Bahan/

Tab Warna

Kelompok

ung Sebe
lum

Kelompok 1

Maltodekstrin

22

Bening

Bening

Bening

Setelah ditambahkan
Enda

Benedict
Sesu

Sebelu

dah

Kunin
g
Bening
Bening

Biru tua
Biru
muda
Biru
muda

Sesudah

pan

Hijau
lumpur
Biru
muda
Biru
muda

+
+
+

Bening

Bening

Biru

Biru

++

Sukrosa

Bening

Bening

muda

muda

komersial

Bening

Bening

Biru

Merah

muda

bata
Biru

Biru tua

kehitama

Biru

muda

Pink

++

Biru

muda

++

muda

Pink

Kelompok 3

Bening

Glukosa

Bening

monohidrat

Bening

Pati murni

Kelompok 5

Biru tua

Kelompok 2

Kelompok 4

Biru tua

Amilum

Kunin
g tua
Bening
Bening

Kunin

Biru tua

Bening

Biru

Bening

bening

muda

Bening

Bening

Biru

Bening

muda

muda
Biru
sangat tua
Biru
muda
Biru

muda
Coklat

Biru tua

kehitama

Bening

Keruh

Biru

Bening

Bening

muda

Biru

Bening

Bening

Biru

muda

muda

Biru
muda

Keterangan:
Tabung 1: Penambahan NaOH
Tabung 2: Penambahan HCl
Tabung 3: Penambahan akuades

23

2. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan beberapa percoobaan untuk mengetahui
pengaruh asam dan alkali terhadap beberapa jenis karbohidrat.Karbohidrat
yang digunakan pada praktikum ini yaitu maltodekstrin,sukrosa komersial,
glukosa komersial, glukosa monohidrat, pati murni, dan amilum.Masingmasing karbohidrat dibuat menjadi larutan karbohidrat 2%.Percobaan
dilakukan dengan prinsip penambahan tiga larutan yang memiliki tingkat
keasaman yang berbeda (asam, basa, dan netral).Diberikan 3 perlakuan,
yaitu untuk suasana basa diwakilkan dengan penambahan NaOH 0,1 N
pada tabung 1, tabung 2 mewakili suasana asam dengan penambahan HCl
0,1 N, dan suasana netral diwakilkan dengan penambahan akuadespada
tabung 3 sebagai control. Selain itu, juga dilakukan pemanasan dua tahap
dan uji benedict.Uji benedict ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
gugus reduksi pada glukosa,sukrosa dan maltodekstrin.Gugus reduksi ini
mempunyai daya untuk mereduksi.Kemampuan ini disebabkan karena
kandungan gugus reduktif yang mempunyai batasan yaitu gugus -OH
bebas yang terikat pada atom C hemiasetal. Menurut Sudarmadji (2003),
Gula reduksi dengan larutan Benedict (campuran garam kuprisulfat,
Natrium sitrat, Natrium karbonat) akan terjadi reaksi reduksi-oksidasi dan
dihasilkan endapan berwarna merah bata dari kuprooksida. Jadi kriteria
untuk reaksi positif adalah terbentuknya endapan kuprooksida dengan
warna merah bata.
Ketiga tabung reaksi yang sudah berisi larutan korbohidrat dan
ditambah NaOH, HCl, dan akuades didihkan selama 2-3 menit di atas
lampu spiritus.Pemanasan pertama dimaksudkan untuk mempercepat
hidrolisis. Setelah pemanasan pertama, amati perubahan warnanya. Setelah
pemanasan pertama ini terjadi perubahan warna menjadi kuning pada
tabung yang berisi larutan karbohidrat yang ditambahkan dengan
NaOH.Hal ini disebabkan karena penambahan basa mengakibatkan
terjadinya dekomposisi dan karamelisasi (pencoklatan enzimatis).Glukosa
tidak stabil pada suasana basa.Karamelisasi merupakan peristiwa

24

pencoklatan non enzimatis pada senyawa gula. Proses ini terjadi adanya
degradasi gula tanpa adanya enzim. Proses karamelisasi inilah yang
menyebabkan terjadinya warna kuning pada percobaan diatas. Warna
kuning ditimbulkan karena gula mengalami karamelisasi dengan adanya
alkali (Tranggono, 1987).Perubahan warna terjadi pada maltodekstrin,
glukosa monohidrat, pati murni, dan amilum.Akan tetapi pada sukrosa
tidak terjadi perubahan warna.Hal ini dikarenakan sukrosa komersial
tergolong karbohidrat oligosakarida.Kondisi sedikit alkalis relatif dapat
mempertahankan stabilitas oligosakarida, sehingga pada maltodekstrin
terjadi kesalahan karena pada penambahan NaOH seharusnya tidak terjadi
perubahan warna.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan Sudarmanto (2000),
yaitu bahwa pada pH diatas 4, dalam suasana alkali, glukosa siklik akan
berubah menjadi bentuk cincin terbuka yang mengandung gugus karbonil
dan selanjutnya akan mengalami keseimbangan antara bentuk keto dan
enolnya, yang disebut enolisasi. Enolasi pada glukosa menyebabkan
terbentuknya keseimbangan antara campuran glukosa, fruktosa, dan
manosa dengan enediol sebagai senyawa antara.Warna kuning kecoklatan
yang terjadi merupakan akibat dari terbentuknya keempat senyawa diatas
(Sudarmanto, 2000).
Penambahan HCl pada beberapa jenis karbohidrat juga menghasilkan
perubahan warna yang berbeda-beda. Pada tabung glukosa yang
ditambahkan dengan HCl 0,1 N tidak terjadi perubahan warna karena
glukosa stabil pada kondisi asam. HCl tidak mampu menghidrolisis
glukosa. Pada praktikum ini terjadi pula hal yang sama pada karbohidrat
jenis lain tetapi terjadi kesalahan karena seharusnya pemanasan pada
kondisi asam dapat mempercepat hidrolisis disakarida dan warnanya akan
mengalami pencoklatan

25

Begitu juga dengan tabung yang di tambahkan akuades, tidak terjadi


perubahan warna.Sebelum pemanasan, larutan berwarna putih bening dan
setelah pemanasan berwarna putih bening.Akuades bersifat netral sehingga
tidak dapat menghidrolisa glukosa walaupun disertai pemanasan.Akuades
hanya berfungsi sebagai pelarut.
Sedangkan pada sukrosa tadak terjadinya perubahan warna.Tidak
adanya perubahan warna menunjukkan bahwa penambahan alkali dan
asam belum mampu menghidrolisis sukrosa.Pemanasan pertama hanya
berfungsi sebagai peregang ikatan antar monosakarida-monosakarida pada
sukrosa namun belum bisa menghidrolisa sempurna sukrosa.
Perlakuan selanjutnya adalah menambahkan NaHCO3kristal pada
tabung reaksi kedua. Penambahan ini bertujuan untuk memberikan suasana
sedikit basa.Pada suasana yang sedikit basa, Benedict mampu bekerja
secara maksimal.Benedict tidak dapat bekerja dengan baik pada kondisi
asam.Tujuan penambahan benedict adalah untuk mengetahui ada
tidaknyagugus reduksi pada sukrosa dan maltosa sehingga dapat diketahui
apakah terjadi hidrolisis atau tidak dengan penambahan larutan yang
berbeda tingkat keasamannya.
Langkah selanjutnya seluruh tabung yang sudah ditambahkan dengan
larutan benedict dipanaskan.Pada tiga tabung glukosa, ketiganya
mengalami perubahan warna dan terdapat sedikit endapan dengan jumlah
yang berbeda dan terdapat perubahan warna.Adanya endapan pada ketiga
tabung glukosa menunjukkan terjadinya hidrolisis.Glukosa termasuk
dalam golongan monosakarida dan tergolong dalam karbohidrat yang
mempunyai gugus aldehid.Semua monosakarida, baik aldosa maupun
ketosa adalah gula pereduksi, dimana gula pereduksi memberikan uji
positif dengan pereaksi benedict.
Pada tabung sukrosa dengan penambahan NaOH, terdapat endapan dan
tidak mengalami perubahan warna (tetap warna biru Benedict), karena

26

sukrosa dalam keadaan alkalis akan memberikan hasil negatif pada Uji
Benedict. Namun pada penambahan HCl mengalami perubahan warna
menjadi merah bata karena sukrosa mengalami hidrolisis pada kondisi
asam. Hal ini juga sama terjadi pada maltodekstrin.
Hidrolisis merupakan suatu proses kimia yang menggunakan H2O
sebagai pemecah suatu persenyawaan termasuk inversi gula, H2O sebagai
zat pereaksi dalam pengertian luas termasuk larutan asam dan basa (dalam
senyawa organik, hidrlisis, netralisasi). Pada tabung sukrosa yang di
tambahkan NaOH tidak mengalami perubahan warna (tetap biru).Sukrosa
dalam suasana alkali bersifat stabil, tidak terhidrolisa. Jika sukrosa berada
dalam keadaan alkalis, maka sukrosa akan memberikan hasil yang negatif
pada uji Benedict. Larutan alkalis tidak mampu menghidrolisis ikatan
glikosidik dalam sakarosa sehingga sakarosa tetap memiliki sifat nonreduksi. Dalam hal ini, larutan Benedict yang ditambahkan tidak tereduksi
dan

warna

larutannya

tetap,

meskipun

sudah

dipanaskan(Soeharsono,1978).
Begitu juga pada tabung maltodekstrin, pada ketiga tabung terdapat
sedikit endapan dan perubahan warna yang berbeda-beda.Adanya endapan
karena masih terdapatnya garam-garam yang tidak larut yang berasal dari
larutan Benedict.Perbedaan intensitas warna pada seluruh tabung
disebabkan karena larutan Benedict dapat bekerja paling efektif pada
suasana sedikit basa, sedangkan pada suasana alkali kurang efektif begitu
juga pada suasana netral sehingga warna pada tabung yang ditambahkan
NaOH dan akuades kurang pekat.
Tabung amilum dan pati murni menunjukkan hasil negatif pada uji
Benedict. Hal ini karena tidak adanya endapan merah bata sama sekali.
Selain itu warna larutan akan sama yaitu biru. Hasil ini menunjukkan
bahwa pati murni dan amilum (polisakarida) tidak dapat terhidrolisis
walaupun dalam suasana asam, basa, maupun netral.

27

b. Gelatinisasi
1. Hasil
No

Bahan

Sagu tani

Maizena

Tapioka

Amilum

Tepung beras

Suhu
1.
2.
3.
4.

60 C
700C
800C
900C
a.500C

b.300C
1. 600C
2. 700C
3. 800C
4. 900C
a. 500C
b.300C
1. 600C
2. 700C
3. 800C
4. 900C
a.500C
b. 300C
1. 600C
2. 700C
3. 800C
4. 900C
a.500C
b. 300C
1. 600C
2. 700C
3. 800C
4. 900C
a.500C
b. 300C

Viskositas
< 50
< 50
>300
>300
<50
<50
<50
<50
>60
60
<50
<50
<50
>300
>300
>300
>300+
>300++
<50
<50
<50
280
250
>300
<50
<50
<50
<50
<50
>50

Kurva ( hubungan Absis (suhu 0C ) dan Ordinat (lama penetasan


per detik)

28

Sagu Tani
350
300

viskositas

250

suhu 90 dan
pendinginan

200

Linear (suhu 90 dan


pendinginan)

150

suhu biasa tanpa


pendinginan

100
50
0
30

50

60

70

80

90

Maizena
62
60
58
suhu 90 dan
pendinginan

56
54

suhu biasa tanpa


pendinginan

viskositas 52
50
48
46
44
30

29

50

60

70

80

90

Tapioka
350
300
250

suhu 90 dan
pendinginan

200

viskositas

suhu biasa tanpa


pendinginan

150
100
50
0
30

30

50

60

70

80

90

Amilum
350
300
250
suhu 90200
dan pendinginan

viskositas

suhu biasa tanpa pendinginan

150
100
50
0
30

31

50

60

70

80

90

Tepung Beras
60
50
suhu 90 dan
pendinginan

40

suhu biasa tanpa


pendinginan

viskositas 30
20
10
0
30

50

60

2. Pembahasan
Analisis Prosedur.

32

70

80

90

Pada praktikum kali ini dilakukan untuk mengetahui proses


gelatinisasi pada setiap jenis pati (sagu tani,maizena,tapioka amilum dan
tepung beras) dengan penambahan air pada setiap jenis pati yang diatur
suhunya.
Gelatinisasi atau gelatinization adalah peristiwa terbentuknya gel
dari pati karena perlakuan dengan air panas. Gel dapat memiliki selaput
yang tidak dapat berubah pada permukaan produk, sehingga hal ini dapat
mengurangi kehilangan nutrien yang larut dalam air bila produk di masak
atau di rendam dengan air (Makfoeld,2002).
Pada praktikum kali ini perbedaan jenis pati yang digunakan
bertujuan untuk membandingkan kelima jenis bahan tersebut terhadap
proses gelatinisasi, kemudian menambahkan tetes demi tetes akuades ke
dalam gelas sembari diaduk sehingga didapatkan bahan yang berbentuk
seperti pasta, fungsi dari larutan akuades adalah sebagai bahan pelarut
tepung sehingga mendapatkan laruta yang homogen setelah dilakukan
pengadukan, kemudian tahap selanjutnya menyiapkan air dengan suhu
600C, 700C, 800C, 900C dipanaskan didalam panci perbedaan suhu air
yang digunakan untuk ditambahkan pada masing-masing larutan jenis
pati bertujuan untuk mengetahui perbedaan suhu terhadap proses
gelatinisasi, pada saat air ditambahkan dengan suhu tertentu pada setiap
jenis bahan terjadi proses gelatinisasi (pembentukan gel), tujuan lain dari
proses pemanasan pada suhu 600C, 700C, 800C, 900C dengan tujuan
pemanasan dilakukan untuk suhu gelatinisasi yaitu suhu pada saat
granula pati pecah dapat dilakukan dengan menambahkan air, setelah
penambahan air pada setiap gelas yang berisi bahan jenis pati, harus
segera

dilakukan

pengukuran

kekentakan

viskositas

dengan

menggunkana rotary viscometer hal tersebut dilakukan dengan cepat


karena suhu bahan akan cepat mengalami penurunan, sehingga hubungan
antara suhu dengan viskositas akan lebih akurat jika dilakukan
pengukuran secara cepat setelah ditambahkan air dengan suhu tertentu,
pengukuran dilakukan dengan rotary viscometer didapatkan hasil dengan
ukuran viskositas dalam satuan mpas.

33

Analis Hasil.
Pada jenis pati sagu tani ditambahkan akuades tetes demi tetes
sehingga berbentuk pasta hal tersebut terjadi karena Bila pati mentah
dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan
mulai bengkak namun terbatas, sekitar 30% dari berat tepung, kemudian
setalah itu diaduk agar pasta homogen, ditambahkan airdengan suhu 60
0

C pada gelas pertama kemudian 70 0C pada gelas kedua dan didapatkan

hasil pengukuran viskosisitas <50 atau dapat dikatakan bahwa sagu tani
pada suhu rendah memiliki viskositas yang rendah, kemudian
ditambahkan air dengan suhu 80 C pada gelas ke tiga dan ditambahkan
air dengan suhu 90 0C pada gelas keempat dan keduanya didapatkan hasil
pengukuran viskositas >300 jadi semakin tinggi suhu air maka semakin
tinggi juga viskositas yang dimiliki / semakin kental suatu larutan. Proses
penambahan air panas pada larutan sagu tani akan menyebabkan granula
semakin membengkak karena penyerapan air semakin banyak. Suhu
dimana pembengkakan maksimal disebut dengan suhu gelatinisasi.
Selanjutnya pengembangan granula pati juga disebabkan masuknya air
ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul
penyusun pati. Kemudian pada gelas keempat yang ditambahkan 100ml
air dengan suhu 90 0C setelah di hitung viskositasnya dengan rotary
viscometer kemudian dilakukan lagi dua kali perhitungan ketika suhunya
turun 50 0C dan 30 C kemudian didapatkan hasil untuk jenis pati sagu
tani yaitu untuk penambahan air dengan suhu 50 0C viskositas yang
didapatkan yaitu >300, kemudian pada suhu 30 0C didapatkan hasil
viskositas <50, dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa suhu
gelatnisasi pada sagu tani dapat diperkirakan pada suhu 75 0C 80
0

Ckarena pada suhu tersebut terjadi kenaikan viskositas yang begitu

tinggi. Hal ini sesuai dengan perkataan Bastian (2010) menyebutkan


bahwa apabila granula pati dipanaskam di dalam air, maka energi panas
akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus dan air masuk kedalam

34

granula pati.

Air yang masuk selanjutnya memiliki ikatan hidrogen

dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air melalui granula


menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Granula pati akan
menyerap air lebih cepat jika dipanaskan sehingga ukuran granula pati
akan mengembang karena menyerap air, maka semakin tinggi suhu maka
semakin banyak air yang diserap oleh granula pati sehingga ukurannya
semakin besar dan viskositavnya akan mengalami kenaikan.
Pada jenis pati maizena dengan perlakuan yang sama didapatkan kan
hasil pada gelas pertama dengan penambahan air dengan suhu 60 C
didapatkan viskositas <50 begitupun dengan gelas kedua yang
ditambahkan air dengan suhu 70 C didapatkan viskositas <50 sedangkan
pada gelas ketiga viskositasnya megalami kenaikan sampai >50, dan
pada gelas yang keempat dengan penambahan air suhu 90 C memiliki
viskositas 60 , setelah didiamkan untuk mengalami penurunan suhu
menjadi 50 C didapatkan penurunan viskositas menjadi <50 dan pada
suhu 30 C juga didapatkan hasil penurunan viskositas menjadi <50 hal
tersebut sesuai dengan teori Fennema (1996), suhu gelatinisasi pati
jagung (maizena) adalah 62-80 C, dan kandungan amilosanya sekitar
25%. Karena dilihat dari hasil bahwa kenaikan viskositas terjadi setelah
ditambahkan air dengan suhu sekitar 70-80 C, namun jika dibandingkan
dengan hasil viskositas yang didapat dari sagu tani, maizena memiliki
viskositas lebih rendah karena kandungan amilosa yang dimiliki sagu tani
dengan maizean lebih tinggi kandungan amilosa sagu tani karena
kandungan amilosa yang tinggi menyebabkan pati lebih banyak
menyerap air, sehingga pembengkakan granula pati terjadi pada suhu
yang lebih rendah. Dari hasil pengamatan, dengan rotary viscometer .
viskositasnya semakin tinggi (semakin kental) pada sagu tani dibanding
dengan maizena . Selama pemanasan, viskositas meningkat, selanjutnya
menurun setelah melewati suhu gelatinisasi.

35

Berdasarkan teori yang telah disebutkan sebelumnya Fennema


(1996), bahwa suhu gelatinisasi pati jagung (maizena) adalah 62-80 oC,
dan untuk sagu tani berkisar antara 71-82oC. Maka, suhu gelatinisasi
pati jagung berdasarkan teori lebih rendah daripada suhu gelatinisasi sagu
tani. Adanya perbedaan suhu gelatinisasi ini dapat disebabkan karena
perbedaan ukuran dan sebaran granula dari masing-masing pati serta
kandungan amilosanya. Pada keduannya antara sagu tani dan maizena
terjadi peningkatan viskositas pada suhu yang sama yaitu 80 C, kemudian
setelah melewati suhu gelatinisasi maka terjadi penurunan viskositasnya
atau kekentalanya pada sagu tani terjadi penurunan pada suhu 90 C yang
kemudian dirurunkan menjadi 50 C dan 30 C begitupun pada maizena.
Kedua jenis pati tersebut dapat dikatakan mengalami breakdown
viscosityBreakdown viscosity adalah penurunan viskositas yang terjadi
dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suhu
dipanaskan pada suhu 90oC (Utami, 2009). Nilai breakdown
viscosity yang rendah menunjukkan tingkat kehancuran granula yang
cukup tinggi. Pada viskositas terendah ini granula akan hancur sempurna
dan komponen amilosa dan amilopektin terpisah.
Pada jenis pati Tapioka dengan perlakuan yang sama didapatkan
hasil dengan rincian pada gelas pertama memiliki viskositas <50 pada
gelas kedua memiliki kenaikan viskositas sebesar >300 dan pada gelas
ketiga didapatkan viskositas larutan bahan tapioka masih tinggi >300 dan
gelas keempat pun viskositas tetap tinggi yaitu >300+ bahkan setelah
penurunan menjadi 500C dan 30 0C viskositasnya masih berada di
hitungan >300++, hal tersebut berbeda dengan sagu tani dan maizena
karena pada keduanya mengalami penurunan setalah melewati suhu
gelatinisasinya menurut Winarno (2002),suhu gelatinisasi bagi tiap jenis
pati dan merupakan suatu kisaran. Dengan viskosimeter suhu gelatinisasi
dapat ditentukan misalnya pada jagung 62-700C, beras 68-780C, gandum
54,5 64 0C, kentang 58-66 0C, dan tapioca 52-64 0C. Suhu gelatinisasi

36

juga dapat ditentukan dengan polarized microscope. Pada teori diatas


disebutkan bahwa suhu gelatinisasi bagi tapioka adalah 52-64 0C berati
pada suhu tersebut seharusnya terjadi kenaikan viskositas dan setelah
melewati suhu 64

gelatinisasi

mengalami

akan

C atau bisa dikatakan sudah melewati suhu


penurunan

viskositas

sedangkan

berdasarkan hasil pada suhu lebih dari 700C, 800C dan 900C viskositas
semakin tinggi atau tidak terjadinya breakdown viscosity, namun ketika
suhu gelatinisasi telah dilewati larutan tapioka akan mengalami proses
penurunan suhu atau pendinginan pada saat itulah biasanya terjadi
kenaikan viskositas setelah larutan didiamkan atau didinginkan, sehingga
dari hasil tersebut dilihat bahwa pada suhu 500C dan 30 0C memiliki
vikositas yang tinggi, namun seharusnya pda suhu diatas 60-90 0C itu
mengalami penurunan, hal tersebut terjadi karena ada beberapa
kesalahan, kesalahan mungkin saja terjadi karena suhu air yang tidak
sesuai, dan proses pengadukan tidak sesuai karena berdasarkan teori
bahwa Pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati akan
menurun adanya proses pengadukan atau pemompaan,(Rukmana,2000).
Namun menurut (Herawati,2012) menyatakan bahwa suhu gelatinisasi
tapioka sesuai dengan varietas ubi kayu yang digunakan untun
memproduksi tapioka.
Pada amilum dan tepung beras pada gelas pertama dengan
penambahan air suhu 60 0C didapatkan keduanya memiliki viskositas
<50, gelas kedua dengan penambahan air suhu 70 0C didapatkan
viskositas <50, untuk gelas ketiga setelah penambahan air suhu 80 0C
didapatkan viskositas <50, dan pada gelas keempat dengan penambahan
suhu air 90 0C didapatkan vikositas yang berbeda pada amilum 280 dan
<50 untuk tepung beras, setelah keduanya ditunggu hingga penurunan
suhu menjadi 50 dan 30 0C didapatkan pada amilum 50 0C viskositasnya
sebanyak 250 , pada tepung beras 50 0C didapatkan viskositas sebanyak
<50 dan pada suhu 30 0C amilum memiliki viskositas sebanyak >300 dan

37

pada tepung beras memiliki viskositas >50 dari hasil tersebut kesimpulan
yang dapat diambil bahwa pada jenis pati amilum kenaikan viskositas
terjadi pada suhu 80 90 0C dan mengalami breaking viscosity pada suhu
90 yang diturunkan menjadi 50 0C dan terjadi kenaikan viscositas karena
telah melewati suhu gelatinisasi sehingga memiliki pada suhu 30 0C
berarti dapat disimpulkan bahwa amilum memiliki suhu gelatinisasi >80
0

C,dan mengalami breaking viscosity pada suhu 90 0C yang diturunkan

hingga 50 0C dan setelah melewati suhu gelatinisasi dan didiamkan maka


viskositasnya akan mengalami kenaikan.
Sedangkan pada tepung beras dari hasil praktikum dapat
disimpulkan bahwa suhu gelatinisasi pada tepung beras adalah pada suhu
30 0C karena pada saat larutan di hitung viskositasnya dari keempat gelas
dan hasilnya tetap <50 sehingga mengalami kenaikan pada suhu 900C
yang diturunkan menjadi 30 0C sedangkan berdasarkan teori Winarno
(2002),suhu gelatinisasi bagi tiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran.
Dengan viskosimeter suhu gelatinisasi dapat ditentukan misalnya pada
jagung 62-70 0C, beras 68-780C,gandum 54,5 64 0C, kentang 58-660C,
dan tapioca 52-64 0C. Suhu gelatinisasi juga dapat ditentukan dengan
polarized

microscope.

Disebutkan

bahwa

tepung

beras

suhu

gelatinisasinya 68-78 0C ,ketidaksesuaian dengan hasil bisa saja terjadi


karena berbagai hal. Seperti menurut Winarno (2002) Faktor-Faktor yang
mempengaruhi gelatinisasi , antara lain :
Konsentrasi pati
Konsentrasi terbaik untuk membuat larutan gel adalah 20%, makin
tinggi konsentrasi, gel yang terbentuk makin kurang kental dan setelah
beberapa waktu viskositasnya akan semakin turun. Makin kental larutan,
suhu glatinisasi makin lambat tercapai.
Suhu

38

Suhu glatinisasi bagi tiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran.
Dengan viskosimeter suhu glatinisasi dapat ditentukan misalnya pada
jagung 62-70oC, beras 68-78oC, gandum 54,5 64oC, kentang 5866oC, dan tapioca 52-64oC. Suhu glatinisasi juga dapat ditentukan
dengan polarized microscope pH Pembentukan gel optimum pada pH 47.Bila pH terlalu tinggi pembentukan gel semakin cepat tercapai tapi
cepat turun lagi. Sedangkan jika pH terlalu rendah terbentuknya gel
lambat dan bila pemanasan diteruskan, viskositas akan turun lagi.
pH
Pembentukan gel optimum pada pH 4-7.Bila pH terlalu tinggi
pembentukan gel semakin cepat tercapai tapi cepat turun lagi. Sedangkan
jika pH terlalu rendah terbentuknya gel lambat dan bila pemanasan
diteruskan, viskositas akan turun lagi.
c. Reaksi Maliard
1. Hasil
Tabel Data Pengamatan Reaksi Maillard
No

Kd/Bahan

Maltodekstrin

Sukrosa

Glukosa

Pati Murni

Amilum

39

Tabung
HCl
NaOH
Protein
HCl
NaOH
Protein
HCl
NaOH
Protein
HCl
NaOH
Protein
HCl
NaOH
Protein

Perubahan Warna
Sebelum
Sesudah
+++
+++
+++
+
+
+
+++
+
+
+++
++++
+
++++
++
+++

Keterangan

+
++
+++
++++

: Tidak ada
: Sedikit
: Sedang
: Banyak
: Sangat banyak

2. Pembahasan
Reaksi maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis yang
terjadi karena adanya reaksi antar gula pereduksi dengan gugus amino
bebas dari asam amino atau protein.Hal ini didukung oleh (Kusnandar,
2010).Reaksi pencoklatan non enzimatis sering juga disebut reaksi
maillard. Reaksi ini terjadi bila dimana dalam bahan pangan terdapat gula
pereduksi (gula aldosa) dan senyawa yang mengandung gugus amin
(asam amino, protein, atau senyawa lain yang mengandung gugus amin).
Reaksi awal antara gula pereduksi dengan gugus amin membentuk
senyawa intermediet N-subtitatied glycosiamin. Selanjutnya senyawa
intermediet ini akan membentuk senyawa intermediet berikutnya yang
alur (pathway) reaksinya dipengaruhi oleh jenis gula jenis senyawa yang
mengandung gugus amin, kondisi pH, suhu, dan aktifitas air.
Reaksi ini memerlukan kenaikan suhu yang signifikan dalam
bentuk panas.Jadi semakin panas suhu maka semakin cepat terjadi reaksi
maillard. Reaksi maillard dalam makanan menghasilkan flavor dan
aroma, namun turut menyebabkan kehilangan ketersediaan asam amino,
kehilangan nilai gizi, pembentukan antinutrisi, dan pembentukan
senyawa toksin.
Pada praktikum ini, bahan-bahan yang digunakan meliputi
glukosa, sukrosa, maltodekstrin, pati murni, dan amilum.Masing-masing
bahan mendapat # perlakuan yaitu penambahan protein, penambahan
protein dan NaOH, serta penambahan protein dan HCl. Bahan yang telah
mendapatkan perlakuan kemudian dipanaskan menggunakan spirtus.
Bahan yang telah dipanaskan kemudian diamati perubahan warna dari
hasil pembentukan warna coklat pada masing-masing tabung reaksi.

40

Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa semua jenis gula yang


ditambahkan dengan asam akan menghasilkan perubahan warna coklat
lebih besar dibandingkan ditambahkan dengan basa.namun hal ini
berlawanan dengan pendapat (Boekel, 1998) bahwa pH atau tingkat
keasaman, reaksi maillard berlansung cepat pada kondisi basa atau pH
tinggi.pH optimum untuk reaksi maillard antara pH 8 sampai 10. Hal ini
terjadi kemungkinan adanya kesalahan dari kami dalam mencampur
bahan yang diujikan. Pada praktikum ini juga, seharusnya glukosa
memiliki tingkat pencoklatan paling tinggi dibandingkan bahan lainnya
hal ini dikarenakan glukosa merupakan gula pereduksi yang tinggi
sehingga molekul glukosa akan bereaksi dengan senyawa asam amino
karena secara umum molekul gula yang relatif kecil lebih mudah
bereaksi dibandingkan dengan molekul gula yang berukuran besar.hal ini
senada menurut (Winarno, 2004) bahwa Glukosa dapat mengalami reaksi
Maillard, sedangkan Sukrosa tidak dapat mengalami reaksi Maillard.
Glukosa memiliki sifat pereduksi sedangkan sukrosa tidak memiliki sifat
pereduksi. Begitupun pula dengan (Eriksson,1981) bahwa komponen
gula yang dapat melangsungkan reaksi Maillard adalah gula yang
memiliki sifat pereduksi, seperti glukosa. Secara umum molekul gula
yang lebih kecil akan lebih cepat bereaksi dibandingkan dengan molekul
gula yang lebih besar
Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang
dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya
adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah
ujung

yang

mengandung

Semua monosakarida (glukosa,

gugus aldehida atau keto

bebas.

fruktosa, galaktosa)

dan disakarida (laktosa, maltosa)kecuali sukrosa dan pati (polisakarida),


termasuk sebagai gula pereduksi.
Namun pada praktikum ini, glukosa tidak mengalami perubahan
warna yang signifikan dibandingkan jenis bahan lainnya. Kemungkinan

41

dikarenakan larutan protein putih telur fermentasi memiliki konsentrasi


yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi glukosa.

V.

Penutup
a. Kesimpulan
1. Sukrosa tidak stabil pada suasana basa namun stabil pada
suasana asam. Glukosa relatif lebih stabil pada suasana asam
dan netral daripada basa. Maltosa tidak stabil pada koondisi
asam, basa, dan netral sehingga mudah terhidrolisis.
2. Setiap pati memiliki perbedaan suhu gelatinisasi
dikarenakan ukuran granula pati berbeda antara bahan satu
dengan yang lain, contohnya tepung maizena memiliki
ukuran granula pati lebih kecil jika dibandingkan dengan
tepung tapioka sehingga tepung maizena hanya dapat
mengadsorpsi air yang lebih sedikit jika dibandingkan
dengan tapioka, oleh karena itu suhu gelatinasi tepung

42

maizena lebih rendah dari suhu gelatinasi tapioka. Suhu


gelatinisasi pada tepung tapioka 520C 640C. Tepung
maizena

merupakan tepung yang terbuat dari jagung.

Jagung sendiri memiliki suhu gelatinisasi pada 620C 700C.


Bahan-bahan lain seperti beras memiliki suhu gelatinisasi
680C- 780C, gandum 54,5 0C 64 0C dan kentang 580C 64
0

C. Breakdown viscosity adalah penurunan viskositas yang

terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah


ketika suhu dipanaskan pada suhu 90oC.
3. Perubahan pH pada reaksi maillard memberikan pengaruh
nyata pada reaksi maillard.Semakin rendah pH atau semakin
asam suasananya, warna coklat yang ditimbulkan semakin
pudar atau bahkan hilang, sedangkan semakin tinggi pH atau
semakin basa suasananya, warna coklat yang ditimbulkan
semakin banyak.Serta semakin banyak gula reduksi, semakin
banyak warna coklat yang dihasilkan.Namun pada praktikum
ini terdapat kesalahan sehingga hasil tidak sesuai dengan
literature yang ada.
b. Saran.
Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya praktikan
berusaha untuk fokus dan cermat agar tidak terjadikesalahan agar
hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur.

43

DAFTAR PUSTAKA
Awwalurrizki, Nuzula dan Surya Rosa Putra. 2008. Hidrolisis Sukrosa dengan
Enzim Invertase untuk Produksi Etanol menggunakan Zymomonas
mobilis. Peosiding Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November.
Almatzier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Boekel, M. A. J. S. (1998). Effect of heating on Maillard reactions in Milk.
Food Chemistry Vol. 62(4):403-414.
Erwinda, Maya Dwi dan Wahono Hadi Susanto. 2014. Pengaruh pH Nira Tebu
(Saccharum officinarum) dan Konsentrasi Penambahan Kapur terhadap
Kualitas Gula Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 3 Hal:
54-55.
Eriksson, C, 1981. Maillard Reaction in Food: Chemical, Physiological and
Technological Aspect. Pergamon press, Oxford
Fennema, Owen R. 1996. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc
Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formula TepungTepungan untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Penel Gizi Makan Vol. 35
No. 1 Hal: 13.
Indarti, Dwi dan Asnawati. 2011. Karakterisasi Film Nata de Coco-Benedict
secara Adsorpsi untuk Sensor Glukosa dalam Urine. Jurnal Ilmu Dasar
Vol. 12 No. 2 Hal 200.

44

Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta : Dian Rakyat
Kusnandar. 2010.Teknik analisis sifat dan fungsional komponen pangan.Institute
Pertanian Bogor: Bogor
L.C. Anyika, Okonkwo S.I., dan Ejike E.N. 2012. Comparative Analysis of
Monosaccharide

and

Disaccharide

Using

Different

Instrument

Refactometer and Polarimeter. International Journal of Research in


Chemistry and Environment Vol. 2, Hal. 270 -274.
Makfoeld.2002.Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. KANISIUS: Yogyakarta.
Miegawa, Anang Muuhammad dan Murwantoro.2004. Analisa Pangan.
Universitas Diponegoro: Semarang.

Purlis, M. 2010. Browning Development in Bakery Products-A Review.Journal of


Food Engineering. 99:239-249
Odenigbo, Amaka M., et.al. Study on the Gelatinization Properties and Amylose
Content of Rice Varieties from Nigeria and Cameroun. International
Journal of Nutrition and Food Sciences Vol. 2 No. 4 Hal: 1-2.
Soeharsono, 1978. Petunjuk Praktikum Biokimia. PAU Pangan dan Gizi, UGM
Yogyakarta
Sudarmadji, Slamet, 1982. Bahan-Bahan Pemanis. Agritech, Yogyakarta..
Sudarmanto, S.,dkk., 2000. Kimia Hasil Pertanian. FTP UGM, Yogyakarta.
Surya Saputra. 2005.CaraPraktis Membuat Pempek Palembang.Kanisius:
Yogyakarta

45

Syamsir, Elvira. Purwiyatno Hariyadi, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan dan Feri
Kusnandar. 2012. Pengaruh Proses Heat-Moisture Treatment (HMT)
terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan Vol. 23 No. 1.
Teja W, Albert., Ignatius Sindi P., Aning Ayucitra, dan Laurentia E. K. Setiawan.
2008. Karakteristik Pati Sagu dengan Metode Modifikasi Asetilasi dan
Cross-Linking. Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 7 No. 3.
Tranggono,dkk., 1987. Kimia Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM, Yogyakarta.
Utami, Putri Yudi. 2009. Peningkatan Mutu Pati Ganyong (Canna edulis Ker)
Melalui Perbaikan Proses Produksi, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Wellyalina, F. Azima, dan Aisman. 2013. Pengaruh Perbandingan Tetelan Merah
Tuna dan Tepung Maizena Terhadap Mutu Nugget. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1.
Widjajaseputra, Anna Ingani, Harijono, Yunianta, dan Teti Estiasih. 2011.
Pengaruh Rasio Tepung Beras dan Air Terhadap Karakteristik Kulit
Lumpia Basah. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. XXII No. 2 Hal:
104.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama,Jakarta.
Winarno,F.E. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno, F. G. 2004. Kimia pangan dan gizi. Pt. gramedia pustaka utama: Jakarta.

46

LAMPIRAN
Pengaruh asam dan alkali

Glukosa 2 gram
ditimbang untuk
membuat larutan
glukosa 2%

47

Glukosa
ditambahkan
akuades hingga
100ml

Diambil 2ml
larutan glukosa

Bakteri
dimasukkan ke
dalam cawan petri

Penambahan HCl
0,1N

48

Penambahan
NaOH 0,1N

Bakteri
dimasukkan ke
dalam medium
agar tegak

Tabung rekasi
dipanaskan
menggunakan
lampu spiritus

Tabung reaksi setelah


dipanaskan

Penambahan
pereaksi Benedict

Gelatinisasi

49

Penambahan NaHCO3
kristal

Menimbang tepung yang


akan digunakan

Perhitungan viskometer

Reaksi Mailard.

50

Mengaduk tepung yang


telah ditambahkan air
dengan suhu tertentu

Adonan pasta

You might also like